: fajar enggan memecah, malam semakin dalam tiada ujung
jeritanmu beradu lomba dengan raungan puting beliung
yang menggasing dari
kesombongan itu
lalu segalanya gagu
hening bahkan lebih menyakitkan dari segala rintihan
di pelataran sekuntum bunga gugur sebelum mekar
dalam gelap gagal kugambar bintang, gagal kutulis puisi
karena kata-kata dan seribu janji yang engkau ingkari
denting piano pun semakin lirih kemudin mati
kidung dan tembang segera berubah menjadi duka
perkabungan
: “aku tak hendak pergi....”
kelu lidah mengucap pamit, udara kekal sebagai hampa
yang tak akan pernah mampu menghentikan rotasi
sang maha waktu
maka langit pun berwarna semu
sepasang matamu masih menatap tanpa kata
engkau hanya kelebat bebayang yang sirna dalam
kemegahan sang tuan, kini hanya sendiri
diam....
Agats – Asmat, Juli 2011
jeritanmu beradu lomba dengan raungan puting beliung
yang menggasing dari
kesombongan itu
lalu segalanya gagu
hening bahkan lebih menyakitkan dari segala rintihan
di pelataran sekuntum bunga gugur sebelum mekar
dalam gelap gagal kugambar bintang, gagal kutulis puisi
karena kata-kata dan seribu janji yang engkau ingkari
denting piano pun semakin lirih kemudin mati
kidung dan tembang segera berubah menjadi duka
perkabungan
: “aku tak hendak pergi....”
kelu lidah mengucap pamit, udara kekal sebagai hampa
yang tak akan pernah mampu menghentikan rotasi
sang maha waktu
maka langit pun berwarna semu
sepasang matamu masih menatap tanpa kata
engkau hanya kelebat bebayang yang sirna dalam
kemegahan sang tuan, kini hanya sendiri
diam....
Agats – Asmat, Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar