Sabtu, 01 Juni 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- SEBELAS








Sepeninggal Pangeran Wang So, Putri Yeon Hwa berdiri dari tempatnya duduk, wajah jelita itu seakan diamuk badai, rencananya meleset terlalu jauh. Bukan Putra Mahkota yang meneguk teh beracun, tetapi Pangeran Wang So. Mengapa? Ia harus melakukan sesuatu untuk menghilangkan jejak, atau ia akan diseret menuju tiang  gantung. “Yeon Hwa…” suara Ratu Yoo mengejutkan putri jelita itu.
Putri Yeon Hwa tahu ia harus segera bertindak,  ia berdiri memberi hormat kepada Yang Mulia Raja. “Ada yang hendak engkau sampaikan”, Raja Taejo bertanya, ia selalu bangga dengan putrinya yang jelita.
“Benar, saya memiliki permintaan, sebelum meneguk tiga cawan teh”, jemari lentik itu menuang teh dari poci yang sama bagi Putra Mahkota teh tanpa ragu, kemudian mengajukan permohonan. “Saya mohon ijin kepada Yang Mulia Raja untuk merelakan Wook menikah lagi”, suara Putri Yeon Hwa selalu merdu.
“Apa pendapatmu, Wook?” Yang Mulia Raja menatap wajah tampan Pangeran Wang Wook.
“Jika Yang Mulia memberikan ijin… ada seseorang yang  saya pertimbangkan”, sekilas Pangeran Wang Wook melirik Putri Yeon Hwa dengan satu pertanyaan. Adakah ia memiliki sebuah rencana?
“Maka aku tak punya alasan untuk menentangnya. Ijin kuberikan”, suara Yang Mulia Raja  mantab.
“Terimakasih Yang Mulia”, Pangeran Wang Wook selalu menunggu hari ini, hari ia m endapatkan ijin dari Yang Mulia untuk menikahi wanita yang dicintainya. Hae Soo, harapan  kembali merebak.
Putri Yeon Hwa meraih cawan  mendekatkan ke bibir yang berwarna darah, karena pulasan gincu. Sang Putri tak perlu meneguk, kecuali ia berniat mati sia-sia, ia pura-pura meneguk teh yang dihidangkan Hae Soo bagi Putra Mahkota. Tak seorangpun tahu, bahwa teh itu tertumpah dengan lembut membasahi pakaian yang  indah. “Yang Mulia, permintaan berikutnya adalah …”kata-kata Putri Yeon Hwa tidak selesai. Ia adalah pemain sandiwara yang lihai, ia berpura-pura kesakitan, terbelalak, terpaku kemudian tubuh semampai itu terkulai pingsan, mengejutkan Yang Mulia Raja dan seluruh keluarga yang hadir.  
“Seorang telah berusaha meracuni Putra Mahkota”, Ratu Yoo menjerit kalap, bila Putri Yeon Hwa pingsan, apa yang telah terjadi pada Pangeran Wang So? Di tempatnya duduk Putra Mahkota masih berada dalam keadaan segar bugar, tak setetespun racun terminum. Ia terbebas dari ancaman, karena tindakan Wang So dan Putri Yeon Hwa, akan tetapi suasana hati pangeran itu segera kacau balau seakan dirundung perang tak berkesudahan.
Pangeran Baek Ah tersadar akan bahaya yang mengancam Pangeran Wang So, ia berdiri dan segera berlari mengejar Pangeran ke-4, ia  harus tahu arti rasa cemas, ia harus tahu Pangeran Wang So berada dalam bahaya, maut yang teramat dekat. Dia sangat mencemaskan saudaranya itu, ia menyayangi Pangeran Wang So. Sementara Pangeran Wang So tengah berusaha mengejar Hae Soo yang melangkah perlahan, tak pernah tahu dirinya telah dikambing hitamkan dengan akibat hukuman yang mengerikan. Langkah kaki Pangeran Wang So seakan mengambang, ia seakan mengapung di alam mimpi menuju keabadian, darah terus menetes dari mulut yang meregang, menahan sakit. Mungkinkah ia bisa melihat matahari esok hari? Pangeran Wang So masih memiliki sisa tenaga untuk  menapak, tetapi tiga cawan racun semakin kuat bekerja, pandangan mata pangeran itu semakin mengabur, kabut seakan turun dengan cepat melilit sesisi dinding istana. Udara semakin dingin –semakin dingin, darah menyembur dari mulutnya, akhirnya tubuh  tegap itupun roboh di atas lantai.  
Semula Hae Soo melangkah dengan perasaan biasa tanpa guncangan, tetapi akhirnya ia  menyadari ada bebayang yang mengikuti beberapa langkah di  belakangnya. Ketika  menoleh, sepasang mata dayang itu membelalak, ia mencoba menolak penglihatan, tetapi penampakan di depan mata nyata adanya.  Pangeran Wang So terkapar dengan mulut berlumuran darah. “Tolong …tabib istana…!” suara Hae Soo teramat kacau, apa yang telah terjadi? Dayang malang itu tak pernah tahu rencana licik Putri Yeon Hwa dan Ratu Yoo, ia cuma seorang dayang yang pernah hilang ingatan, ia akan segera menjadi korban.
“Tinggalkan istana pada  kesempatan pertama”, suara Pangeran Wang So terpatah-patah, ia tidak tahu bagaimana nasib gadis yang dicintai setelah menyajikan teh, pangeran yang meminumnya  terbukti sekarat, karena racun. Bukankah ia akan dituduh telah sengaja meracuni Putra Mahkota? Benarkah ia memiliki alasan untuk melakukannya? Di pihak lain Hae Soo tak pernah tahu maksud sebenarnya kata-kata Pangeran Wang So, ia memang tidak tahu sampai pada waktunya. 
Tak lama kemudian, Pangeran Baek Ah, Ji Mong, Pangeran ke-13 beserta para pengawal datang. Seorang tabib dipanggil untuk menyelamatkan Pangeran Wang So, tubuh sekarat itu digotong menuju ruang pengobatan istana. Sementara Hae So berdiri kaku, segalanya berjalan dengan cepat, ia mencoba menolak pendengaran ketika terdengar suara, Choi Ji Mong mencicipi sedikit teh tersebut, ujung lidahnya mendecap rasa berbeda dari teh biasa.  Ahli bintang itu tak berniat menelannya, ia segera meludahkannya kembali.
“Engkau adalah satu-satunya tersangka yanag berniat membunuh Putra Mahkota, menyajikan teh dengan racun di dalamnya. Tangkap!”Pangeran Wang Won menjerit sambil menatap ke arah Hae Soo, sepasang matanya seakan pedang berkilat.
“Ji Mong tunggu, bukan dia pelakunya!”Pangeran Wang Jung berteriak membela Hae Soo, tetapi suaranya lesap ditelan suara gemuruh pengawal yang bergerak cepat menangkap dayang malang itu.
“Dayang Damiwon Hae Soo, engkau ditangkap atas percobaan pembunuhan”, Choi Ji Mong mengucap kata-kata itu. Benarkah ia begitu yakin?
Hae Soo berdiri limbung, ia bahkan tidak lagi yakin dimana tengah berdiri dan dari mana berasal? Ia tak berdaya ketika pengawal istana menyeretnya menuju ruang sempit, jauh dari keramaian dengan jeruji di dalamnya. Ia tidak sedang bermimpi, ia telah dituduh meracun Putra Mahkota, merencanakan kematiannya dengan menyajikan teh beracun. Adakah ia memiliki alasan? Benarkah ia melakukan? Hae Soo terdiam seribu bahasa, ia hanya mengisak dan menjerit ketika beragam hukuman menyebabkan pakaiannya berlumuran darah, tulangnya seakan retak. Ia bukan lagi seorang gadis keturunan bangsawan yang mengenakan pakaian indah, menetap dengan hormat di kediaman Pangeran Wang Wook, dilindungi Nyonya Hae. Ia adalah seorang “pembunuh”, ia berhadapan dengan jaringan kekuasaan yang mustahil dilawan. Ia telah menolak permintaan Sanggung Oh  untuk meninggalkan istana, sebelum dimanfaatkan keluarga raja. Ia …  
Kamar Hae Soo digeledah, Sanggung Oh harus menyaksikan semua ini, hatinya seakan remuk. Ia telah meminta Hae Soo meninggalkan istana pada kesempatan pertama, dayang itu menolak. Kini kamarnya digeledah, bukti bisa ditemukan dengan banyak cara, adakah gadis malang itu akan selamat? Aliran darah Sanggung Oh seakan  berhenti mengalir, ia tahu badai tengah menanti.Tiba-tiba seorang dayang menghampiri, berbisik, “Dayang Nan telah menghilang entah kemana”.
Sanggung Oh  menghela napas panjang, kamar siapa yang sesungguhnya harus digeledah. Kamar Hae Soo atau Dayang Nan? Hati Sanggung Oh seakan terbelah, bahkan berkeping-keping ketika pengawal kerajaan menemukan sebuah gelang indah bernilai tinggi serta sisa bubuk racun yang telah dituang ke dalam poci teh Putra Mahkota. Apa yang akan terjadi setelah ini? Kepala dayang itu memejamkan mata, dadanya sesak.
Di ruang yang lain, tabib istana memeriksa Putri Yeon Hwa, “Keadaan putri tidak begitu buruk, hanya sedikit racun yang terminum”, kata-kata itu setidaknya berhasil menenagkan hati Pangeran Wang Wook dan Ratu Hwangbo. Keduanya berjalan menninggalkan kamar Putri Yeon Hwa, Sang Putri harus beristirahat.
Sepeninggal Pangeran Wang Wook dan Ratu Hwangbo tiba-tiba Putri Yeon Hwa bangun,  duduk dengan sikap tubuh yang tegap. Tabib yang  duduk disampingnya, terkejut,  gemetar ketakutan. Apa sebenarnya yang telah terjadi pada sang putrid?
“Tak ada yang boleh bertanya, apakah aku sengaja meracuni diri? Pikirkan baik-baik, saat ini, adalah saat ketika satu kata bisa menentukan hidup dan mati seorang tabib”, senyum licik menghias wajah jelita Putri Yeon Hwa. Tabib istana terdiam seribu bahasa, mulutnya nyaris menganga.
Adapun Pangeran Wang So ternyata masih bisa bertahan hidup, ia mendapatkan obat ramuan dari tabib. Putra Mahkota, Pangeran Baek Ah, dan Choi Ji Mong tak jua pergi beranjak, menatap cemas. Adakah Pangeran ke-4 masih berhak akan kehidupan setelah tiga cawan teh beracun? “Jenis racun itu tidak terdeteksi oleh perak. Untunglah, Jendral Soo Kyung telah memberi Pangeran Wang So ilmu untuk  membebaskan diri dari bermacam racun”, Choi Ji Mong menjelaskan. Pangeran ke-4 selamat, tetapi bagaimana nasib Hae Soo?
“Jika sudah tahui bila teh itu  beracun, mengapa terus meminum hingga ketiga kalinya?” salah seorang bertanya.
“Pangeran telah tahu perihal racun itu, demikian pula dalangnya, ia hanya ingin melindunginya”, Choi Ji Mong melihat sangat jauh, tidak sulit untuk mengetahui dalang sesungguhnya.Andai ia memiliki kewenangan untuk mengungkapnya?
***
Di  balik terali  besi yang dingin dan sunyi Hae Soo terduduk lesu, jarum jam seakan terhenti, ia tak mampu lagi menatap dan menjadi bagian kebebasan di luar dinding  penjara. Ia hanya seorang pesakitan yang siap menunggu kematian, kali ini udara terasa beku seakan ajal. Wajah dayang itu sedikit berbinar ketika Pangeran Wang Wook meluangkan waktu datang, menggenggam jemarinya yang lunglai. Hati pangeran itu seakan tercabik, bagaimana  mungkin Hae Soo berniat meracuni Putra Mahkota? Pangeran Wang So tanpa sengaja meminumnya, pangeran itu terkapar dengan mulut berlumuran darah, Putri Yeon Hwa pingsan. Pangeran Wang Wook tahu, mendung hitam kembali menggantung di atas langit istana.
“Bagaimana keadaan  Pangeran So? Adakah ia tertolong?” Hae Soo bertanya, ia masih dapat mengatasi sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya. Ia perlu mengetahui keadaan Pangeran Wang So.
“So sudah ditangani tabib istana, ia dalam keadaan baik”, jawab Pangeran Wang Wook singkat. “Sekarang engkau harus mengkhawatirkan dirimu sendiri, karena dicurigai  meracuni Putra Mahkota”, suara Pangeran ke-8 berubah sendu, ia bahkan tidak yakin akan dapat menyelamatkan dayang itu.
“Saya tidak berniat, bahkan tidak akan pernah melakukannya. Saya tidak memiliki alasan untuk itu”, Hae Soo menyangkal.
“Aku tahu, tetapi engkau tak akan mampu membuktikan. Engkau akan dipaksa  menyebut nama orang yang menyuap, mungkin pula dengan siksaan. Tetaplah kuat, aku tak akan pernah meninggalkanmu”, Pangeran Wang Wook tahu Hae Soo telah terjerat ke dalam jebakan, ia hanya mampu menghibur. Mampukah ia menyelamatkannya?
“Saya pasti akan melawan, jangan cemaskan”, Hae Soo masih memiliki satu celah harapan untuk keluar dari masalah ini, melawan hingga batas kesanggupan.
***
Suasana panas saat Yang Mulia Raja bertemu dengan salah satu kubu pemegang kekuasan terbesar, mereka mengajukan keberatan. “Putra Mahkota sengaja memabur bubuk racun ke dalam poci Pangeran Wang So. Gelang mahal yang ditemukan di kamar Hae Soo itulah buktinya. Bukankah sudah beberapa kali dayang itu bertemu Putra Mahkota”, salah seorang  berpendapat.
“Kami menyarankan Pangeran So menggantikan kedudukan Putra Mahkota”, seorang yang lain kembali berpendapat dengan suara lantang.
“Apakah anda mengira saya seorang pembunuh yang memiliki rencana jahat menewaskan So dengan tiga cawan teh?” Putra Mahkota meradang, nyeri ulu hati dengan semua tuduhan itu. Adakah ia memiliki alsan membunuh Pangeran ke-4?
“Sangat tidak pantas bertengkar di hadapan Yang Mulia”, Choi Ji Mong menengahi pertengkaran itu. Perlahan ahli bintang itu berjalan mendekati Putra  Mahkota, “Kemarahan akan memperburuk penyakitmu”, bisiknya perlahan.
“Jika yang menjadi sasaran adalah Putra Mahkota, mengapa Yeon Hwa nyaris pula  menjadi korban?” Pangeran Wang Wook berbicara, ia berupaya keras membela Putra Mahkota.
Perdebatan terus berlangsung beberapa lama, tak seorangpun tahu siapa sesungguhnya yang memiliki rencana jahat dan apa  maksudnya, tetapi tersangka harus ditetapkan untuk mengakhiri debat.  “Hae Soo harus digantung atas percobaan pembunuhan pangeran”. Yang Mulia Raja Taejo akhirnya memutuskan.
“Mohon maaf Yang Mulia, saya yakin  Hae Soo sama sekali tak bersalah, saya tak pernah menyuapnya dengan gelang. Tak perlu kiranya mengorbankan satu nyawa demi seorang Putra Mahkota. Lebih baik So menggantikan kedudukan sebagai Putra Mahkota, yang penting kehidupan di istana kembali damai”, Pangeran Wang Moo mengajukan keberatan, ia tak menemukan bukti bahwa Hae Soo bersalah, mengapa pula dayang itu harus dihukum gantung?
“Engkau adalah putra sulung, teman sekaligus sahabat, kita sering pergi berperang dengan pertaruhan hidup atau mati, bersama-sama. Kita masih bersama hingga hari ini, aku  layak memberikan segala yang kumiliki”, Yang Mulia Raja menolak suara Pangeran Wang Moo, hal itu berarti tiaang gantung telah disiapkan bagi Hae Soo.
***
Kesehatan Pangeran Wang So semakin membaik. Tergesa ia berjalan, dengan satu keinginan teramat dalam, menemui Hae Soo. Pangeran Baek Ah merasa harus kasihan, “So, tetaplah istirahat sampai benar sembuh”.
“Gadis itu seorang diri”, Pangeran Wang So benar ingin mengetahui keadaan terakhir Hae Soo, adakah dayang itu baik-baik saja? Atau?
Pangeran Wang Wook muncul secara tiba-tiba, berdiri menghadang langkah Pangeran Wang So.”Hae Soo dituduh membubukan racun atas perintah Putra Mahkota, Yang Mulia menjatuhkan hukuman gantung”, wajah Wang Wook pucat pasi.   
“Tuduhan yang tak masuk akal”, andai Pangeran Wang So mampu  berteriak, tenggorokannya terasa kering. Bagaimana mungkin Hae Soo mendapatkan fitnah dengan hukuman yang mengerikan.
“Benar, tuduhan itu tak masuk akal, aku tahu, semua orang tahu. Adakah jalan keluar? Seharusnya aku menjauhkan dayang itu darimu. Lihat apa yang sekarang terjadi?”penyesalan selalu datang terlambat, dada Pangeran Wang Wook terasa sesak. Ia tak akan mampu mengubah keputusan seorang raja, dalam hal ini iapun tidak berdaya.
“Maaf, bisa tinggalkan kami berdua”, Pangeran Wang So meminta pengertian Pangeran Baek Ah, ia perlu bicara empat mata dengan Pangeran Wang Wook.”Pelakunya Ratu Yoo, maka Yeon Hwa terlibat. Aku  tak tega dan tak mampu  mengungkapkan rencana itu  di hadapan semua orang. Engkau harus mengatasi masalah ini, hanya engkau yang bisa membela Soo dan Putra Mahkota…”pandangan Pangeran Wang So  menjadi sayu, Ratu Yoo kembali meminta korban.
“Aku akan menemukan buktinya”, Pangeran Wang Wook menjawab.
Percakapan usai, Pangeran Wang So meneruskan langkah, pergi menemui Hae Soo. Langit serasa runtuh di ubun-ubun kepala ketika ia  harus melihat dayang tak bersalah itu tertidur lemas, mengenakan pakaian serba putih yang dilumuri  noda  darah. Wajahnya dipenuhi luka memar, ia telah dihukum berat sebelum terbukti bersalah, kelemahannya adalah ia sebagai korban fitnah dan rencana jahat seorang ratu.
Di pihak lain Hae Soo Seakan-akan dapat merasakan kehadiaran Pangeran Wang So,  perlahan dayang itu membuka mata, menatap ke arah Pangeran ke-4. “Syukur dapat kembali melihat pangeran dalam keadaan sehat. Apakah pangeran sengaja meminum teh beracun supaya saya tidak dicurigai?”suara itu terpatah-patah.
“Tak masuk akal, engkau mengira aku sebodoh itu? Sengaja meminum racun untuk menyelamatkan seorang gadis?”Pangeran Wang So tersenyum pahit.
“Mengapa pangeran  melakukannya?  Bertindak gegabah, mengapa harus mempertaruhkan nyawa demi seorang dayang yang malang?  Pangeran membuatku semakin sulit untuk mengabaikan”, sepasang mata Hae Soo berkaca-kaca.
“Sejak semula engkau memang pandai menimbulkan persoalan. Kita berdua akan tetap bersama, keluar dari persoalan”, Pangeran Wang So mencoba yakin dengan segala ucapannya.
“Andai pangeran benar tak tertolong lagi...”
“Nasibmu lebih parah…”
“Dengarkan tabib, cepatlah sembuh. Tak perlu berjalan-jalan  tak perlu datang ke mari untuk menjenguk.”
“Engkau terlalu banyak bicara”.
                                   ***
Pageran Wang Wook membuntuti seorang dayang yang tampak mencurigakan, ia menyelinap diam-diam kemudian bercakap-cakap dengan seorang wanita anggota kerajaan dengan pakaian serba tertutup. Sesaat setelah percakapan usai, dayang itu pergi berlalu, Pangeran ke-4 menarik wanita itu kemudian siap menikamkan runcing tusuk konde ke urat lehernya. Ia berteriak, mengancam seseorang berpakaian serba tertutup itu untuk menunjukkan wajahnya, “Tunjukkan dirimu. Tak ada anggota kerajaan yang boleh membiarkan dayang kerajaan mati…”
Beberapa saat suasana diam, malam terasa kian dingin dan hitam. Pangeran Wang Wook sama sekali tidak pernah menduga apa yang akan terjadi beberapa tarikan napas setelah ini. Ketika wanita berpakaian serba tertutup itu perlahan membuka cadar, sekujur tubuh Pangeran Wang Wook menggigil, darah seakan membeku.Ia tak menyangka wanita itu adinda tercinta, Putri Yeon Hwa, ia tak pernah salah mengenali wajahnya yang masih teteap jelita.
“Silahkan, sampaikan kepada Yang Mulia Raja bahwa aku pelakunya…  Maka engkau bisa menyelamatkan Soo…”suara itu dingin dan sinis.
“Jika engkau terbukti bersalah, keluarga kita akan dianggap pengkhianat”, Pangeran Wang Wook tak pernah menyangka suatu saat akan berhadapan dengan Yeon Hwa dalam keadaan seperti ini. Ia menatap Putri Yeoh Hwa seakan tengah berhadapan dengan seorang asing.
“Aku akan digantung, dipotong-potong, ibu akan dikucilkan. Keluarga kita akan dibantai!”Putri Yeon Hwa telah tahu akibat terburuk dari perbuatannya, tetapi niat jahat memaksa melakukannya.
“Mengapa harus engkau lakukan semua ini?!!!”Pangeran Wang Wook tahu ia menyesal seumur hidup berhadapan dengan adinda dalam keadaan seperti ini.
“Untuk menyadarkanmu. Engkau harus menjadi raja, tapi membuang kesempatan ini demi seorang gadis!”terbayang kembali wajah malang Hae Soo, Putri Yeon Hwa kembali merasa geram. Mengapa seorang pangeran cerdas yang layak menduduki tahta harus jatuh cinta kepada seorang dayang yang pernah hilang ingatan?
“Aku tidak ingin menjadi raja”, Pangeran Wang Wook nyaris menjerit, merobek seluruh hening malam.
“Engkau menginginkannya, saat sendi, bagaimana  bisikan hatimuu? Apa yang engkau pikirkan saat melihat So mampu menurunkan hujan pada upacara itu? Aku seharusnya berada di atas sana. Semua orang seharusnya bersorak untukku. Aku melihat Bahasa tak tertulis pada raut wajahmu. Engkau ingin menjadi raja. Jika  menyangkal, tinggalkan aku dan ibu. Aku takkan menyalahkanmu. Aku bersedia mati…”suara Putri Yeoh Hwa setenang hening malam, ia akan melakukan segala cara termasuk membunuh dan memfitnah demi tahta kerabat yang dicintainya.
Pangeran Wang Wook kehilangan kata-kata, ia tak dapat memastikan ucapan Yeon Hwa benar atau salah, tetapi ia harus melakukan sesuatu, membungkam selamanya telinga yang  mendengar dan mulut yang mungkin bicara, karena siksaan. Sigap tangan Pangeran ke-8 melempar tusuk konde tepat ke arah dayang yang mengetahui dan mendengar pembicaraan ini, tak lama kemudian dayang malang itu roboh terkulai bercucuran darah. Kehidupan baginya hanya sampai pada saat yang sia-sia. “Engkau tahu? Aku tak sanggup dan tak akan pernah menelantarkanmu dan ibu. Mulai saat ini Yeon Hwa, engkau bukan adikku. Kita saling berutang. Engkau berutang kepadaku, sebaliknya akupun berutang kepadamu. Adalah jumlah yang sangat besar”, Pangeran Wang Wook tak pernah merasa risau seperti sekarang ini, seakan badai lautan menghempas seluruh si dada, bersiap menghentikan detak jantungnya.Wajah jelita Putri Yeon Hwa berubah seakan rupa nenek sihir, hati putri ini tak secantik wajahnya. 
“Utang itu tak akan bisa kubayar dengan seluruh hidup. Aku akan menjadikanmu seorang raja”, Putri Yeon Hwa tak pernah merasa bersalah, sungguhpun seorang dayang mati terbunuh di depan mata, sementara dayang hilang ingatan itu tengah meringkuk di balik jeruji menunggu hukuman mati. Ia seorang Putri Goryeo, ia tak perlu merasa bersalah demi tahta yang akan diduduki Wang Wook.
Pangeran Wang Wook merasa tak perlu memperpanjang percakapan, ia harus menyudahi pembicaraan dengan Yeon Hwa. Langkahya gontai seakan tak menjejak tanah ketika melangkah, ia kehilangan separuh dari sikap hidup, tangannya memungut kembali tusuk konde dari punggung malang dayang istana yang membeku dijemput ajal. Dapatkah ia menyelamatkan Hae Soo bila Yeon Hwa adalah pelaku utama upaya pembunuhan Putra Mahkota? Siapa yang harus dipilih, nasib malang seorang dayang tak bersalah atau seluruh keluarga. Hari pangeran itu terasa buntu, wajahnya  lesu saat kakinya melangkah menuju jeruji tempat Hae Soo terkurung menunggu hukuman gantung. Adakah ia harus mengingkari janji, untuk selalu berada di samping gadis itu? Andai ia mampu menjerit. Pangeran Wang Wook tak cukup memiliki keberanian untuk menatap wajah Hae Soo, domba malang yang harus dikorbankan, karena ia hanya seorang dayang, bukan Putri Goryeo yang pantas bermimpi akan tahta dan mampu berbuat apa saja. Pangeran itu hanya berdiri tanpa sepatah kata, menatap rumah tahanan dari kejauhan, dalam genggaman tangannya, tusuk konde itu masih berlumuran darah.
Waktupun terus berpacu, menunggu saat-saat hukuman gantung adalah hari-hari yang megerikan. Pangeran Wang Jung terus memohon agar Pangeran Wang Wook  bertindak menyelamatkan nyawa Hae Soo. Akan tetapi, Pangeran Wang Wook lebih sering membungkam, sosok pangeran itu seakan berselubung rahasia tak terpecahkan, ia tampak semakin menjauh dan menjauh.
“Tidakkah engkau bisa menyelamatkan Soo dari  kesalahan yang tak pernah ia lakukan?” Pangeran Wang Jung belum kehabisan kata-kata, ia mengira masih mampu berharap.
Pangeran Wang Wook tak mampu menjawab permintaan Pangeran Wang Jung, tetapi menyadari ada seseorang yang tengah berdiri di balik pintu, “Jangan bersembunyi. Tampakkan dirimu”, suaranya bernada perintah.
Kedua pangeran itu perlu menunggu beberapa saat sebelum seorang dayang menampakkan diri dengan ketakutan, karena tertangkap mencuri dengar pembicaraan Wang Geon. Dayang itu Char Ryung, seluruh tubuhnya gemetar ketika berlutut di depan Pangeran Wang Wook, “Mohon selamatkan ia Yang Mulia …”Chae Ryung memohon dengan setulus hati. Akan tetapi, tak sepatah katapun terucap dari Pangeran Wang Wook, ia memang telah kehilangan segala jawaban, meskipun tak mengakui Yeon Hwa sebagai adik, mampukah ia mencelakai putri itu, meski untuk menyelamatkan Hae Soo. Pangeran Wang Wook tak mampu bersikap.
Sikap diam Pangeran Wang Wook menyebabkan Pangeran Wang So memutuskan  menghadap Yang Mulia Raja, meminta keadilan bagi dayang malang itu.“Semua orang tahu dia tak bersalah. Apakah Yang Mulia Raja tega membiarkannya dihukum gantung untuk menyelamatkan Putra Mahkota?”
“Aku melakukan semuanya demi Goryeo. Kehilangan satu nyawa untuk menyelamatkan lebih banyak”, Yang Mulia Raja Taejo tak berniat mengubah keutusan, dayang yang menyediakan the adalah Hae Soo, di kamarnya ditemukan pula sisa bubuk racun itu.
“Apakah seorang raja mesti tawar-menawar antara seorang manusia dan banyak nyawa yang lainnta?”Pangeran Wang So memberanikan dirinya bertanya, ia tak akan sanggup –tak akan mampu memaafkan diri sendiri apabila Hae Soo mati di tiang gantung.
“Mulutmu terlalu lancang! Apakah engkau ingin mati terbunuh? Kukira engkau adalah sebilah pedang tajam. Ternyata perkiraanku salah!”Yang Mulia Raja meradang, ia bukan hanya harus berlaku adil, tetapi ia harus menyelamatkan seluruh kerluarga kerajaan, apa arti seorang dayang malang?
“Untuk menghunus sebilah pedang dengan benar, kiranya harus diuji kelayakan”, Pangeran Wang So kehilangan rasa takut. Ia tahu kemarahan seorang raja dapat membawa seorang pangeran menuju tiang gantung yang sama. Akan tetapi, adakah ia memiliki pilihan kecuali menyatakan pendapat? 
“Mundur atau aku akan terlebih dahulu membunuhmu!”suara Raja Taejo serupa guntur, ia tak akan membiarkan seorang pangeran mengubah keputusannya, ia adalah kepala negara sekaligus hakim.
                               ***
Sementara Sanggung Oh merasakan kesedihan yang sama, diam-diam ia mengunjungi Hae Soo. Dayang malang itu tengah lelap dengan wajah lebam serta pakaian putih berlumuran darah. Hukuman apa yang telah diterima, sehingga ia harus menderita?  Wanita cantik itu terdiam, hatinya seakan remuk bagai pecahan kaca. Andai Soo mengikuti kata-katanya meninggalkan istana pada kesempatan pertama, adakah ia harus menjadi kambing korban untuk kesalahan yang tak pernah dilakukan?  Sanggung Oh tak tega membangunkan Hae Soo, tidur mungkin lebih baik, dari pada terbangun tetapi harus berhadapan dengan waktu yang berdetik tak menentu.
Hati kepala dayang itu seakan diranjam ketika harus pergi meninggalkan jeruji yang mengurung Hae Soo, ia mengasihi gadis itu seakan anak yang pernah dilahirkan. Adakah ia dapat melakukan sesuatu? Sampai kembali ke kediaman, telah Pangeran Wang Wook telah menunggu. Sanggung Oh bisa menebak maksud kedatangan Pangeran ke-8, tak mungkin ia dating tanpa sesatu yang penting.
“Kau satu-satunya orang yang bisa kudatangi demi Soo. Engkau bisa membujuk Yang Mulia Raja”, Pangeran Wang Wook membuka pembicaraan, pikirannya galau, sepasang kakinya seakan menginjak bara. Ia akan menempuh jalan terakhir menyelamatkan Hae Soo, ia tahu hubungan dekat Sanggung Oh dengan Yang Mulia Raja.
“Hanya karena pernah dekat, pangeran mengira aku bisa membujuknya?”Sanggung Oh mengelak, ia cukup mengenal sosok seorang pangeran, seorang yang bergelimang kemuliaan, karena terlahir sebagai putra raja. Apakah kehidupan sesungguhny semulia itu? Mengapa pula ia harus mengunjungi seorang kepala dayang untuk berhadapan dengan Yang Mulia Raja?
“Apakah engkau akan diam selamanya? Tiang gantung sudah menunggu, Soo akan mati. Aku tahu engkau merasa seolah engkau ibunya, maka engkau benci melihatku bersamanya”, Pangeran Wang Wook setengah menjerit, setengah meminta, ia nyaris putus asa.
“Mengapa seorang pangeran tak bisa melakukan sesuatu? Bukankah rasa cinta masih ada? Mohon kepada Yang Mulia pengampunan untuk Soo. Pangeran bisa meminta dengan cara lebih baik. Kecuali, ibu atau salah seorang kerabat terlibat? Atau pangeran menginginkan takhta? Hanya satu hal yang mengubah seorang pangeran menjadi pengecut. Penyesalan selalu datang terlambat, menghantui selamanya bila Soo harus dihukum gantung tanpa kesalahan.  Aku akan bicara kepada Yang Mulia Raja, karena aku memang peduli. Engkau gagal menyelamatkan siapa pun”, tak sedetikpun Sanggung Oh melirik wajah tampan Pangeran Wang Wook, ia tak pernah ragu dengan kata-katanya.
Sanggung Oh menepati kata-katanya, wajahnya setenang permukaan  air telaga kala menghadap Yang Mulia Raja. Ia harus menyampaikan sesuatu sebelum hukuman gantung dijatuhkan.  Wajah itu tetap tenang kala menyajikan secangkir teh, Sanggung Oh seolah telah bersiap bagi semuanya. Sementara Raja Taejo tampak tegar, sesungguhnya ia menyembunyikan hatinya yang pilu. “Apapun keinginanmu, yang penting tidak berhubungan dengan So”, Yang Mulia Raja meluangkan waktu bagi pertemuan, tetapi dengan sebuah batasan.
“Saya harus membuat pengakuan. Saya yang telah meracuni Putra Mahkota, saya iri, karena kehilangan anak. Para pangeran telah tumbuh untuk mewarisi takhta. Saya berniat menyingkirkan Pangeran Moo”, tanpa ragu sedikitpun kata-kata Sanggung Oh, ia bersiap menanggung kesalahan yang tak pernah dilakukan demi Hae Soo.
 “Jangan mencoba membelanya!!!”suara Raja Taejo menggelegar seakan ledakan halilintar merobek langit. Tak sedikitpun ia mempercayai kata-kata Sanggung Oh.
“Mengapa seorang gadis tak bersalah harus dijatuhi hukuman mati? Saya akan mengakui rencana pembunuhan itu. Biarkan Soo…”kata-kata Sanggung Oh terputus, Yang Mulia Raja membuang muka.
“Aku tak mendengarnya!”napas Raja Taejo memburu, ia berhadapan dengan rangkaian kata yang sulit.
Sanggung Oh mengeluarkan selembar kain lusuh yang berlumuran darah. “Sepuluh tahun lalu, seorang ratu  mengirim teh quince untuk menyembuhkan mual di pagi hari. Setiap hari saya minum teh itu, bahkan bangun di malam hari. Dalam waktu kurang dari seminggu saya kehilangan putra Yang Mulia Raja Taejo. Pedihnya  kehilangan anak, karena ia sengaja dibunuh seorang ratu. Kini, saya menganggap Soo seorang anak kandung. Saya tak ingin kehilangan, karena perlakuan ratu yang sama”, mata Sanggung Oh berkaca-kaca. Kedudukan seorang ratu telah memisahkan dari seorang yang dicintai, kemudian merampas bayi tak bersalah di dalam kandungan denga mengirim the quince. Akankah ia tetap diam ketika sang ratu akan menyeret Hae Soo ke tiang gatung.
“Soo bukan anakmu yang meninggal. Kita tak bisa membuktikan istriku melakukannya!”wajah Raja Taejo berubah, sebentar pucat, sebentar merah, isi dadanya seakan teraduk.
“Akankah Yang Mulia mengabaikan permintaan ini? Saya tak akan hidup lebih lama , dua tahun gangguan pecernaan.Tabib istana menyatakan saya menderita penyakit perut yang parah, tanpa kemampuan pengobatan. Saya tahu Yang Mulia lebih mengutamakan Putra Mahkota dari pada Soo. Saya tahu kau Yang Mulia tak bisa menyelamatkan mereka berdua. Akan tetapi, sekali ini jangan biarkan permaisuri  merenggutnya. Kalau ada satu permintaan dan itu permintaan terakhir, selamatkan Soo, anakku”, Sanggung Oh tak mengubah keputusan, ia hanya memiliki satu cara menyelamatkan Hae Soo, dengan mengorbankan sisa hidupnya yang singkat.
“Apa engkau juga merelakanku?”Raja Taejo balik bertanya, sepasang matanya berubah seakan bara api, tetapi segera padam ketika bertautan dengan tatapan dingin Sanggung Oh. Tatapan kepala dayang itu—satu-satunya wanita yang dicintai, meskipun tak pernah dapat mengenakan pakaian seorang ratu, membahasakan beribu rasa sakit tak tertahankan, dengan satu permohonan. Hanya kematian bisa mengakhirinya.
Suasana pun berubah diam, dingin dan sepi bagai di seputar pemakaman.
                                     ***
Keesokan hari, saat mentari terbit dengan cahaya yang pucat nyaris padam.Pageran Wang So berlari tergesa-gesa dengan bilah pedang terhunus di tangan. Tiang gantung telah siap bagi hukuman mati, darah pangeran ke-4 mendidih saat tampak  Hae Soo diseret dengan pakaian putih berceceran darah, wajah lebam, dan langkah terseok. Sanggupkah ia menyaksikan gadis yang dicintai mati di tiang gantung, karena dosa orang lain? Sementara Hae Soo seakan kehilangan sebagian kesadaran, segalanya tampak kabur. Ia tidak sedang bermimpi, ia sedang diseret menuju ke tiang gantung untuk meninggalkan kehidupan selama-lamanya dengan cara yang sia-sia. Mata dayang itu pilu menatap sekitar “Apa aku akan mati? Di mana Pangeran Wook? Ia harus datang untuk melihatku”, hati gadis itu menjerit.
Bayangan Pangeran Wang Wook seakan lesap ditelan bumi, yang datang menatapnya adalah Pangeran Wang So. Pangeran ke-4 tidak sedang bermain-main saat menghunuskan pedang ke arah setiap pengawal yang tengah menyeret Hae Soo. Dengan gesit ia menarik tubuh lunglai dayang malang itu, mencari celah untuk melarikan diri dari tempat terkutuk ini.
Pada saat yang sama Choi Ji Mong tiba-tiba datang dengan sehelai surat di tangan, “Perintah Raja! Hukuman gantung dibatalkan. Kami menemukan pelakunya”, bagi Hae Soo suara itu terdengar seperti keajaiban.Ia bukan lagi merasa takut menghadapi kematian, tetapi tidak lagi bertahan dengan segala rasa sakit, karena hukuman. Langkah kakinya bahkan berubah pincang. Kabut seakan menari bergulung-gulung tanpa bentuk, semakin tebal, semakin dingin menggigit tulang sumsum. Tubuh limbung Hae Soo segera terkulai dalam pelukan Pangeran Wang So.
Tapi, siapa pelaku rencana pembunuhan sebenarnya yang telah ditetapkan Yang Mulia Raja?
Akhirnya Sanggung Oh menjalankan peranan selaku kambing korban, langkahnya tak ragu ketika menuju ke tiang gantung dengan pakaian serba putih. Ia sudah pasti untuk menyudahi kehidupan ini, tak ada yang mampu menyelamatkan Hae Soo kecuali kematiannya. Sementara kehidupan ini baginya hanya tinggal sebentar, Hae Soo masih memiliki waktu yang panjang untuk menjalani takdir. Ia tidak sedang menuju tiang  gantung dengan sia-sia. Seluruh dayang menatapnya dengan putus asa dan  tanda tanya yang tak akan pernah terjawab. Andai seluruh air mata dayang istana mengucur berubah menjadi ombak lautan, adakah Yang Mulia Raja akan  mengubah keputusan? Tak seorang dayang pun berucap, seluruhnya diam dengan hati remuk redam.
Pangeran Wang So bersama Hae Soo datang tak lama kemudian dengan sepasang mata membelalak lebar, tak percaya dengan penglihatannya. Mengapa Sanggung Oh mengenakan pakaian serba putih dengan tabah menuju ke tiang  gantung, menjemput kematian. Benarkah ia telah melakukan kesalahan? Benarkah ia meracuni Putra Mahkota? Jantung Hae Soo seakan berhenti berdetak ketika bertatapan dengan wajah cantik itu, wajah yang tiba-tiba berubah beku seakan j enazah di dalam keranda. “Maaf, karena aku telah menjebakmu”, suara Sanggung Oh amat  tenang, di telinga Hae Soo suara itu  berubah seakan ombak yang memecah dihantam badai  lautan. Mustahil Sanggung Oh menjebaknya.
Hae Soo tak bisa menahan diri, ia menarik tangan Sanggung Oh dan membawanya pergi, langkahnya pincang.Hukuman di balik jeruji atas tuduhan meracuni Putra Mahkota menyebabkan cacat pada tulang kakinya. Para pengawal hendak mengejar keduanya, tetapi Pangeran Wang So menghentikannya. “Biarkan, mereka takkan lama”. Para pengawal  menghentikan langkah, gentar dengan sikap dingin dan tegas Pangeran ke-4.
Hae Soo membawa Sanggung Oh menuju ke sebuah tempat rahasia, masih ada kesempatan untuk melarikan diri, mengakhiri seluruh hidup di istana. Akan tetapi, pintu rahasia itu telah mengatup, tertimbun bebatuan.“Sebelumnya, anda ingin pulang ke desa, sekarang adalah saatnya, aku ikut bersamamu.aku tak bisa seterusnya hidup seperti ini”, dengan kalap Hae Soo berusaha menyingkirkan bebatuan yang menutup pintu rahasia itu.  
Air mata Sanggung Oh berlinang, jernih laksana embun, ia menarik Hae Soo, “Hentikan …”Hae Soo tak mendengar ucapan Sanggung Oh, ia tak mampu menerima kenyataan, Sanggung Oh akan menjadi korban di tiang gantung bagi keselamatannya. Kepala dayang  itu tak pernah menjebak, tak pernah berniat membunuh Putra Mahkota. Mengapa  harus ada tragedy seperti ini?  
“Semua bukan salahmu, aku tak melakukannya untukmu, tetapi untuk Yang Mulia Raja. Umurku tak panjang lagi, tidak perlu menaruh belas kasihan atau  merasa bersalah. Tidak mengapa, aku melindungi apa yang ingin kulindungi, dengan segala akibat yang harus ditanggung. Tak ada yang harus disesali.  Berhati – hatilah selalu dalam segala hal. Jangan pernah percaya pada orang lain sepenuhnya. Selalu waspada pada setiap  langkah, manusia seolah berjalan di atas lapisan es yang tipis. Selamatkan hidupmu, jangan berakhir seperti ini”, adalah pesan terakhir Sanggung Oh yang menyebabkan seluruh tubuh Hae Soo seakan melayang jatuh dari tebing tinggi ke dasar jurang terdalam tanpa cahaya. Udara bagai menguap menjadi asap kemudian melepuh menjadi panas bara api. Mengapa harus ada seorang yang merelakan diri di tiang gantung menanggung kesalahan orang lain, karena ia bukan seorang ratu? Mengapa.
Andai bisa berteriak, tetapi tenggorokan Hae Soo tercekik. Ia nyata-nyata melihat  ketidak adilan, demikiankah system peradilan tanpa jaksa, pembela, dan hakim? Kecuali keputusan Yang Mulia Raja  menentukan hidup  mati seorang yang tak bersalah sekalipun. Benar ia telah terjungkal ke dalam suatu masa yang jauh, jauh sekali. Hae Soo  merasa lidahnya pahit, matahari padam untuk hari ini dan seterusnya.
Dayang itu berjalan pincang, tergopoh-gopoh menuju halaman istana Yang Mulia Raja, kemudian terduduk lemas. Suaranya serupa bisikan yang hanya mampu didengar oleh seorang yang benar-benar peduli, lemah, berbisik.  “Yang Mulia. Raja, mohon tarik kembali keputusan itu, Sanggung Oh bukan pelakunya. Maafkan Sanggung Oh…”berjam-jam Hae Soo terduduk dengan tubuh lunglai dan bibir kering, ia terlupa  menghitung waktu, ia terlupa untuk makan dan minum, bahkan ketika terik matahari berubah menjadi rinai gerimis, seakan ribuan bidadari yang ikut berduka dan mengisak mencucurkan air mata.
Pangeran Wang Wook tergesa berlari, ia hendak  menjelang Hae Soo yang malang, ia hendak melakukan sesuatu. Akan tetapi, langah  kakinya terhenti, dengan tatapan sedingin bungkahan es Putri Yeon Hwa dan Ratu Hwangbo telah berdiri di depannya. “Kembali, jangan pernah ikut terlibat dalam persoalan ini”, Putri Yeon Hwa berucap pasti.
“Ibu tak pernah menghalangi langkahmu, tetapi kali ini harus. Engkau bisa  pergi dengan melangkahi mayat ibumu. Kewajiban seorang ibu melindungi anak-anaknya.  Engkau  tak tahu arti Sanggung Oh bagi Yang Mulia Raja, jika terlibat sama saja engkau telah menyiapkan tiang gantung bagi kematianmu. Engkau  mengira ibu sanggup kehilangan?” tegas suara Ratu Hwangbo, ia memang tidak pernah ragu, ia tahu bahwa dinding istana seolah mampu mendengar dan berbicara. Tugasnya menghalangi Wang Wook terlibat terlalu jauh. Ia tak akan amampu kehilangan Wang Wook.
Di tempatnya berdiri Pangeran Wang Wook terpaku, kata-kata ibunda ratu menyebabkan langkah kakinya terhenti, ia tahu tak akan dapat melangkah lagi. Ia ngeri kehilangan Hae Soo, tetapi yang lebih mengerikan sesungguhnya adalah meninggalakan ibunda ratu dan Yeon Hwa. Pangeran Wang Wook menatap Ratu Hwangbo dan Putri Yeon Hwa berganti-ganti dengan pandangan kacau, ia tak mampu lagi  berbuat apa-apa, kecuali mengutuki dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Ratu Yoo diiringi dayang-dayang melintas, wajahnya tetap angkuh. Matanya tajam melirik Pangeran Wang Wook, “Ternyata seorang pangeran tampan Kerajaan Goryeo, cendikiawan istana telah jatuh cinta kepada seorang dayang rendah seperti Hae Soo. Benarkah?”   
Darah Ratu Hwangbo tersirap, ia tahu arti tatapan dan kata-kata Ratu Yoo. “Mohon maaf Yang Mulia, semuahanya hanya, karena salah paham. Hubungan antara Wook dan Hae Soo hanyalah sebatas saudara ipar”, suara Ratu Hwangbo merendah.Ia tak ingin Ratu Yoo menyusun rencana keji bagi Wang Wook, Sang Ratu bisa melakukannya.
Wajah Ratu Yoo tetap angkuh tanpa perubahan dengan pembelaan dari Ratu Hwangbo, ia adalah seorang wanita berkuasa di Goryeo, ia dapat melakukan apa saja. Termasuk memusnahkan keluarga Ratu Hwangbo tanpa jejak dan pembalasan. Ratu Hwangbo dengan rendah hati berlutut bagi Wang Wook, memohon maaf dengan cemas yang dalam. “Apakah Yang Mulia Ratu belum merasa cukup dengan mengusirku?  Mohon jangan ganggu Wook dan Yeon Hwa, saya tak sanggup kehilangan mereka menderita. Kumohon…”Ratu Hwangbo melupakan kedudukannya yang tinggi, ia bahkan rela mengemis bagi keselamatan Wang Wook dan Yeon Hwa.
“Seharusnya Wook tahu siapa dirimu dan dimana tempatmu? Berdiri, dayang-dayang melihat semua ini…”sikap Ratu Yoo tetap angkuh dan sinis, sesungguhnya ia tak menghendaki kehadiran Ratu Hwangbo di istana ini, dengan licik ia bisa menyingkirkan. Ia bisa menyingkirkan siapa saja yang tidak dikehendaki kehadirannya di istana. Ia berkuasa untuk itu.
Sementara Hae Soo masih berlutut di halaman istana Yang Mulia Raja diawasi para penjaga bersenjata. Pangeran Baek Ah nyaris tak mampu membendung air mata, apa sesungguhnya kesalahan gadis itu kecuali seorang dayang yang dicintai para pangeran. Dinding istana terlalu sombong bagi suara seorang dayang. Pangeran Baek Ah merasa perlu mendekati, “Apakah engkau baik-baik saja?” hati Pangeran Baek Ah teriris. “Hentikan, kembali ke tempat semula. Mustahil  mengubah keputusan Yang Mulia Raja. Mengapa harus mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkannya. Engkau hanya melakukan tindakan yang sia-sia”.
“Setidaknya memohon lebih baik dari pada terdiamn tak melakukan apa-apa”, suara Hae Soo lirih. Mampukah ia memaafkan diri sendiri andai Sanggung Oh mengakhiri hidup di tiang gantung. Sisa usia yang sejengkal, karena penyakit bukanlah alasan tewas mengenaskan.BUkanlah kesalahan.
“Berarti aku tak bisa menghentikanmu. Bertahanlah, aku akan mempersiapkan obat terbaik…”Pangeran Baek Ah tahu gadis ini selalu memiliki keinginan keras, tak mudah dipengaruhi.
“Dimanakah Pangeran Wook?” sebuah pertanyaan yang sudah pasti tak mampu dijawab oleh Pangeran Baek Ah.
“Lupakan …” suara Pangeran Baek Ah sendu.Pangeran Wang Wook pasti ingin menjelang dayang ini, tetapi mampukah ia menentang perintah ibunda Ratu Hwangbo? Dada Pangeran Baek Ah terasa nyeri.
                                   ***
Ratu Hwangbo akhirnya menemui Yang Mulia Raja, ia perlu memohon pada detik penghabisan sebelum hukuman gantung dilaksanakan.”Bukankah keputusan bisa  kembali dipertimbangkan. Hukuman gantung bagi Sanggung Oh akan membuat Yang Mulia Raja berduka dan kesepian. Adalah suatu hal yang penting untuk melindungi Goryeo dan menyelamatkan Putra Mahkota, tetapi perlu juga untuk menyelamatkan orang yang membuat Yang Mulia merasa nyaman”, suara Ratu Hwangbo lemah dana lembut, ia tahu tata cara seorang yang tengah meminta kepada Yang Mulia Raja.
“Demikianlah tugas berat seorang Raja, akan kulakukan segala yang bisa kulakukan meskipun harus merasa kesepian”, tidak mudah bagi Raja Taejo untuk memenuhi segala permintaan untuk meninjau kembali hukuman gantung, meski berakibat sangat pahit bagi kehidupan pribadi.
Dari langit hujan tercurah lebat, udara membeku.  Hae Soo tak bergeming, dayang itu memang memiliki kepala yang cukup  keras,, ia tetap duduk meminta dibawah guyuran hujan denganpakaian  basah. Pangeran Wang Jung merasa iba, ia  berniat memberikan paying, tetapi tangan Putra Mahkota menahannya.Hujan tetap tercurah seakan tangisan dari duka  hati.   
Pangeran Wang Jung urung memberikan paying, ia pun duduk di bawah guyuran hujan, membuktikan dirinya mampu merasakan apa yang dirasakan Hae Soo. Pangeran Baek Ah dan Putra Mahkota melakukan hal yang sama, terduduk di  bawah hujan meminta kemurahan Yang Mulia Raja. Sebaliknya Pangeran Wang Won berpaling, ia tidak terlibat dalam hal ini, ia tidak merasa harus melakukan apa-apa, terlebih duduk meminta kepada Yang Mulia Raja di bawah hujan.
Tak lama kemudian, Pangeran Wang Wook menampakkan diri, melangkah perlahan menuju tempat Hae Soo basah kuyup bersimbah air hujan. Tatapan mata Pangeran Wang Wook adalah khawatir, cemas, dan belas kasihan yang teramat dalam. Sekejab Hae Soo bersorak dalam hati, Pangeran Wang Wook selalu  menepati janji. Akan tetapi, dalam sekejab harapan itu padam seakan lemah bara api disiram hujan. Tiba-tiba Pangeran Wang Wook  menghentikan langkah, berpaling.  Pangeran ke-8 berada dalam pertentangan batin yang seru, untuk menyelamatkan Hae Soo atau ibunda Ratu Hwangbo dan Yeoh Hwa. Dengan pahit Pangeran Wang Wook ternyata memilih ibu dan adinda. Satu hal yang bisa ia lakukan ketika meninggalakan Hae Soo adalah  kembali mengutuki diri. Ia telah meludah kemudian menjilatnya kembali. Andai Hae Soo tahu betapa sulit pilihannya saat ini?   
“Mengapa?” Hae Soo bertanya dalam hati. Pangeran Wang Wook, seorang yang dicintai dan diharap sebagai pelindung berpaling pada saat penting ketika ia memerlukan. Lidahnya terasa getir, Hae Soo tahu ia tak akan dapat kembali mengulang saat-saat mengesankan bersama Pangeran ke-8. Harapan itu berakhir sudah di halaman istana ini. Wang Wook telah pergi berpaling untuk suatu alasan yang ia tak akan pernah mengerti.  Tubuh Hae Soo serasa lunglai seakan  kehilangan seluruh tulang belulang, ia harus mengerti arti perasaan hampa, suatu saat ketika ia tak dapat lagi merasakan apa-apa. Suasana di sekitar bahkan terlalu hening tanpa suara, gemuruh hujan berubah  menjadi jeritan  hati yang menyakitkan.
Saat Hae Soo merasa putus asa setelah Pangeran Wang Wook berpaling, hujan terus tercurah, seluruh tubuhnya lunglai tak bertenaga. Tiba-tiba ia merasa hujan tak lagi membasahi tubuhnya meski tetap terjatuh. Bayangan tegap berdiri di belakang ia terduduk lesu. Ketika  tersadar apa yang terjadi, Hae Soo kembali bersorak dalam hati. Pangeran Wang So berdiri sepenuh keyakinan apapun yang bakal terjadi, ia menutupi jubahnya yang legam dan indah untuk memayungi kepala Hae Soo. Dayang itu tahu, ia tidaksendiri dalam keadaan putus asa, Pangeran ke-4 tak pernah ingkar janji, ia tetap bersamanya.
Hae Soo kembali duduk dengan tegap, tenaganya hanya tinggal sisa, Yang Mulia Raja tak pernah menampakkan diri, permohonannya tak pernah ditindak lanjuti. Adakah ia  harus menyerah?
Ternyata Yang Mulia Raja tak pernah mengubah keputusan, ia menerima pengorbanan Sanggung Oh untuk menyelamatkan Ratu Yoo, Putra Mahkota, dan hae Soo. Sanggung Oh telah yakin dengan setiap  langkahnya, ia telah menentukan tindakan cepat dan berani pada saat  yang genting. Ia tengah melangkah  menuju ke tiang gantung saat berpapasan dengan Ratu Yoo. Sepasang mata Sang Ratu seakan mendidih ketika menatap wajah cantik Sanggung Oh yang kini sepucat kertas. Dengan sengaja ia menghentikan langkah kepala dayang itu.  
“Aku selalu ingin melihatmu mati, impianku akhirnya terwujud. Engkau benar kalah dan aku menang. Mati terlebih dahulu berarti kalah”,  kebencian Ratu Yoo terhadap Sanggung Oh seolah tak akan berakhir andai kepala dayang itu mengakhiri hidup di tiang gantung. Ia seorang ratu, tetapi Yang Mulia Raja menganggapnya sebagai wanita serakah. Sanggung Oh hanya seorang selir, kemampuannya meramu herbal mengantarnya sebagai kepala dayang di Istana Damowon. Akan tetapi Ratu Yoo selalu tahu, siapa di antara keduanya, di antara semua selir yang mendapatkan cinta seorang raja. 
“Adakah Yang Mulia tahu? bahwa aku tak pernah benar-benar kalah”, hanya Sanggung Oh yang mampu membalas tatapan mengerikan Ratu Yoo. Ia tahu, ia telah memenangkan seorang raja, meskipun tak pernah berhak mengenakan pakaian  kebesaran seorang ratu. Yoo, hanya seorang ratu yang malang.
“Akankah harga diri itu tetap ada sampai napas terakhirmu?”darah Ratu Yoo kini menggelegak, Sanggung Oh selalu tahu kelemahannya, meskihanya seorang dayang.
“Aku berdoa Yang Mulia memiliki hidup panjang. Aku akan mengawasi Yang Mulia dari  ketinggian. Betapa sepi dan menyakitkan saat hari kematian bagimu tiba”, Sangung Oh tidak  mau mengalah, ia memang tidak pernah merasa kalah.
“Aku permaisuri, engkau cuma dayang istana tak berarti yang takkan diingat siapa pun”, Ratu Yoo sebenarnya merasa heran, di saat terakhir setelah kehilangan bayi, setelah ditindas, dan berakhir di tiang gantung. Sanggung Oh tetap memiliki sikap tegas, tak merasa takut di depannya. Di depan seorang permaisuri.
“Aku hanya perlu satu orang untuk tetap mengingat”, adalah kalimat terakhir Sanggung Oh. Ia tahu Yanag Mulia Raja satu-satunya orang yang dicintai tak akan pernah melupakan sungguhpun kematian memisahkan.
Selanjutnya kepala dayang itu melangkah menuju tiang gantung, ia merasa dirinya seakan sehelai daun kering yang melayang diterbangkan angin musim menuju sutu tempat tanpa peta. Seluruh kehidupan yang menjadi cerita panjang berakhir sampai di sini, ia tak melakukan semua ini dengan sia-sia, ia mengasihi Hae Soo melebihi kehidupannya sendiri. Ia menempuh langkah yang benar. Kabut seakan turun bergulung-gulung membekap seluruh helaan napas, segalanya tampak putih, jauh, dan sepi.  Ketika seluruh wajahnya tertutup, seutas tali menjerat leher, algojo menendang bangku, tubuh malang itupun tergantung, kehilangan nyawa. Hanya rintihan yang tak bisa didengar siapapun kecuali hati rapuh seorang raja yang selalu disembunyikan di balik kemegahan tahta.
Yang Mulia Raja harus tahu arti rasa sakit, kehilangan kemudian hampa. Dinding angkuh istana seakan mengejek dan  mentertawainya, ia memiliki hampir 30 wanita, tetapi satu-satunya yang dicintai kini tiada, meninggalkan seluruh hidup, karena keputusannya. Andai ia dibenarkan menangis hingga air mata berubah menjadi genangan darah. Dalam diam Yang Mulia marah dan kesakitan. Badan tegap itu mendadak limbung, nyaris tersungkur andai Choi Ji Mong tidak bertindak sigap menyelamatkannya.  
Penanda hukuman gantung selesai, bergaung memenuhi seisi udara, sekalian dayang bercucuran air mata. Selebihnya terpaku, keserakahan selalu meminta korban. Di halaman istana Hae Soo adalah seorang yang nyata-nyata diabaikan, Yang Mulia Raja tak sedetikpun meluangkan waktu  bagi kehadirannya, ia hanya seorang peminta-minta yang bernasib malang. Nasib itu semakin tidak menentu ketika ia mendengar suara penanda bertalu, bahwa hukuman gantung telah usai. Dayang itu menggelengkan kepala, berharap semua hanya mimpi buruk yang akan segera  berakhir manakala ia terjaga. “Sanggung Oh... Sanggung...” Hae Soo masih mampu menjerit,  meronta dalam pangkuan Pangkuan Pangeran Wang So.
“Seandainya menyadari, aku harus mengorbankan keselamatan orang lain. Seandainya semua ini hanyalah mimpi. Seandainya aku bisa terbangun dan tak akan pernah mengingat semua ini…”Hae Soo terisak, ia terseret terlalu jauh dalam “perang” dengan musuh di dalam selimut. Ia hanya seorang  yang tak berdaya dengan sesal teramat dalam yang menikamnya seakan sebilah pedang. 



Bersambung …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...