Selasa, 11 Juni 2019

TAMANSARI, YOGYAKARTA







  
Jarak Taman Sari dari lingkungan Kraton Yogya hanya beberapa menit, dapat ditempuh dengan menumpang becak atau bentor – becak motor, cukup membayar Rp. 20,000,00. Penarik becak akan mengantar pada seorang pemandu untuk berkeliling, menerangkan fungsi setiap sudut serta arsitektur taman yang berumur hampir tiga abad. Beberapa langkah kemudian ketika wisatawan  dipandu berjalan berkeliling melewati jalan sempit di antara rumah penduduk sebelum akhirnya sampai di pintu gerbang, harga tiket untuk turis domestik Rp. 5,000,00, turis asing Rp. 7,000,00. Wisatawan akan segera merasa berpulang ke masa lampau, pada kehidupan Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758,  ketika Taman Sari dibangun sesuai dengan tahun pembangunan Kraton Yogya.
Bagian pertama dari Taman Sari adalah Gapura Panggung, lebih dua abad yang lalu, dari atas Gapura ini Sultan biasa menyaksikan tari-tarian yang dipentaskan pada taman di bawahnya. Bangunan artistik di samping taman adalah tempat para penabuh gending,  di tengah-tengah taman didirikan panggung tempat para penari menunjukkan seni tari yang indah dan santun. Tak jauh dari Gapura Panggung tampak anak tangga dan pintu lengkung dengan cat dinding berwarna krem. Adalah materi bangunan yang tidak tetap menyatu dengan materi bangunan kuno lebih dua abad yag lalu. Meskipun direnovasi Taman Sari tak dapat melepaskan tekstur warna dinding yang kuno. Di  balik pintu lengkung tampak gemericik air mancur terjatuh di atas permukaan air kolam yang jernih dengan dasar kolam berwarna biru. Adalah tiga kolam pemandian Umbul Kawitan -- kolam untuk putra-putri Sultan, Umbul Pamuncar -- kolam untuk para selir, dan Umbul Panguras -- kolam untuk Sultan.
Di menara , ruang pribadi Sultan masih tersimpan sebuah bejana. Kala itu bejana akan selalu berisi air jernih yang berfungsi sebagai cermin. Lebih dua abad yang lalu, seorang wanita cantik akan menundukkan kepalanya, memperbaiki tata rias wajah dan sanggul, merapikan busana, bersiap menemui Sultan. Cermin belum lagi sampai ke Tanah Jawa, maka air di dalam bejana secara otomatis akan memantulkan bayangan nyata dari pemilikmya. Di atas ruang rias masih terdapat satu ruangan  mungil di lantai ketiga yang dapat dicapai dengan melewati anak tangga kayu jati. Dari lantai ini, melalui bingkai jendela, mentari tampak memantulkan sinar dari kolam di bawahnya, seluruh area Taman Sari tampak dengan jelas, indah, dan mengesankan.
Turun dari atas menara pemandu akan membawa wisatawan menuju Gapura Agung, tempat kedatangan kereta kencana yang dikendarai Sultan dan keluarganya menuju Taman Sari. Gapura didominasi ornamen bunga dan sayap burung, tak jauh dari Gapura Agung berdiri  Pesanggrahan sebagai tujuan berikut. Waktu itu, sebelum berperang, Sultan akan bersemedi di tempat ini. kali ini, setelah hampir tiga abad, suasana di pesanggrahan masih terasa senyap dan hening, seakan membahasakan suasana kala Sultan tengah bersemedi, memuja Sang Pencipta Langit dan Bumi. Di tempat ini pula senjata dan pakaian perang disimpan, keris-keris disucikan. Adapun di pelataran para prajurit biasa berlatih pedang.
Wisatawan seakan kembali ke masa lampau pada tahun 1758, setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi membangun keraton sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton di tengah sumbu imajiner yang membentang di antara Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis. Titik yang menjadi acuan pembangunan keraton adalah sebuah umbul -- mata air. Untuk menghormati jasa istri-istri Sultan karena telah membantu selama masa peperangan, beliau memerintahkan Demak Tegis seorang arsitek berkebangsaan Portugis dan Bupati Madiun sebagai mandor untuk membangun sebuah istana di umbul yang terletak 500 meter selatan keraton. Istana yang dikelilingi segaran -- danau buatan dihiasi aneka bunga yang menebarkan aroma mewangi, tempat yang indah itu disebut  dengan nama Taman Sari.
Wisata Taman Sari usai sudah, wisatawan dapat menruskan langkah berikutnya menuju Sumur Gumuling dan Gedung Kenongo. Ayo, mari kita pergi ....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...