Suasana benar terasa bersahaja ketika langkah kaki memasuki
pintu gerbang areal Passer Baroe, tak jauh dari pusat perbelanjaan ini,
Tugu Monas tampak berkilau menjulang. Passer Baroe terletak di jantung
kota, Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar Jakarta Pusat. Cahaya
senja yang kekuningan memantul pada kaca-kaca pertokoan, perlahan
meredup dalam warna lembayung. Kesibukan para pedagang dan pembeli terus
berlangsung, berdenyut bak urat nadi kehidupan. Para pedagang buah
ramah menjajakan dagangan dengan gerobak, apel, jeruk, kelengkeng, salak
sesuai dengan musim yang tanggal. “Mari, mari … buah-buahan segar”.
Pedagang kaki lima menawarkan aneka kerajinan tangan, pakaian, tas,
sepatu, dan perlengkapan sehari-hari. Di sepanjang jalan pengunjung
melangkah dengan santai menikmati suasana senja yang sesaat akan segera
berubah menjadi gelap. Sementara Sungai Ciliwung tetap mengalir dalam
diam seperti yang telah terjadi beratus tahun silam.
Pada dua sisi jalan Jalan Pasar Baru adalah deretan toko
pakaian, toko tekstil, tailor, toko alat olah raga, sepatu, kacamata,
dan toko emas. Pandangan mata benar-benar dimanjakan apa, ‘apa yang
diperlukan dan bisa segera didapatkan?’ Saya mengunjungi sebuah toko
tekstil yang dipenuhi bermacam jenis kain aneka warna, disambut ramah
para pelayan. “Berapa harga kain lace paris untuk satu kebaya?” saya
bertanya.
“Lima ratus ribu rupiah”, jawab seorang pelayan.
“Berapa harga jahit?” saya kembali bertanya.
“Maaf, kami tidak bisa menjahit kebaya, tetapi bisa saya antar
ke toko di depan sana”, saya pun berjalan mengikuti pelayan itu ke took
tekstil yang ditunjuk.
“Selamat sore, bisa tolong menjahit kebaya?”
“Bisa”.
“Berapa biaya jahit?”
“Satu setengah juta dengan busternya”, pelayan toko itu menjawab.
“Bisa selesai dalam satu minggu?”
“Sebentar, saya panggil tukang ukurnya”, pelayan toko itu
berkelebat masuk ke dalam ruangan sebelum akhirnya kembali dengan
seorang yang ahli dalam mengukur pakaian. Di dinding kasir tertampang
foto seorang laki-laki India dalam pakaian adat, rupanya ia adalah sang
pemilik took.
Kebaya benar selesai dalam seminggu dengan buster amat halus
yang akan sulit dibuat oleh seorang penjahit biasa. Disamping kebaya,
toko tekstil dapat pula menjahit stelan jaz, safari, seragam kantor, dan
bermacam model pakaian yang diperlukan pelanggan. Harga masing-masing
pakaian beragam sesuai selera pembeli dengan aneka alternative yang ada.
Toko tekstil dengan keberadaan penjahit di dalamnya memudahkan pembeli
dalam mendapatkan aneka model pakaian yang diperlukan. Sementara rumah
makan murah meriah dan cepat saji melengkapi kemudahan di pusat
perbelanjaan ini, sehingga pengunjung dapat berisantai sambil menikmati
hidangan pilihan. Penjual rujak, arum manis, makanan tradisionil, dan
makanan kecil tak kalah seru dalam menawarkan dagangan, maka lengkaplah
kesibukan di pusat perbelanjaan itu.
Kesibukan masih tetap berlanjut di Jalan Antara, di ujung
selatan Pasar Baroe. Di sebelah kanan ruas jalan satu arah ini terdapat
hotel, rumah makan, biro travel, indomart serta bangunan yang
meninggalkan kesan tua. Di sepanjang trotoar orang leluasa berlalu
lalang di bawah pohon-pohan yang rindang dan akar beringin yang
menggantung. Tamu-tamu yang menginap di hotel Jalan Antara dapat
leluasa pergi berbelanja dengan berjalan kaki untuk mendapatkan segala
barang yang diperlukan.
Pagi hari, suasana Pasar Baroe relative sunyi, hanya tampak
penjaja koran, penjaja buah-buahan segar, dan sisa kesibukan aktivitas
di waktu malam. Sementara matahari beranjak naik, kehidupan di pasar ini
perlahan bangkit, pintu-pintu toko mulai terbuka, pedagang kaki lima
menggelar dagangan di sepanjang jalan. Semakin siang suasana semakin
ramai, pengunjung bertambah padat, semakin padat pada sore hari.
Kesibukan di pasar ini mencapai puncaknya pada malam hari, lampu mercury
berpijar menyilaukan, suara deru kendaraan, hiruk-pikuk transaksi, juga
gelak canda dari sekalian pengunjung, jalanan menjadi demikian padat,
sehingga pengunjung harus melangkah dengan hati-hati. Pijat refleksi
menyediakan layanan bagi pengunjung yang kelelahan, ATM dari bermacam
bank berdiri pada hampir setiap sudut, pengunjung tak perlu khawatir
kehabisan uang cash. Passer Baroe bukan hanya pusat perbelanjaan, akan
tetapi tempat tujuan wisata yang mengasyikan.
Suasana semacam ini berawal sejak 193 tahun yang lalu, tepatnya
pada 1820 ketika Pemerintah Batavia membangun Passer Baroe sebagai
situs ekonomi. Orang-orang Belanda yang menetap di Rijswijk --sekarang
Jl. Veteran-- memulai rutinitas berbelanja di tempat itu. Toko-toko
di Passer Baroe dibangun dengan gaya arsitektur Cina dan Eropa. Di
pasar ini pula orang-orang India – Indonesia menjajakan kain, alat olah
raga, dan sepatu hingga saat ini. Apotek Kimia Farma, toko
Lee Ie Seng, toko perabot rumah tangga Melati, toko jam Tjung-Tjung,
dan toko kacamata Seis --Tjun Lie-- bertahan sejak dahulu hingga
sekarang ini. Demikian pula dengan penjahit jas Isardas, Hariom, dan Gehimal, penjahit tersebut tetap eksis hingga hari ini.
Suasana Pasar Baroe menjadi lebih khusus pada
perayaan Hari Ulang Tahun Jakarta yang jatuh pada bulan Juni. Pada bulan
ini digelar Festival Passer Baroe dengan memamerkan berbagai produk
local khas ibu kota seperti kuliner kebudayaan khas Betawi, dan
kebudayaan Cina. Di tengah kesibukan ibu kota dengan jalanan macet
setiap hari meluangkan waktu berbelanja ke Passer Baroe menjadi moment
khusus ketika manusia semakin jauh melangkah menempuh era kemajuan
dengan aneka ragam mall mewah sebagai pusat perbelanjaan. Ada kesan kuno
dan tua pada kehidupan di Passer Baroe, ketika melangkah kaki ke tempat
ini, seolah pengunjung ikut pula menguak sejarah pada sebuah kehidupan
yang mulai tercatat sejak 193 tahun yang lalu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar