kutampik pecah fajar penghabisan
rembulan pucat lesi, risau menanti
pagi
halimun menggigil dihela dari ujung
langit dan membungkam di pucuk bukit
tersedaklah udara
kukatupkan telinga
tak terdengar lagi tangis kanak-kanak
lapar dan dahaga
pun sang bapak yang kekar dan perkasa
tak akan mengubah tangan bagai cemeti
dan mencambuk dengan keji
melukai ulu hati
: ketika babi-babi dibayarkan sebagai
mahar pada hari perkawinan
seorang perempuan hanyalah budak
kehidupan!
kebebasan menguap bersama kabut mimpi
dan menepi dikoyak sepi
kukenakan batu-batu sebagai pakaian
penghabisan, kutinggalkan sali* di
tepian sunyi
angin menghunjamkan tubuhnya
pada permukaan air kali
gelombang memanggilku
: “ayo, telah kutunggu hari kematianmu!”
rasa sakit menolakku dari bibir jurang
tubuhku seakan ringan kapas, terjungkal
dan melayang
kujemput ambang takdir, kutembus pintu ajal
sampailah aku pada sebuah
pembebasan ….
*Sali: pakaian adat wanita Suku Dani
Sebuah catatan dalam perjalanan ke Wamena,Februari 1994
rembulan pucat lesi, risau menanti
pagi
halimun menggigil dihela dari ujung
langit dan membungkam di pucuk bukit
tersedaklah udara
kukatupkan telinga
tak terdengar lagi tangis kanak-kanak
lapar dan dahaga
pun sang bapak yang kekar dan perkasa
tak akan mengubah tangan bagai cemeti
dan mencambuk dengan keji
melukai ulu hati
: ketika babi-babi dibayarkan sebagai
mahar pada hari perkawinan
seorang perempuan hanyalah budak
kehidupan!
kebebasan menguap bersama kabut mimpi
dan menepi dikoyak sepi
kukenakan batu-batu sebagai pakaian
penghabisan, kutinggalkan sali* di
tepian sunyi
angin menghunjamkan tubuhnya
pada permukaan air kali
gelombang memanggilku
: “ayo, telah kutunggu hari kematianmu!”
rasa sakit menolakku dari bibir jurang
tubuhku seakan ringan kapas, terjungkal
dan melayang
kujemput ambang takdir, kutembus pintu ajal
sampailah aku pada sebuah
pembebasan ….
*Sali: pakaian adat wanita Suku Dani
Sebuah catatan dalam perjalanan ke Wamena,Februari 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar