Jumat, 07 Juni 2019

K A R N A

: senja temaram bagai disepuh
warna emas kala pertemuan itu
terjadi untuk yang pertama dan terakhir kali
“seribu ampun ibunda, hamba menghadap
memenuhi panggilan yang mulia”,
“wahai karna, anak radheya, sais kereta,
aku sengaja memanggilmu, karena aku tahu
betapa gentar kelima satriaku pandawa akan
kesaktianmu. esok, bila bharata yudha telah usai
aku tak mau kehilangan satu pun dari pahlawanku.
kedigdayaan nyata engkau persembahkan bagi
seratus raksasa, kurawa, bukan bagi anak-anak
yang aku cinta”
senja bergetar, surut menjadi pucat pasi mendung
dan berembun pada rinai gerimis, langit seakan terisak
pada ulah laku manusia, genderang perang
tiba-tiba bergemuruh di dada si hamba yang
sejatinya adalah sulung pendawa
sekejab karna menatap wanita agung dengan tegas
kata-kata, wanita kayangan yang terlalu jelita
sehingga rela melarung bayi yang dilahirkan
pada arus sungai gangga
adalah seorang kusir yang memungut anak
terbuang, kemudian membesarkan dengan
rela kasih sayang, radheya rakyat jelata
yang mengabdi pada kurawa
“hamba ibunda, yakinlah selalu, bila esok
kurusetra digelar, entah hamba atau salah seorang pandawa
yang gugur, maka putra ibunda akan tetap lima”,
senja pun terjungkal, ditelan jelaga malam, karna
mengerti, pertemuan ini adalah awal pertanda
dekat sudah hari kematian baginya ….

*sepenggal cerita dari Mahabharata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...