Kamis, 30 Mei 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- DUA

  





Hae Soo tertegun dalam pelukan Pangeran Wang So di atas punggung kuda yang terus berpacu. Sesaat ia bahkan tidak sadar apa sebenarnya yangg telah terjadi pada dirinya. Ia hampir tergelincir ke dasar sungai, tiba-tiba seorang dengan tangan kekar meraihnya hingga ia terduduk di punggung kuda dengan sosok tak dikenal. Keduanya kini bahkan saling berpelukan.
Ketika suasana berangsur aman, tanpa sepatah kata Pangeran Wang So tiba-tiba menghempaskan tubuh Hae Soo ke atas tanah dengan kasar, seolah gadis yang tanpa sengaja diselamatkan adalah benda mati. Hae Soo merintih kesakitan, ia mengalami sebuah pengalaman aneh, seorang tak dikenal menolongnya,  kemudian menghempaskan tanpa perasaan.
“Manusia tidak punya perasaan!Bagaimana engkau bisa mendorong seorang manusia yang lain seakan benda mati! Engkau mengira dirimu siapa? Semua orang harus menepi! Kamu fikir, kudamu lebih penting daripada manusia”Hae Soo menjerit, ia nyaris tidak mampu menguasai diri.
Telinga Pangeran ke-4 cukup tajam, ia mendengar semua kata-kata bernada amarah dari seorang gadis manis.Ia tidak perlu menjawab, walau hanya sepatah kata. Wang So tersenyum tipis, memacu kuda, ada hal yang lebih penting dari sekedar menanggapi kemarahan seorang gadis. Bukankah ia telah menyelamatkan nyawa gadis itu? Pangeran Wag So memacu kuda, hingga debu mengepul beterbangan.
Seorang ahjumma menghampiri Hae Soo dengan khawatir, ia melihat saat gadis itu dihempaskan ke atas tanah seakan tak dapat merasakan sakit, bertanya dengan cemas, “Apakah nona baik-baik saja?”
Hae Soo bukan hanya merasa nyeri, tetapi juga kesal, bagaimana mungkin seorang yang baru menolongnya dalam rentang waktu tidak terlalu lama segera menghempaskan ke atas tanah dan berlalu begitu rupa seolah ia tak berarti apa-apa selaku manusia. “Siapa penunggang kuda tadi? Dimana polisi? Dia harus segera ditangkap!”
Ahjumma itu menghela napas panjang, gadis ini agaknya pendatang baru di Songak, tak mengerti dengan siapa tengah berhadapan, “Lupakan, dia adalah Wang So Pangeran ke-4, bersyukurlah engkau masih hidup”.
“Pangeran ke-4? Berapa banyak sebenarnya anak yang dimiliki Taejo?”Hae Soo bahkan tidak perlu merasa gentar dengan Pangeran ke-4, ia tak mengenal pangeran itu.
Sementara Chae Ryung datang dengan napas memburu, ia nyaris kehilangan jejak Hae Soo,pelayan itu segera menghampiri Hae Soo, suaranya cemas “Nona dari mana saja? Ayo kita pulang, sekarang bukan saatnya untuk bermain-main di luar. Putri Yeon Hwa tengah mencarimu di istana ....”Chae Ryung sudah mamahami sikap dan keangkuhan Putri Yeon Hwa, ia tidak mau ketegagan kembali terjadi.
Hae Soo terdiam, satu hal yang terlintas di dalam benaknya adalah sosok ahjussi yang terlihat di istana. Wajah itu demikian mirip dengan pria gembel yang terakhir kali ditemuinya saat di taman dekat danau. “Adakah engkau mengenal seorang di istana ....?”tetapi Chae Ryung tidak menanggapi pertanyaan itu, ia harus membawa Hae Soo tiba kembali di tempat semula.Ia benar merasa aneh dengan perilaku gadis keturunan bangsawan ini, ia jauh berbeda dengan Hae Soo yang dulu.
***
Sementara di dalam istana, para pangeran dan putri Yeon Hwa tengah berkumpul di sebuah ruangan. Mereka tengah membicarakan sikap Wang So yang terkenal sangat angkuh dan dingin.Pangeran ke-4 seakan memiliki dinding pemisah  teramat tebal yang tak bisa ditembus. Mungkin, karena ia menetap di Shinju, bukan di Songak.
“Sepertinya, dia tak akan datang ke tempat ini, meskipun kami memiliki ibu yang sama. Kami tak pernah bercakap-cakap secara akrab, So memasang jarak,” Pangeran Wang Jung mengeluh, ia menyesal mengapa harus kehilangan hubungan akrab dengan saudara kandung.
Pada saat yang sama, tiba-tiba berkelebat bayangan Pangeran Wang So, wajah tampan itu selalu ditutupi topeng, memberikan kesan seram dan  dingin. Kali ini wajah itu bahkan tampak lebih dingin, berselubung misteri. Suasana hangat dalam sekejab berubah menjadi kaku dan canggung. Sesuai dugaan, Wang So hanya berjalan melewati para pangeran dan Putri Yeon Hwa tanpa sepatah kata, kecuali kilatan sepasang matanya yang tajam bagai ujung pisau. Tak sepatah kata pun terucap, tida juga sekedar menjawab salam .
Tak lama berselang, para pelayan datang dengan wajah menunduk, membawakan makanan ringan serta teh. Chae Ryung tampak pula bersama Hae Soo,gadis itu merasa telah bertindak keliru dengan tiba-tiba muncul di kolam pemandian saat sekalian pangeran bersiap bagi rituil spirituil. Sebenarnya ia merasa takut, ketika Pangeran Wang Eun menyadari kehadirannya, gadis itu segera bersembunyi dibalik salah satu tiang.Akan tetapi, sepasang mata Pangeran Eun terlalu jeli untuk dikelabuhi.
“Kau .... gadis yang mengintip di kolam pemandian, bukan?” Wang Eun tak dapat menahan diri, ia masih merasakan keterkejutan sekaligus kemarahan ketika tiba-tiba seorang gadis muncul di kolam pemandian dlam kedaan basah kuyup.Kolam pemandian adalah tempat yang pribadi di lingkungan kerajaan, bagaimana seorang gadis dengan konyolnya bisa tiba-tiba muncul di tempat itu?
Hae Soo berusaha untuk mengelaknya, akan tetapi Pangeran Wang Eun tak hendak diam. Ia terus menerus mencecar Hae Soo dengan pertanyaan yang sama, membuat gadis itu menjadigugup sekaligus kebingungan. Hae Soo mengambil langkah penyelamatan, tergesa berlari meninggalkan ruangan ini. Bukan suatu hal yang mudah untuk memberikan jawaban kepada Wang Eun dalam keadaan seperti ini.
Wang Eun merasa belum mendapatkan jawaban, ia pun meninggalkan ruangan, mengejar Hae Soo. Akan tetapi, sesampai di luar ia tak menemukan bayangan gadis itu. Pangeran ke-10 berjalan menyusuri beberapa ruangan, sampai pada sebuah ruangan langkahanya terhenti. Ia mengira bisa menemukan Hae Soo dengan mengintip ke sebuah ruangan. Sepasang mata pangeran itu terbelalak lebar, di dalam ruangan ternyata Chae Ryung tengah berganti pakaian.
Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, Hae Soo melihat Pangeran Eun tengah mengintip ke ruangan pelayan, suatu hal yang sangat tidak pantas dilakukan seorang putra raja. “Hei, apa yang engkau lakukan di tempat itu, mengintip seorang pelayan yang tengah berganti pakaian? Perbuatan yang tidak layak, engkau harus bertanggung jawab”.  
Wang Eun tergagap, ia tengah mencari Hae Soo untuk memberikan teguran, akan tetapi gadis itu bahkan terlebih dahulu menegurnya, “Tanggung jawab apa?  Tak ada bukti yang jelas”.Eun tak mau kalah, ia tak bermaksud mengintip seorang pelayan yang tengah berganti pakaian. Ia adalah seorang pangeran, ia tak perlu mengintip seorang pelayan, ia bisa mendapatkannya lebih dari itu.
Hae Soo merasa sungguh geram, ia terlupa bukan hidup pada era milenium kedua, ia kembali ke masa lampau di tengah khidupan istana Goryea dengan adat serta tata cara yang ketat. Kemarahan gadis itu terpancing, ia menantang Wang Eun berkelahi.Wang Eun tak punya alasan mengalah, ia seorang pangeran, tenaganya bahkan lebih kuat dari seorang gadis manis yang dibakar amarah. Tanpa dapat dicegah, keduanya saling menyerang, berkejaran hingga bergulingan di atas tanah, suara jeritan dan kemarahan demikian gaduh hingga terdengar ke ruangan tempat para pageran berkumpul.
Di istana ini hampir tidak pernah terdengar suara orang berkelahi, semuanya tunduk kepada adat dan tata cara. Akan tetapi, kali ini, seluruh pangeran meninggalkan ruangan dengan perasaan heran untuk melihat apa yang terjadi. Semua pangeran diam terpaku, bagaimana seorang gadis bisa menalahkan  Wang Eun, putra Raja Taejo. Ketika tak seorang pun dayang berhak menyentuh wajahnya kecuali dengan keberanian menanggung hukuman mati?  
Wang Eun ternyata pangeran ‘kecil’ yang hanya bisa berteriak, karena kalah berkelahi dengan Hae Soo, seorang gadis. Suatu pemandangan lucu yang menyebabkan para pangeran tertawa geli.Pangeran Eun berlari menghindari Hae Soo, akan tetapi gadis itu belum merasa menang, ia masih berniat melayangkan pukulan. Tangan itu tak lagi mengenai sasaran, Pangeran Wang So bertindak sigap menahan tangan Hae Soo, menatap gadis itu dalam-dalam.
Hae Soo balik menatap dengan berani, ia teringat wajah itu, wajah yang menolongnya ketika nyaris tergelincir kemudian menghempaskan dengan kasar ke atas tanah seolah ia benda mati, “Engkau harus meminta maaf!”Hae Soo kembali merasa kesal, tak seorang pun berhak bertindak semena-mena.
Pangeraan Wang So kembali menatap Hae Soo dekat-dekat, tatapannya sedingin mata pedang. “Kau mengira siapa dirimu? Sehingga seorang pangeran harus meminta maaf?”
Kata-kata itu sungguh tidak nyaman di telinga, Hae Soo merasa tersinggung.Pangeran Wang So terlalu angkuh, karena ia hanya orang biasa, “Apakah aku perlu mengaku sebagai putri raja, supaya kau mau meminta maaf?”
Wang So tersenyum menyeringai, kemudian berkata “Kalau sampai engkau menerima permintaan maaf dari Wang So, berarti kamu akan mati”, suara itu tegas dan terdengar mengerikan.
Kata-kata itu membuat Hae Soo merasa takut secara tiba-tiba, ‘Mati di tangan pangeran bertopeng? Tangan gadis mulai gemetar. Andai ia tak pernah bertmu pangeran yang satu ini? Tepat saat itu muncul Nyonya Hae, wanita budiman itu segera meraih tangan Hae Soo, membawanya menjauh dari Wang So.
Nyonya Hae terus membimbing Hae Soo dengan lembut menuju ke sebuah tempat, gunung- gunung kecil tampak ditumpuk rapi dan kokoh dari bebatuan. Nyonya Hae menatap Hae Soo dalam-dalam, Soo telah menjadi sosok asing yang aneh, perilakunya sungguh berbeda. “Sebelumnya kamu adalah seorang gadis yang berbudi baik. Sekarang, mengapa menjadi seperti ini? Kamu akan mendapatkan hukuman karena telah melukai Pangeran Eun. Kemungkinan Pangeran Wang Wook juga akan menerima hukuman”, suara itu demikian halus seakan rintihan, Hae Soo terdiam. Kata-kata lembut itu bahkan terasa seakan teguran yang tepat mengena di ulu hati, wajah cantik itu perlahan menunduk.
“Tumpukan batu di tempat ini dibangun oleh para ibu dari pangeran dan putri di Kerajaan Songak. Adalah sebuah alasan, mengapa saya harus selalu datang ke tempat ini, meski saya tak pernah sekalipun melahirkan.Tumpukan batu yang ini, untukmu”, jari lentik Nyonya Hae menunjuk salah satu tumpukan batu.
Nyonya Hae terus berucap tanpa menunggu jawaban Hae Soo, “Ketika engkau datang ke tempat ini seorang diri, saya sungguh khawatir, menganggapku seolah anak kandung. Saya yakin, jika orang tuamu masih hidup, ibumu pasti akan melakukan hal yang sama ....”suara Nyonya Hae bahkan jauh dari amarah.
Suatu hal yang membuat Hae Soo terdiam  pilu, adalah ketika ia mendengar kata ‘ibu’, kini ia sungguh merasa bersalah, tidak menempatkan diri selaku Hae Soo yang sesungguhnya di lingkungan istana.Tanpa sadar air mata Hae Soo jatuh berlinang. Ia pun menangis,”Maafkan saya ibu ....” wajah Hae Soo demikian polos, ia memang seorang gadis lugu. Nyonya Hae sungguh merasa iba, bagaimana nasib bocah ini tanpa kebaikan hatinya? Sepasang tangan Nyonya Hae mengembang, tak lama kemudian Hae Soo telah terisak di pelukan Nyonya Hae. Kali ini ia benar-benar menyesal.
 Ketika Nyonya Hae terlebih dahulu berpamit pulang, Hae Soo masih menyendiri di tempat yang sama, ia menjalani takdir aneh yang tidak mudah dihadapi. Bagaimana ia bisa berlaku sebagai Hae Soo, gadis keturunan bangsawan dengan adat dan tata cara istana yang ketat? Ia akan gagal menyesuaikan diri di tempat ini, dan mungkin berakhir dengan tragis.Hae Soo menghela napas panjang,  ia teringat kembali kehidupannya sebelum tiba-tiba muncul di kolam pemandian. Ia pernah dikhianati dan kehilangan, tetapi tidak setragis ini, hingga seorang pangeran bertopeng mengancamnya untuk mati.
Bayangan Chae Ryung berkelebat tak lama kemudian, sudah saatnya bagi Nona Hae untuk mandi, “Agassi, sekarang sudah waktunya mandi”, pelayan itu meminta Hae Soo dengan sangat, tetapi gadis yang kini dipanggil Hae Soo tak memiliki pikiran  yang sejalan. Gadis itu teringat kejadian pertama kali saat sampai di tempat ini, ketika mendengar kata “mandi”. Maka, ia mengajak  Chae Ryung untuk pergi ketempat yang sama.
“Ayo, kita pergi ke kolam pemandian pangeran”.
“Tidak, kolam pemandian tempat berbahaya untuk dikunjungi yang kedua kalinya”, sekali lagi Chae Ryung menatap Hae Soo degan aneh, ia tak lagi berhadapan dengan gadis  yang sama.
                                    ***
Sementara setelah perkelahian dengan Hae Soo, Wang Eun mendapatkan luka memar  di wajahnya. Penampilan pangeran ini tampak aneh, berbeda dengan hari-hari biasa. Baek-A, Wang Won, dan Ji Mong memiliki alasan untuk menggoda pangeran yang satu ini. Bagaimana putra Wang Geon bisa dikalahkan seorang gadis dengan mudah, atau ia sengaja mengalah?
Nada bicara Wang Eun masih kekanak kanakan, wajahnya tersipu, ia menjadi sosok yang tiba-tiba menggelikan, “Berhenti mengejekku ....”wajah pangeran itu bersemu merah.
Baek-A tersenyum, ia sungguh merasa lucu, wajah Eun tak pernah berbeda seperti ini, “Kejadian tadi adalah pengalaman khusus bagi Wang Eun,  sulit untuk mengingat seseorang jika hanya baru bertemu sekali dan sangatlah jarang seseorang mendapat pukulan ketika mereka baru bertemu untuk pertama kalinya Mungkin dia adalah takdirmu....”Baek Ah menata Wang Eun sambil tersenyum simpul.
“Takdir apa? Menjadi musuh?”sepasang mata Pangeran Wang Eun membesar, ia masih merasakan sakit pada bagian tubuh dan wajahnya.
“Seorang wanita tak mungkin menyentuh seorang pria jika ia tak tertarik kepadanya”, Baek Ah masih juga dengan sinyum simpul, suatu hal menyenangkan dapat menggoda Pangeraan ke-10 yang masih kekanak kanakan.
“Apakah mungkin, gadis itu menyukaiku?” Wang Eun tiba-tiba merasa harus bertaanya, ia teringat wajah manis Hae Soo, sebenarnya ia bukan gadis yang liar. Andai ia bertemu pada waktu yang tepat.
“Mungkin juga, atau sebaliknya, dia tidak menyukaimu  sama sekali....”jawab Baek-A, wajahnya yang menawan masih tetap tersenyum, sungguh menyenangkan bisa terus menerus menyudutkan Wang Eun.
Tiba-tiba tampak Pangeran Wang So, dengan wajah bertopeng berjalan memasuki kediaman Ratu Yoo. Wang Eun bersyukur, karena perhatian semua pangeran beralih pada Pangeran ke-4, ia terbebas dari ejekan. Mereka saling berpandangan, Wang So hendak menghadap ibunda ratu?
Benar, sekian lama menetap di Shinju sebagai “tawanan” Wang So merasa amat rindu terhadap kehidupan di Songak, terlebih Ratu Yoo, ibunda yang melahirkan.Para pengawal sempat menahan langkah kaki Pangeran ke-4, ia tidak memiliki agenda temu, tetapi So tidak mau kedatangannya kali ini gagal. Ia harus bertemu ibunda ratu. Ketika Wang So menerobos masuk, sesaat pangeran itu tertegum, ternyata d idalam kamar, ibunda ratu tengah tertawa riang bersama Wang Jung dan Wang Yo.
Wajah cantik Ratu Yoo tersentak, ia tak memiliki agenda temu dengan Wang So, sungguhpun Pangeran ke-4 adalah anak kandung. Seorang pangeran dengan luka gores di wajah tidak akan pernah menjadi raja, ia tidak bisa mengantar ibunda untuk menduduki kursi ibu suri. So tak berperan apa-apa dalam kehidupan penting seorang ratu agung. Mengapa pula Ratu Yoo harus merasa senang dengan kedatangan itu?
Sesungguhnya  Wang So merasa kecewa, tetapi ia tetap menunjukkan senyum manis, memberikan salam penghormatan dan menanyakan kondisi kesehatan Ratu Yoo.”Apakah ibunda ratu selalu dalam keadaan sehat?” suara Wang So perlahan.
Ratu Yoo tak pernah mengharap pertnyaan ini, ia tengah menikmati saat-saat mengesankan bersama dua pangeran tercinta, Wang Jung dan Wang Yo.anak-anak yag lebih berpeluang menjadi raja sekalipun Putra Mahkota ada.kehadiran Wang So sungguh merusak suasana.”Aku sehat-sehat saja, nikmati waktumu selama berada di istana”, suara Ratu Yoo dingin dan ketus, ia bahkan tak hendak menatap wajah bertopeng itu. Ia menjalani kehidupan yang tidak mudah sebagai seorang ratu, terlebih setela raja menyerahkan tahta, kecuali pangeran yang dilahirkan dapat pula menjadi raja.
Wang So terlalu merindukan sikap baik seorang ibu, ia merasa kecil bila bertatapan dengan semua pangeran yang nyata-nyata memiliki kasih sayang dan perhatian seorang ratu atau selir. Mengapa ia harus terlahir dari seorang ratu yang tidak  menghendaki kehadirannya?Betapa ia terlalu mengharap menjadi bagian penting dari pertemuan ini, ia ingin menjadi pangeran tersayang Ratu Yoo.akan tetapi, Ratu Yoo mengharap ia segera pergi berlalu dari tempat ini.Untuk yang ke sekian Pangeran Wang Soo merasakan sedih seakan ujung pisau yang menikam. Mengapa seorang ibu harus menolak kehadiran anak yang dilahirkan? Sedemikian mengerikankah topeng yang meutup wajahnya?
Wang So tahu, ia tidak memiliki cukup waktu di ruangan ini, ia hendak mengundurkan diri. Pangeran itu teringat pada hiasan rambut yang didapatkan di Pasar Songak, ia berniat memberikan kepada Ratu Yoo sebagai tanda mata . Akan tetapi, sebelum tangannya terulur, Wang Jung mendahuluinya. Rupanya pangeran itu memmiliki niat yang sama, memberikan tusuk konde kepada ibunda ratu.
Senyum Ratu Yoo mengembang, ia tampak demikian tersanjung dengan pemberian Wang Jung. Sang Ratu memandang hiasan rambut itu dengan takjub, ia melupakan Wang So, ia tak peduli ketika SI tampak demikian kecewa, kikuk, dan canggung, karena kehadirannya tak pernah diterima.Dengan lunglai  Wang So mengundurkan diri, harapan untuk menjadi pangeran kesayangan Ratu Yoo pudar. Satu pertanyaan berpusing, mengapa seorang ibu bisa membenci anaknya? Apakah demikian semua sikap ibu terhadap anak dengan cacat rupa?
Pangeran Wang So menghela napas panjang, langkahnya gontai, ia bisa menjadi sekutu Putra Mahkota, tetapi ia bukan siapa-siapa bagi seorang ibu yang dicintainya. Sekejam inikah sikap seorang ratu? Sekejab Wang So terkejut ketika membuka pintu, karena Baek Ah, Eun, dan Yon rupanya tengah mencuri pembicaraan di ruang Ratu Yoo, meski mereka tak paham benar kemana arah pembicaraan itu? Wang So tak peduli, ia tak mengucap sepatah pun kata, pangeran itu terus berlalu ia tak bisa menyembunyikan langkahnya yang gontai. Wajah murung itu mengundang tanda tanya Baek Ah, Eun, dan Yon, mereka saling bertatapan sambil mengerjabkan mata tanpa kata.
Ji Mong dapat menangkap kekecewaan ini, ia cukup mengerti, bahwa Ratu Yoo menyingkirkan Wang Soo sejauh mungkin, karena pandangan yang amat sempit. Ratu Yoo terlalu semena-mena sebagai seorang ibu, tetapi siapa yang dapat mengubah pendirian seoranag ratu? Ji Mong tahu apa yang harus dilakukan.
“Pangeran tampak lelah setelah perlajanan dari Shinju, lebih baik mandi supaya segar kembali,” Ji Mong bersikap seramah mungkin, ia menyayangi Wang So sama seperti pangeran yang lain. Pangeran ke-4 tampak demikian kecewa, ia tahu harus menghiburnya, meskipun hiburan itu tak akan mampu mengganti kasih sayang seorang ratu.
Sesaat Wang So terdiam kemudian mengangguk, saran Ji Mong layak dipertimbangkan, dalam keadaan lunglai berendam air panas sungguh menyegarkan. Langkah kaki Pangeran Wang So mengarah ke kolam pemandian, tempat rahasia bagi keluarga raja. Beberapa pelayan mengantar pakaian serta perlengkapaan mandi dengan wajah selalu menunduk,”Tinggalkan aku sendiri’, Wang So memerintah semua pelayan pergi, benar ia ingin seorang diri, melepeas penat dan kekecewaan. Ia telah mendapatkaan peluang untuk menetap kembali di Songak, meninggalkan kehidupan kelam di Shinju,namun apa arti peluang ini, bila ibunda ratu menghendakinya pergi?
Wang So menanggalkan pakaian, mengganti dengan pakaian mandi,ia melepaskan pula topeng, wajahnya yang tampan tampak ternoda bekas goresan luka. Wajah pangeran itu tetap dingin, tanpa perasaan, satu hal yang harus dimengerti, bahwa ibunda ratu dan sesisi dunia seolah telah meninggalkannya. Perlahan-lahan kaki Wang So mulai menginjak hangat air kolam.
Dalam pada itu, di dalam kegelapan, Hae Soo berjalan seorang diri, dengan  lentera di tangan. Gadis itu melupakan penyesalan terhadap Nyonya Hae, ia kembali berlaku konyol seolah ia bukan Hae Soo yang berasal dari keturunan bangsawan. Hae Soo mencari jalan ke kolam pemandian Goryeo ke tempat semula ia sampai pada kehidupan di istana ini. Ia ingin kembali kepada kehidupan sesungguhnya, dengan menceburkan diri ke dalam kolam pemandian, mungkin ia akan menemkan jalan kembali.
Akhirnya Hae Soo sampai pada tempat yang dituju, tergesa ia meletakkan lentera kemudian menceburkan diri ke kolam pemandian dengan harapan ia akan muncul kembali pada permukaan air danau tempatnya tenggelam. Akan tetapi, darah Hae Soo kembali tersirap, ia tampak seakan gadis konyol dengan sepasang mata membelalak lebar. Ia tak akan mendapati dirinya kembali di tepi danau, ia akan tetap berada di istana ini dengan satu kesalahan besar seolah pencuri tertangkap basah.
Di depan gadis dengan pakaian basah kuyup itu adalah Pangeran Wang So, pangeran itu berdiri tegap bertelanjang dada tanpa topeng, tampak bekas luka yang cukup panjang dari alis hingga ke bagian di bawah mata.Pangeran ke-4 tak kalah terkejut, untuk ketiga kali ia harus berjumpa dengan gadis yang sama pada saat yang genting, terlebih kali ini. Bagaimana gadis itu bisa berada dalam kolam pemandian pangeran dengan pakaian basah kuyup? Apa yang dicari gadis itu?  
Wang So menatap Hae Soo dekat-dekat, darahya mendidih, tangannya segera bergerak menutup bekas luka. Ia bahkan kehilangan kata-kata, tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. Dengan susah payah dan geram akhirya Wang So mampu pula berucap.“Kau...! Kuperingatkan, lupakan apa yang telah engkau lihat. Bila tidak mampu melupakan pasti engkau akan mati di tanganku!”
Hae Soo terpaku bagai arca batu, ia tampak seakan bocah tolol yang tersedak kehilangan suara, sepasang mata terbuka seolah enggan bersatu dalam kelopaknya. Ia tak pernah bermimpi bertemu kembali dengan Pangeran Wang So dalam keadaan seperti  ini, telah tiga kali ia bertemu Pangeran ke-4 dalam suasana yang sama sekali tidak pernah diharap. Hae Soo ingin berucap, akan tetapi ia terlalu terkejut dan sesungguhnya ketakutan.gadis itu merasa seluruh tubuhnya menggigil ketika Wang So kembali berkata.
“Jika engkau tidak melupakan, tanganku sendiri akan menggores wajahmu dengan luka yang sama!” setelah kata-kata itu  Wang So membalikkan badan, meninggalkan Hae Soo yang masih berdiri tergagap seakan tak hendak bergerak.
Tanpa sengaja Pangeran Wang Soo  menjatuhkan hiasan rambut yang semula ingin diberikan kepada Ratu Yoo. Hae Soo melihat hiasan itu. Ia memungutnya dengan niat untuk memberikan kembali kepada Pangeran ke-4. Akan tetapi, ia terlalu gentar untuk memanggil Pangeran So, ia pun membawa hiasan itu pulang bersamanya.
Dengan konyol Hae Soo berjalan kembali menuju kediaman Pangeran Wang Wook, gadis itu terheyak. Seisi rumah ternyata tengah bingung mencari, terutama Nyonya Hae dan Pangeran Wook. Ia baru saja menyesali seluruh perbuatannya, kini ia kembali ke rumah dalam keadaan basah kuyup, angin malam berhembus dingin, menggigit pori-pori. Seisi kediaman pasti berpikir, Hae Soo yang sekarang benar tak sama lagi.
“Keringkan badannya....” Pangeran Wook memberi perintah, ia termangu untuk yang kesekian kali, sepupu ke-6 Nyonya Hae ternyata telah berubah menjadi gadis aneh dengan perilaku  yang sulit dikenali.Pangeran tampan itu tiba-tiba merasa cemas dan gundah.
Chae Ryung segera memenuhi perintah Pangeran Wook, ia kembali merasa bingung dengan perilaku Hae Soo sejak gadis itu terjatuh. Akan tetapi, Hae Soo bukan sekedar gadis bangsawan yang harus dilayani, ia sekaligus sahabat. Chae Ryung sangat menyayangi Hae Soo, betapapun aneh perilaku gadis itu kini.Usai mandi dan berganti pakaian, Chae Ryung membantu Hae Soo mengeringkan rambut. Gadis itu sudah mulai erasa tenang utuk bertanya. “Apa yang engkau ketahui tentang Pangeran Wang So?” kecuali tiga kali pertemuan dalam keadaan genting, Hae Soo tidak mengenal betul, siapa sesungguhnya Pangeran bertopeng itu. Ia bahkan telah melihat wajahnya yang asli. Seraut wajah tampan yang lesap, karena luka goresan di wajah sebelah kiri, tertutup topeng hingga memberikan kesan seram.sementara ancaman itu lebih menakutkan dari keseluruhan penampilanny yang dingin.
“Wang So adalah seorang pangeran yang sangat tangguh, kejam,sekaligus ditakuti. Ia sangat senang berburu binatang liar, kemampuannya sudah tak bisa diragukan lagi.Konon kabarnya, setiap orang yang pernah melihat bekas luka di wajanya akan segera dibunuh pada saat yang sama”, Chae Ryung bercerita dengan leluasa, ia tidak memperhatikan perubahan raut muka Hae Soo.
Chae Ryung tak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Hae Soo, sehingga gadis itu kembali ke rumah dalam keadaan basah kuyu. Diam-diam tubuh Hae Soo menggigil, benarkah Pangeran Wang So dapat membunuh dengan kepala dingin, karena seorang melihat bekas lukanya? Akan tetapi, ia bahkan masih hidup, mengapa Wang So tidak mengakhiri hidupnya di kolam pemandian?  Gadis itu menarik nafas dalam-dalam,ia merasa semakin dekat dengan kematian. Iapun tahu, betapa mahal kehidupan, ia harus berusaha supaya kehidupan di istana ini akan baik-baik saja.
***
Sementara itu, di pemandian sri ratu yang megah Ratu Yoo tengah berendam wangi  bunga aneka warna, suasana  berpendar indah oleh cahaya berbatang-batang lilin.Kecantikan Sang Ratu tak pernah pudar, ia menikmati kecantikan itu sebagai bagian pasti dalam kehidupannya sebagai seorang ratu. Ia tak hendak kehilangan seleuruh kemuliaan di istana. Hanya ada satu cara untuk tetap mempertahankn kemuliaan hidup, ialah  mendudukkan pangeran yang dilahirkan menjadi raja, sehingga ia berhak akan kursi ibu suri. Ratu Yoo tak dapat membayangkan kehidupan di istana tanpa kuasa penuh di tangannya. Sang Ratu mengingat kembali pertemunnya dengan Wang Yo siang tadi. Wajah angkuh itu tersenyum, ia akan melakukan segalanya, sehingga Wang Yo akan duduk di singgasana. Ia sungguh menantikan hari itu, perayaan rituil spirituil.
***
Akhirnya hari yang ditunggu, perayaan rituil spirituil itu pun tiba…
Seluruh penghuni istana Goryeo bersiap-siap untuk meramaikan perayaan, demikian pula dengan Hae Soo. Gadis itu merasa canggung ketika pelayan membantunya mengenakan han bok , pakaian tradisional Goryeo yang rumit, mesti dikenakan dalam waktu cukup lama.Gadis itu tampak demikian menawan dalam balutan kain halus dengan motiv istimewa, Hae Soo tak pernah mengira ia akan dilayani seakan putri raja. Seharusnya ia merasa bahagia.
Ratu Yoo tengah melakukan hal yang sama, dayang istana membantu mengeringkan tubuhnya kemudian mengenakan pakaian kebesaran yang halus dan mewah. Tata rias wajah dan rambut dengan tusuk konde antik berkilau menyempurnakan penampilannya.Andai wajah itu tidak dikuasai angkuh dan keserakahan?  “Tak seorang pun di Goryea yang bisa mengalahkan kecantikanku....” Sri Ratu menatap bayang diri di depan cermin, seluruh dayang menunduk, tak seorang pun berani membanta ucapannya, andai kata-kata itu salah.
Kemudian para pelayan mengiring Ratu Yoo berjalan menuju ruang perayaan, langkah Sang Ratu demikian pasti dan meyakinkan, ia memiliki kekuasaan tinggi di Goryeo, ia memiliki seluruh kehidupan. Dari arah yang berseberangan tampak pula iring-iringan Ratu Hwangbo, Putri Yeon Hwa serta Madam Hae. Wajah cantik itu, kecuali angkuh, kini bertambah menjadi masam. Ratu Yoo tak menghendaki pertemuan ini, akan tetapi adat istana melarangya untuk tidak bertegur sapa. Suaranya terdengar sinis ketika menyapa.
“Kulihat ada tiga bunga di hari yang indah ini. Putri Yeon Hwa sesekali datanglah ke kediamannya untuk bercerita mengenai dunia luar”, sepasang mata Ratu Yoo  menatap tajam wajah ayu Putri Yeon Hwa.
“Terima kasih telah mengundang, tetapi maaf sekali seorang putri tak ditugaskan untuk bercerita di hadapan seorang ratu”, Ratu Hwangbo menjawab tegas, ia tak mungkin mempercayai perempuan yang sangat berkuasa ini, ia wajib bersikap hati-hati.
Ratu Yoo tesenyum sinis, kemudian bertanya “Aku mendengar pula tentang kekacauan yang dibuat oleh Hae Soo.Mengapa pula dengan gadis itu?”
Lembut suara Nyonya Heo menjawab, “Mohon maaf,Hae Soo belum lama terjatuh, sementara ia dalam keadaan hilang ingatan”.
*** Sementara pada salah satu ruangan luas di lingkungan istana para pangeran sedang berlatih untuk pertujukan pedang. Saat istirahat tiba-tiba dengan kekanak-kanakan Wang Eun bertanya, “Apakah Nyonya Hae akan datang bersama Hae Soo nanti malam?”sejak perkelahian itu tiba-tina Wang Eun selalu terbayang wajah Hae Soo, gadis belia dengan keberanian berbeda dengan gadis-gadis di lingkungan istana. Raut wajah yang polos, tetapi menawan, dan jerih sepasang matanya.
Pertanyaan tak terduga itu  menyebabkan pangeran yang lain tertawa geli,ada apa dengan Wang Eun? Mengapa tiba-tiba pangeran muda ini teringat pada gadis aneh itu? “Kalau gadis itu datang dengan Nyonya Hae kenapa? Apakah engkau ingin kembali dipukuli, karena penampilan yang kacau?”Wang Jung mengerling wajah Wang Eun, ia benar-benar merasa lucu dengan pertaanyaan itu.
Sementara jawaban Wang Jung menyebabkan wajah Wang Eun semburat merah, ia tak ingin isi hatinya diketahui pangeran yang lain. Dengn gesit pangeran muda itu mengejar Wang Jung, bersiap memukulnya. Akan tetapi, Wang Jung tak kalah gesit dibandingkan Eun, iapun segera mengerahkan tenaga berlari menjauh. Dua pangeran itu akhirnya tampak berkejaran seakan bocah kecil yang tengah berebut kembang gula. Seluruh pangeran yang hadir tergelak, bahkan  Wang So yang selalu menampilkan wajah dingin membeku.Pada saat yang menegangkan anak-anak Wang Geon masih dapat merasakan hangat kebersamaan, hingga akhirnya hari berganti malam dan hal itu berarti, bahwa acara puncak akan segera dimulai.
Suasana hangat segera berubah menjadi theater diliputi misteri, Wang So akan segera memainkan peranan. Pertunjukan ritual spirituil pun dimulai, Raja Taejo duduk di atas singgasana , sorot matanya tajam mengawasi setiap gerakan di seluruh ruangan. Di sebelah kanan duduk Ratu Yoo, wajahnya tetap angkuh seakan bahasa, bahwa tak seorang pun di ruangan ini mampu melebihi kecantikannya. Di sebelah kiri Raja Taejo adalah Ratu Hwangbo, wajahnya lembut, ia tidak harus merasa lebih cantik dari siapapun, ia erasa cukup bangga dengan keseluruhan penampilannya. Jajaran menteri, putri raja serta tamu undangan yang lain duduk di tempat masing-masing dengan takjim hingga sampai pada pagelaran yang ditampilkan para pangeran. Pagelaran seni itu menyebabkan Sang Raja merasa bangga, ia telah membesarkan para pangeran hingga sampai pada malam yang mengesankan ini.
Adapun Hae Soo tak menampakkan diri di ruang istana yang megah , gadis itu menunjukkan kegembiraan berjalan-jalan di pasar bersama Chae Ryung. Setelah hari-hari kacau yang diliputi kekonyolan, kali  ini Hae Soo boleh merasakan hal berbeda, suasana pasar lebih ramai dan semarak berbeda dengan hari-hari biasa. Pertunjukkan api dan rombongan orang yang berlalu-lalang di seputar pasar menyebabkan sejenak Hae Soo terlupa, pada waktu dan peta yang mana sebenarnya ia berada? Dua gadis itu tampak seakan bocah kecil yang teramat senang menikmati pasar malam.
Tak jauh dari pasar malam, tempat Hae Soo dan Chae Ryung bergembira, pada ruang  yang sama istana,  Raja Taejo dan seluruh tamu undangan yang hadir tengah menikmati pertunjukkan. Semakin lama pertunjukan semakin menuju ke puncak,ketika muncul beberapa penari berpakaian hitam serta mengenakan topeng. Salah seorang penari berpakaian hitam adalah Putra Mahkota, kemampuan penari amatlah elok, gesit, dan menakjubkan. Seluruhnya lihai bermain pedang.
Akan tetapi rasa takjub dalam sekejab seger berubah menjadi ketegangan, ketika seluruh penari berpakaian hitam tiba-tiba mengubah gerakan, bukan lagi memainkan gerakan tari pedang. Mereka menyerang ke arah Putra Mahkota dengan gerakan yang mematikan. Di luar dugaan setiap orang, Putra Mahkota mampumelindungi diri lebih gesit dari gerakan sehari-hari. Akan tetapi,Seluruh hadirin menjadi panik dan ketakutan, mengapa rituil spirituil berubah menjadi hari kematian bagi putra mahkota? Apa yang telah berlaku? Jantung Raja Taejo bahkan seakan berhenti berdetak,setelah upaya pertama pembunuhan Putra Mahkota gagal, kali ini terjadi upaya yang kedua.
Pangeran  Wang Wook mengambil tindakan cepat dalam menyelamatkaan Putra Mahkota. Tidakan ini diikuti oleh seluruh pangeran, kecuali Wang Eun. Pangeran muda itu bergidik ngeri, ia sungguh ketakutan dan nyaris kabur.Tindakan Wang Wook sangat tepat, para penyerang dalam seragam hitam melarikan diri pada kesempatan pertama. Tak seorang pun berani menanggung akibat di depan Sang Raja.
Putra Mahkota terpaku, ia bisa menghindarkan diri dari upaya pembunuhan, akan tetapi tidak dari luka berdarah, karena sayatan pedang.Sesaat Raja Taejo merasa seluruh tubuhnya menggigil, ia tahu “perang” tak akan pernah dapat dipadamkan, bunga api telah memercik. Raja tua itu menghela napas panjang sebelum akhirnya turun dari singgasana, memastikan keadaan Putra Mahkota. Tergesa Sang Raja membuka topeng Pangeran Mo, akan tetap darahnya tersirap. Ia tidak mendapati wajah Putra Mahkota, wajah di balik topeng itu adalah wajah seorang yang tetap mengenakan topeng. Wajah pangeran ke-4, Wang So.  
Mengapa Wang So mengenakan pakaian Putra Mahkota? Merelakan diri menjadi sasaran kematian?
“Dimana Putra Mahkota?” Raja Taejo bertanya, ia tak sempat berpikir lebih panjang, ia nyata-nyata mengkhawatirkan keselamatan Putra Mahkota, akan tetapi tak sedikit pun cemas dengan luka berdarah Pangeran ke4.Suatu hal  yang menyebabkan wajah Wang So menunduk dalam-dalam, ia bukan siapa-siapa bagi seorang raja, andai ia tewas dalam pagelaran ini. Ayahanda raja lebih menyayangi Wang Mo, ia tetap seorang pangeran yang terbuang.
Sesaat suasana meregang dalam diam yang panjang hingga akhirnya Pangeran Mahkota melepas topeng, “Saya di sini Yang Mulia, adakah Pangeran Wang So juga dalamm keadaan baik?” Pangeran Wang Mo sengaja bertukar pakaian dengan Pangeran Wang So, penyerang akan keliru menikam sasaran. Rencana pembunuhan Putra Mahkota dapat kembali digagalka.
Di samping singgasana Ratu Yoo membelalakkan mata, wajahnya yang tetap angkuh tampak demikian kecewa.Permaisuri itu menatap Wang So dengan benci, ia sungguh tak menghendaki kehadiraan Pangeran ke-4. Pangeran terbuang yag tak memberikan sama sekali harapan. Wajah cantik itu perlahan-lahan menjdi semerah bara, tak seorang pun memperhatikan, terlebih Yang Mulia Raja.
Sepasang mata Wang So berkaca-kaca ketika berusaha bangkit, ia  menjawab pertanyan Wang Mo singkat,”Hanya luka kecil ijinkan saya mengejar penjahat yang telah melarikan diri,”suara itu hampir-hampir serak, tak seorang pun berterima kasih setelah pengorbanan ini, andai ia tak mampu membela diri, sudah pasti ia akan mati.Apa arti kematian baginya? Permaisuri bahkan tak menghendaki kedatangannya? Pangeran  Wang So mengehela napas, menahan isak tangis kemudian mengundurkan diri dengan hormat, mengejar para penjahat.
***
Di seputar pasar malam Hae Soo dan Chae Ryung tak pernah mengertikisah mengerikan, rencana pembunuhan yang terjadi di istana. Keduanya  masih bergembira melihat warni-warni lampion yang berderet indah membiaskan lembut cahaya. Segalanya tampak cerah dan membangkitkan suasana ceria.Tiba-tiba, pandangan gadis itu menangkap sosok Wang So yang dari kejauhan, pangeran itu tampak berjalan tergesa-gesa, seakan mengejar sesuatu yang maha penting.
Hae Soo mengerutkan keningnya, ia mengikuti kata hati, Pangeran So tengah berada dalam keadaan genting. Ada satu dorongan tak terbendung untuk mengikuti kemana arah pangeran itu melangkah. Hae Soo tergesa berlari meniggalkan Chae Ryung, ia tak pernahmemikirkan kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Sekali lagi gadis itu bertindak ceroboh.
Sementara Pangeran Wang So telah berlari menerobos ke dalam hutan, ia berhasil mendapatkan salah seorang penjahat yang sedang dikejarnya. Keduanya saling berhadapan, masing-masing mengacungkan pedang, siap membunuh.”Kamu mengira bisa meninggalkan  hutan ini dengan mudah? Siapa dalang pembunuhan ini? Aku, Pangeran ke-4 akan meminta raja mengampuni kesalahanmu, bila engkau jawab pertanyaan”, kata-kata itu tegas, So tahu tugas berat di pundaknya.
Tak jauh dari tempat Wang So bersitegang dengan seorang penjahat, secara tak sengaja Hae Soo melihat para penjahat itu sedang berkerumun, satu demi satu dibantai tanpa ampun, darah menyembur, membasahi rumput dan tanah.Darah itu terciprat pada wajah salah seorang pangeran, Wang Yo.Ia memiliki alasan bagi pembantaian, ia harus menghilangkan jejak. Wajah Pangeran Wang Yo, putra tersayang Ratu Yoo tetap bersembunyi di dalam gelap.
Sepasang mata Hae Soo terbelalak, mulutnya menganga, seluruh tubuhnya gemetar, keringat dingin mengucur. Ia tengah menyaksikan pembunuhan seorang diri, ia hanya seorang gadis kecil yang bahkan tak mampu mengayunkan pedang. Ia bahkan tak mampu  mengenali wajah sang pembantai, segalanya begitu cepat, begitu gelap.Hae Soo menutup mulutnya sendiri, berusaha meredam jeritan. Akan tetapi ia tak berkuasa, jeritan kecil itu nampaknya terdengar oleh Wang Yo.
Hae Soo mengambil langkah seribu untuk bala bantuan, ia melihat sosok Wang Yo.Suaranya terpatah-patah, Di.... di sana....ada orang....”kata-kata itu belum selesai terucap,tiba-tiba tubuh mungil Hae Soo telah dicengkeram oleh seorang penjahat yang sedang berhadapan dengan Pangeran Wang So.
Pangeran Wang So merasa petir tiba-tiba menyambar tepat di batok kepala, ketika ia melihat wajah ketakutan Hae Soo yang kini telah dicengkeram penjahat. Untuk yang keempat kali ia bertemu gadis yang sama dalam situasi mengerikan. Mengapa gadis ini harus ada di tempat berbahaya ini? Penjahat itu kini menodongkan belati tepat ke leher Hae Soo
“Bunuh....bunuh saja!” suara Pangeran Wang So geram, ia tidak akan rugi apa-apa andai gadis aneh itu tewas dengan luka menganga di leher. Ia tak mengenal dengan baik siapa sesungguhnya gadis itu.
“To.... tolong....selamatkan aku....” Hae Soo meratap, ia tak ingin mati sia-sia di tangan penjahat tak dikenal untuk kesalahan yang tak pernah ia ketahui. Ia sangat berharap Pangeran Wang So akan berbaik hati, tetapi wajah bertopeng itu menunjukkan amarah tak terkendali. Ia telah terlibat serta dalam perkelahian hidup mati pada waktu yang salah.
“Aku tak peduli, andai engkau bunuh perempuan itu. Tapi, dalangnya?!” Pangeran Wang So kehilangan akal, ia perlu satu jawaban, atas perintah siapa rencana pembunuhan Putra Mahkota, maka ia bisa segera melapor pada Yang Mulia Raja, namun gadis itu mengacaukan segalanya.
Suasana di hutan itu amat tegang, tak sepatah kata pun terucap dari penjahat bertopeng. Pada detik yag sama, tiba-tiba melesat sebilah pisau,menancap tepat di tengah dahi penjahat bertopeng, tubuh itu pun terguling, roboh di atas tanah.Pangeran Wang Wook mengambil tindakan cepat, ia tak mempertaruhkan keselamatkan Hae Soo, akibat apapun yang nantinya akan terjadi.Hae Soo selamat, wajah gadis itu kini sepucat kertas, ia kembali telah melakukan kesalahan, kekacauan, dan kekonyolan. Bagaimana ia harus menyesali semua ini?
Sementara Pangeran Wang So menatap Wang Wook dengan tatapan semerah bara api, darahnya mendidih. Bilah pisau yang menyebabkan kematiaan itu telah melenyakan satu-satunya sumber yang bisa membongkar dalang pembuuhan ini. satu-satunya alasan, karena tiba-tiba Hae Soo datang dalam keadaan yang tidak pernah diinginkan, sekali lagi gadis itu telah berlaku ceroboh Wang So segera mencengkeram Hae Soo, menghunuskan pedang di lehernya.
“Cukup! Lepaskan! Dia sama sekali tak bersalah!” suara Pangeran Wang Wook tegas, nyaris kalah. Mustahil ia merelakan Hae Soo terbunuh di depan mata.
“Tidak, aku tidak akan melepaskan!”suara Pangeram Wang So tak kalah tegas, kini ia sungghuh harus mengerti arti rasa geram.
***


Bersambung ..... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...