Hae Soo tertegun dalam pelukan Pangeran Wang So di atas
punggung kuda yang terus berpacu. Sesaat ia bahkan tidak sadar apa
sebenarnya yangg telah terjadi pada dirinya. Ia hampir tergelincir ke
dasar sungai, tiba-tiba seorang dengan tangan kekar meraihnya hingga ia
terduduk di punggung kuda dengan sosok tak dikenal. Keduanya kini bahkan
saling berpelukan.
Ketika suasana berangsur aman, tanpa sepatah kata Pangeran Wang
So tiba-tiba menghempaskan tubuh Hae Soo ke atas tanah dengan kasar,
seolah gadis yang tanpa sengaja diselamatkan adalah benda mati. Hae Soo
merintih kesakitan, ia mengalami sebuah pengalaman aneh, seorang tak
dikenal menolongnya, kemudian menghempaskan tanpa perasaan.
“Manusia tidak punya perasaan!Bagaimana engkau bisa mendorong
seorang manusia yang lain seakan benda mati! Engkau mengira dirimu
siapa? Semua orang harus menepi! Kamu fikir, kudamu lebih penting
daripada manusia”Hae Soo menjerit, ia nyaris tidak mampu menguasai diri.
Telinga Pangeran ke-4 cukup tajam, ia mendengar semua kata-kata
bernada amarah dari seorang gadis manis.Ia tidak perlu menjawab, walau
hanya sepatah kata. Wang So tersenyum tipis, memacu kuda, ada hal yang
lebih penting dari sekedar menanggapi kemarahan seorang gadis. Bukankah
ia telah menyelamatkan nyawa gadis itu? Pangeran Wag So memacu kuda,
hingga debu mengepul beterbangan.
Seorang ahjumma menghampiri Hae Soo dengan khawatir,
ia melihat saat gadis itu dihempaskan ke atas tanah seakan tak dapat
merasakan sakit, bertanya dengan cemas, “Apakah nona baik-baik saja?”
Hae Soo bukan hanya merasa nyeri, tetapi juga kesal, bagaimana
mungkin seorang yang baru menolongnya dalam rentang waktu tidak terlalu
lama segera menghempaskan ke atas tanah dan berlalu begitu rupa seolah
ia tak berarti apa-apa selaku manusia. “Siapa penunggang kuda tadi?
Dimana polisi? Dia harus segera ditangkap!”
Ahjumma itu menghela napas panjang, gadis
ini agaknya pendatang baru di Songak, tak mengerti dengan siapa tengah
berhadapan, “Lupakan, dia adalah Wang So Pangeran ke-4, bersyukurlah
engkau masih hidup”.
“Pangeran ke-4? Berapa banyak sebenarnya anak yang dimiliki
Taejo?”Hae Soo bahkan tidak perlu merasa gentar dengan Pangeran ke-4, ia
tak mengenal pangeran itu.
Sementara Chae Ryung datang dengan napas memburu, ia nyaris
kehilangan jejak Hae Soo,pelayan itu segera menghampiri Hae Soo,
suaranya cemas “Nona dari mana saja? Ayo kita pulang, sekarang bukan
saatnya untuk bermain-main di luar. Putri Yeon Hwa tengah mencarimu di
istana ....”Chae Ryung sudah mamahami sikap dan keangkuhan Putri Yeon
Hwa, ia tidak mau ketegagan kembali terjadi.
Hae Soo terdiam, satu hal yang terlintas di dalam benaknya adalah sosok ahjussi
yang terlihat di istana. Wajah itu demikian mirip dengan pria gembel
yang terakhir kali ditemuinya saat di taman dekat danau. “Adakah engkau
mengenal seorang di istana ....?”tetapi Chae Ryung tidak menanggapi
pertanyaan itu, ia harus membawa Hae Soo tiba kembali di tempat
semula.Ia benar merasa aneh dengan perilaku gadis keturunan bangsawan
ini, ia jauh berbeda dengan Hae Soo yang dulu.
***
Sementara di dalam istana, para pangeran dan putri Yeon Hwa
tengah berkumpul di sebuah ruangan. Mereka tengah membicarakan sikap
Wang So yang terkenal sangat angkuh dan dingin.Pangeran ke-4 seakan
memiliki dinding pemisah teramat tebal yang tak bisa ditembus. Mungkin,
karena ia menetap di Shinju, bukan di Songak.
“Sepertinya, dia tak akan datang ke tempat ini, meskipun kami
memiliki ibu yang sama. Kami tak pernah bercakap-cakap secara akrab, So
memasang jarak,” Pangeran Wang Jung mengeluh, ia menyesal mengapa harus
kehilangan hubungan akrab dengan saudara kandung.
Pada saat yang sama, tiba-tiba berkelebat bayangan Pangeran
Wang So, wajah tampan itu selalu ditutupi topeng, memberikan kesan seram
dan dingin. Kali ini wajah itu bahkan tampak lebih dingin, berselubung
misteri. Suasana hangat dalam sekejab berubah menjadi kaku dan
canggung. Sesuai dugaan, Wang So hanya berjalan melewati para pangeran
dan Putri Yeon Hwa tanpa sepatah kata, kecuali kilatan sepasang matanya
yang tajam bagai ujung pisau. Tak sepatah kata pun terucap, tida juga
sekedar menjawab salam .
Tak lama berselang, para pelayan datang dengan wajah menunduk,
membawakan makanan ringan serta teh. Chae Ryung tampak pula bersama Hae
Soo,gadis itu merasa telah bertindak keliru dengan tiba-tiba muncul di
kolam pemandian saat sekalian pangeran bersiap bagi rituil spirituil.
Sebenarnya ia merasa takut, ketika Pangeran Wang Eun menyadari
kehadirannya, gadis itu segera bersembunyi dibalik salah satu tiang.Akan
tetapi, sepasang mata Pangeran Eun terlalu jeli untuk dikelabuhi.
“Kau .... gadis yang mengintip di kolam pemandian, bukan?” Wang
Eun tak dapat menahan diri, ia masih merasakan keterkejutan sekaligus
kemarahan ketika tiba-tiba seorang gadis muncul di kolam pemandian dlam
kedaan basah kuyup.Kolam pemandian adalah tempat yang pribadi di
lingkungan kerajaan, bagaimana seorang gadis dengan konyolnya bisa
tiba-tiba muncul di tempat itu?
Hae Soo berusaha untuk mengelaknya, akan tetapi Pangeran Wang
Eun tak hendak diam. Ia terus menerus mencecar Hae Soo dengan pertanyaan
yang sama, membuat gadis itu menjadigugup sekaligus kebingungan. Hae
Soo mengambil langkah penyelamatan, tergesa berlari meninggalkan ruangan
ini. Bukan suatu hal yang mudah untuk memberikan jawaban kepada Wang
Eun dalam keadaan seperti ini.
Wang Eun merasa belum mendapatkan jawaban, ia pun meninggalkan
ruangan, mengejar Hae Soo. Akan tetapi, sesampai di luar ia tak
menemukan bayangan gadis itu. Pangeran ke-10 berjalan menyusuri beberapa
ruangan, sampai pada sebuah ruangan langkahanya terhenti. Ia mengira
bisa menemukan Hae Soo dengan mengintip ke sebuah ruangan. Sepasang mata
pangeran itu terbelalak lebar, di dalam ruangan ternyata Chae Ryung
tengah berganti pakaian.
Dalam jarak yang tidak terlalu jauh, Hae Soo melihat Pangeran
Eun tengah mengintip ke ruangan pelayan, suatu hal yang sangat tidak
pantas dilakukan seorang putra raja. “Hei, apa yang engkau lakukan di
tempat itu, mengintip seorang pelayan yang tengah berganti pakaian?
Perbuatan yang tidak layak, engkau harus bertanggung jawab”.
Wang Eun tergagap, ia tengah mencari Hae Soo untuk memberikan
teguran, akan tetapi gadis itu bahkan terlebih dahulu menegurnya,
“Tanggung jawab apa? Tak ada bukti yang jelas”.Eun tak mau kalah, ia
tak bermaksud mengintip seorang pelayan yang tengah berganti pakaian. Ia
adalah seorang pangeran, ia tak perlu mengintip seorang pelayan, ia
bisa mendapatkannya lebih dari itu.
Hae Soo merasa sungguh geram, ia terlupa bukan hidup pada era
milenium kedua, ia kembali ke masa lampau di tengah khidupan istana
Goryea dengan adat serta tata cara yang ketat. Kemarahan gadis itu
terpancing, ia menantang Wang Eun berkelahi.Wang Eun tak punya alasan
mengalah, ia seorang pangeran, tenaganya bahkan lebih kuat dari seorang
gadis manis yang dibakar amarah. Tanpa dapat dicegah, keduanya saling
menyerang, berkejaran hingga bergulingan di atas tanah, suara jeritan
dan kemarahan demikian gaduh hingga terdengar ke ruangan tempat para
pageran berkumpul.
Di istana ini hampir tidak pernah terdengar suara orang
berkelahi, semuanya tunduk kepada adat dan tata cara. Akan tetapi, kali
ini, seluruh pangeran meninggalkan ruangan dengan perasaan heran untuk
melihat apa yang terjadi. Semua pangeran diam terpaku, bagaimana seorang
gadis bisa menalahkan Wang Eun, putra Raja Taejo. Ketika tak seorang
pun dayang berhak menyentuh wajahnya kecuali dengan keberanian
menanggung hukuman mati?
Wang Eun ternyata pangeran ‘kecil’ yang hanya bisa berteriak,
karena kalah berkelahi dengan Hae Soo, seorang gadis. Suatu pemandangan
lucu yang menyebabkan para pangeran tertawa geli.Pangeran Eun berlari
menghindari Hae Soo, akan tetapi gadis itu belum merasa menang, ia masih
berniat melayangkan pukulan. Tangan itu tak lagi mengenai sasaran,
Pangeran Wang So bertindak sigap menahan tangan Hae Soo, menatap gadis
itu dalam-dalam.
Hae Soo balik menatap dengan berani, ia teringat wajah itu,
wajah yang menolongnya ketika nyaris tergelincir kemudian menghempaskan
dengan kasar ke atas tanah seolah ia benda mati, “Engkau harus meminta
maaf!”Hae Soo kembali merasa kesal, tak seorang pun berhak bertindak
semena-mena.
Pangeraan Wang So kembali menatap Hae Soo dekat-dekat,
tatapannya sedingin mata pedang. “Kau mengira siapa dirimu? Sehingga
seorang pangeran harus meminta maaf?”
Kata-kata itu sungguh tidak nyaman di telinga, Hae Soo merasa
tersinggung.Pangeran Wang So terlalu angkuh, karena ia hanya orang
biasa, “Apakah aku perlu mengaku sebagai putri raja, supaya kau mau
meminta maaf?”
Wang So tersenyum menyeringai, kemudian berkata “Kalau sampai
engkau menerima permintaan maaf dari Wang So, berarti kamu akan mati”,
suara itu tegas dan terdengar mengerikan.
Kata-kata itu membuat Hae Soo merasa takut secara tiba-tiba, ‘Mati di tangan pangeran bertopeng?
Tangan gadis mulai gemetar. Andai ia tak pernah bertmu pangeran yang
satu ini? Tepat saat itu muncul Nyonya Hae, wanita budiman itu segera
meraih tangan Hae Soo, membawanya menjauh dari Wang So.
Nyonya Hae terus membimbing Hae Soo dengan lembut menuju ke
sebuah tempat, gunung- gunung kecil tampak ditumpuk rapi dan kokoh dari
bebatuan. Nyonya Hae menatap Hae Soo dalam-dalam, Soo telah menjadi
sosok asing yang aneh, perilakunya sungguh berbeda. “Sebelumnya kamu
adalah seorang gadis yang berbudi baik. Sekarang, mengapa menjadi
seperti ini? Kamu akan mendapatkan hukuman karena telah melukai Pangeran
Eun. Kemungkinan Pangeran Wang Wook juga akan menerima hukuman”, suara
itu demikian halus seakan rintihan, Hae Soo terdiam. Kata-kata lembut
itu bahkan terasa seakan teguran yang tepat mengena di ulu hati, wajah
cantik itu perlahan menunduk.
“Tumpukan batu di tempat ini dibangun oleh para ibu dari
pangeran dan putri di Kerajaan Songak. Adalah sebuah alasan, mengapa
saya harus selalu datang ke tempat ini, meski saya tak pernah sekalipun
melahirkan.Tumpukan batu yang ini, untukmu”, jari lentik Nyonya Hae
menunjuk salah satu tumpukan batu.
Nyonya Hae terus berucap tanpa menunggu jawaban Hae Soo,
“Ketika engkau datang ke tempat ini seorang diri, saya sungguh khawatir,
menganggapku seolah anak kandung. Saya yakin, jika orang tuamu masih
hidup, ibumu pasti akan melakukan hal yang sama ....”suara Nyonya Hae
bahkan jauh dari amarah.
Suatu hal yang membuat Hae Soo terdiam pilu, adalah ketika ia
mendengar kata ‘ibu’, kini ia sungguh merasa bersalah, tidak menempatkan
diri selaku Hae Soo yang sesungguhnya di lingkungan istana.Tanpa sadar
air mata Hae Soo jatuh berlinang. Ia pun menangis,”Maafkan saya ibu
....” wajah Hae Soo demikian polos, ia memang seorang gadis lugu. Nyonya
Hae sungguh merasa iba, bagaimana nasib bocah ini tanpa kebaikan
hatinya? Sepasang tangan Nyonya Hae mengembang, tak lama kemudian Hae
Soo telah terisak di pelukan Nyonya Hae. Kali ini ia benar-benar
menyesal.
Ketika Nyonya Hae terlebih dahulu berpamit pulang, Hae Soo
masih menyendiri di tempat yang sama, ia menjalani takdir aneh yang
tidak mudah dihadapi. Bagaimana ia bisa berlaku sebagai Hae Soo, gadis
keturunan bangsawan dengan adat dan tata cara istana yang ketat? Ia akan
gagal menyesuaikan diri di tempat ini, dan mungkin berakhir dengan
tragis.Hae Soo menghela napas panjang, ia teringat kembali kehidupannya
sebelum tiba-tiba muncul di kolam pemandian. Ia pernah dikhianati dan
kehilangan, tetapi tidak setragis ini, hingga seorang pangeran bertopeng
mengancamnya untuk mati.
Bayangan Chae Ryung berkelebat tak lama kemudian, sudah saatnya bagi Nona Hae untuk mandi, “Agassi,
sekarang sudah waktunya mandi”, pelayan itu meminta Hae Soo dengan
sangat, tetapi gadis yang kini dipanggil Hae Soo tak memiliki pikiran
yang sejalan. Gadis itu teringat kejadian pertama kali saat sampai di
tempat ini, ketika mendengar kata “mandi”. Maka, ia mengajak Chae Ryung
untuk pergi ketempat yang sama.
“Ayo, kita pergi ke kolam pemandian pangeran”.
“Tidak, kolam pemandian tempat berbahaya untuk dikunjungi yang
kedua kalinya”, sekali lagi Chae Ryung menatap Hae Soo degan aneh, ia tak lagi berhadapan dengan gadis yang sama.
***
Sementara setelah perkelahian dengan Hae Soo, Wang Eun
mendapatkan luka memar di wajahnya. Penampilan pangeran ini tampak
aneh, berbeda dengan hari-hari biasa. Baek-A, Wang Won, dan Ji Mong
memiliki alasan untuk menggoda pangeran yang satu ini. Bagaimana putra
Wang Geon bisa dikalahkan seorang gadis dengan mudah, atau ia sengaja
mengalah?
Nada bicara Wang Eun masih kekanak kanakan, wajahnya tersipu,
ia menjadi sosok yang tiba-tiba menggelikan, “Berhenti mengejekku
....”wajah pangeran itu bersemu merah.
Baek-A tersenyum, ia sungguh merasa lucu, wajah Eun tak pernah
berbeda seperti ini, “Kejadian tadi adalah pengalaman khusus bagi Wang
Eun, sulit untuk mengingat seseorang jika hanya baru bertemu sekali dan
sangatlah jarang seseorang mendapat pukulan ketika mereka baru bertemu
untuk pertama kalinya Mungkin dia adalah takdirmu....”Baek Ah menata
Wang Eun sambil tersenyum simpul.
“Takdir apa? Menjadi musuh?”sepasang mata Pangeran Wang Eun membesar, ia masih merasakan sakit pada bagian tubuh dan wajahnya.
“Seorang wanita tak mungkin menyentuh seorang pria jika ia tak
tertarik kepadanya”, Baek Ah masih juga dengan sinyum simpul, suatu hal
menyenangkan dapat menggoda Pangeraan ke-10 yang masih kekanak kanakan.
“Apakah mungkin, gadis itu menyukaiku?” Wang Eun tiba-tiba
merasa harus bertaanya, ia teringat wajah manis Hae Soo, sebenarnya ia
bukan gadis yang liar. Andai ia bertemu pada waktu yang tepat.
“Mungkin juga, atau sebaliknya, dia tidak menyukaimu sama
sekali....”jawab Baek-A, wajahnya yang menawan masih tetap tersenyum,
sungguh menyenangkan bisa terus menerus menyudutkan Wang Eun.
Tiba-tiba tampak Pangeran Wang So, dengan wajah bertopeng
berjalan memasuki kediaman Ratu Yoo. Wang Eun bersyukur, karena
perhatian semua pangeran beralih pada Pangeran ke-4, ia terbebas dari
ejekan. Mereka saling berpandangan, Wang So hendak menghadap ibunda ratu?
Benar, sekian lama menetap di Shinju sebagai “tawanan” Wang So
merasa amat rindu terhadap kehidupan di Songak, terlebih Ratu Yoo,
ibunda yang melahirkan.Para pengawal sempat menahan langkah kaki
Pangeran ke-4, ia tidak memiliki agenda temu, tetapi So tidak mau
kedatangannya kali ini gagal. Ia harus bertemu ibunda ratu. Ketika Wang
So menerobos masuk, sesaat pangeran itu tertegum, ternyata d idalam
kamar, ibunda ratu tengah tertawa riang bersama Wang Jung dan Wang Yo.
Wajah cantik Ratu Yoo tersentak, ia tak memiliki agenda temu
dengan Wang So, sungguhpun Pangeran ke-4 adalah anak kandung. Seorang
pangeran dengan luka gores di wajah tidak akan pernah menjadi raja, ia
tidak bisa mengantar ibunda untuk menduduki kursi ibu suri. So tak
berperan apa-apa dalam kehidupan penting seorang ratu agung. Mengapa
pula Ratu Yoo harus merasa senang dengan kedatangan itu?
Sesungguhnya Wang So merasa kecewa, tetapi ia tetap
menunjukkan senyum manis, memberikan salam penghormatan dan menanyakan
kondisi kesehatan Ratu Yoo.”Apakah ibunda ratu selalu dalam keadaan
sehat?” suara Wang So perlahan.
Ratu Yoo tak pernah mengharap pertnyaan ini, ia tengah
menikmati saat-saat mengesankan bersama dua pangeran tercinta, Wang Jung
dan Wang Yo.anak-anak yag lebih berpeluang menjadi raja sekalipun Putra
Mahkota ada.kehadiran Wang So sungguh merusak suasana.”Aku sehat-sehat
saja, nikmati waktumu selama berada di istana”, suara Ratu Yoo dingin
dan ketus, ia bahkan tak hendak menatap wajah bertopeng itu. Ia
menjalani kehidupan yang tidak mudah sebagai seorang ratu, terlebih
setela raja menyerahkan tahta, kecuali pangeran yang dilahirkan dapat
pula menjadi raja.
Wang So terlalu merindukan sikap baik seorang ibu, ia merasa
kecil bila bertatapan dengan semua pangeran yang nyata-nyata memiliki
kasih sayang dan perhatian seorang ratu atau selir. Mengapa ia harus
terlahir dari seorang ratu yang tidak menghendaki kehadirannya?Betapa
ia terlalu mengharap menjadi bagian penting dari pertemuan ini, ia ingin
menjadi pangeran tersayang Ratu Yoo.akan tetapi, Ratu Yoo mengharap ia
segera pergi berlalu dari tempat ini.Untuk yang ke sekian Pangeran Wang
Soo merasakan sedih seakan ujung pisau yang menikam. Mengapa seorang ibu harus menolak kehadiran anak yang dilahirkan? Sedemikian mengerikankah topeng yang meutup wajahnya?
Wang So tahu, ia tidak memiliki cukup waktu di ruangan ini, ia
hendak mengundurkan diri. Pangeran itu teringat pada hiasan rambut yang
didapatkan di Pasar Songak, ia berniat memberikan kepada Ratu Yoo
sebagai tanda mata . Akan tetapi, sebelum tangannya terulur, Wang Jung
mendahuluinya. Rupanya pangeran itu memmiliki niat yang sama, memberikan
tusuk konde kepada ibunda ratu.
Senyum Ratu Yoo mengembang, ia tampak demikian tersanjung
dengan pemberian Wang Jung. Sang Ratu memandang hiasan rambut itu dengan
takjub, ia melupakan Wang So, ia tak peduli ketika SI tampak demikian
kecewa, kikuk, dan canggung, karena kehadirannya tak pernah
diterima.Dengan lunglai Wang So mengundurkan diri, harapan untuk
menjadi pangeran kesayangan Ratu Yoo pudar. Satu pertanyaan berpusing, mengapa seorang ibu bisa membenci anaknya? Apakah demikian semua sikap ibu terhadap anak dengan cacat rupa?
Pangeran Wang So menghela napas panjang, langkahnya gontai, ia
bisa menjadi sekutu Putra Mahkota, tetapi ia bukan siapa-siapa bagi
seorang ibu yang dicintainya. Sekejam inikah sikap seorang ratu? Sekejab
Wang So terkejut ketika membuka pintu, karena Baek Ah, Eun, dan Yon
rupanya tengah mencuri pembicaraan di ruang Ratu Yoo, meski mereka tak
paham benar kemana arah pembicaraan itu? Wang So tak peduli, ia tak
mengucap sepatah pun kata, pangeran itu terus berlalu ia tak bisa
menyembunyikan langkahnya yang gontai. Wajah murung itu mengundang tanda
tanya Baek Ah, Eun, dan Yon, mereka saling bertatapan sambil
mengerjabkan mata tanpa kata.
Ji Mong dapat menangkap kekecewaan ini, ia cukup mengerti,
bahwa Ratu Yoo menyingkirkan Wang Soo sejauh mungkin, karena pandangan
yang amat sempit. Ratu Yoo terlalu semena-mena sebagai seorang ibu,
tetapi siapa yang dapat mengubah pendirian seoranag ratu? Ji Mong tahu
apa yang harus dilakukan.
“Pangeran tampak lelah setelah perlajanan dari Shinju, lebih
baik mandi supaya segar kembali,” Ji Mong bersikap seramah mungkin, ia
menyayangi Wang So sama seperti pangeran yang lain. Pangeran ke-4 tampak
demikian kecewa, ia tahu harus menghiburnya, meskipun hiburan itu tak
akan mampu mengganti kasih sayang seorang ratu.
Sesaat Wang So terdiam kemudian mengangguk, saran Ji Mong layak
dipertimbangkan, dalam keadaan lunglai berendam air panas sungguh
menyegarkan. Langkah kaki Pangeran Wang So mengarah ke kolam pemandian,
tempat rahasia bagi keluarga raja. Beberapa pelayan mengantar pakaian
serta perlengkapaan mandi dengan wajah selalu menunduk,”Tinggalkan aku
sendiri’, Wang So memerintah semua pelayan pergi, benar ia ingin seorang
diri, melepeas penat dan kekecewaan. Ia telah mendapatkaan peluang
untuk menetap kembali di Songak, meninggalkan kehidupan kelam di
Shinju,namun apa arti peluang ini, bila ibunda ratu menghendakinya
pergi?
Wang So menanggalkan pakaian, mengganti dengan pakaian mandi,ia
melepaskan pula topeng, wajahnya yang tampan tampak ternoda bekas
goresan luka. Wajah pangeran itu tetap dingin, tanpa perasaan, satu hal
yang harus dimengerti, bahwa ibunda ratu dan sesisi dunia seolah telah
meninggalkannya. Perlahan-lahan kaki Wang So mulai menginjak hangat air
kolam.
Dalam pada itu, di dalam kegelapan, Hae Soo berjalan seorang
diri, dengan lentera di tangan. Gadis itu melupakan penyesalan terhadap
Nyonya Hae, ia kembali berlaku konyol seolah ia bukan Hae Soo yang
berasal dari keturunan bangsawan. Hae Soo mencari jalan ke kolam
pemandian Goryeo ke tempat semula ia sampai pada kehidupan di istana
ini. Ia ingin kembali kepada kehidupan sesungguhnya, dengan menceburkan
diri ke dalam kolam pemandian, mungkin ia akan menemkan jalan kembali.
Akhirnya Hae Soo sampai pada tempat yang dituju, tergesa ia
meletakkan lentera kemudian menceburkan diri ke kolam pemandian dengan
harapan ia akan muncul kembali pada permukaan air danau tempatnya
tenggelam. Akan tetapi, darah Hae Soo kembali tersirap, ia tampak seakan
gadis konyol dengan sepasang mata membelalak lebar. Ia tak akan
mendapati dirinya kembali di tepi danau, ia akan tetap berada di istana
ini dengan satu kesalahan besar seolah pencuri tertangkap basah.
Di depan gadis dengan pakaian basah kuyup itu adalah Pangeran
Wang So, pangeran itu berdiri tegap bertelanjang dada tanpa topeng,
tampak bekas luka yang cukup panjang dari alis hingga ke bagian di bawah
mata.Pangeran ke-4 tak kalah terkejut, untuk ketiga kali ia harus
berjumpa dengan gadis yang sama pada saat yang genting, terlebih kali
ini. Bagaimana gadis itu bisa berada dalam kolam pemandian pangeran
dengan pakaian basah kuyup? Apa yang dicari gadis itu?
Wang So menatap Hae Soo dekat-dekat, darahya mendidih,
tangannya segera bergerak menutup bekas luka. Ia bahkan kehilangan
kata-kata, tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. Dengan susah payah
dan geram akhirya Wang So mampu pula berucap.“Kau...! Kuperingatkan,
lupakan apa yang telah engkau lihat. Bila tidak mampu melupakan pasti
engkau akan mati di tanganku!”
Hae Soo terpaku bagai arca batu, ia tampak seakan bocah tolol
yang tersedak kehilangan suara, sepasang mata terbuka seolah enggan
bersatu dalam kelopaknya. Ia tak pernah bermimpi bertemu kembali dengan
Pangeran Wang So dalam keadaan seperti ini, telah tiga kali ia bertemu
Pangeran ke-4 dalam suasana yang sama sekali tidak pernah diharap. Hae
Soo ingin berucap, akan tetapi ia terlalu terkejut dan sesungguhnya
ketakutan.gadis itu merasa seluruh tubuhnya menggigil ketika Wang So
kembali berkata.
“Jika engkau tidak melupakan, tanganku sendiri akan menggores
wajahmu dengan luka yang sama!” setelah kata-kata itu Wang So
membalikkan badan, meninggalkan Hae Soo yang masih berdiri tergagap
seakan tak hendak bergerak.
Tanpa sengaja Pangeran Wang Soo menjatuhkan hiasan rambut yang
semula ingin diberikan kepada Ratu Yoo. Hae Soo melihat hiasan itu. Ia
memungutnya dengan niat untuk memberikan kembali kepada Pangeran ke-4.
Akan tetapi, ia terlalu gentar untuk memanggil Pangeran So, ia pun
membawa hiasan itu pulang bersamanya.
Dengan konyol Hae Soo berjalan kembali menuju kediaman Pangeran
Wang Wook, gadis itu terheyak. Seisi rumah ternyata tengah bingung
mencari, terutama Nyonya Hae dan Pangeran Wook. Ia baru saja menyesali
seluruh perbuatannya, kini ia kembali ke rumah dalam keadaan basah
kuyup, angin malam berhembus dingin, menggigit pori-pori. Seisi kediaman
pasti berpikir, Hae Soo yang sekarang benar tak sama lagi.
“Keringkan badannya....” Pangeran Wook memberi perintah, ia
termangu untuk yang kesekian kali, sepupu ke-6 Nyonya Hae ternyata telah
berubah menjadi gadis aneh dengan perilaku yang sulit
dikenali.Pangeran tampan itu tiba-tiba merasa cemas dan gundah.
Chae Ryung segera memenuhi perintah Pangeran Wook, ia kembali
merasa bingung dengan perilaku Hae Soo sejak gadis itu terjatuh. Akan
tetapi, Hae Soo bukan sekedar gadis bangsawan yang harus dilayani, ia
sekaligus sahabat. Chae Ryung sangat menyayangi Hae Soo, betapapun aneh
perilaku gadis itu kini.Usai mandi dan berganti pakaian, Chae Ryung
membantu Hae Soo mengeringkan rambut. Gadis itu sudah mulai erasa tenang
utuk bertanya. “Apa yang engkau ketahui tentang Pangeran Wang So?”
kecuali tiga kali pertemuan dalam keadaan genting, Hae Soo tidak
mengenal betul, siapa sesungguhnya Pangeran bertopeng itu. Ia bahkan
telah melihat wajahnya yang asli. Seraut wajah tampan yang lesap, karena
luka goresan di wajah sebelah kiri, tertutup topeng hingga memberikan
kesan seram.sementara ancaman itu lebih menakutkan dari keseluruhan
penampilanny yang dingin.
“Wang So adalah seorang pangeran yang sangat tangguh,
kejam,sekaligus ditakuti. Ia sangat senang berburu binatang liar,
kemampuannya sudah tak bisa diragukan lagi.Konon kabarnya, setiap orang
yang pernah melihat bekas luka di wajanya akan segera dibunuh pada saat
yang sama”, Chae Ryung bercerita dengan leluasa, ia tidak memperhatikan
perubahan raut muka Hae Soo.
Chae Ryung tak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada
diri Hae Soo, sehingga gadis itu kembali ke rumah dalam keadaan basah
kuyu. Diam-diam tubuh Hae Soo menggigil, benarkah Pangeran Wang So
dapat membunuh dengan kepala dingin, karena seorang melihat bekas
lukanya? Akan tetapi, ia bahkan masih hidup, mengapa Wang So tidak
mengakhiri hidupnya di kolam pemandian? Gadis itu menarik nafas
dalam-dalam,ia merasa semakin dekat dengan kematian. Iapun tahu, betapa
mahal kehidupan, ia harus berusaha supaya kehidupan di istana ini akan
baik-baik saja.
***
Sementara itu, di pemandian sri ratu yang megah Ratu Yoo tengah
berendam wangi bunga aneka warna, suasana berpendar indah oleh cahaya
berbatang-batang lilin.Kecantikan Sang Ratu tak pernah pudar, ia
menikmati kecantikan itu sebagai bagian pasti dalam kehidupannya sebagai
seorang ratu. Ia tak hendak kehilangan seleuruh kemuliaan di istana.
Hanya ada satu cara untuk tetap mempertahankn kemuliaan hidup, ialah
mendudukkan pangeran yang dilahirkan menjadi raja, sehingga ia berhak
akan kursi ibu suri. Ratu Yoo tak dapat membayangkan kehidupan di istana
tanpa kuasa penuh di tangannya. Sang Ratu mengingat kembali pertemunnya
dengan Wang Yo siang tadi. Wajah angkuh itu tersenyum, ia akan
melakukan segalanya, sehingga Wang Yo akan duduk di singgasana. Ia
sungguh menantikan hari itu, perayaan rituil spirituil.
***
Akhirnya hari yang ditunggu, perayaan rituil spirituil itu pun tiba…
Seluruh penghuni istana Goryeo bersiap-siap untuk meramaikan
perayaan, demikian pula dengan Hae Soo. Gadis itu merasa canggung ketika
pelayan membantunya mengenakan han bok , pakaian tradisional
Goryeo yang rumit, mesti dikenakan dalam waktu cukup lama.Gadis itu
tampak demikian menawan dalam balutan kain halus dengan motiv istimewa,
Hae Soo tak pernah mengira ia akan dilayani seakan putri raja.
Seharusnya ia merasa bahagia.
Ratu Yoo tengah melakukan hal yang sama, dayang istana membantu
mengeringkan tubuhnya kemudian mengenakan pakaian kebesaran yang halus
dan mewah. Tata rias wajah dan rambut dengan tusuk konde antik berkilau
menyempurnakan penampilannya.Andai wajah itu tidak dikuasai angkuh dan
keserakahan? “Tak seorang pun di Goryea yang bisa mengalahkan
kecantikanku....” Sri Ratu menatap bayang diri di depan cermin, seluruh
dayang menunduk, tak seorang pun berani membanta ucapannya, andai
kata-kata itu salah.
Kemudian para pelayan mengiring Ratu Yoo berjalan menuju ruang
perayaan, langkah Sang Ratu demikian pasti dan meyakinkan, ia memiliki
kekuasaan tinggi di Goryeo, ia memiliki seluruh kehidupan. Dari arah
yang berseberangan tampak pula iring-iringan Ratu Hwangbo, Putri Yeon
Hwa serta Madam Hae. Wajah cantik itu, kecuali angkuh, kini bertambah
menjadi masam. Ratu Yoo tak menghendaki pertemuan ini, akan tetapi adat
istana melarangya untuk tidak bertegur sapa. Suaranya terdengar sinis
ketika menyapa.
“Kulihat ada tiga bunga di hari yang indah ini. Putri Yeon Hwa
sesekali datanglah ke kediamannya untuk bercerita mengenai dunia luar”,
sepasang mata Ratu Yoo menatap tajam wajah ayu Putri Yeon Hwa.
“Terima kasih telah mengundang, tetapi maaf sekali seorang
putri tak ditugaskan untuk bercerita di hadapan seorang ratu”, Ratu
Hwangbo menjawab tegas, ia tak mungkin mempercayai perempuan yang sangat
berkuasa ini, ia wajib bersikap hati-hati.
Ratu Yoo tesenyum sinis, kemudian bertanya “Aku mendengar pula
tentang kekacauan yang dibuat oleh Hae Soo.Mengapa pula dengan gadis
itu?”
Lembut suara Nyonya Heo menjawab, “Mohon maaf,Hae Soo belum lama terjatuh, sementara ia dalam keadaan hilang ingatan”.
*** Sementara pada salah satu ruangan luas di lingkungan istana
para pangeran sedang berlatih untuk pertujukan pedang. Saat istirahat
tiba-tiba dengan kekanak-kanakan Wang Eun bertanya, “Apakah Nyonya Hae
akan datang bersama Hae Soo nanti malam?”sejak perkelahian itu tiba-tina
Wang Eun selalu terbayang wajah Hae Soo, gadis belia dengan keberanian
berbeda dengan gadis-gadis di lingkungan istana. Raut wajah yang polos,
tetapi menawan, dan jerih sepasang matanya.
Pertanyaan tak terduga itu menyebabkan pangeran yang lain tertawa geli,ada apa dengan Wang Eun? Mengapa tiba-tiba pangeran muda ini teringat pada gadis aneh itu? “Kalau
gadis itu datang dengan Nyonya Hae kenapa? Apakah engkau ingin kembali
dipukuli, karena penampilan yang kacau?”Wang Jung mengerling wajah Wang
Eun, ia benar-benar merasa lucu dengan pertaanyaan itu.
Sementara jawaban Wang Jung menyebabkan wajah Wang Eun semburat
merah, ia tak ingin isi hatinya diketahui pangeran yang lain. Dengn
gesit pangeran muda itu mengejar Wang Jung, bersiap memukulnya. Akan
tetapi, Wang Jung tak kalah gesit dibandingkan Eun, iapun segera
mengerahkan tenaga berlari menjauh. Dua pangeran itu akhirnya tampak
berkejaran seakan bocah kecil yang tengah berebut kembang gula. Seluruh
pangeran yang hadir tergelak, bahkan Wang So yang selalu menampilkan
wajah dingin membeku.Pada saat yang menegangkan anak-anak Wang Geon
masih dapat merasakan hangat kebersamaan, hingga akhirnya hari berganti
malam dan hal itu berarti, bahwa acara puncak akan segera dimulai.
Suasana hangat segera berubah menjadi theater diliputi misteri,
Wang So akan segera memainkan peranan. Pertunjukan ritual spirituil pun
dimulai, Raja Taejo duduk di atas singgasana , sorot matanya tajam
mengawasi setiap gerakan di seluruh ruangan. Di sebelah kanan duduk Ratu
Yoo, wajahnya tetap angkuh seakan bahasa, bahwa tak seorang pun di
ruangan ini mampu melebihi kecantikannya. Di sebelah kiri Raja Taejo
adalah Ratu Hwangbo, wajahnya lembut, ia tidak harus merasa lebih cantik
dari siapapun, ia erasa cukup bangga dengan keseluruhan penampilannya.
Jajaran menteri, putri raja serta tamu undangan yang lain duduk di
tempat masing-masing dengan takjim hingga sampai pada pagelaran yang
ditampilkan para pangeran. Pagelaran seni itu menyebabkan Sang Raja
merasa bangga, ia telah membesarkan para pangeran hingga sampai pada
malam yang mengesankan ini.
Adapun Hae Soo tak menampakkan diri di ruang istana yang megah ,
gadis itu menunjukkan kegembiraan berjalan-jalan di pasar bersama Chae
Ryung. Setelah hari-hari kacau yang diliputi kekonyolan, kali ini Hae
Soo boleh merasakan hal berbeda, suasana pasar lebih ramai dan semarak
berbeda dengan hari-hari biasa. Pertunjukkan api dan rombongan orang
yang berlalu-lalang di seputar pasar menyebabkan sejenak Hae Soo
terlupa, pada waktu dan peta yang mana sebenarnya ia berada? Dua gadis
itu tampak seakan bocah kecil yang teramat senang menikmati pasar malam.
Tak jauh dari pasar malam, tempat Hae Soo dan Chae Ryung
bergembira, pada ruang yang sama istana, Raja Taejo dan seluruh tamu
undangan yang hadir tengah menikmati pertunjukkan. Semakin lama
pertunjukan semakin menuju ke puncak,ketika muncul beberapa penari
berpakaian hitam serta mengenakan topeng. Salah seorang penari
berpakaian hitam adalah Putra Mahkota, kemampuan penari amatlah elok,
gesit, dan menakjubkan. Seluruhnya lihai bermain pedang.
Akan tetapi rasa takjub dalam sekejab seger berubah menjadi
ketegangan, ketika seluruh penari berpakaian hitam tiba-tiba mengubah
gerakan, bukan lagi memainkan gerakan tari pedang. Mereka menyerang ke
arah Putra Mahkota dengan gerakan yang mematikan. Di luar dugaan setiap
orang, Putra Mahkota mampumelindungi diri lebih gesit dari gerakan
sehari-hari. Akan tetapi,Seluruh hadirin menjadi panik dan ketakutan,
mengapa rituil spirituil berubah menjadi hari kematian bagi putra
mahkota? Apa yang telah berlaku? Jantung Raja Taejo bahkan seakan
berhenti berdetak,setelah upaya pertama pembunuhan Putra Mahkota gagal,
kali ini terjadi upaya yang kedua.
Pangeran Wang Wook mengambil tindakan cepat dalam
menyelamatkaan Putra Mahkota. Tidakan ini diikuti oleh seluruh pangeran,
kecuali Wang Eun. Pangeran muda itu bergidik ngeri, ia sungguh
ketakutan dan nyaris kabur.Tindakan Wang Wook sangat tepat, para
penyerang dalam seragam hitam melarikan diri pada kesempatan pertama.
Tak seorang pun berani menanggung akibat di depan Sang Raja.
Putra Mahkota terpaku, ia bisa menghindarkan diri dari upaya
pembunuhan, akan tetapi tidak dari luka berdarah, karena sayatan
pedang.Sesaat Raja Taejo merasa seluruh tubuhnya menggigil, ia tahu
“perang” tak akan pernah dapat dipadamkan, bunga api telah memercik.
Raja tua itu menghela napas panjang sebelum akhirnya turun dari
singgasana, memastikan keadaan Putra Mahkota. Tergesa Sang Raja membuka
topeng Pangeran Mo, akan tetap darahnya tersirap. Ia tidak mendapati
wajah Putra Mahkota, wajah di balik topeng itu adalah wajah seorang yang
tetap mengenakan topeng. Wajah pangeran ke-4, Wang So.
Mengapa Wang So mengenakan pakaian Putra Mahkota? Merelakan diri menjadi sasaran kematian?
“Dimana Putra Mahkota?” Raja Taejo bertanya, ia tak sempat
berpikir lebih panjang, ia nyata-nyata mengkhawatirkan keselamatan Putra
Mahkota, akan tetapi tak sedikit pun cemas dengan luka berdarah
Pangeran ke4.Suatu hal yang menyebabkan wajah Wang So menunduk
dalam-dalam, ia bukan siapa-siapa bagi seorang raja, andai ia tewas
dalam pagelaran ini. Ayahanda raja lebih menyayangi Wang Mo, ia tetap
seorang pangeran yang terbuang.
Sesaat suasana meregang dalam diam yang panjang hingga akhirnya
Pangeran Mahkota melepas topeng, “Saya di sini Yang Mulia, adakah
Pangeran Wang So juga dalamm keadaan baik?” Pangeran Wang Mo sengaja
bertukar pakaian dengan Pangeran Wang So, penyerang akan keliru menikam
sasaran. Rencana pembunuhan Putra Mahkota dapat kembali digagalka.
Di samping singgasana Ratu Yoo membelalakkan mata, wajahnya
yang tetap angkuh tampak demikian kecewa.Permaisuri itu menatap Wang So
dengan benci, ia sungguh tak menghendaki kehadiraan Pangeran ke-4.
Pangeran terbuang yag tak memberikan sama sekali harapan. Wajah cantik
itu perlahan-lahan menjdi semerah bara, tak seorang pun memperhatikan,
terlebih Yang Mulia Raja.
Sepasang mata Wang So berkaca-kaca ketika berusaha bangkit, ia
menjawab pertanyan Wang Mo singkat,”Hanya luka kecil ijinkan saya
mengejar penjahat yang telah melarikan diri,”suara itu hampir-hampir
serak, tak seorang pun berterima kasih setelah pengorbanan ini, andai ia
tak mampu membela diri, sudah pasti ia akan mati.Apa arti kematian baginya? Permaisuri bahkan tak menghendaki kedatangannya? Pangeran Wang So mengehela napas, menahan isak tangis kemudian mengundurkan diri dengan hormat, mengejar para penjahat.
***
Di seputar pasar malam Hae Soo dan Chae Ryung tak pernah
mengertikisah mengerikan, rencana pembunuhan yang terjadi di istana.
Keduanya masih bergembira melihat warni-warni lampion yang berderet
indah membiaskan lembut cahaya. Segalanya tampak cerah dan membangkitkan
suasana ceria.Tiba-tiba, pandangan gadis itu menangkap sosok Wang So
yang dari kejauhan, pangeran itu tampak berjalan tergesa-gesa, seakan
mengejar sesuatu yang maha penting.
Hae Soo mengerutkan keningnya, ia mengikuti kata hati, Pangeran
So tengah berada dalam keadaan genting. Ada satu dorongan tak
terbendung untuk mengikuti kemana arah pangeran itu melangkah. Hae Soo
tergesa berlari meniggalkan Chae Ryung, ia tak pernahmemikirkan
kemungkinan buruk yang bakal terjadi. Sekali lagi gadis itu bertindak
ceroboh.
Sementara Pangeran Wang So telah berlari menerobos ke dalam
hutan, ia berhasil mendapatkan salah seorang penjahat yang sedang
dikejarnya. Keduanya saling berhadapan, masing-masing mengacungkan
pedang, siap membunuh.”Kamu mengira bisa meninggalkan hutan ini dengan
mudah? Siapa dalang pembunuhan ini? Aku, Pangeran ke-4 akan meminta raja
mengampuni kesalahanmu, bila engkau jawab pertanyaan”, kata-kata itu
tegas, So tahu tugas berat di pundaknya.
Tak jauh dari tempat Wang So bersitegang dengan seorang
penjahat, secara tak sengaja Hae Soo melihat para penjahat itu sedang
berkerumun, satu demi satu dibantai tanpa ampun, darah menyembur,
membasahi rumput dan tanah.Darah itu terciprat pada wajah salah seorang
pangeran, Wang Yo.Ia memiliki alasan bagi pembantaian, ia harus
menghilangkan jejak. Wajah Pangeran Wang Yo, putra tersayang Ratu Yoo
tetap bersembunyi di dalam gelap.
Sepasang mata Hae Soo terbelalak, mulutnya menganga, seluruh
tubuhnya gemetar, keringat dingin mengucur. Ia tengah menyaksikan
pembunuhan seorang diri, ia hanya seorang gadis kecil yang bahkan tak
mampu mengayunkan pedang. Ia bahkan tak mampu mengenali wajah sang
pembantai, segalanya begitu cepat, begitu gelap.Hae Soo menutup mulutnya
sendiri, berusaha meredam jeritan. Akan tetapi ia tak berkuasa, jeritan
kecil itu nampaknya terdengar oleh Wang Yo.
Hae Soo mengambil langkah seribu untuk bala bantuan, ia melihat
sosok Wang Yo.Suaranya terpatah-patah, Di.... di sana....ada
orang....”kata-kata itu belum selesai terucap,tiba-tiba tubuh mungil Hae
Soo telah dicengkeram oleh seorang penjahat yang sedang berhadapan
dengan Pangeran Wang So.
Pangeran Wang So merasa petir tiba-tiba menyambar tepat di
batok kepala, ketika ia melihat wajah ketakutan Hae Soo yang kini telah
dicengkeram penjahat. Untuk yang keempat kali ia bertemu gadis yang sama
dalam situasi mengerikan. Mengapa gadis ini harus ada di tempat berbahaya ini? Penjahat itu kini menodongkan belati tepat ke leher Hae Soo
“Bunuh....bunuh saja!” suara Pangeran Wang So geram, ia tidak
akan rugi apa-apa andai gadis aneh itu tewas dengan luka menganga di
leher. Ia tak mengenal dengan baik siapa sesungguhnya gadis itu.
“To.... tolong....selamatkan aku....” Hae Soo meratap, ia tak
ingin mati sia-sia di tangan penjahat tak dikenal untuk kesalahan yang
tak pernah ia ketahui. Ia sangat berharap Pangeran Wang So akan berbaik
hati, tetapi wajah bertopeng itu menunjukkan amarah tak terkendali. Ia
telah terlibat serta dalam perkelahian hidup mati pada waktu yang salah.
“Aku tak peduli, andai engkau bunuh perempuan itu. Tapi,
dalangnya?!” Pangeran Wang So kehilangan akal, ia perlu satu jawaban,
atas perintah siapa rencana pembunuhan Putra Mahkota, maka ia bisa
segera melapor pada Yang Mulia Raja, namun gadis itu mengacaukan
segalanya.
Suasana di hutan itu amat tegang, tak sepatah kata pun terucap
dari penjahat bertopeng. Pada detik yag sama, tiba-tiba melesat sebilah
pisau,menancap tepat di tengah dahi penjahat bertopeng, tubuh itu pun
terguling, roboh di atas tanah.Pangeran Wang Wook mengambil tindakan
cepat, ia tak mempertaruhkan keselamatkan Hae Soo, akibat apapun yang
nantinya akan terjadi.Hae Soo selamat, wajah gadis itu kini sepucat
kertas, ia kembali telah melakukan kesalahan, kekacauan, dan kekonyolan.
Bagaimana ia harus menyesali semua ini?
Sementara Pangeran Wang So menatap Wang Wook dengan tatapan
semerah bara api, darahnya mendidih. Bilah pisau yang menyebabkan
kematiaan itu telah melenyakan satu-satunya sumber yang bisa membongkar
dalang pembuuhan ini. satu-satunya alasan, karena tiba-tiba Hae Soo
datang dalam keadaan yang tidak pernah diinginkan, sekali lagi gadis itu
telah berlaku ceroboh Wang So segera mencengkeram Hae Soo, menghunuskan
pedang di lehernya.
“Cukup! Lepaskan! Dia sama sekali tak bersalah!” suara Pangeran
Wang Wook tegas, nyaris kalah. Mustahil ia merelakan Hae Soo terbunuh
di depan mata.
“Tidak, aku tidak akan melepaskan!”suara Pangeram Wang So tak kalah tegas, kini ia sungghuh harus mengerti arti rasa geram.
***
Bersambung .....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar