Sepeninggal Pangeran Wang So, Putri Yeon Hwa berdiri dari
tempatnya duduk, wajah jelita itu seakan diamuk badai, rencananya
meleset terlalu jauh. Bukan Putra Mahkota yang meneguk teh beracun,
tetapi Pangeran Wang So. Mengapa? Ia harus melakukan sesuatu untuk
menghilangkan jejak, atau ia akan diseret menuju tiang gantung. “Yeon
Hwa…” suara Ratu Yoo mengejutkan putri jelita itu.
Putri Yeon Hwa tahu ia harus segera bertindak, ia berdiri
memberi hormat kepada Yang Mulia Raja. “Ada yang hendak engkau
sampaikan”, Raja Taejo bertanya, ia selalu bangga dengan putrinya yang
jelita.
“Benar, saya memiliki permintaan, sebelum meneguk tiga cawan
teh”, jemari lentik itu menuang teh dari poci yang sama bagi Putra
Mahkota teh tanpa ragu, kemudian mengajukan permohonan. “Saya mohon ijin
kepada Yang Mulia Raja untuk merelakan Wook menikah lagi”, suara Putri
Yeon Hwa selalu merdu.
“Apa pendapatmu, Wook?” Yang Mulia Raja menatap wajah tampan Pangeran Wang Wook.
“Jika Yang Mulia memberikan ijin… ada seseorang yang saya
pertimbangkan”, sekilas Pangeran Wang Wook melirik Putri Yeon Hwa dengan
satu pertanyaan. Adakah ia memiliki sebuah rencana?
“Maka aku tak punya alasan untuk menentangnya. Ijin kuberikan”, suara Yang Mulia Raja mantab.
“Terimakasih Yang Mulia”, Pangeran Wang Wook selalu menunggu
hari ini, hari ia m endapatkan ijin dari Yang Mulia untuk menikahi
wanita yang dicintainya. Hae Soo, harapan kembali merebak.
Putri Yeon Hwa meraih cawan mendekatkan ke bibir yang berwarna
darah, karena pulasan gincu. Sang Putri tak perlu meneguk, kecuali ia
berniat mati sia-sia, ia pura-pura meneguk teh yang dihidangkan Hae Soo
bagi Putra Mahkota. Tak seorangpun tahu, bahwa teh itu tertumpah dengan
lembut membasahi pakaian yang indah. “Yang Mulia, permintaan berikutnya
adalah …”kata-kata Putri Yeon Hwa tidak selesai. Ia adalah pemain
sandiwara yang lihai, ia berpura-pura kesakitan, terbelalak, terpaku
kemudian tubuh semampai itu terkulai pingsan, mengejutkan Yang Mulia
Raja dan seluruh keluarga yang hadir.
“Seorang telah berusaha meracuni Putra Mahkota”, Ratu Yoo
menjerit kalap, bila Putri Yeon Hwa pingsan, apa yang telah terjadi pada
Pangeran Wang So? Di tempatnya duduk Putra Mahkota masih berada dalam
keadaan segar bugar, tak setetespun racun terminum. Ia terbebas dari
ancaman, karena tindakan Wang So dan Putri Yeon Hwa, akan tetapi suasana
hati pangeran itu segera kacau balau seakan dirundung perang tak
berkesudahan.
Pangeran Baek Ah tersadar akan bahaya yang mengancam Pangeran
Wang So, ia berdiri dan segera berlari mengejar Pangeran ke-4, ia harus
tahu arti rasa cemas, ia harus tahu Pangeran Wang So berada dalam
bahaya, maut yang teramat dekat. Dia sangat mencemaskan saudaranya itu,
ia menyayangi Pangeran Wang So. Sementara Pangeran Wang So tengah
berusaha mengejar Hae Soo yang melangkah perlahan, tak pernah tahu
dirinya telah dikambing hitamkan dengan akibat hukuman yang mengerikan.
Langkah kaki Pangeran Wang So seakan mengambang, ia seakan mengapung di
alam mimpi menuju keabadian, darah terus menetes dari mulut yang
meregang, menahan sakit. Mungkinkah ia bisa melihat matahari esok hari?
Pangeran Wang So masih memiliki sisa tenaga untuk menapak, tetapi tiga
cawan racun semakin kuat bekerja, pandangan mata pangeran itu semakin
mengabur, kabut seakan turun dengan cepat melilit sesisi dinding istana.
Udara semakin dingin –semakin dingin, darah menyembur dari mulutnya,
akhirnya tubuh tegap itupun roboh di atas lantai.
Semula Hae Soo melangkah dengan perasaan biasa tanpa guncangan,
tetapi akhirnya ia menyadari ada bebayang yang mengikuti beberapa
langkah di belakangnya. Ketika menoleh, sepasang mata dayang itu
membelalak, ia mencoba menolak penglihatan, tetapi penampakan di depan
mata nyata adanya. Pangeran Wang So terkapar dengan mulut berlumuran
darah. “Tolong …tabib istana…!” suara Hae Soo teramat kacau, apa yang
telah terjadi? Dayang malang itu tak pernah tahu rencana licik Putri
Yeon Hwa dan Ratu Yoo, ia cuma seorang dayang yang pernah hilang
ingatan, ia akan segera menjadi korban.
“Tinggalkan istana pada kesempatan pertama”, suara Pangeran
Wang So terpatah-patah, ia tidak tahu bagaimana nasib gadis yang
dicintai setelah menyajikan teh, pangeran yang meminumnya terbukti
sekarat, karena racun. Bukankah ia akan dituduh telah sengaja meracuni
Putra Mahkota? Benarkah ia memiliki alasan untuk melakukannya? Di pihak
lain Hae Soo tak pernah tahu maksud sebenarnya kata-kata Pangeran Wang
So, ia memang tidak tahu sampai pada waktunya.
Tak lama kemudian, Pangeran Baek Ah, Ji Mong, Pangeran ke-13
beserta para pengawal datang. Seorang tabib dipanggil untuk
menyelamatkan Pangeran Wang So, tubuh sekarat itu digotong menuju ruang
pengobatan istana. Sementara Hae So berdiri kaku, segalanya berjalan
dengan cepat, ia mencoba menolak pendengaran ketika terdengar suara,
Choi Ji Mong mencicipi sedikit teh tersebut, ujung lidahnya mendecap
rasa berbeda dari teh biasa. Ahli bintang itu tak berniat menelannya,
ia segera meludahkannya kembali.
“Engkau adalah satu-satunya tersangka yanag berniat membunuh
Putra Mahkota, menyajikan teh dengan racun di dalamnya.
Tangkap!”Pangeran Wang Won menjerit sambil menatap ke arah Hae Soo,
sepasang matanya seakan pedang berkilat.
“Ji Mong tunggu, bukan dia pelakunya!”Pangeran Wang Jung
berteriak membela Hae Soo, tetapi suaranya lesap ditelan suara gemuruh
pengawal yang bergerak cepat menangkap dayang malang itu.
“Dayang Damiwon Hae Soo, engkau ditangkap atas percobaan
pembunuhan”, Choi Ji Mong mengucap kata-kata itu. Benarkah ia begitu
yakin?
Hae Soo berdiri limbung, ia bahkan tidak lagi yakin dimana
tengah berdiri dan dari mana berasal? Ia tak berdaya ketika pengawal
istana menyeretnya menuju ruang sempit, jauh dari keramaian dengan
jeruji di dalamnya. Ia tidak sedang bermimpi, ia telah dituduh meracun
Putra Mahkota, merencanakan kematiannya dengan menyajikan teh beracun.
Adakah ia memiliki alasan? Benarkah ia melakukan? Hae Soo terdiam seribu
bahasa, ia hanya mengisak dan menjerit ketika beragam hukuman
menyebabkan pakaiannya berlumuran darah, tulangnya seakan retak. Ia
bukan lagi seorang gadis keturunan bangsawan yang mengenakan pakaian
indah, menetap dengan hormat di kediaman Pangeran Wang Wook, dilindungi
Nyonya Hae. Ia adalah seorang “pembunuh”, ia berhadapan dengan jaringan
kekuasaan yang mustahil dilawan. Ia telah menolak permintaan Sanggung
Oh untuk meninggalkan istana, sebelum dimanfaatkan keluarga raja. Ia
…
Kamar Hae Soo digeledah, Sanggung Oh harus menyaksikan semua
ini, hatinya seakan remuk. Ia telah meminta Hae Soo meninggalkan istana
pada kesempatan pertama, dayang itu menolak. Kini kamarnya digeledah,
bukti bisa ditemukan dengan banyak cara, adakah gadis malang itu akan
selamat? Aliran darah Sanggung Oh seakan berhenti mengalir, ia tahu
badai tengah menanti.Tiba-tiba seorang dayang menghampiri, berbisik,
“Dayang Nan telah menghilang entah kemana”.
Sanggung Oh menghela napas panjang, kamar siapa yang sesungguhnya harus digeledah. Kamar Hae Soo atau Dayang Nan? Hati
Sanggung Oh seakan terbelah, bahkan berkeping-keping ketika pengawal
kerajaan menemukan sebuah gelang indah bernilai tinggi serta sisa bubuk
racun yang telah dituang ke dalam poci teh Putra Mahkota. Apa yang akan terjadi setelah ini? Kepala dayang itu memejamkan mata, dadanya sesak.
Di ruang yang lain, tabib istana memeriksa Putri Yeon Hwa,
“Keadaan putri tidak begitu buruk, hanya sedikit racun yang terminum”,
kata-kata itu setidaknya berhasil menenagkan hati Pangeran Wang Wook dan
Ratu Hwangbo. Keduanya berjalan menninggalkan kamar Putri Yeon Hwa,
Sang Putri harus beristirahat.
Sepeninggal Pangeran Wang Wook dan Ratu Hwangbo tiba-tiba Putri
Yeon Hwa bangun, duduk dengan sikap tubuh yang tegap. Tabib yang
duduk disampingnya, terkejut, gemetar ketakutan. Apa sebenarnya yang
telah terjadi pada sang putrid?
“Tak ada yang boleh bertanya, apakah aku sengaja meracuni diri?
Pikirkan baik-baik, saat ini, adalah saat ketika satu kata bisa
menentukan hidup dan mati seorang tabib”, senyum licik menghias wajah
jelita Putri Yeon Hwa. Tabib istana terdiam seribu bahasa, mulutnya
nyaris menganga.
Adapun Pangeran Wang So ternyata masih bisa bertahan hidup, ia
mendapatkan obat ramuan dari tabib. Putra Mahkota, Pangeran Baek Ah, dan
Choi Ji Mong tak jua pergi beranjak, menatap cemas. Adakah Pangeran
ke-4 masih berhak akan kehidupan setelah tiga cawan teh beracun? “Jenis
racun itu tidak terdeteksi oleh perak. Untunglah, Jendral Soo Kyung
telah memberi Pangeran Wang So ilmu untuk membebaskan diri dari
bermacam racun”, Choi Ji Mong menjelaskan. Pangeran ke-4 selamat, tetapi
bagaimana nasib Hae Soo?
“Jika sudah tahui bila teh itu beracun, mengapa terus meminum hingga ketiga kalinya?” salah seorang bertanya.
“Pangeran telah tahu perihal racun itu, demikian pula
dalangnya, ia hanya ingin melindunginya”, Choi Ji Mong melihat sangat
jauh, tidak sulit untuk mengetahui dalang sesungguhnya.Andai ia memiliki
kewenangan untuk mengungkapnya?
***
Di balik terali besi yang dingin dan sunyi Hae Soo terduduk
lesu, jarum jam seakan terhenti, ia tak mampu lagi menatap dan menjadi
bagian kebebasan di luar dinding penjara. Ia hanya seorang pesakitan
yang siap menunggu kematian, kali ini udara terasa beku seakan ajal.
Wajah dayang itu sedikit berbinar ketika Pangeran Wang Wook meluangkan
waktu datang, menggenggam jemarinya yang lunglai. Hati pangeran itu
seakan tercabik, bagaimana mungkin Hae Soo berniat meracuni Putra
Mahkota? Pangeran Wang So tanpa sengaja meminumnya, pangeran itu
terkapar dengan mulut berlumuran darah, Putri Yeon Hwa pingsan. Pangeran
Wang Wook tahu, mendung hitam kembali menggantung di atas langit
istana.
“Bagaimana keadaan Pangeran So? Adakah ia tertolong?” Hae Soo
bertanya, ia masih dapat mengatasi sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya.
Ia perlu mengetahui keadaan Pangeran Wang So.
“So sudah ditangani tabib istana, ia dalam keadaan baik”, jawab
Pangeran Wang Wook singkat. “Sekarang engkau harus mengkhawatirkan
dirimu sendiri, karena dicurigai meracuni Putra Mahkota”, suara
Pangeran ke-8 berubah sendu, ia bahkan tidak yakin akan dapat
menyelamatkan dayang itu.
“Saya tidak berniat, bahkan tidak akan pernah melakukannya. Saya tidak memiliki alasan untuk itu”, Hae Soo menyangkal.
“Aku tahu, tetapi engkau tak akan mampu membuktikan. Engkau
akan dipaksa menyebut nama orang yang menyuap, mungkin pula dengan
siksaan. Tetaplah kuat, aku tak akan pernah meninggalkanmu”, Pangeran
Wang Wook tahu Hae Soo telah terjerat ke dalam jebakan, ia hanya mampu
menghibur. Mampukah ia menyelamatkannya?
“Saya pasti akan melawan, jangan cemaskan”, Hae Soo masih
memiliki satu celah harapan untuk keluar dari masalah ini, melawan
hingga batas kesanggupan.
***
Suasana panas saat Yang Mulia Raja bertemu dengan salah satu
kubu pemegang kekuasan terbesar, mereka mengajukan keberatan. “Putra
Mahkota sengaja memabur bubuk racun ke dalam poci Pangeran Wang So.
Gelang mahal yang ditemukan di kamar Hae Soo itulah buktinya. Bukankah
sudah beberapa kali dayang itu bertemu Putra Mahkota”, salah seorang
berpendapat.
“Kami menyarankan Pangeran So menggantikan kedudukan Putra Mahkota”, seorang yang lain kembali berpendapat dengan suara lantang.
“Apakah anda mengira saya seorang pembunuh yang memiliki
rencana jahat menewaskan So dengan tiga cawan teh?” Putra Mahkota
meradang, nyeri ulu hati dengan semua tuduhan itu. Adakah ia memiliki
alsan membunuh Pangeran ke-4?
“Sangat tidak pantas bertengkar di hadapan Yang Mulia”, Choi Ji
Mong menengahi pertengkaran itu. Perlahan ahli bintang itu berjalan
mendekati Putra Mahkota, “Kemarahan akan memperburuk penyakitmu”,
bisiknya perlahan.
“Jika yang menjadi sasaran adalah Putra Mahkota, mengapa Yeon
Hwa nyaris pula menjadi korban?” Pangeran Wang Wook berbicara, ia
berupaya keras membela Putra Mahkota.
Perdebatan terus berlangsung beberapa lama, tak seorangpun tahu
siapa sesungguhnya yang memiliki rencana jahat dan apa maksudnya,
tetapi tersangka harus ditetapkan untuk mengakhiri debat. “Hae Soo
harus digantung atas percobaan pembunuhan pangeran”. Yang Mulia Raja
Taejo akhirnya memutuskan.
“Mohon maaf Yang Mulia, saya yakin Hae Soo sama sekali tak
bersalah, saya tak pernah menyuapnya dengan gelang. Tak perlu kiranya
mengorbankan satu nyawa demi seorang Putra Mahkota. Lebih baik So
menggantikan kedudukan sebagai Putra Mahkota, yang penting kehidupan di
istana kembali damai”, Pangeran Wang Moo mengajukan keberatan, ia tak
menemukan bukti bahwa Hae Soo bersalah, mengapa pula dayang itu harus
dihukum gantung?
“Engkau adalah putra sulung, teman sekaligus sahabat, kita
sering pergi berperang dengan pertaruhan hidup atau mati, bersama-sama.
Kita masih bersama hingga hari ini, aku layak memberikan segala yang
kumiliki”, Yang Mulia Raja menolak suara Pangeran Wang Moo, hal itu
berarti tiaang gantung telah disiapkan bagi Hae Soo.
***
Kesehatan Pangeran Wang So semakin membaik. Tergesa ia
berjalan, dengan satu keinginan teramat dalam, menemui Hae Soo. Pangeran
Baek Ah merasa harus kasihan, “So, tetaplah istirahat sampai benar
sembuh”.
“Gadis itu seorang diri”, Pangeran Wang So benar ingin
mengetahui keadaan terakhir Hae Soo, adakah dayang itu baik-baik saja?
Atau?
Pangeran Wang Wook muncul secara tiba-tiba, berdiri menghadang
langkah Pangeran Wang So.”Hae Soo dituduh membubukan racun atas perintah
Putra Mahkota, Yang Mulia menjatuhkan hukuman gantung”, wajah Wang Wook
pucat pasi.
“Tuduhan yang tak masuk akal”, andai Pangeran Wang So mampu
berteriak, tenggorokannya terasa kering. Bagaimana mungkin Hae Soo
mendapatkan fitnah dengan hukuman yang mengerikan.
“Benar, tuduhan itu tak masuk akal, aku tahu, semua orang tahu.
Adakah jalan keluar? Seharusnya aku menjauhkan dayang itu darimu. Lihat
apa yang sekarang terjadi?”penyesalan selalu datang terlambat, dada
Pangeran Wang Wook terasa sesak. Ia tak akan mampu mengubah keputusan
seorang raja, dalam hal ini iapun tidak berdaya.
“Maaf, bisa tinggalkan kami berdua”, Pangeran Wang So meminta
pengertian Pangeran Baek Ah, ia perlu bicara empat mata dengan Pangeran
Wang Wook.”Pelakunya Ratu Yoo, maka Yeon Hwa terlibat. Aku tak tega dan
tak mampu mengungkapkan rencana itu di hadapan semua orang. Engkau
harus mengatasi masalah ini, hanya engkau yang bisa membela Soo dan
Putra Mahkota…”pandangan Pangeran Wang So menjadi sayu, Ratu Yoo
kembali meminta korban.
“Aku akan menemukan buktinya”, Pangeran Wang Wook menjawab.
Percakapan usai, Pangeran Wang So meneruskan langkah, pergi
menemui Hae Soo. Langit serasa runtuh di ubun-ubun kepala ketika ia
harus melihat dayang tak bersalah itu tertidur lemas, mengenakan pakaian
serba putih yang dilumuri noda darah. Wajahnya dipenuhi luka memar,
ia telah dihukum berat sebelum terbukti bersalah, kelemahannya adalah ia
sebagai korban fitnah dan rencana jahat seorang ratu.
Di pihak lain Hae Soo Seakan-akan dapat merasakan kehadiaran
Pangeran Wang So, perlahan dayang itu membuka mata, menatap ke arah
Pangeran ke-4. “Syukur dapat kembali melihat pangeran dalam keadaan
sehat. Apakah pangeran sengaja meminum teh beracun supaya saya tidak
dicurigai?”suara itu terpatah-patah.
“Tak masuk akal, engkau mengira aku sebodoh itu? Sengaja
meminum racun untuk menyelamatkan seorang gadis?”Pangeran Wang So
tersenyum pahit.
“Mengapa pangeran melakukannya? Bertindak gegabah, mengapa
harus mempertaruhkan nyawa demi seorang dayang yang malang? Pangeran
membuatku semakin sulit untuk mengabaikan”, sepasang mata Hae Soo
berkaca-kaca.
“Sejak semula engkau memang pandai menimbulkan persoalan. Kita
berdua akan tetap bersama, keluar dari persoalan”, Pangeran Wang So
mencoba yakin dengan segala ucapannya.
“Andai pangeran benar tak tertolong lagi...”
“Nasibmu lebih parah…”
“Dengarkan tabib, cepatlah sembuh. Tak perlu berjalan-jalan tak perlu datang ke mari untuk menjenguk.”
“Engkau terlalu banyak bicara”.
***
Pageran Wang Wook membuntuti seorang dayang yang tampak
mencurigakan, ia menyelinap diam-diam kemudian bercakap-cakap dengan
seorang wanita anggota kerajaan dengan pakaian serba tertutup. Sesaat
setelah percakapan usai, dayang itu pergi berlalu, Pangeran ke-4 menarik
wanita itu kemudian siap menikamkan runcing tusuk konde ke urat
lehernya. Ia berteriak, mengancam seseorang berpakaian serba tertutup
itu untuk menunjukkan wajahnya, “Tunjukkan dirimu. Tak ada anggota
kerajaan yang boleh membiarkan dayang kerajaan mati…”
Beberapa saat suasana diam, malam terasa kian dingin dan hitam.
Pangeran Wang Wook sama sekali tidak pernah menduga apa yang akan
terjadi beberapa tarikan napas setelah ini. Ketika wanita berpakaian
serba tertutup itu perlahan membuka cadar, sekujur tubuh Pangeran Wang
Wook menggigil, darah seakan membeku.Ia tak menyangka wanita itu adinda
tercinta, Putri Yeon Hwa, ia tak pernah salah mengenali wajahnya yang
masih teteap jelita.
“Silahkan, sampaikan kepada Yang Mulia Raja bahwa aku
pelakunya… Maka engkau bisa menyelamatkan Soo…”suara itu dingin dan
sinis.
“Jika engkau terbukti bersalah, keluarga kita akan dianggap
pengkhianat”, Pangeran Wang Wook tak pernah menyangka suatu saat akan
berhadapan dengan Yeon Hwa dalam keadaan seperti ini. Ia menatap Putri
Yeoh Hwa seakan tengah berhadapan dengan seorang asing.
“Aku akan digantung, dipotong-potong, ibu akan dikucilkan.
Keluarga kita akan dibantai!”Putri Yeon Hwa telah tahu akibat terburuk
dari perbuatannya, tetapi niat jahat memaksa melakukannya.
“Mengapa harus engkau lakukan semua ini?!!!”Pangeran Wang Wook
tahu ia menyesal seumur hidup berhadapan dengan adinda dalam keadaan
seperti ini.
“Untuk menyadarkanmu. Engkau harus menjadi raja, tapi membuang
kesempatan ini demi seorang gadis!”terbayang kembali wajah malang Hae
Soo, Putri Yeon Hwa kembali merasa geram. Mengapa seorang pangeran
cerdas yang layak menduduki tahta harus jatuh cinta kepada seorang
dayang yang pernah hilang ingatan?
“Aku tidak ingin menjadi raja”, Pangeran Wang Wook nyaris menjerit, merobek seluruh hening malam.
“Engkau menginginkannya, saat sendi, bagaimana bisikan
hatimuu? Apa yang engkau pikirkan saat melihat So mampu menurunkan hujan
pada upacara itu? Aku seharusnya berada di atas sana. Semua orang
seharusnya bersorak untukku. Aku melihat Bahasa tak tertulis pada raut
wajahmu. Engkau ingin menjadi raja. Jika menyangkal, tinggalkan aku dan
ibu. Aku takkan menyalahkanmu. Aku bersedia mati…”suara Putri Yeoh Hwa
setenang hening malam, ia akan melakukan segala cara termasuk membunuh
dan memfitnah demi tahta kerabat yang dicintainya.
Pangeran Wang Wook kehilangan kata-kata, ia tak dapat
memastikan ucapan Yeon Hwa benar atau salah, tetapi ia harus melakukan
sesuatu, membungkam selamanya telinga yang mendengar dan mulut yang
mungkin bicara, karena siksaan. Sigap tangan Pangeran ke-8 melempar
tusuk konde tepat ke arah dayang yang mengetahui dan mendengar
pembicaraan ini, tak lama kemudian dayang malang itu roboh terkulai
bercucuran darah. Kehidupan baginya hanya sampai pada saat yang sia-sia.
“Engkau tahu? Aku tak sanggup dan tak akan pernah menelantarkanmu dan
ibu. Mulai saat ini Yeon Hwa, engkau bukan adikku. Kita saling berutang.
Engkau berutang kepadaku, sebaliknya akupun berutang kepadamu. Adalah
jumlah yang sangat besar”, Pangeran Wang Wook tak pernah merasa risau
seperti sekarang ini, seakan badai lautan menghempas seluruh si dada,
bersiap menghentikan detak jantungnya.Wajah jelita Putri Yeon Hwa
berubah seakan rupa nenek sihir, hati putri ini tak secantik wajahnya.
“Utang itu tak akan bisa kubayar dengan seluruh hidup. Aku akan
menjadikanmu seorang raja”, Putri Yeon Hwa tak pernah merasa bersalah,
sungguhpun seorang dayang mati terbunuh di depan mata, sementara dayang
hilang ingatan itu tengah meringkuk di balik jeruji menunggu hukuman
mati. Ia seorang Putri Goryeo, ia tak perlu merasa bersalah demi tahta
yang akan diduduki Wang Wook.
Pangeran Wang Wook merasa tak perlu memperpanjang percakapan,
ia harus menyudahi pembicaraan dengan Yeon Hwa. Langkahya gontai seakan
tak menjejak tanah ketika melangkah, ia kehilangan separuh dari sikap
hidup, tangannya memungut kembali tusuk konde dari punggung malang
dayang istana yang membeku dijemput ajal. Dapatkah ia menyelamatkan Hae
Soo bila Yeon Hwa adalah pelaku utama upaya pembunuhan Putra Mahkota?
Siapa yang harus dipilih, nasib malang seorang dayang tak bersalah atau
seluruh keluarga. Hari pangeran itu terasa buntu, wajahnya lesu saat
kakinya melangkah menuju jeruji tempat Hae Soo terkurung menunggu
hukuman gantung. Adakah ia harus mengingkari janji, untuk selalu berada
di samping gadis itu? Andai ia mampu menjerit. Pangeran Wang Wook tak
cukup memiliki keberanian untuk menatap wajah Hae Soo, domba malang yang
harus dikorbankan, karena ia hanya seorang dayang, bukan Putri Goryeo
yang pantas bermimpi akan tahta dan mampu berbuat apa saja. Pangeran itu
hanya berdiri tanpa sepatah kata, menatap rumah tahanan dari kejauhan,
dalam genggaman tangannya, tusuk konde itu masih berlumuran darah.
Waktupun terus berpacu, menunggu saat-saat hukuman gantung
adalah hari-hari yang megerikan. Pangeran Wang Jung terus memohon agar
Pangeran Wang Wook bertindak menyelamatkan nyawa Hae Soo. Akan tetapi,
Pangeran Wang Wook lebih sering membungkam, sosok pangeran itu seakan
berselubung rahasia tak terpecahkan, ia tampak semakin menjauh dan
menjauh.
“Tidakkah engkau bisa menyelamatkan Soo dari kesalahan yang
tak pernah ia lakukan?” Pangeran Wang Jung belum kehabisan kata-kata, ia
mengira masih mampu berharap.
Pangeran Wang Wook tak mampu menjawab permintaan Pangeran Wang
Jung, tetapi menyadari ada seseorang yang tengah berdiri di balik pintu,
“Jangan bersembunyi. Tampakkan dirimu”, suaranya bernada perintah.
Kedua pangeran itu perlu menunggu beberapa saat sebelum seorang
dayang menampakkan diri dengan ketakutan, karena tertangkap mencuri
dengar pembicaraan Wang Geon. Dayang itu Char Ryung, seluruh tubuhnya
gemetar ketika berlutut di depan Pangeran Wang Wook, “Mohon selamatkan
ia Yang Mulia …”Chae Ryung memohon dengan setulus hati. Akan tetapi, tak
sepatah katapun terucap dari Pangeran Wang Wook, ia memang telah
kehilangan segala jawaban, meskipun tak mengakui Yeon Hwa sebagai adik,
mampukah ia mencelakai putri itu, meski untuk menyelamatkan Hae Soo.
Pangeran Wang Wook tak mampu bersikap.
Sikap diam Pangeran Wang Wook menyebabkan Pangeran Wang So
memutuskan menghadap Yang Mulia Raja, meminta keadilan bagi dayang
malang itu.“Semua orang tahu dia tak bersalah. Apakah Yang Mulia Raja
tega membiarkannya dihukum gantung untuk menyelamatkan Putra Mahkota?”
“Aku melakukan semuanya demi Goryeo. Kehilangan satu nyawa
untuk menyelamatkan lebih banyak”, Yang Mulia Raja Taejo tak berniat
mengubah keutusan, dayang yang menyediakan the adalah Hae Soo, di
kamarnya ditemukan pula sisa bubuk racun itu.
“Apakah seorang raja mesti tawar-menawar antara seorang manusia
dan banyak nyawa yang lainnta?”Pangeran Wang So memberanikan dirinya
bertanya, ia tak akan sanggup –tak akan mampu memaafkan diri sendiri
apabila Hae Soo mati di tiang gantung.
“Mulutmu terlalu lancang! Apakah engkau ingin mati terbunuh?
Kukira engkau adalah sebilah pedang tajam. Ternyata perkiraanku
salah!”Yang Mulia Raja meradang, ia bukan hanya harus berlaku adil,
tetapi ia harus menyelamatkan seluruh kerluarga kerajaan, apa arti
seorang dayang malang?
“Untuk menghunus sebilah pedang dengan benar, kiranya harus
diuji kelayakan”, Pangeran Wang So kehilangan rasa takut. Ia tahu
kemarahan seorang raja dapat membawa seorang pangeran menuju tiang
gantung yang sama. Akan tetapi, adakah ia memiliki pilihan kecuali
menyatakan pendapat?
“Mundur atau aku akan terlebih dahulu membunuhmu!”suara Raja
Taejo serupa guntur, ia tak akan membiarkan seorang pangeran mengubah
keputusannya, ia adalah kepala negara sekaligus hakim.
***
Sementara Sanggung Oh merasakan kesedihan yang sama, diam-diam
ia mengunjungi Hae Soo. Dayang malang itu tengah lelap dengan wajah
lebam serta pakaian putih berlumuran darah. Hukuman apa yang telah
diterima, sehingga ia harus menderita? Wanita cantik itu terdiam,
hatinya seakan remuk bagai pecahan kaca. Andai Soo mengikuti
kata-katanya meninggalkan istana pada kesempatan pertama, adakah ia
harus menjadi kambing korban untuk kesalahan yang tak pernah dilakukan?
Sanggung Oh tak tega membangunkan Hae Soo, tidur mungkin lebih baik,
dari pada terbangun tetapi harus berhadapan dengan waktu yang berdetik
tak menentu.
Hati kepala dayang itu seakan diranjam ketika harus pergi
meninggalkan jeruji yang mengurung Hae Soo, ia mengasihi gadis itu
seakan anak yang pernah dilahirkan. Adakah ia dapat melakukan sesuatu?
Sampai kembali ke kediaman, telah Pangeran Wang Wook telah menunggu.
Sanggung Oh bisa menebak maksud kedatangan Pangeran ke-8, tak mungkin ia
dating tanpa sesatu yang penting.
“Kau satu-satunya orang yang bisa kudatangi demi Soo. Engkau
bisa membujuk Yang Mulia Raja”, Pangeran Wang Wook membuka pembicaraan,
pikirannya galau, sepasang kakinya seakan menginjak bara. Ia akan
menempuh jalan terakhir menyelamatkan Hae Soo, ia tahu hubungan dekat
Sanggung Oh dengan Yang Mulia Raja.
“Hanya karena pernah dekat, pangeran mengira aku bisa
membujuknya?”Sanggung Oh mengelak, ia cukup mengenal sosok seorang
pangeran, seorang yang bergelimang kemuliaan, karena terlahir sebagai
putra raja. Apakah kehidupan sesungguhny semulia itu? Mengapa pula ia
harus mengunjungi seorang kepala dayang untuk berhadapan dengan Yang
Mulia Raja?
“Apakah engkau akan diam selamanya? Tiang gantung sudah
menunggu, Soo akan mati. Aku tahu engkau merasa seolah engkau ibunya,
maka engkau benci melihatku bersamanya”, Pangeran Wang Wook setengah
menjerit, setengah meminta, ia nyaris putus asa.
“Mengapa seorang pangeran tak bisa melakukan sesuatu? Bukankah
rasa cinta masih ada? Mohon kepada Yang Mulia pengampunan untuk Soo.
Pangeran bisa meminta dengan cara lebih baik. Kecuali, ibu atau salah
seorang kerabat terlibat? Atau pangeran menginginkan takhta? Hanya satu
hal yang mengubah seorang pangeran menjadi pengecut. Penyesalan selalu
datang terlambat, menghantui selamanya bila Soo harus dihukum gantung
tanpa kesalahan. Aku akan bicara kepada Yang Mulia Raja, karena aku
memang peduli. Engkau gagal menyelamatkan siapa pun”, tak sedetikpun
Sanggung Oh melirik wajah tampan Pangeran Wang Wook, ia tak pernah ragu
dengan kata-katanya.
Sanggung Oh menepati kata-katanya, wajahnya setenang permukaan
air telaga kala menghadap Yang Mulia Raja. Ia harus menyampaikan
sesuatu sebelum hukuman gantung dijatuhkan. Wajah itu tetap tenang kala
menyajikan secangkir teh, Sanggung Oh seolah telah bersiap bagi
semuanya. Sementara Raja Taejo tampak tegar, sesungguhnya ia
menyembunyikan hatinya yang pilu. “Apapun keinginanmu, yang penting
tidak berhubungan dengan So”, Yang Mulia Raja meluangkan waktu bagi
pertemuan, tetapi dengan sebuah batasan.
“Saya harus membuat pengakuan. Saya yang telah meracuni Putra
Mahkota, saya iri, karena kehilangan anak. Para pangeran telah tumbuh
untuk mewarisi takhta. Saya berniat menyingkirkan Pangeran Moo”, tanpa
ragu sedikitpun kata-kata Sanggung Oh, ia bersiap menanggung kesalahan
yang tak pernah dilakukan demi Hae Soo.
“Jangan mencoba membelanya!!!”suara Raja Taejo menggelegar
seakan ledakan halilintar merobek langit. Tak sedikitpun ia mempercayai
kata-kata Sanggung Oh.
“Mengapa seorang gadis tak bersalah harus dijatuhi hukuman
mati? Saya akan mengakui rencana pembunuhan itu. Biarkan Soo…”kata-kata
Sanggung Oh terputus, Yang Mulia Raja membuang muka.
“Aku tak mendengarnya!”napas Raja Taejo memburu, ia berhadapan dengan rangkaian kata yang sulit.
Sanggung Oh mengeluarkan selembar kain lusuh yang berlumuran
darah. “Sepuluh tahun lalu, seorang ratu mengirim teh quince untuk
menyembuhkan mual di pagi hari. Setiap hari saya minum teh itu, bahkan
bangun di malam hari. Dalam waktu kurang dari seminggu saya kehilangan
putra Yang Mulia Raja Taejo. Pedihnya kehilangan anak, karena ia
sengaja dibunuh seorang ratu. Kini, saya menganggap Soo seorang anak
kandung. Saya tak ingin kehilangan, karena perlakuan ratu yang sama”,
mata Sanggung Oh berkaca-kaca. Kedudukan seorang ratu telah memisahkan
dari seorang yang dicintai, kemudian merampas bayi tak bersalah di dalam
kandungan denga mengirim the quince. Akankah ia tetap diam ketika sang
ratu akan menyeret Hae Soo ke tiang gatung.
“Soo bukan anakmu yang meninggal. Kita tak bisa membuktikan
istriku melakukannya!”wajah Raja Taejo berubah, sebentar pucat, sebentar
merah, isi dadanya seakan teraduk.
“Akankah Yang Mulia mengabaikan permintaan ini? Saya tak akan
hidup lebih lama , dua tahun gangguan pecernaan.Tabib istana menyatakan
saya menderita penyakit perut yang parah, tanpa kemampuan pengobatan.
Saya tahu Yang Mulia lebih mengutamakan Putra Mahkota dari pada Soo.
Saya tahu kau Yang Mulia tak bisa menyelamatkan mereka berdua. Akan
tetapi, sekali ini jangan biarkan permaisuri merenggutnya. Kalau ada
satu permintaan dan itu permintaan terakhir, selamatkan Soo, anakku”,
Sanggung Oh tak mengubah keputusan, ia hanya memiliki satu cara
menyelamatkan Hae Soo, dengan mengorbankan sisa hidupnya yang singkat.
“Apa engkau juga merelakanku?”Raja Taejo balik bertanya,
sepasang matanya berubah seakan bara api, tetapi segera padam ketika
bertautan dengan tatapan dingin Sanggung Oh. Tatapan kepala dayang
itu—satu-satunya wanita yang dicintai, meskipun tak pernah dapat
mengenakan pakaian seorang ratu, membahasakan beribu rasa sakit tak
tertahankan, dengan satu permohonan. Hanya kematian bisa mengakhirinya.
Suasana pun berubah diam, dingin dan sepi bagai di seputar pemakaman.
***
Keesokan hari, saat mentari terbit dengan cahaya yang pucat
nyaris padam.Pageran Wang So berlari tergesa-gesa dengan bilah pedang
terhunus di tangan. Tiang gantung telah siap bagi hukuman mati, darah
pangeran ke-4 mendidih saat tampak Hae Soo diseret dengan pakaian putih
berceceran darah, wajah lebam, dan langkah terseok. Sanggupkah ia
menyaksikan gadis yang dicintai mati di tiang gantung, karena dosa orang
lain? Sementara Hae Soo seakan kehilangan sebagian kesadaran, segalanya
tampak kabur. Ia tidak sedang bermimpi, ia sedang diseret menuju ke
tiang gantung untuk meninggalkan kehidupan selama-lamanya dengan cara
yang sia-sia. Mata dayang itu pilu menatap sekitar “Apa aku akan mati?
Di mana Pangeran Wook? Ia harus datang untuk melihatku”, hati gadis itu
menjerit.
Bayangan Pangeran Wang Wook seakan lesap ditelan bumi, yang
datang menatapnya adalah Pangeran Wang So. Pangeran ke-4 tidak sedang
bermain-main saat menghunuskan pedang ke arah setiap pengawal yang
tengah menyeret Hae Soo. Dengan gesit ia menarik tubuh lunglai dayang
malang itu, mencari celah untuk melarikan diri dari tempat terkutuk ini.
Pada saat yang sama Choi Ji Mong tiba-tiba datang dengan
sehelai surat di tangan, “Perintah Raja! Hukuman gantung dibatalkan.
Kami menemukan pelakunya”, bagi Hae Soo suara itu terdengar seperti
keajaiban.Ia bukan lagi merasa takut menghadapi kematian, tetapi tidak
lagi bertahan dengan segala rasa sakit, karena hukuman. Langkah kakinya
bahkan berubah pincang. Kabut seakan menari bergulung-gulung tanpa
bentuk, semakin tebal, semakin dingin menggigit tulang sumsum. Tubuh
limbung Hae Soo segera terkulai dalam pelukan Pangeran Wang So.
Tapi, siapa pelaku rencana pembunuhan sebenarnya yang telah ditetapkan Yang Mulia Raja?
Akhirnya Sanggung Oh menjalankan peranan selaku kambing korban,
langkahnya tak ragu ketika menuju ke tiang gantung dengan pakaian serba
putih. Ia sudah pasti untuk menyudahi kehidupan ini, tak ada yang mampu
menyelamatkan Hae Soo kecuali kematiannya. Sementara kehidupan ini
baginya hanya tinggal sebentar, Hae Soo masih memiliki waktu yang
panjang untuk menjalani takdir. Ia tidak sedang menuju tiang gantung
dengan sia-sia. Seluruh dayang menatapnya dengan putus asa dan tanda
tanya yang tak akan pernah terjawab. Andai seluruh air mata dayang
istana mengucur berubah menjadi ombak lautan, adakah Yang Mulia Raja
akan mengubah keputusan? Tak seorang dayang pun berucap, seluruhnya
diam dengan hati remuk redam.
Pangeran Wang So bersama Hae Soo datang tak lama kemudian
dengan sepasang mata membelalak lebar, tak percaya dengan
penglihatannya. Mengapa Sanggung Oh mengenakan pakaian serba putih
dengan tabah menuju ke tiang gantung, menjemput kematian. Benarkah ia
telah melakukan kesalahan? Benarkah ia meracuni Putra Mahkota? Jantung
Hae Soo seakan berhenti berdetak ketika bertatapan dengan wajah cantik
itu, wajah yang tiba-tiba berubah beku seakan j enazah di dalam keranda.
“Maaf, karena aku telah menjebakmu”, suara Sanggung Oh amat tenang, di
telinga Hae Soo suara itu berubah seakan ombak yang memecah dihantam
badai lautan. Mustahil Sanggung Oh menjebaknya.
Hae Soo tak bisa menahan diri, ia menarik tangan Sanggung Oh
dan membawanya pergi, langkahnya pincang.Hukuman di balik jeruji atas
tuduhan meracuni Putra Mahkota menyebabkan cacat pada tulang kakinya.
Para pengawal hendak mengejar keduanya, tetapi Pangeran Wang So
menghentikannya. “Biarkan, mereka takkan lama”. Para pengawal
menghentikan langkah, gentar dengan sikap dingin dan tegas Pangeran
ke-4.
Hae Soo membawa Sanggung Oh menuju ke sebuah tempat rahasia,
masih ada kesempatan untuk melarikan diri, mengakhiri seluruh hidup di
istana. Akan tetapi, pintu rahasia itu telah mengatup, tertimbun
bebatuan.“Sebelumnya, anda ingin pulang ke desa, sekarang adalah
saatnya, aku ikut bersamamu.aku tak bisa seterusnya hidup seperti ini”,
dengan kalap Hae Soo berusaha menyingkirkan bebatuan yang menutup pintu
rahasia itu.
Air mata Sanggung Oh berlinang, jernih laksana embun, ia
menarik Hae Soo, “Hentikan …”Hae Soo tak mendengar ucapan Sanggung Oh,
ia tak mampu menerima kenyataan, Sanggung Oh akan menjadi korban di
tiang gantung bagi keselamatannya. Kepala dayang itu tak pernah
menjebak, tak pernah berniat membunuh Putra Mahkota. Mengapa harus ada
tragedy seperti ini?
“Semua bukan salahmu, aku tak melakukannya untukmu, tetapi
untuk Yang Mulia Raja. Umurku tak panjang lagi, tidak perlu menaruh
belas kasihan atau merasa bersalah. Tidak mengapa, aku melindungi apa
yang ingin kulindungi, dengan segala akibat yang harus ditanggung. Tak
ada yang harus disesali. Berhati – hatilah selalu dalam segala hal.
Jangan pernah percaya pada orang lain sepenuhnya. Selalu waspada pada
setiap langkah, manusia seolah berjalan di atas lapisan es yang tipis.
Selamatkan hidupmu, jangan berakhir seperti ini”, adalah pesan terakhir
Sanggung Oh yang menyebabkan seluruh tubuh Hae Soo seakan melayang jatuh
dari tebing tinggi ke dasar jurang terdalam tanpa cahaya. Udara bagai
menguap menjadi asap kemudian melepuh menjadi panas bara api. Mengapa
harus ada seorang yang merelakan diri di tiang gantung menanggung
kesalahan orang lain, karena ia bukan seorang ratu? Mengapa.
Andai bisa berteriak, tetapi tenggorokan Hae Soo tercekik. Ia
nyata-nyata melihat ketidak adilan, demikiankah system peradilan tanpa
jaksa, pembela, dan hakim? Kecuali keputusan Yang Mulia Raja menentukan
hidup mati seorang yang tak bersalah sekalipun. Benar ia telah
terjungkal ke dalam suatu masa yang jauh, jauh sekali. Hae Soo merasa
lidahnya pahit, matahari padam untuk hari ini dan seterusnya.
Dayang itu berjalan pincang, tergopoh-gopoh menuju halaman
istana Yang Mulia Raja, kemudian terduduk lemas. Suaranya serupa bisikan
yang hanya mampu didengar oleh seorang yang benar-benar peduli, lemah,
berbisik. “Yang Mulia. Raja, mohon tarik kembali keputusan itu,
Sanggung Oh bukan pelakunya. Maafkan Sanggung Oh…”berjam-jam Hae Soo
terduduk dengan tubuh lunglai dan bibir kering, ia terlupa menghitung
waktu, ia terlupa untuk makan dan minum, bahkan ketika terik matahari
berubah menjadi rinai gerimis, seakan ribuan bidadari yang ikut berduka
dan mengisak mencucurkan air mata.
Pangeran Wang Wook tergesa berlari, ia hendak menjelang Hae
Soo yang malang, ia hendak melakukan sesuatu. Akan tetapi, langah
kakinya terhenti, dengan tatapan sedingin bungkahan es Putri Yeon Hwa
dan Ratu Hwangbo telah berdiri di depannya. “Kembali, jangan pernah ikut
terlibat dalam persoalan ini”, Putri Yeon Hwa berucap pasti.
“Ibu tak pernah menghalangi langkahmu, tetapi kali ini harus.
Engkau bisa pergi dengan melangkahi mayat ibumu. Kewajiban seorang ibu
melindungi anak-anaknya. Engkau tak tahu arti Sanggung Oh bagi Yang
Mulia Raja, jika terlibat sama saja engkau telah menyiapkan tiang
gantung bagi kematianmu. Engkau mengira ibu sanggup kehilangan?” tegas
suara Ratu Hwangbo, ia memang tidak pernah ragu, ia tahu bahwa dinding
istana seolah mampu mendengar dan berbicara. Tugasnya menghalangi Wang
Wook terlibat terlalu jauh. Ia tak akan amampu kehilangan Wang Wook.
Di tempatnya berdiri Pangeran Wang Wook terpaku, kata-kata
ibunda ratu menyebabkan langkah kakinya terhenti, ia tahu tak akan dapat
melangkah lagi. Ia ngeri kehilangan Hae Soo, tetapi yang lebih
mengerikan sesungguhnya adalah meninggalakan ibunda ratu dan Yeon Hwa.
Pangeran Wang Wook menatap Ratu Hwangbo dan Putri Yeon Hwa
berganti-ganti dengan pandangan kacau, ia tak mampu lagi berbuat
apa-apa, kecuali mengutuki dirinya sendiri.
Tak lama kemudian Ratu Yoo diiringi dayang-dayang melintas,
wajahnya tetap angkuh. Matanya tajam melirik Pangeran Wang Wook,
“Ternyata seorang pangeran tampan Kerajaan Goryeo, cendikiawan istana
telah jatuh cinta kepada seorang dayang rendah seperti Hae Soo.
Benarkah?”
Darah Ratu Hwangbo tersirap, ia tahu arti tatapan dan kata-kata
Ratu Yoo. “Mohon maaf Yang Mulia, semuahanya hanya, karena salah paham.
Hubungan antara Wook dan Hae Soo hanyalah sebatas saudara ipar”, suara
Ratu Hwangbo merendah.Ia tak ingin Ratu Yoo menyusun rencana keji bagi
Wang Wook, Sang Ratu bisa melakukannya.
Wajah Ratu Yoo tetap angkuh tanpa perubahan dengan pembelaan
dari Ratu Hwangbo, ia adalah seorang wanita berkuasa di Goryeo, ia dapat
melakukan apa saja. Termasuk memusnahkan keluarga Ratu Hwangbo tanpa
jejak dan pembalasan. Ratu Hwangbo dengan rendah hati berlutut bagi Wang
Wook, memohon maaf dengan cemas yang dalam. “Apakah Yang Mulia Ratu
belum merasa cukup dengan mengusirku? Mohon jangan ganggu Wook dan Yeon
Hwa, saya tak sanggup kehilangan mereka menderita. Kumohon…”Ratu
Hwangbo melupakan kedudukannya yang tinggi, ia bahkan rela mengemis bagi
keselamatan Wang Wook dan Yeon Hwa.
“Seharusnya Wook tahu siapa dirimu dan dimana tempatmu?
Berdiri, dayang-dayang melihat semua ini…”sikap Ratu Yoo tetap angkuh
dan sinis, sesungguhnya ia tak menghendaki kehadiran Ratu Hwangbo di
istana ini, dengan licik ia bisa menyingkirkan. Ia bisa menyingkirkan
siapa saja yang tidak dikehendaki kehadirannya di istana. Ia berkuasa
untuk itu.
Sementara Hae Soo masih berlutut di halaman istana Yang Mulia
Raja diawasi para penjaga bersenjata. Pangeran Baek Ah nyaris tak mampu
membendung air mata, apa sesungguhnya kesalahan gadis itu kecuali
seorang dayang yang dicintai para pangeran. Dinding istana terlalu
sombong bagi suara seorang dayang. Pangeran Baek Ah merasa perlu
mendekati, “Apakah engkau baik-baik saja?” hati Pangeran Baek Ah
teriris. “Hentikan, kembali ke tempat semula. Mustahil mengubah
keputusan Yang Mulia Raja. Mengapa harus mempertaruhkan nyawa untuk
menyelamatkannya. Engkau hanya melakukan tindakan yang sia-sia”.
“Setidaknya memohon lebih baik dari pada terdiamn tak melakukan
apa-apa”, suara Hae Soo lirih. Mampukah ia memaafkan diri sendiri andai
Sanggung Oh mengakhiri hidup di tiang gantung. Sisa usia yang
sejengkal, karena penyakit bukanlah alasan tewas mengenaskan.BUkanlah
kesalahan.
“Berarti aku tak bisa menghentikanmu. Bertahanlah, aku akan
mempersiapkan obat terbaik…”Pangeran Baek Ah tahu gadis ini selalu
memiliki keinginan keras, tak mudah dipengaruhi.
“Dimanakah Pangeran Wook?” sebuah pertanyaan yang sudah pasti tak mampu dijawab oleh Pangeran Baek Ah.
“Lupakan …” suara Pangeran Baek Ah sendu.Pangeran Wang Wook
pasti ingin menjelang dayang ini, tetapi mampukah ia menentang perintah
ibunda Ratu Hwangbo? Dada Pangeran Baek Ah terasa nyeri.
***
Ratu Hwangbo akhirnya menemui Yang Mulia Raja, ia perlu memohon
pada detik penghabisan sebelum hukuman gantung dilaksanakan.”Bukankah
keputusan bisa kembali dipertimbangkan. Hukuman gantung bagi Sanggung
Oh akan membuat Yang Mulia Raja berduka dan kesepian. Adalah suatu hal
yang penting untuk melindungi Goryeo dan menyelamatkan Putra Mahkota,
tetapi perlu juga untuk menyelamatkan orang yang membuat Yang Mulia
merasa nyaman”, suara Ratu Hwangbo lemah dana lembut, ia tahu tata cara
seorang yang tengah meminta kepada Yang Mulia Raja.
“Demikianlah tugas berat seorang Raja, akan kulakukan segala
yang bisa kulakukan meskipun harus merasa kesepian”, tidak mudah bagi
Raja Taejo untuk memenuhi segala permintaan untuk meninjau kembali
hukuman gantung, meski berakibat sangat pahit bagi kehidupan pribadi.
Dari langit hujan tercurah lebat, udara membeku. Hae Soo tak
bergeming, dayang itu memang memiliki kepala yang cukup keras,, ia
tetap duduk meminta dibawah guyuran hujan denganpakaian basah. Pangeran
Wang Jung merasa iba, ia berniat memberikan paying, tetapi tangan
Putra Mahkota menahannya.Hujan tetap tercurah seakan tangisan dari duka
hati.
Pangeran Wang Jung urung memberikan paying, ia pun duduk di
bawah guyuran hujan, membuktikan dirinya mampu merasakan apa yang
dirasakan Hae Soo. Pangeran Baek Ah dan Putra Mahkota melakukan hal yang
sama, terduduk di bawah hujan meminta kemurahan Yang Mulia Raja.
Sebaliknya Pangeran Wang Won berpaling, ia tidak terlibat dalam hal ini,
ia tidak merasa harus melakukan apa-apa, terlebih duduk meminta kepada
Yang Mulia Raja di bawah hujan.
Tak lama kemudian, Pangeran Wang Wook menampakkan diri,
melangkah perlahan menuju tempat Hae Soo basah kuyup bersimbah air
hujan. Tatapan mata Pangeran Wang Wook adalah khawatir, cemas, dan belas
kasihan yang teramat dalam. Sekejab Hae Soo bersorak dalam hati,
Pangeran Wang Wook selalu menepati janji. Akan tetapi, dalam sekejab
harapan itu padam seakan lemah bara api disiram hujan. Tiba-tiba
Pangeran Wang Wook menghentikan langkah, berpaling. Pangeran ke-8
berada dalam pertentangan batin yang seru, untuk menyelamatkan Hae Soo
atau ibunda Ratu Hwangbo dan Yeoh Hwa. Dengan pahit Pangeran Wang Wook
ternyata memilih ibu dan adinda. Satu hal yang bisa ia lakukan ketika
meninggalakan Hae Soo adalah kembali mengutuki diri. Ia telah meludah
kemudian menjilatnya kembali. Andai Hae Soo tahu betapa sulit pilihannya
saat ini?
“Mengapa?” Hae Soo bertanya dalam hati. Pangeran Wang Wook,
seorang yang dicintai dan diharap sebagai pelindung berpaling pada saat
penting ketika ia memerlukan. Lidahnya terasa getir, Hae Soo tahu ia tak
akan dapat kembali mengulang saat-saat mengesankan bersama Pangeran
ke-8. Harapan itu berakhir sudah di halaman istana ini. Wang Wook telah
pergi berpaling untuk suatu alasan yang ia tak akan pernah mengerti.
Tubuh Hae Soo serasa lunglai seakan kehilangan seluruh tulang belulang,
ia harus mengerti arti perasaan hampa, suatu saat ketika ia tak dapat
lagi merasakan apa-apa. Suasana di sekitar bahkan terlalu hening tanpa
suara, gemuruh hujan berubah menjadi jeritan hati yang menyakitkan.
Saat Hae Soo merasa putus asa setelah Pangeran Wang Wook
berpaling, hujan terus tercurah, seluruh tubuhnya lunglai tak bertenaga.
Tiba-tiba ia merasa hujan tak lagi membasahi tubuhnya meski tetap
terjatuh. Bayangan tegap berdiri di belakang ia terduduk lesu. Ketika
tersadar apa yang terjadi, Hae Soo kembali bersorak dalam hati. Pangeran
Wang So berdiri sepenuh keyakinan apapun yang bakal terjadi, ia
menutupi jubahnya yang legam dan indah untuk memayungi kepala Hae Soo.
Dayang itu tahu, ia tidaksendiri dalam keadaan putus asa, Pangeran ke-4
tak pernah ingkar janji, ia tetap bersamanya.
Hae Soo kembali duduk dengan tegap, tenaganya hanya tinggal
sisa, Yang Mulia Raja tak pernah menampakkan diri, permohonannya tak
pernah ditindak lanjuti. Adakah ia harus menyerah?
Ternyata Yang Mulia Raja tak pernah mengubah keputusan, ia
menerima pengorbanan Sanggung Oh untuk menyelamatkan Ratu Yoo, Putra
Mahkota, dan hae Soo. Sanggung Oh telah yakin dengan setiap langkahnya,
ia telah menentukan tindakan cepat dan berani pada saat yang genting.
Ia tengah melangkah menuju ke tiang gantung saat berpapasan dengan Ratu
Yoo. Sepasang mata Sang Ratu seakan mendidih ketika menatap wajah
cantik Sanggung Oh yang kini sepucat kertas. Dengan sengaja ia
menghentikan langkah kepala dayang itu.
“Aku selalu ingin melihatmu mati, impianku akhirnya terwujud.
Engkau benar kalah dan aku menang. Mati terlebih dahulu berarti kalah”,
kebencian Ratu Yoo terhadap Sanggung Oh seolah tak akan berakhir andai
kepala dayang itu mengakhiri hidup di tiang gantung. Ia seorang ratu,
tetapi Yang Mulia Raja menganggapnya sebagai wanita serakah. Sanggung Oh
hanya seorang selir, kemampuannya meramu herbal mengantarnya sebagai
kepala dayang di Istana Damowon. Akan tetapi Ratu Yoo selalu tahu, siapa
di antara keduanya, di antara semua selir yang mendapatkan cinta
seorang raja.
“Adakah Yang Mulia tahu? bahwa aku tak pernah benar-benar
kalah”, hanya Sanggung Oh yang mampu membalas tatapan mengerikan Ratu
Yoo. Ia tahu, ia telah memenangkan seorang raja, meskipun tak pernah
berhak mengenakan pakaian kebesaran seorang ratu. Yoo, hanya seorang
ratu yang malang.
“Akankah harga diri itu tetap ada sampai napas
terakhirmu?”darah Ratu Yoo kini menggelegak, Sanggung Oh selalu tahu
kelemahannya, meskihanya seorang dayang.
“Aku berdoa Yang Mulia memiliki hidup panjang. Aku akan
mengawasi Yang Mulia dari ketinggian. Betapa sepi dan menyakitkan saat
hari kematian bagimu tiba”, Sangung Oh tidak mau mengalah, ia memang
tidak pernah merasa kalah.
“Aku permaisuri, engkau cuma dayang istana tak berarti yang
takkan diingat siapa pun”, Ratu Yoo sebenarnya merasa heran, di saat
terakhir setelah kehilangan bayi, setelah ditindas, dan berakhir di
tiang gantung. Sanggung Oh tetap memiliki sikap tegas, tak merasa takut
di depannya. Di depan seorang permaisuri.
“Aku hanya perlu satu orang untuk tetap mengingat”, adalah
kalimat terakhir Sanggung Oh. Ia tahu Yanag Mulia Raja satu-satunya
orang yang dicintai tak akan pernah melupakan sungguhpun kematian
memisahkan.
Selanjutnya kepala dayang itu melangkah menuju tiang gantung,
ia merasa dirinya seakan sehelai daun kering yang melayang diterbangkan
angin musim menuju sutu tempat tanpa peta. Seluruh kehidupan yang
menjadi cerita panjang berakhir sampai di sini, ia tak melakukan semua
ini dengan sia-sia, ia mengasihi Hae Soo melebihi kehidupannya sendiri.
Ia menempuh langkah yang benar. Kabut seakan turun bergulung-gulung
membekap seluruh helaan napas, segalanya tampak putih, jauh, dan sepi.
Ketika seluruh wajahnya tertutup, seutas tali menjerat leher, algojo
menendang bangku, tubuh malang itupun tergantung, kehilangan nyawa.
Hanya rintihan yang tak bisa didengar siapapun kecuali hati rapuh
seorang raja yang selalu disembunyikan di balik kemegahan tahta.
Yang Mulia Raja harus tahu arti rasa sakit, kehilangan kemudian
hampa. Dinding angkuh istana seakan mengejek dan mentertawainya, ia
memiliki hampir 30 wanita, tetapi satu-satunya yang dicintai kini tiada,
meninggalkan seluruh hidup, karena keputusannya. Andai ia dibenarkan
menangis hingga air mata berubah menjadi genangan darah. Dalam diam Yang
Mulia marah dan kesakitan. Badan tegap itu mendadak limbung, nyaris
tersungkur andai Choi Ji Mong tidak bertindak sigap menyelamatkannya.
Penanda hukuman gantung selesai, bergaung memenuhi seisi udara,
sekalian dayang bercucuran air mata. Selebihnya terpaku, keserakahan
selalu meminta korban. Di halaman istana Hae Soo adalah seorang yang
nyata-nyata diabaikan, Yang Mulia Raja tak sedetikpun meluangkan waktu
bagi kehadirannya, ia hanya seorang peminta-minta yang bernasib malang.
Nasib itu semakin tidak menentu ketika ia mendengar suara penanda
bertalu, bahwa hukuman gantung telah usai. Dayang itu menggelengkan
kepala, berharap semua hanya mimpi buruk yang akan segera berakhir
manakala ia terjaga. “Sanggung Oh... Sanggung...” Hae Soo masih mampu
menjerit, meronta dalam pangkuan Pangkuan Pangeran Wang So.
“Seandainya menyadari, aku harus mengorbankan keselamatan orang
lain. Seandainya semua ini hanyalah mimpi. Seandainya aku bisa
terbangun dan tak akan pernah mengingat semua ini…”Hae Soo terisak, ia
terseret terlalu jauh dalam “perang” dengan musuh di dalam selimut. Ia
hanya seorang yang tak berdaya dengan sesal teramat dalam yang
menikamnya seakan sebilah pedang.
Bersambung …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar