Hari itu langit Goryeo seakan terisak pada
mendung gelap saat upacara pembakaran jenazah Nyonya Hae.Seluruh anggota
kerajaan berkabung dalam pakaian duka cita, berwarna putih, seluruhnya
berdiri menghadap pada satu titik, keranda. Di atas setumpuk kayu bakar,
di dalam peti yang indah jenazah Nyonya Hae terbaring dengan damai,
wajahnya yang rupawan sepucat kertas. Ia telah meninggalkan kehidupan
dunia pada muda usia, meninggalkan segala rasa sakit, nyeri di paru-paru
serta kekecewaan teramat dalam. Setelah cinta kasihnya tercurah seakan
air terjun yang bersumber pada mata air abadi, Pangeran Wang Wook tak
sekalipun menatapnya. Ia terlalu pandai bersandiwara, berlaku sebagai
pangeran tampan yang bijak. Akan tetapi, Nyonya Hae tidak buta, Wang
Wook memberikan hatinya pada Hae Soo. Sepupu yang dicintai dengan tulus,
ia menyerahkan Hae Soo tanpa rasa marah kepada sang pangeran, gadis itu
tak memikul kesalahan. Meski ia harus menjalani hari-hari terakhir
dengan air mata selalu tergenang.
Pangeran Wang Wook memimpin upacara, ia tak pernah merasa
kehilangan seperti hari ini. Hari ketika akhirnya Nyonya Hae tidak
perlu lagi menunggu satu kata yang tak pernah diucapkan. Sebelum upacara
ini Pangeran Wang Wook tak pernah merasakan apa-apa, kini ia tersadar,
ia telah ditinggalkan.Ia tak dapat lagi melihat seraut wajah sendu,
wajah seorang putri yang gagal mendapatkan cinta sang pangeran. Wang
Wook menahan isak tangis, ia telah berlaku tidak adil terhadap seorang
istri. Adakah jarum jam dapat diputar undur? Sesal menyesak di dada
Pangeran ke-8, seakan bongkah batu yang berat menekan.
Pangeran Wang Wook menatap keranda yang membujur di atas
setumpuk kayu bakar dengan pikiran gamang, ulu hatinya tersayat-sayat.
Ia tak akan mampu mengungkapkan dalam sebaris puisi, karena duka cita
ini. Adakah Nyonya Hae telah merasa damai? Wang Wook masih dapat
membendung air mata, kala tanggannya menyulut api pada tumpukkan kayu.
Sekejab kemudian lidah api membesar, melahap keranda perlahan-lahan
hingga asap mengepul membumbung tinggi. Lagu duka seakan mengalun sayu
pada setiap kisi hati:
“…ajal datang tanpa kepastian seakan langit diabaikan bintang, seakan kelopak kembang yang gugur berserakan…”
Hae Soo merasa sepasang kaki tak menjejak di atas tanah, ia
terlalu mengasihi wanita ini, seorang yang dengan tulus menerima
kehadirannya, bahkan dengan sikap dan kata-katanya yang ceroboh serta
memhayakan diri. Nyonya Hae tahu, bahwa Pangeran Wang Wook telah
menyerahkan isi hati, wanita itu tak pernah terbakar api cemburu.
Senyumnya selalu sendu pada air mata yang tak seterusnya mampu
terbendung. Ketika api semakin membesar, tercium bau sangit daging
terbakar, Hae Soo tak mampu lagi menahan sedu sedan. Andai kehadiranya
dapat membuat Nyonya Hae selalu tersenyum? Kehadirannya telah
menyebabkan celah yang menganga lebar antara Nyonya Hae dan Pangeran
Wang Wook menjadi semakin terbuka. Ia adalah orang ketiga, orang yang
menyebabkan seolah Nyonya Hae tak berarti apa-apa, kecuali air mata
seorang pangeran yang kini ditinggalkan.
Pangeran Wang So sejenak menatap Hao Soo, lirih isak tangis
gadis itu seakan mengetuk pintu hati. Bagaimana nasib Soo setelah
sepupunya meninggal? Adakah ia akan tetap tinggal dengan damai di
kediaman Pangeran Wang Wook yang megah? Mata rantai yang menautkan
dengan kediaman itu sementara tengah dilahap api, menjadi abu. Gadis itu
bukan hanya kehilangan seorang sepupu, ia perlu pula mempertanyakan
takdir setelah kematian ini. Andai ia bisa mengusap air mata Hae Soo?
Sementara Pangeran Baek Ah terduduk lunglai pada pondok mungil,
tempat ia biasa bercengkerama dengan Nyonya Hae. Rasa kehilangan itu
melebihi Pangeran Wang Wook, ia tak dapat meraih Nyonya Hae dalam sebuah
perkawinana kerajaan, akan tetapi sosok wanita ayu itu selalu
bersemayam di relung hati. Lukisan diri Nyonya Hae ada dalam genggaman,
ia harus mengerti arti rasa sunyi dan hampa. Pangeran muda itu tak mampu
membendung derai air mata, Nyonya Hae telah istirah di alam kebadian,
tempat ia tak perlu lagi menunggu atau merasakan sakit.Adapun lidah api
terus menjilat, melalap seluruh isi keranda, sosok menawan Nyonya Hae
kini hanya tersisa sebagai abu yang disimpan pada sebuah guci istimewa
untuk disemayamkan pada sebuah tempat yang istimewa pula. Kisah hidup
Nyonya Hae berakhir ketika lidah api yang penghabisan padam, karena
kehabisan bara.
Usai upacara duka cita, Hae Soo mendekati Pangeran Baek Ah yang
terduduk di pondok mungil, Sang Pangeran belum mampu menghapus air
mata. Keduanya tenggelam dalam rasa kehilangan, tak mudah merelakan
seorang yang dikasihi meninggalkan kehidupan. Hae Soo sangat merindukan
Nyonya Hae, ia ingin kembali merias wajah ayu itu bagi sebuah pertemuan
istimewa dengan Pangeran Wang Wook. Akan tetapi, sosok Sang Nyonya kini
telah berubah menjadi abu, ia kini sebatang kara tanpa saudara
sepupu.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?”Hae Soo bertanya, suaranya
serak dan lirih.
“Engkau hanya perlu mengenangnya… Akupun akan selalu
mengingatnya. Dan aku harus menjagamu…”Pangeran Baek Ah menatap wajah
manis Hae Soo, wajah itu tetap manis meskipun berselimut duka.Ia
menyesal pernah menegur Hae Soo dalam hubungannya dengan Pangeran Wang
Wook, kini gadis itu sebatang kara.Masihkan ia memiliki tempat
berlindung setelah Nyonya Hae tiada? Angin terasa semakin dingin
menikam pori-pori, dedaunan pun tampak lunglai berguguran, lerai
meninggalkan ranting dan dahan.
“Terima kasih, senang berteman dengan pangeran”, sepasang mata
Hae Soo menerawang jauh, ia menjalani kisah hidup yang aneh, ia terlalu
melarut di dalamnya, kematian itu sungguh menyakitinya.
Malam pun turun dengan cepat seakan helai selimut maha hitam
yang gelap membentang. Pangeran Wang Wook mengurung diri di perpustakaan
usai upacara pembakaran jenazah. Hae Soo tidak mungkin membiarkan Wang
Wook terjebak dalam gelap, sunyi, dan duka hati. Ia harus melakukan
sesuatu, gadis itu menenteng lentera, melangkah menuju perpustakaan.
Suasana telah gelap, pada salah satu sudut Pangeran Wang Wook terduduk
lunglai. Setelah Nyonya Hae pergi, ia tersadar betapa berarti kehadiran
wanita ini, betapa kini ia hanya seorang diri.
Hae Soo berniat menyalakan lilin, akan tetapi gerakan tangannya
terhenti ketika terdengar suara Pangeran Wang Wook, “Tidak perlu
menyalakan lilin …” suara itu berbeda dengan hari-hari sebelum kematian
ini, Wang Wook tak dapat menyembunyikan hatinya yang rapuh.
Ketika menatap Pangeran Wang Wook, sesaat Hae Soo terpana,
dalam remang cahaya lentera, wajah Wang Wook teramat muram, ia
kehilangan separuh dari kehidupan. Tanpa sadar Hae Soo berjalan
mendekat, sedemikian dekat, sehingga akhirnya ia bisa mendengar isak
tangis seorang pangeran. Pangeran ke-8 gagal membendung air mata,
pipinya basah, tangisnya terpecah.”Aku tak pernah mengatakan, ia
menunggu hingga datang hari kematian. Aku menyesal …” suara Wang Wook
serak bercampur isak tangis, ia menyakiti hati satu-satunya wanita yang
mencintai. Andai ia masih memiliki waktu satu hari untuk berucap.
“Kukira aku tak pernah mencintai, hanya sekedar rasa terima
kasih. Ternyata aku sangat kehilangan, sekarang aku sadar, aku
mencintainya … Ia telah pergi selamanya… Soo, apa yang harus aku lakukan
sekarang?”Pangeran Wang Wook melakukan sesuatu yang tak pernah
dilakukan di depan seorang gadis, menangis, menyesali kesalahannya.
“Sekarang Nyonya Hae pasti tahu apa yang harus diucapkan
pangeran. Jangan pernah berpikir Nyonya Hae tak pernah tahu …”Hae Soo
mencoba menghibur dengan suatu keyakinan, sungguhpun telah tiada, Nyonya
Hae akhirnya tahu, Pangeran Wang Wook mencintai tanpa harus berucap.
Konon, sukma yang terlepas dari jasad seorang yang telah tiada, masih
mampu mendengar dan melihat saat kerabat terdekat, orang-orang yang
dikasihi berdoa dan menangisinya. Nyonya Hae akan pergi dengan tenang
setelah tangis penyesalan Pangeran Wang Wook, ia tak perlu lagi menunggu
kata-kata di alam keabadian. Penantian itu telah berakhir.
Pangeran Wang Wook semakin keras menangis, ia memang harus
menumpahkan segala penyesalan, ia terlambat menyadari kesalahan setelah
Nyonya Hae memberikan segala-galanya dalam hidup, bahkan menyerahkan Hae
Soo dengan rela kepadanya.”Mengapa sekarang baru kusadari, aku
menenrima segala-galanya …”Pangeran Wang Wook masih terisak, sementara
di luar malam terus menukik sampai pada warna yang semakin hitam.
***
Pun sang maha waktu terus berpacu, mengubah malam menjadi
siang, memulas gelap menjadi terang. Hae Soo masih terpuruk dalam
suasana duka, ia membiarkan diri terseret pada jarak terjauh untuk
menelan segala pedih dan kehilangan.Ketika ia hanya mampu terduduk lesu
di sudut kamar, maka ia menuruti kata hati untuk terduduk di sudut yang
sama. Nyonya Hae telah pergi, ia tak akan pernah datang kembali.
Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk jendela kamar, semula
Hae Soo berpikir suara itu hanya khayalan, karena ia terlalu berduka dan
tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Akan tetapi, suara ketukan
kembali terdengar, ia tidak sedang berkhayal. Hae Soo mendekati
jendela, menatap ke arah sumber suara. Tiba-tiba muncul dua buah boneka
lucu, bergerak dengan kocak seakan hidup. Ada tangan yang menggerakkan
di bawahnya.Soo terlonjak, nyaris terjatuh.
Pangeran Eun dengan sikapnya yang kekanak-kanakan dan kocak
rupanya tengah berusaha menghibur Hae Soo yang tengah berduka. Boneka
itu mengisahkan kembali awal mula pertemuan dengan Pangeran Eun tanpa
disangka-sangka di pemandian istana.Pertunjukkan kecil itu tampak lucu,
sesaat Soo terlupa akan suasana duka, senyum tipis mulai terlukis. Akan
tetapi, tiba-tiba Pangeran Eun terjatuh, terdengar suara mengaduh
kesakitan. Hae Soo bergegas keluar, melihat apa yang terjadi.
Di belakang dinding kamar, Pangeran Eun belum mampu bangkit, ia
tengah mengelus-elus pinggangnya yang sakit. Beberapa pelayan tergesa
berdatangan membantu Sang Pangeran. Hae Soo merasa lucu, ia tak bisa
menahan tawa.Suara tawa Hae Soo menyebabkan Pangeran ke-10 tersenyum,
upaya menghibur gadis manis itu berhasil. Hae Soo tak boleh terus
menerus terlarut dalam kesedihan. “Engkau seorang pangeran yang hebat”,
Soo memberikan jempol untuk Pangeran Eun.Putra Wang Geon datang
menghibur pada saat yang tepat, ketika hati demikian hampa, karena
kehilangan yang sangat dalam.
“Apa maksud jempol itu?”Pangeran Eun bertanya, ia selalu
bersemangat saat dekat dengan Hae Soo. Hatinya terasa nyaman saat
melihat senyum di bibir gadis itu.
“Jempol itu artinya hebat, terbaik. Adalah kepala dari lima
jari…”Soo menjelaskan, kehadiran Pangeran Eun menyebabkan ia tak merasa
sebatang kara. Ternyata masih ada seorang yang bersedia hadir ketika
Nyonya Hae tiada.
“Ah, aku tidak sependapat. Jempol itu milik raja, aku hanya jari telunjuk saja”, Pangeran Eun membantah.
“Baiklah. Jari telunjuk juga baik. Hari ini engkau Pangeran
ke-10 sangat hebat … Aku bisa kembali tertawa hari ini karenamu…”Hae Soo
memuji sambil memberikan jari telunjuk kepada Pangeran Wang Eun.
Dengan jenaka Pangeran Eun kembali memainkan boneka, menirukan
gaya Hae Soo saat memujinya hebat.Ada suasana haru menyusup ke relung
hati Hae Soo, ia masih memiliki seorang sahabat yang bersedia menghibur.
Pangeran Eun ternyata seorang yang berhati tulus. “Baiklah, kiranya
sandiwara boneka itu cukup sampai di sini”, Hae Soo meminta. Ia tak bisa
membiarkan seorang pangeran terus menerus berusaha melipur lara,
permainan Pangeran Eun lebih dari cukup baginya.
***
Tak jauh dari tempat Pangeran Eun dan Hae Soo bercengkerama
sebagai sahabat. Pangeran Wang So berjalan beberapa langkah ke ruang
perpustakaan. Di ruang yang sama Pangeran Wang Yo sudah terlebih dahulu
berada. Wang Yo menatap Wang So tanpa rasa persaudaraan, “Engkau belum
meminta maaf,karena telah salah paham kepadaku dan ibu”.
“Meninta maaf untuk salah paham? Benarkah? Mestinya engkau
harus menyambutku, karena ia telah menyelamatkan hidup Putra Mahkota”,
Wang Soo membantah.
“Sampai kapan kau akan terus berpihak padanya?” suara Pangeran Wang Yo berubah menjadi sangat dingin.
“Sampai aku berhenti mengorbankan hidup untuk itu…”Pangeran So
mengertakkan gigi.Tak sekalipun Wang Yo bersikap manis, pangeran ini
memiliki sikap seperti ibunda ratu.
Kata-kata Pangeran Wang So memancing amarah Wang Yo, kemarahan
itu nyaris meledak. Akan tetapi, pangeran yang lain tampak berdatangan.
Pertama yang masuk adalah Pangeran Eun.”Benarkah Later Baekje
kabarnya akan tinggal di Songak? Raja akan memberikan tanah kepada
mereka sebagai tempat tinggal…”Pangeran Eun membuka pembicaraan.
“Kabarnya demikian, tetapi aku yakin akhirnya Yang Mulia akan
menghabisi mereka, demikianlah kehidupan di Goryeo”, Pangeran Wang Wook
membantah.
“Benar, menurutku keruntuhan Nate hanya tinggal menunggu
waktu.Lihat saja kakek Pangeran ke-13, Penguasa Silla sekarang mengemis
kepada Yang Mulia Raja untuk bertahan hidup. Bagaimana bisa dia muncul
di Istana?”, Pangeran Wang Yo menatap Pangeran Baek Ah, tersenyum
sinis.Ia tak hendak bersahabat dengan pangeran keturunan Silla
ini.Silla, Baekje, dan Goguryeo adalah Tiga Kerajaan yang bersatu
menjadi Goryeo dibawah kepemimpinan Raja Taejo Wang Geon pada tahun 918
M.
Pangeran Baek Ah menatap Wang Yo dalam amarah yang nyaris
meledak, tetapi mulutnya terkunci tanpa sepatah kata. Ia menyadari jati
diri sebagai keturunan Silla bukan Goryeo.sebagai jawaban, Pangeran Wang
So menyahut. “Tapi kita, pangeran sesungguhnya tidak memiliki apa-apa
tanpa Yang Mulia Raja, sama seperti mereka. Kitapun mengemis makanan
yang diberikan oleh sang empunya. Yo, mestinya engkau tidak perlu bicara
seperti itu…”.
Wajah Pangeran Wang Yo tampak sekeras batu granit, sepasang
matanya bagai pijar api saat menatap Wang So. Pangeran bertopeng ini
selalu pandai menyangkal kata-katanya.Darah Pangeran Wang Yo diam-diam
mendidih, meski jauh dalam hati ia menyadari kebenaran kata-kata itu,
bahkan sepiring makanan bagi seorang pangeran adalah karena kebaikan
hati seorang raja.
“Entah kita merangkak atau makan seperti halnya seekor hewan,
tetap saja seorang pengecut karena tidak mampu berkata apa pun di depan
pemiliknya. Hentikan segala kata-kata yang tidak penting…”Wang So merasa
harus membela Baek Ah, ia tidak akan tinggal ketika Wang Yo berucap
sekehendak diri.
Sesaat kemudian Wang So berdiri dari kursi, “Lebih baik pergi
minum dari pada hidup seperti itu. Baek Ah, mari …”tanpa menunggu jawab
Wang So berlalu pergi, sementara Baek Ah tak ingin semakin merasa gerah
di tempat ini.Langkah kaki segera mengikuti Wang So pergi.
“Terima kasih pembelaan itu”, Baek Ah tidak bisa menahan diri
untuk tidak mengucap terima kasih. Wang So berani menyatakan sikap,
secara tidak langsung membelanya di depan kesombongan Wang Yo.
“Aku tidak membela siapa-siapa, aku tidak setuju dengan orang
yang selalu menindas yang lemah…”Wang So cukup tahu arti penindasan,
selama mampu bertindak ia akan bertindak.
“Engkau memiliki keberanian menyatakan sikap. Aku tidak
memiliki cukup keberanian untuk itu”, Baek Ah menatap Wang So dengan
rasa syukur. Pangeran bertopeng ini lebih memiliki hati baik dari pada
seorang yang berwajah tanpa goresan.
***
Hari berikutnya, setelah memiliki cukup tenaga meninggalkan
kamar, seorang diri Hae Soo mengunjungi makam Nyonya Hae. Tanganya yang
mungil mencabuti rumput yang tumbuh di atas pemakaman. Selalu terbayang
wajah sendu Nyonya Hae, semoga wajah itu berpulang dengan damai,
Pangeran Wang Wook telah mengakui rasa cinta dan kesalahan dalam derai
air mata.
Dalam hati Hae Soo berucap, “Waktu terlalu cepat berpacu.
Sudah cukup lama aku tinggal di tempat ini. Awalnya, aku ragu, apakah
bisa bertahan? Ternyata, tidak terlalu buruk. Akan tetapi,sampai kapan
aku harus hidup di sini
sebagai Soo? Unni, sudah lama sebenarnya aku ingin menyampaikan. Maafkan
aku atas semuanya, dan terima kasih untuk segalanya…”
Sepi masih menjadi penghuni jauh di relung hati, Hae Soo sangat
merindukan kehadiran Nyonya Hae. Andai ia tahu, permintaan Nyonya Hae
kepada Ratu Hwangbo dan Pangeran Wang Wook untuk menerima dirinya selaku
istri, pasti rasa kehilangan itu akan menjadi semakin dalam. Tak berapa
lama setelah kesendirian di pemakaman tampak Pangeran Baek Ah dan
Pangeran Wang Jung datang. Kedua pengeran itu menatap Hae Soo dengan
haru, keduanya tahu, betapa duka hati Hae Soo ditinggalakan Nyonya Hae.
Bagai tiga orang bersahabat mereka akhirnya melangkah pulang bersama,
meski tanpa canda ria.
Sampai kembali di kediaman, ketiganya bertemu Putri Yeon Hwa. Wajah jelita itu tersenyum, menyapa “Dari mana kalian bertiga?”
“Kami berziarah ke makam kakak ipar…”Pangeran Wang Jung menjawab.
“Nyonya Hae pasti akan merasa damai dengan ziarah itu. O ya,
aku punya kabar baik untuk Soo, menyesal baru menyampaikan sekarang,
seandainya bisa lebih cepat. Engkau akan menikah”, kabar itu diucapkan
Putri Yeon Hwa dengan mudah seakan ia hanya menyampaikan salam dari
seorang kawan yang tidak pernah sua dalam empat pekan.
Putri Yeon Hwa tidak peduli dengan tanggapan Hae Soo dengan
kabar itu, gadis itu memang sudah saatnya menikah, ia bukan lagi seorang
kanak-kanak. Sementara Hae Soo berdiri terpaku, petir seakan menyambar
di siang hari. Ia tak pernah dipanggil siapapun secara resmi untuk
menyampaikan perihal yang akan mengubah seluruh hidupnya. Dengan siapa
ia harus menikah? Mengapa tidak seorangpun meminta persetujuannya?
Apakah seorang gadis tak boleh mengenal seorang calon suami sebelum hari
perkawinan itu? Kehidupan apa yang sebenarnya harus dijalani sebagai
seorang gadis keturunan bangsawan? Hae Soo merasa seluruh aliran
darahnya membeku.
Adapun Pangeran Baek Ah dan Pangeran Wang Jung saling
bertapapan, sepasang matanya terbelalak seakan hendak meninggalkan
masing-masing kelopak.”Menikah…?”keduanya mengucap kata yang sama dengan
keraguan dan sangsi. Atau kedua pangeran itu tak pernah menduga, Hae
Soo harus menikah dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh ketika
masa berkabung belum sepenuhnya lalu. Ketika kedua pangeran itu menatap
Hae Soo, ketiganya seakan tiba-tiba terjebak di relung waktu. Sementara
Putri Yeon Hwa segera melangkah pergi, ia tak pernah peduli dengan
tanggapan Hae Soo dan kedua pangeran, karena kabar itu. Putri Yeon Hwa
berjalan menuju kediaman Pangeran Wang Wook.
Di kediamannya Pangeran Wang Wook tengah dikunjungi keluarga
Soo, wajah tampan pangeran itu seakan kejang ketika mendengar salah
seorang yang mengenakan pakaian berwarna hijau berucap, “Sudah tiba saat
bagi Soo untuk menikah, usia sudah mencukupi. Bersyukur kami telah
menemukan seorang calon yang sesuai”, kata-kata itu terucap dengan
ringan.
Pangeran Wang Wook memandang wajah kedua tamu itu dengan
tatapan semerah bara, keluarga ini masih dalam suasana berkabung. Ia
masih mereka-reka, menentukan waktu untuk memastikan Hae Soo sebagai
pilihan hidup. Tiba-tiba keluarga besar Hae memastikan pilihan hidup
lain bagi gadis menawan itu. Dengan siapa Hae Soo hendak menikah?
“Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali bagi Soo”, seorang yang mengenakan pakaian berwarna merah menambahkan.
Pangeran Wang Wook tertawa dengan nada sumbang, mungkinkah ia
merelakan Hae Soo menikah dengan orang lain? Ia belum lama kehilangan
seorang istri, kini ia harus kehilangan pula seorang yang dicintai, “Soo
masih sangat berduka setelah kehilangan Nyonya Hae, berikan sedikit
waktu untuk…”Pangeran Wang Wook berusaha menyembunyikan debur jantung
yang terus berpacu seakan kuda-kuda dicambuk kencang. Mengapa gadis
itu harus menikah secara tiba-tiba dalam suasana duka?
“Pernikahan akan lebih baik, jika Soo terlalu lama tinggal di
tempat ini setelah Nyonya Hae tiada, maka kesempatan untuk menikah akan
semakin kecil”, Putri Yeon Hwa mendukung pernikahan itu.
“Benar pendapat Putri Yeon Hwa”, seorang paman Hae Soo membenarkan ucapan Yeon Hwa.
Tanpa sadar Pangeran Wang Wook mengangguk, secara kekerabatan
ia memang tidak memiliki hak menentukan hari perkawinan Hae Soo serta
dengan siapa gadis itu hendak menikah? Akan tetapi, sosok Hae Soo telah
terhanyut hingga jauh ke relung hati. Bagaimana ia bisa merelakan
perkawinan ini? Pangeran Wang Wook tiba-tiba udara menjadi terlalu
gerah, kulitnya seakan melepuh.
Sementara itu, Pangeran Baek Ah segera menemui Pangeran Wang So
dengan langkah tergesa.”Apakah engkau akan diam tanpa pendapat dengan
pernikahan ini? Rencananya terlalu tiba-tiba, Soo masih dalam suasana
berduka”, Baek Ah sangat berharap, Wang So dapat bersuara untuk menunda
perkawinan yang tidak diketahui siapa mempelai laki-laki, bahkan oleh
Hae Soo sendiri.
“Hae Soo sudah cukup usia untuk menikah. Bukankah perkawinan
itu adalah urusan keluarga Hae? Kita tidak berhak mencampuri”, Wang So
menjawab, sesungguhnya ia terkejut, tetapi sikapnya tetap tenang.
Tiba-tiba Pangeran Wang Eun, Wang Jung, dan Wang Won datang
bergabung. Pangeran ke-10 membuka pembicaraan, ia tak dapat
menyembunyikan gelisah. Bukankah ia sangat berkesan dengan kehadiran
gadis ini serta perilakunya yang tidak biasa? “Benarkah kabar perkawinan
Soo?”Pangeran Wang Eun memerlukan kepastian.
“Menurut Eun, Soo akan menikah dengan seorang pria berumur
lebih dari 60 tahun dan memiliki punya putra yang sangat banyak”, wajah
Pangeran Jung sangat cemas. Ia pernah diselamatkan Hae Soo di tangan
sekawanan perompak, gadis yang tak mampu bertarung itu bahkan
mempertaruhkan nyawa bagi keselamatannya. Kini, gadis itu harus menikah
dengan seorang yang lanjut usia, berputra banyak pula. Penderitaan
seperti apa yang tak mampu ditolaknya?
“Benarkah?”Pangeran Baek Ah mengerutkan dahinya. Setelah Nyonya
Hae tiada, ia menjadi sahabat bagi Soo. Adakah ia akan sampai hati
melihat seorang sahabat mengalami nasib malang seperti ini? “Bila benar
demikian, bukankah perkawinan itu sama dengan perdagangan?”
Kata-kata Pangeran Baek Ah menyebabkan Pangeran Wang So
terpana, terbayang kembali wajah manis Hae Soo. Gadis yang ditolong saat
hendak terjerembab ke dasar sungai kemudian dihempaskan kembali dari
punggung kuda, gadis yang secara tiba-tiba muncul kolam pemandian istana
serta dapat menatap goresan pada wajahnya, gadis yang berani berkelahi
dengan Pangeran Wang Eun, gadis yang tak pernah takut mengantar menu
makan siang, tertatih berjalan mendaki bukit. Gadis yang memberikan rasa
damai, karena sikapnya yang leluasa. Malang nian nasib gadis ini.
Pangeran Wang So menghela napas panjang, ia harus melakukan sesuatu.
Sebelum Pangeran Wang So mampu berkata, bayangan Pangeran Wang
Wook berkelebat tiba, ia dapat menangkap wajah cemas para pangeran.
Sementara wajahnya tak kalah cemas ketika Pangeran Eun berkata, “Wook,
teganya engkau memaksakan perkawinan ini pada Soo. Seorang laki-laki
lanjut usia dengan banyak putra?”Pangeran Eun mengira perkawinan ini
adalah rencana Pangeran Wang Wook selaku ipar. Ia menatap Pangeran ke-8
dengan geram.
“Pria itu berjanji akan memperbaiki perlakuan yang tidak pantas
terhadap keluaga Hae. Suatu hal yang tidak masuk akal”, Pangeran Wang
Won berpendapat. Ia tidak mengenal Hae Soo dengan baik, tetapi
perkawinan mendadak dengan seorang calon yang tidak serasi, sungguh
melampaui batas.
Sesaat Pangeran Wang Wook terdiam, para pangeran ternyata
berpendapat, bahwa perkawinan ini bukanlah hari bahagia bagi Hae Soo,
tetapi musibah.”Aku memerlukan semua bantuanmu”, Pangeran Wang Wook
menatap semua pangeran sepenuh harap, ia harus melakukan sesuatu untuk
menyelamatkan Hae Soo.
***
Di dalam kamar, Hae Soo terkulai lemas, Chae Ryung tergesa
mengemasi pakaian gadis itu ke dalam satu bungkusan. Air matanya
bercucuran, ia akan ditinggalkan Hae Soo, gadis keturunan bangsawan yang
selalu dilayani sekaligus menjadi sahabat.”Lebih baik Agassi melarikan
diri”, Chae Ryung tak kalah cemas dengan kabar perkawinan itu, rencana
tiba-tiba yang tidak pernah dibicarakan secara terbuka. Adakah seorang
gadis benar tak dapat memilih pasangan hidupnya?
“Lebih baik aku pergi secepatnya”, suara Soo lirih, nyaris
terisak. Demikiankah nasib dirinya setelah kematian Nyonya Hae? Ia
tengah dalam suasana duka, mengapa ia tidak lebih dahulu diajak bicara
denegan siapa bakal menikah dan mengapa harus?
“Pergilah, aku akan menutup mulut, andai dipukul berulang kali hingga mati, tak akan pernah kusampaikan kemana Agassi pergi?”Chae
Ryung tahu akibat terburuk ketika melakukan kesalahan di istana, ia
akan digulung ke dalam tikar, dipukul berulang kali hingga napas
penghabisan.
“Apa?”Hae Soo terpana, haruskan ia melarikan diri dengan
mengorbankan nyawa seorang dayang? Ia terlalu takut menghadapi
perkawinan, tetapi ia lebih takut bila Chae Ryung mesti menerima hukuman
mati, karena ia melarikan diri.Gadis itu terpaku tak mampu berpikir,
Soo mengira ia telah berubah menjadi sebongkah patung batu.
Tiba-tiba seraut wajah muncul dari balik jendela, wajah
kanak-kanak Pangeran Wang Eun.Kali ini wajah itu tak menunjukkan rupa
jenaka, Pangeran Eun terlalu cemas akan nasib yang menimpa Hae
Soo.”Ikut aku, sekarang …”Pangeran ke-10 melambaikan tangan, sikapnya
sungguh-sungguh.
Hae Soo tak punya pilihan, ia menyambar bungkusan pakaian,
hatinya menjerit saat meninggalkan Chae Ryung, ia bahkan tak sempat
mengucap sepatah kata. Adakah ia memiliki pilihan kecuali mengikuti
Pangeran Wang Eun. Keduanya berjalan tergesa meninggalka kediaman
Pangeran Wang Wook, tetapi langkah keduanya terhenti. Di halaman, tampak
dua orang penjaga. Pangeran Baek Ah bertindak cepat, menarik Pangeran
Wang Eun dan Hae Soo, menyembunyikan di balik dinding yang kukuh berdiri
di belakangnya.
Pangeran Wang Eun kemudian membimbing Hae Soo menuju ke tempat
Pangeran Wang Wook tengah menunggu.Pangeran ke-8 mengulurkan tangan,
dadanya seakan dihantam gemuruh badai ketika lembut tangan Hae Soo kini
berada dalam genggaman. Demikiankah akhir kisah dengan gadis manis ini?
Sementara Pangeran Wang Jung mengulurkan jubah dengan penutup kepala
kepada Pangeran Wang Wook. Lidah pangeran itu terasa getir, ia telah
berjanji untuk menjaga Hae Soo dengan keselamatan diri, karena
pertolongan gadis itu tempo hari.Sanggupkah ia ditinggalkan?
Pangeran Wang Wook menutup seluruh tubuh Hae Soo dengan jubah
berwarna ungu.untuk yang terakhir Hae Soo menatap Pangeran Wang Wook,
“Apakah semuanya akan baik-baik saja?” kini gadis itu tahu, semua cemas
dengan nasibnya. Ia bukan ketakutan seorang diri, para pangeran ada
bersamanya.
“Aku tidak bisa membiarkanmu pergi dengan cara seperti
ini…”kata-kata Pangeran Wang Wook lirih, ia belum lagi mampu sepenuhnya
bangkit setelah ditinggalkan. Kini, ia harus kembali ditinggalkan.
Di depan kediaman Pangeran Wang Wook tandu bagi calon pengantin
telah disiapkan. Akan tetapi, kediaman pangeran itu tampak sunyi.
Ketika menatap ke arah pintu gerbang tanpa sengaja Putri Yeon Hwa
melihat Pangeran Wang Wook memacu kuda, di depannya adalah seseorang
dengan seluruh tubuh berselubung jubah ungu.Putri Yeon Hwa berpikir
cepat, tampaknya Hae Soo telah melarikan diri, menolak perkawinan ini.
“Kejar mereka …”sigap Putri Yeon Hwa memerintah para penjaga, mengejar Pangeran Wang Wook.
Pangeran Wang Wook memacu kuda secepat mungkin, Pangeran Wang
Jung melakukan hal serupa di belakangnya. Debu mengepul tinggi
diterbangkan angin, akan tetapi di tengah kesunyian hutan kedua pangeran
itu terpaksa menghentikan derap kaki kuda. Putri Yeon Hwa bersama para
pengawal berhasil menyusul kedua pangeran itu. “Berhenti…!”suara Sang
Putri lantang. Seorang pengawal dengan berani berdiri tepat di depan
kuda Pangeran Wang Wook.
“Berani sekali engkau menghalangi jalan pangeran!”Pangeran Wang
Jung memberikan teguran, tetapi penjaga itu tetap berdiri tak
bergeming.
“Ada persoalan apa?” Pangeran Wang Wook pura-pura bertanya
kepada Putri Yeon Hwa, seolah ia tidak pernah mengerti mengapa mereka
harus bertemu dihutan ini?
“Mohon maaf yang terhormat Pangeran Wang Wook, Hae Soo
keponakan saya agaknya sudah menjadi beban”, paman Hae Soo yang
mengenakan pakaian berwarna hijau membungkukkan badan.Sang paman menarik
jubah ungu dengan kuat, tapi jubah itu tetap tidak terbuka. Dengan
tenang Pangeran Wang Wook membuka jubah ungu, maka wajah jenaka Pangeran
Wang Eun tampak sudah.
“Apakah dia keponakanmu? Dia kakaku”, Pangeran Wang Jung
mengejek paman Soo.Ia menatap wajah tua itu dengan benci, mengapa
seorang paman dapat menikahkan seorang gadis tanpa dosa dengan
semena-mena?
Putri Yeon Hwa terkejut, ia sangat marah.”Kejar pada arah yang
berlawanan, sekarang!”wajah sang putri tampak merah padam, ia sadar
telah dipermainkan.
Sementara pada jalan dengan arah yang berlawanan, Pangeran Wang
So terengah memacu kuda. Pada dekapannya adalah Hae Soo, di belakang
Pangeran Wang So, Pangeran Baek Ah . Iapun berlomba dengan waktu, sekuat
tenaga melecut kuda. Sekilas Hae Soo menatap wajah bertopeng
Pangeran ke-4, jauh di dalam hati gadis itu mengucap syukur. Pangeran
Wang So ternyata memiliki hati yang tulus, tidak seperti penggambaran
kebanyakan orang, sebagai anjing srigala dengan raut wajah yang
menyeramkan.Hae Soo tidak menyangka pangeran ini menyediakan diri pula
membantunya.
“Aku hanya tidak ingin melihat hidupmu dikendalikan orang lain,
menjadi suatu hal yang tidak berharga…”Pangeran Wang So membalas
tatapan itu, seolah memahami arti tatapan Hae Soo, Pangeran ke-4
menjawab di dalam hati. Pangeran Wang So mempererat dekapan pada
ramping pinggang Hae Soo. Ia semakin kuat memacu.
Akan tetapi, tepat di persimpangan jalan, dari arah yang
berlawanan tiba-tiba muncul Ji Mong. Ahli bintang itu didampingi tentara
kerajaan. Sebenarnya Wang Soo amat terkejut, tetapi ia tetap bersikap
tenang, ia menundukkan kepala dalam-dalam, berharap Ji Mong tidak
melihatnya.Pada waktu yang sama, dari jalan yang berbeda, muncul
Pangeran Wang Wook, Wang Eun, Wang Jung, dan Putri Yeon Hwa.
“Mengapa engkau datang bersama tentara kerajaan?” Pangeran Baek
Ah bertanya, ada suatu hal yang aneh pada pertemuan ini. Mengapa Ji
Mong harus terlibat?
“Soo Agasshi yang tinggal di Kediaman Pangeran ke-8, maaf sekali Agasshi harus ikut saya…”jawab Ji Mong.
“Apa kepentinganmu dalam hal ini? Apakah orang yang akan
menikahi meminta bantuanmu?”seperti halnya Pangeran Baek Ah, Pangeran
Wang So perlu mempertanyakan kehadiran Ji Mong di tempat ini, apa
kaitannya dengan perkawinan Hae Soo?
“Lepaskan kami satu kali ini, adakah engkau tidak merasa
kasihan Hae Soo harus menikah dengan seorang yang tidak
dikenal?”Pangeran Baek Ah meminta, ia sungguh tak sampai hati melihat
wajah tak berdaya Hae Soo.
“Soo Agasshi diperintahkan untuk masuk ke dalam istana”, suara Ji Mong tenang.
Pangeran Wang So dan Wang Wook saling berpandangan, sepasang
matanya terbelalak lebar. Wang Wook menyadari arti dari ‘masuk istana’.
“Apakah…?”, Pangeran ke-8 tidak sanggup meneruskan kata-kata.Ia merasa
sebongkah panas bara tiba-tiba berpijar tepat di ubun-ubun kepala.
“Soo Agasshi sudah disetujui akan menikah dengan Raja Taejo Wang Geon. Saya diperintahkan untuk menyertai Soo Agasshi kembali ke istana”, Ji Mong tidak ragu dengan kata-katanya, ia menjalankan perintah seorang raja.
Ji Mong tidak pernah menyadari, bahwa kata-kata itu terdengar
seakan badai yang bergemuruh di gendang telinga Pangeran Wang Wook.
Pangeran ke-8 tengah mereka-reka waktu untuk mendapatkan ijin dari raja
bagi pernikahannya dengan Hae Soo –nanti, setelah masa berkabung usai.
Apabila Hae Soo mesti menikah dengan ayahanda Raja Taejo berarti, ia
kembali akan kehilangan,“Tidak mungkin, pernikahan ini terlalu
tiba-tiba…”Pangeran Wang Wook tergagap.
“Putri dari keluarga Hong Ha Jin Hae dan In Gyu Go Myung, yaitu Soo Agasshi… harus menikah dengan Raja…”Ji Mong mengulang kata-katanya.
“Adakah engkau tahu tentang rencana pernikahan ini?” Pangeran
Wang So bertanya kepada Hae Soo.Dada Pangeran ke-4 terasa sesak ketika
ia melihat Soo menggelengkan kepala.Gadis itu seakan melihat ribuan
kunang-kunang riuh berseliweran, ia mencoba menyangkal pendengarannya,
tetapi apa daya? Setelah dibantu lima orang pangeran yang memiliki rasa
belas kasihan untuk melarikan diri, Ji Mong dan tentara kerajaan masih
dapat menghentikannya.
“Jangan pernah turun dari kuda ini”, tegas suara Pangeran Wang
So, bukankah Hae Soo lebih pantas menikah dengan salah seorang pangeran?
Usianya masih belia untuk menikah dengan seorang raja yang telah
tua.Apa yang akan terjadi setelah malam pengantin berlalu? Adakah raja
benar mencintainya? Perkawinan ini bahkan tidak ada bedanya dengan
hukuman mati.
Tiba-tiba kedua paman Hae Soo datang, keduanya menyapa Ji Mong
dengan ramah. Meskipun Ji Mong tampak tidak begitu nyaman dengan
kedatangan itu. Pangeran Wang Wook turun dari kuda, mendekati kedua
paman Hae Soo itu. “Apa yang terjadi? Mengapa tiba-tiba Hae Soo harus
menikah dengan Raja?”tatapan Pangeran ke-8 tampak geram melihat kedua
orang tua itu, perkawinan ini adalah suatu kegilaan. Mengapa seorang
gadis tak bersalah harus dikorbankan? Wang Wook cukup mengerti arti
menjadi istri raja yang ke-30. Hae Soo bukan saja tidak mendapatkan rasa
cinta, ia akan dibenci oleh ratu serta selir raja yang lainnya. Gadis
ini akan hidup dalam neraka.
“Aigoo, rupanya pangeran sudah tahu. Raja sudah
mengakui usaha keluarga Hae. Raja ingin kami menjadi sanak
keluarganya…”paman Hae Soo yang mengenakan pakaian berwarna hijau
menjawab.
“Mengapa saya tidak pernah mendapat pemberitahuan, bahwa Hae
Soo akan menikah dengan raja?”Pangeran Wang Wook diam-diam merasa
seluruh tubuhnya gemetar, ia tak akan pernah memiliki daya menghadapi
seorang raja, meskipun ia adalah ayahanda. Keluarga besar Hae telah
memanfaatkan Soo bagi kepentingan mereka, malang nian gadis ini.
“Mohon maaf Aigoo , setelah Nyonya Hae meninggal, kami
tidak lagi memiliki hubungan kerabat dengan Pangeran Wang Wook. Hae Soo
adalah tanggung jawab kami. Atau Aigoo merasa cemas, setelah pernikahan ini Soo akan mengandung anak Raja. Aigoo mungkin
akan menolak keputusan itu, karena terkait dengan masalah tahta
kerajaan…”paman Hae Soo terkekeh, suaranya terdengar serupa burung
hantu, memancing kemarahan Putri Yeon Hwa.
“Apa engkau takut kami akan menghentikan pernikahan ini? Kami
tahu akibat dari perkawinan raja”, wajah jelita Putri Yeon Hwa berubah
semerah bara. Ia sangat tidak nyaman harus menatap wajah tua dan serakah
itu. Sementara paman Hae Soo hanya berdehem, ia merencanakan perkawinan
ini untuk memperpanjang pengaruh di dalam dinding istana. Hae Soo,
gadis manis yang tiada dosa adalah sosok pasti untuk memperpanjang
pengaruh itu.
“Saatnya pulang, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan”, Putri
Yeon Hwa merasa tak perlu lagi membuang waktu, ia tahu akibat terburuk
yang diterima apabila membangkang keinginan raja.
Dengan langkah pasti tentara kerajaan mendekati Hae Soo.
“Berhenti, mundur!”suara Pangeran Wang So tegas, ia mendekap Hae Soo
dalam pelukan seakan tak hendak melepas gadis itu. Ia harus mengerti
arti bimbang dan cemas akan nasib buruk seorang yang diam-diam dikasihi.
“Agasshi harus mengerti akibat bila menetang perintah
raja”, Ji Mong mencoba membujuk Hae So, ia tahu hukuman mati menunggu
bagi setiap pembangkang kerajaan.
“Lepaskan dia, Orabeoni. Tak seorangpun dapat
pelanggar perintah Raja atau kita semua akan dihukum mati”, Putri Yeon
Hwa menatap Pangeran Wang So, ia tak akan mempertaruhkan keselamatan
diri dan seluruh kerabat raja demi seorang Hae Soo. Takdir gadis hilang
ingatan itu adalah menikah dengan Raja Wang Geon sebagai istri yang
ke-30.
Hae Soo menatap dua wajah asing yang mengaku sebagai paman
dengan gundah, ia tak pernah mengenal rupa yang sangat buruk dan
serakah yang berwenanag mengubah seluruh hidup dengan memanfaatkan
perkawinan seorang raja.Gadis itu tahu, Raja Taejo pun tak pernah
menghendaki perkawinan ini, mereka tak pernah saling mengenal.
Seandainya ia bisa melayangkan tinju pada dua orang paman yang bertindak
serakah memanfaatkan keberadaannya sebagai seorang gadis belia. Hae Soo
menatap pula wajah jelita Putri Yeon Hwa, wajah yang tak pernah
memberika senyum bersahabat, kemudian ia menatap satu per satu wajah
Pangeran Goryeo. Andai ia menolak turun dari kuda, seluruh nyawa putra
Wang Geon berada dalam bahaya. Hae Soo mengerti, ia sudah cukup menerima
belas kasihan dan budi baik lima orang pangeran. Ia tak kuasa menolak
takdir, atau ia masih memiliki beberapa depa untuk mengubah pendirian
seorang raja. Perlahan Hae Soo melepaskan diri dari dekapan Pangeran
Wang So. Pangeran ke-4 mempererat dekapan itu, ia tak akan sanggup
melepaskan Hae Soo menikah dengan seorang raja tua.
“Tetaplah bersamaku …” Pangeran Wang So berbisik. .
“Tetap saja, aku harus turun…”Hae Soo sudah memutuskan.
“Ketika engkau melangkah ke dalam dinding istana, tak akan ada kesempatan untuk keluar lagi …”Pangeran Wang So memperingatkan.
“Aku harus tetap pergi, tak mungkin kupertaruhkan keselamatan
para pengeran…”Hae Soo telah mengambil keputusan, tak mungkin lima orang
pangeran harus menuju tiang gantung, karena pembangkangan gadis calon
pengantin.Siapa yang dapat menentang keputusan Yang Mulia Raja?
Sekilas Pangeran Wang So menatap Pangeran Baek Ah, ketika
melihat pangeran itu mengangguk, Pangeran ke-4 menghela napas panjang.
Ia merasa seperti tengah melontarkan sebentuk guci indah ke dasar
jurang. Hae Soo akan terjatuh berkeping-keping menjadi pecahan tanpa
bentuk. Akan tetapi, adakah ia punya pilihan kecuali melepaskan gadis
manis itu dengan hati tercabik-cabik.Gerakan Pangeran Wang So lamban
ketika turun dari punggung kuda, kemudian sepasang tangannya terulur
membantu tubuh lunglai Hae Soo kembali menjejak ke atas tanah.
“Engkau yakin tak akan pernah menyesali keputusan ini ?”sekali
lagi Pangeran Wang So bertanya, ia tak sampai hati melepaskan gadis ini.
“Tak usah cemas, aku akan mencoba bicara dengan Yang Mulia…”
Hae Soo mencoba tersenyum, ia tahu betapa bimbang hati Pangeran Wang So.
Dengan segala rasa hormat Ji Mong mempersilahkan Hae Soo masuk
ke dalam tandu. Perkawinan ini akan menjadi sebuah tragedi, akan tetapi
apa daya seorang ahli bintang, iapun tak berkuasa menghentikan. Tangan
Hae Soo membuka jubah, mengembalikan kepada Pangeran Wang Wook, sesaat
keduanya bertatapan.Hae Soo melihat ada badai dasyat menggasing pada
kedua mata itu, gadis itu mencoba tersenyum. Meski Pangeran Wang Wook
tahu, senyum Hae Soo getir terasa. Ketika Hae Soo kembali melihat
Pangeran Wang So, ia merasa sepasang mata itu telah berubah menjadi
pecahan kaca, menatapnya dalam duka cita.
Gadis itu tak sepenuhnya yakin dengan keputusannya untuk
melangkah menuju joli, ia seakan tengah berjalan menuju peti mati. Ia
akan terjebak ke dalam ruangan sempit menuju dinding megah istana,
terikat dengan segala aturan yang menekan. Ia akan menjadi seorang
istri tanpa mengenal, terlebih mencintai seorang raja yang menjadi
mempelai laki-laki. Ia akan dibenci, difitnah, dan mungkin dibunuh
permaisuri atau 27 selir raja yang lain. Benar, ruangan di joli terlalu
sempit seakan menjerat napas, ia masih sempat bertatapan dengan mata
sendu Pangeran Wang Wook sebelum pintu joli ditutup, kemudian segalanya
menjadi gelap. Hae Soo memejamkan mata, ia tengah menuju takdir hidup
yang aneh dan tak bisa ditebak kemana akhirnya.Joli itu akhirnya
bergerak, dipikul prajurit kerajaan, suasana yang semula tegang berubah
menjadi hening.
“Hae Soo melangkah ke tempat yang salah”, suara Pangeran Wang So memecah hening .
“Ternyata pria yang berusia lebih dari enam puluh tahun dan
memiliki banyak putra adalah Yang Mulia Raja”, wajah Pangeran Wang Jung
merah padam, bagaimana dua orang paman bisa menawarkan perkawinan gadis
belia kepada seorang raja yang telah memiliki banyak selir dan putra?
“Apakah aku harus memanggilnya ibu?”wajah Pangeran Wang Eun
yang kekanak kanakan menjadi pilu. Kehadiran Hae Soo menyebabkan suasana
menjadi hangat, kini ia harus menjalani perkawinan yang tak pernah
dikehendaki.Ia harus kehilangan gadis itu.
Suasana di seputar hutan beberapa saat menjadi amat diam, hanya
suara daun kering terjatuh. Tak seorang pun berucap. Angin pun
terjungkal, mati.
***
Di dalam istana suasana menjadi tegang, udara tiba-tiba gerah,
bahkan seakan melepuh. Ratu Yoo menatap Raja Taejo dengan kemarahan
meluap seakan leleran magma melumuri wajahnya yang jelita, “Yang Mulia
akan kembali menikah, bahkan malam pertama sudah diputuskan sebelum
pernikahan berlangsung. Apakah semua sudah benar?”Ratu Yoo selalu
berkhayal, ia sebagai satu-satunya ratu di istana, melahirkan putra
mahkota. Tak ada wanita lain di Goryeo yang layak mendampingi raja
kecuali ratu tunggal. Akan tetapi, apa yang terjadi? Berulang kali Yang
Mulia menikah setelah demikian banyak wanita menjadi selir, setelah
demikian banyak pangeran terlahir. Ia memang seorang ratu, tetapi tidak
dapat menetapkan putra mahkota. Ia bahkan tidak mendapatkan cinta Sang
Raja.Ratu Yoo harus berulang-ulang menelan kekecewaan dan semua itu
menyakitinya.
Sesaat Yang Mulia Raja terdiam, ia menjalani lelaku yang tidak
mudah. Ia tak memiliki cara lain menyatukan seluruh kerajaan kecuali
dengan menikahi sosok wanita yang menentukan dalam bagian kerajaan ini.
Termasuk menikahi Hae Soo, seorang gadis yang tidak dikenal dan tidak
perlu dicintai. Ia bahkan tidak perlu tahu, gadis bersangkutan keberatan
atau tidak.Yang Mulia Raja menganggukkan kepala, maka para kasimpun
mengundurkan diri.
“Saat ini Khitan akan datang menerjang Goryeo, kita harus
menggabungkan kekuatan keluarga Hong Ha Jin Hae untuk melindungi
perbatasan wilayah utara,”suara Rata Taejo Wang Geon pahit, sesungguhnya
ia pun tak menginginkan pernikahan ini. Akan tetapi, ia harus bertindak
demi Goryeo.
Khitan disebut juga dengan Khitai atau Kidan adalah orang-orang
nomaden yang berasal dari Mongolia, Manchuria, dan Rusia, tepatnya di
wilayah utara perbatasan Goryeo. Sang Raja tak akan mempertaruhkan
keselamatan demi seisi kerajaan, karena serangan ini. Ia harus menikahi
Hae Soo dalam rangka mendapatkan sekutu.
Ratu Yoo menatap Yang Mulia Raja, ia sungguh merasa kecewa,
napasnya terdengar berat seakan suara lembu mendengus “Kapan keluarga
Hae akan berhenti memanfaatkan hubungan dengan raja untuk memenuhi
keserakahannya? Seluruh kerajaan bahkan tidak lagi memiliki harapan pada
Wang Mo, ia tengah menggali kuburnya sendiri…”darah Ratu Yoo mendidih,
ia seorang ratu, tetapi tak pernah dapat mengubah pendirian seorang
raja. Pakaian kebesaran, perhiasan, dan segala kemuliaan tak dapat
mengubah takdir hidupnya.
“Apakah sesungguhnya engkau ikut pula menggali kubur bagi
Pangeran Wang Mo? Apakah engkau mengira aku tengah menggali kuburanku
dan kuburan anakku?”Yang Mulia Raja mulai dibakar amarah, ia tahu
sesungguhnya keinginan Sang Ratu untuk menempatkan Pangeran Wang Yo
sebagai Putra Mahkota. Akan tetapi, ia tak dapat mengkhianati Wang
Mo.Sesaat Raja Besar itu terdiam, ia hidup pada abad ke 10, suatu masa
ketika kerajaan besar dapat dengan mudah menumpas kerajaan kecil tanpa
ada satu pihak yang mampu berlaku adil menghentikan. Ia seorang raja,
akan tetapi mesti bertahan pada sebuah medan besar yang selalu
berkecamuk perang. Andai ia hidup pada suatu zaman yang dapat melindungi
kerajaan yang paling kecil sekalipun, ia akan cukup memiliki seorang
ratu. Putra pertama yang lahir akan segera ditetapkan sebagai putra
mahkota.Pertikaian antara sesama permaisuri, selir, dan pangeran tak
akan terjadi dalam perebutan tahta.
“Apakah Yang Mulia masih meragukan kesetiaan seorang ratu?”,
Ratu Yoo tahu, meski mencoba ia tak akan pernah dapat mengubah keputusan
seorang raja, setelah berulang kali, ia harus kembali merasa kecewa.
“Engkau adalah seorang Ratu yang berkuasa dan memiliki
segalanya. Aku hanya meragukan keserakahanmu”, Yang Mulia Raja menatap
Ratu Yoo dengan gamang, ia mengenal sungguh wanita yang paling berkuasa
dalam hidupnya. Permaisuri menolak kehadiran Pangeran Wang Mo, atas
nama cinta ia menyanjung Pangeran Wang Yo sebagai pemimpin Goryeo.
Sesungguhnya Ratu Yo menyanjung keserakahan itu sendiri.
“Akan selalu demikian cara pandang Yang Mulia, aku seorang
ratu, tetapi tidak memiliki peranan apa-apa dalam kehidupan di kerajaan
ini …” tanpa menunggu jawaban Ratu Yoo melangkah keluar, meninggalkan
aula kerajaan. Pernikahan ini akan membuatnya tersingkir semakin jauh
dari cinta seorang raja. Masihkah ia harus meratapinya?
Sementara joli yang menelan seluruh tubuh Hae Soo sudah tiba di
depan gerbang istana. Gadis itu tidak bisa terus menerus memejamkan
mata, ia tidak bisa tertidur dan selamanya bermimpi. Ia harus membuka
mata, menghadapi kenyataan. Meskipun ia harus menghadapi kenyataan
pahit, menikah dengan seorang raja yang telah memiliki permaisuri,
selir, dan putra.Secara sadar ia harus masuk ke dalam mulut seekor
singa. Diam-diam gadis itu berpikir untuk menemukan jalan keluar, bila
ada satu celah, meski teramat sempit.
Tak jauh dari tempat Hae Soo terjebak di dalam joli, di Istana
Damiwon, Sanggung Oh sedang mengawasi pekerjaan para dayang
membersihkan dan menyiapkan pemandian istana. Wanita itu adalah seraut
wajah cantik ditopang tubuh tinggi semampai dengan sepasang mata dingin.
Ada sebuah kisah menyakitkan yang tersimpan dalam tatapan mata kepala
dayang itu. Wajah cantik itu terdiam ketika seorang dayang datang,
berbisik ke telinga, “Ji Mong mengetahui tentang pengantin Raja”.
“Kapan? Dan siapa pengantinnya?”Sanggung Oh bertanya, ia akan
kembali menyaksikan satu kisah sedih di lingkungan kerajaan. Dayang itu
kembali membisikkannya pada Sanggung Oh.
Sesaat kemudian Ji Mong datang mendampingi Hae Soo ke Istana
Damiwon, tempat Sanggung Oh sehari-hari bekerja.”Di istana ini anggota
kerajaan menenangkan diri. Soo Agasshi harus pula dipersiapkan
untuk hari pernikahan esok hari”, sebenarnya Ji Mong tak ingin
mengerjakan tugas ini, tetapi ia adalah seorang bawahan, ia tak mungkin
melawan seorang raja.
“Maaf sekali, tak pernah ada pemberitahuan khusus untuk
pernikahan ini. Aku tak bermaksud melawan Yang Mulia Raja, mungkin ada
kekeliruan?”Hae Soo mencoba mencari celah untuk keluar dari kegilaan
ini.
“Agasshi menolak menikah dengan Raja?”Ji Mong menatap
wajah cantik itu heran, kebanyakan gadis di Goryeo bermimpi untuk
menikah dengan raja atau pangeran untuk mendapatkan kemuliaan.Mengapa
gadis ini menolaknya?
“Bukan hanya Yang Mulia Raja, tetapi aku juga akan menolak
menikah dengan kakeknya. Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak
kukenal…” Hae Soo merasa perlu menjelaskan. Ia memiliki hak untuk
memilih.
Tiba-tiba bayangan semampai Sanggung Oh berkelebat, wajah
cantik itu tampak dingin.Ji Mong tersenyum, menyapa Sanggung Oh dengan
akrab. “Terlalu lama aku merindukan pertemuan ini supaya dapat menatap
wajah cantikmu, sepasang mataku bahkan nyaris melompat dari kelopak…”
Sanggung Oh merasa tidak perlu menanggapi, ia selalu memahami
sikap dan kata-kata Ji Mong, ahli bintang kepercayaan Yang Mulia Raja.
Kepala dayang itu menatap sesosok gadis belia yang dikawal Ji Mong
menuju tempatnya bekerja. Sosok inikah pengantin raja? Bukankah ia lebih
pantas menjadi mempelai salah satu dari pangeran? Sanggung Oh mengunci
mulut, berusaha keras menguasai beragam perasaan yang bergejolak seakan
perang saudara tiada berkesudahan.
“Saya perkenalkan Soo Agasshi, calon pengantin Yang
Mulia Raja. Saya berpamit pergi, saya sudah menyertai kepada pihak yang
bertanggung jawab”, Ji Mong membungkuk dengan takzim. Kemudian berbisik
ke telinga Hae Soo. “Jalani takdirmu…”kata-kata itu singkat, tetapi
menimbulkan pertanyaan pada diri Hae Soo. Adakah ahli bintang itu telah dapat melihat takdir itu?
“Engkau tidak perlu terlalu merendahkan diri di depanku”, suara
Sanggung Oh dingin, ia tampak telah mengenal Ji Mong dengan sangat
baik.
“Bukankah aku memang harus menghormartimu?”Ji Mong menyangkal,
akan tetapi Sanggung Oh berpura-pura tidak mendengarkan. Segala hal yang
diucapkan Ji Mong dan betapapun baiknya sikap si ahli bintang tak akan
mengubah takdirnya. Ia telah menjalani takdir itu hingga menunggu kisah
akhirnya.Sanggung Oh harus melaksanakan tugasnya, ia memerintah
dayang-dayang membawa Hae Soo, ada hal sangat penting yang harus
dikerjakan.
Sesaat Hae Soo menatap Ji Mong, ketika ahli bintang itu
menganggukkan kepala, gadis itu tahu. Meskipun terpaksa ia harus
mengikuti para dayang-dayang itu.Sementara Ji Mong berdiri terpaku, ada
yang terasa ganjil hari ini, tanpa sadar mulutnya bergumam, “Yang Mulia
sulit dimengerti… Sungguh sulit dimengerti… Apa yang dilihat Yang Mulia
dari gadis belia seperti Soo Agasshi…”, guman Ji Mong pada dirinya sendiri setelah hanya tinggal.
Sanggung Oh bertindak cepat, mempersilakan Hae Soo ke sebuah
ruangan.”Sebelum mandi seluruh tubuh harus diperiksa, wanita yang
memiliki bekas luka tidak bisa menjadi istri raja”, suara itu datar
tanpa tekanan.
Hae Soo tak pernah mengira, ia akan diperiksa seperti ini
dengan merelakan seluruh pakaiannya ditanggalkan. Ia menyilangkan kedua
tangan di depan dadanya. “Aku tidak punya bekas luka, tidak perlu orang
lain melihat tubuhku,aku bahkan tidak pernah pergi ke pemandian umum…”
Penolakan itu menyebabkan Sanggung Oh melirik pada para dayang,
para dayang tahu apa yang harus dilakukan. Penolakan Hae Soo tidak
perlu diperhitungkan, demikian pula keterkejutan gadis itu, mereka
melucuti pakaian Hae Soo dengan paksa. Gadis itu tak berdaya, seorang
diri mengadapi terlalu banyak dayang.
“Maaf sekali, saya mengerjakan tugas, calon pengantin harus
diperiksa sebelum malam pertama bersama seorang raja”, Sanggung Oh perlu
menyampaikan kata-kata penjelasan.
Hae Soo masih melawan, ia tak pernah menghendaki malam pertama
dan perkawinan ini.Ia merasa ganjil dan teraniaya. Sanggung Oh dan
seluruh dayang merasa tak perlu menanggapi perlawana calon pengantin.
Mereka harus memastikan tubuh Hae Soo tanpa cacat atau goresan, ia
memiliki persyaratan menjelang malam pertama dengan seorang raja.
Di tempat yang berbeda Ratu Yoo dan Ratu Hwangbo tengah duduk
bercakap-cakap, “Engkau benar tidaka ingin menghentikan perkawinan
ini?”Ratu Yoo bertanya, meskipun tak pernah menghendaki ada ratu lain di
istana ini, tetapi Ratu Hwangbo adalah tempat untuk berbicara.
“Yang Mulia Raja memutuskan perkawinan demi seisi kerajaan. Apakah aku bisa melarang?”
“Setiap hari engkau membawa tasbih budha, engkau sudah seperti orang
suci. Raja sudah punya 29 selir, seharusnya ia lebih mengutamakan
kepentingan keluarga, bukan kerajaan. Apa raja akan memecah Goryeo
menjadi dua puluh lima bagian setelah berpulang?”darah Ratu Yoo masih
mendidih, ia berharap Ratu Hwangbo akan melakukan hal serupa,
menghentikan perkawinan ini, sekurang-kurangnya berpendapat
“tidak!”Jawaban itu membuat Ratu Yoo kembali dihantam rasa kecewa.
“Mengapa harus berkata seperti itu?!”Ratu Hwangbo mengerutkan
dahinya yang halus lembut.Ia amat hapal perangai Ratu Yoo, tetapi
kata-kata yang baru terucap terlalu pedas.
Tiba-tiba seorang dayang datang sambil membungkukkan badan
,”Pangeran ke-14 datang”. Tak berapa lama kemudian tampak Pangeran Wang
Jung, wajah itu adalah kegalauan yang teramat dalam. Wajah itu tampak
terkejut ketika bertatapan dengan sepasang mata lembut Ratu Hwangbo.
Pangeran Wang Jung tahu, ia segera membungkukkan badan, memberikan salam
kemudian lurus pada satu tujuan.
“Mohon maaf ibunda ratu, Hae Soo akan menikah dengan Yang Mulia Raja. Adakah ibunda dapat kiranya memohon untuk menghentikan ?”
“Hae Soo, gadis itu?”Ratu Yoo nyaris terlonjak dari tempatnya
duduk. Ia tahu raja akan menikah, tetapi mengapa harus Hae Soo
pengantinnya? Perlahan tatapan Sang Ratu beralih ke wajah Ratu Hwangbo,
“Engkau bersikap sangat tenang, karena telah mengetahui calon pengantin,
ia masih ada hubungan kerabat denganmu”, suara Ratu Yoo berubah dingin
bagai bongkahan es yang membeku.Sesaat kemudian pandangan ratu beralih
pada sosok Pangeran Wang Jung, “Tak seorang pun mampu menghentikan raja
dalam hal ini, kita tidak berwenang mencampuri”, Ratu Yoo telah
berbicara dengan raja, tetapi apa hasilnya. Wang Geon tak pernah
meragukan keserakahnnya, jawaban yang menikam hati teramat dalam.
“Hae Soo tidak menginginkan pernikahan ini. Pihak keluarganya
memaksakan,” Pangeran Wang Jung masih berharap ibunda akan dapat
menghalangi perkawinan ini, bukankah ia seorang wanita yang sangat
berkuasa.
Tiba-tiba dayang kembali datang, “Pangeran ke-8 datang”.
Pangeran Wang Wook tergesa masuk sebelum dipersilahkan. Wajah
itu tak kalah galau dengan wajah Pangeran Wang Jung. Pangeran Wang Wook
tak menduga Ratu Yoo tengah bercakap pula bersama ibunda, sekilas
Pangeran ke-4 menunduk memberikan hormat.
“Engkau tergesa datang, ada yang akan engkau sampaikan?”Ratu
Hwangbo merasa ganjil dengan kehadiran Wang Wook kali ini, putranya yang
cerdas selalu bersikap hati-hati bukan tergesa-gesa.
“Ibunda ratu…”napas Pangeran Wang Wook setengah memburu, ia ragu mengucap kata-kata.
“Hyungnim juga datang, karena pernikahan Hao Soo, kami
semua tidak setuju. Bukankah ibunda ratu bisa mencari jalan keluar?”
kedatangan Pangeran Wang Wook menguatkan sikap Pangeran Wang Jung.
“Mengapa pernikahan ini mengganggumu, Wook?” Ratu Yoo menatap Pangeran Wang Wook dengan pandangan ganjil.
“Pernikahan ini terlalu tiba-tiba, Soo seperti seorang adik
bagi saya”, Pangeran Wang Wook merasa seluruh isi dada bergemuruh seakan
air terjun, ia harus berpacu dengan waktu sebelum pernikahan itu
terjadi.
“Soo adalah sepupu mendiang istrinya. Tentu saja Wook
menentangnya…”, Ratu Hwangbo menjawab, tentu matanya yang arif dapat
menangkap perasaan kalut pada keseluruhan penampilan Wang Wook.Ratu
Hwangbo teringat pada kata-kata terakhir Myung Hae sebelum kematianya: "Saya tak lagi memiliki waktu yang panjang, terimalah Hae Soo sebagai istri Pangeran Wook”.
Kata-kata inikah yang menyebabkan seorang pangeran merasa kalut, karena
pernikahan ayahanda raja? Nyonya Hae menyerahkan Hae Soo selaku istri
Wang Wook, sebab pangeran ini mencintainya.Ratu Hwangbo menghela napas
panjang, dapatkah ia memenuhi permintaan seorang pangeran?
Senyum di bibir merah Ratu Yoo tampak sinis. “Mengapa seorang pangeran harus menentang pernikahan Yang Mulia Raja?”
Pertanyaan yang sangat tepat bagi Pangeran Wang Wook, tetapi
bagaimana ia harus menjawab dengan tepat pula? Bukankah Ratu Yoo akan
tergelak mentertawakannya? Suara Pangeran Wang Wook terganjal di
tenggorokan, hingga tina-tiba Putri Yeon Hwa datang.Wajahnya yang jelita
merah padam, menatap Pangeran Wang Wook dengan amarah. Yeon Hwa tidak
menduga akan bertemu Ratu Yoo di tempat ini, ia tahu, ia harus memberi
hormat. Menunduk.
Adapun Pangeran Baek Ah mengalami kegalauan serupa, “Dapatkah
engkau mencari satu jalan, sehingga Soo dapat keluar dari
istana?”Pangeran itu membujuk Wang So.
“Bagaimana aku bisa membujuk seorang meninggalkan pintu istana
bila ia sendiri yang memutuskan?”Pangeran Wang So menjawab, meski ia
tidak yakin dengan kebenaran jawaban itu.
“Andai ia tidak memutuskan masuk ke dalam istana, kita semua akan mati…” Pangeran Baek Ah memberikan alasan.
“Andai Soo mau, ia dapat melarikan diri pada kesempatan
pertama. Sekarang tak seorang pun mampu mneghentikan. Apakah Soo
istimewa bagimu? Mengapa engkau harus pula membelanya?”Pangeran Wang So
menatap wajah cemas Pangeran Baek Ah, ada apa antara mereka berdua?
“Soo seakan sahabat dekat setelah kematian Nyonya Hae”, Baek Ah
tak pernah jatuh hati pada Hae Soo, tetapi persahabatan setelah
kematian Nyonya Hae teramat berkesan. Soo tak pernah merampas Pangeran
Wang Wook dari Nyonya Hae. Pangeran Baek Ah teringat kembali, setelah
hari pemakaman itu hamper setiap malam duduk minum bersama Hae Soo sal.
“Mengapa engkau tak pernah menyatakab perasaan kepada Nyonya Hae?”Hae Soo bertanya.
“Ibuku berasal dari Kerajaan Silla telah runtuh. Saya dan
Wook sama-sama pangeran, tetapi pada kelas yang berbeda. Keluargamu
berada di kalangan atas, kelasku terlalu rendah untuk meminta Myung Hee
sebagai istri…”Pangeran Baek Ah menyatakan hal yang sebenarnya, tatanan
sosial adalah jurang dalam kehidupan.
Hae Soo merasa sulit menerima perbedaan kelas sosial, ia
perlu merasa kesal, “Orang-orang di sekitarmu kerap memperlakukan sesama
seakan benda mati. Tunggu hingga seribu tahun ke depan. Derajat
manusia adalah sama, tak seorangpun memiliki kelas lebih tinggi atau
lebih rendah dari orang lain.Pangeran, benarkah perbedaan itu?”suara Hae
Soo lantang, tidak pada tempatnya memperlakukan manusia berdasarkan
kelas dan garis keturunan, martabat manusia adalah sama.
Kata-kata Hae Soo menyebabkan Pangeran Baek Ah terhenyak, ia menutup mulut Hae Soo dengan makanan, “Hati-hati bicara…”
Akan tetapi Hae Soo tak henti berkata, “Setiap orang bisa
hidup terhormat, akan tetapi semua akan berakhir menjadi abu. Kita bisa
tiba-tiba terjatuh dari langit dan hidup berakhir hidup di tempat
seperti ini. Jadi, ikuti kata hati, lewatkan hari demi hari, kerjakan
segala yang ingin kita kerjakan, segala hal yang membuat hati menjadi
senang. Okey?”
“Soo bicara sesuka hati, dan engkau diam mendengarkan?”Pangeran
Wang So mengerutkan alisnya, mestinya seorang pangeran tidak perlu
mendengarkan kata-kata seorang gadis tanpa pertimbangan.
“Mestinya aku marah, tetapi kata-kata itu benar. Lihatlah
Goryeo, hubungan keluarga selalu diutamakan. Manusia dihargai bila
berasal dari keluarga bangsawan dan berpenampilan menarik. Manusia
diakui bila menikah dengan keluarga baik-baik. Jika kehidupan pangeran
seburuk ini, bagaimana dengan kehidupan orang biasa?”Baek Ah selalu
mengingat kata-kata Hae Soo dengan sebuah pertanyaan terpendam, mengapa
seorang gadis keluarga Hae yang pernah terjatuh dan hilang ingatan dapat
berbicara tentang seribu tahun ke depan. Hanya orang berpandangan luas
yang mampu mengucapkan.
“Apa sebenarnya maumu? Engkau mau meruntuhkan kerajaan ini?
Engkau mau mengubah bangsa ini?”Pangeran Wang So tak mampu menjangkau
kebenaran makna kata-kata Baek Ah. Ia tak pernah membayangkan Goryeo
seribu tahun ke depan.
“Aku hanya ingin bebas. Hyungnim juga ingin bebas
bukan? Bagaimana dengan Hae Soo? Bagaimana perempuan yatim piatu, tak
punya saudara bisa bertahan di tempat seperti ini? Setelah hari ini
berlalu, dia tidak akan pernah melihat Raja lagi. Hidup seperti ini bisa
membuatnya perlahan mati…”suara Pangeran Baek Ah berubah menjadi
pahit, seakan ia adalah pelaku yang harus menikah paksa dengan seorang
raja.Dasar pernikahan adalah rasa cinta, dalam hal ini Yang Mulia Raja
bahkan tak pernah mengenal Hae Soo, terlebih mencintai. Bagaimana bila
ia sebagai manusia rapuh harus menjalani nasib seperti ini. Wajah manis
Pangeran BAek Ah tampak sayu.
Di pihak lain Pangeran Wang So terdiam, wajah bertopeng itupun
menjadi sayu. Ia mengenal Hae Soo sebagai sosok berbeda dengan gadis
kebanyakan di lingkungan Goryeo. Gadis ini memiliki keberanian dan
keleluasaan bergerak, wajahnya tak kalah jelita dengan Putri Yeon Hwa,
Soo bahkan tak memiliki cirri-ciri sikap tinggi hati. Gadis itu
memberikan rasa damai, Pangeran Wang So menghela napas panjang. Ia harus
melakukan sesuatu meskipun akan berakhir sia-sia.
Adapun Hae Soo telah melewati pemeriksaan sekalian dayang, tak
ada sedikitpun goresan pada tubuhnya. Ia memiliki syarat untuk menjelang
malam pertama dengan seorang raja. Pakaian yang semula dikenakan entah
dimana, kini ia mengenakan pakaian berwarna putih. Ia sungguh merasa
asing dengan pakaian dan suasana di tempat ini. Dengan pikiran limbung
gadis itu terdiam di pojok kamar. Andai ada satu jalan keluar melepaskan
diri dari pernikahan.
“Saatnya mandi, pernikahan ditetapkan setelah matahari
tenggelam mala mini”, Sanggung Oh membujuk Hae Soo mandi, menyentuh
lengan gadis itu, ia telah menyiapkan segala perlengkapan mandi bagi
calon pengantin raja.
“Tinggalkan aku sendiri! Pagi tadi aku baru tahu harus menikah
dengan seorang raja tanpa kesepakatan. Aku perlu memikirkan semua ini”,
Hae Soo menepis tangan lembut Sanggung Oh.
“Baik, tunggulah. Saya akan memeriksa bak mandi”, langkah Sanggung Oh gemulai saat meninggalkan Hae Soo seorang diri.
Seorang diri di sudut kamar Hae Soo memutuskan untuk melarikan
diri. Ia teringat terowongan rahasia, ia yakin pintu masuk ke terowongan
itu pasti ada di sana.Hae Soo tergesa berlari meninggalkan kamar,
sampai pada sebuah lorong tampak seorang dayang. Denga gesit ia langsung
bersembunyi, tetapi ketika keluar dari tempat persembunyian ia
berhadapan secara langsung dengan sosok semampai Sanggung Oh. Kepala
dayang itu memandang dengan tatapan dingin.
Sementara Pangeran Wang So bergerak cepat, pergi menemui Ji
Mong. “Adakah jalan keluar untuk menghentikan pernikahan ini? Engkau
punya rencana lain?”dengan geram Pangeran ke-4 menekan leher ahli
bintang itu, sehingga Ji Mong nyaris kehilangan napas, berulang kali ia
memukul tangan Pangeran Wang So, sehingga pangeran itu melepasnya.
Di aula seorang kasim datang ke aula, menemui Yang Mulia Raja
yang tengah membaca surat pernyataan “ … keluarga Hong Ha Jin Hae telah
menyerahkan putrinya, Hae Soo. Saat ini Hae Soo telah bersiap menjelang
pernikahan…” sejenak Yang Mulia Raja berhenti membaca, bertanya pada
kasim. “Hae Soo? Apakah ia sepupu mendiang istri pangeran ke-8?”wajah
Raja Taejo tampak berubah asam, ia mendapatkan tawaran untuk menikah
dengan seorang gadis dari keluarga Hae untuk merangkul sekutu, tetapi
mengapa gadis itu mesti Hae Soo?
“Benar Yang Mulia”, Kasim membungkukkan badan dengan takjim.
“Mengapa harus anak itu? Keluarga Hae sungguh serakah …”Sang
Raja berguman , ia harus menikah dengan gadis belia yang pebih pantas
menjadi mempelai salah seorang pangeran.
“Adakah pernikahan ini harus dibatalkan?” kasim bertanya.
“Takkan ada gunanya bila kubatalkan pernikahan ini… Dimana lagi
aku harus menemukan perempuan yang sesuai? Bukan persoalan, mari kita
pergi…”
***
Dalam pada itu Hae Soo telah bersiap di kamar pengantin,
pakaian indah berwarna serba merah ini seakan meringkus tubuhnya yang
mungil dan tanpa goresan. Rambutnya yang semula tergerai, kini disanggul
dengan tusuk konde berkilau dari logam mulia bertahtakan batu permata.
Ia telah bersiap meninggalkan masa lajang, ia tak lagi dapat mengurai
rambut seperti halnya gadis-gadis yang lain. Sanggul rambut adalah
pertanda seorang yang telah bersiap menikah atau telah menikah.Sanggung
Oh merias pula wajahnya dengan ahli, memulas pula gincu warna merah,
bibir merekah itu tampak seakan darah yang berleleran di atas salju.
Andai seluruh tata rias ini ditujukan bagi Pangeran Wang Wook, bukan
seorang raja tua yang tak pernah dicintainya. Hae Soo kini tahu arti
kalut, dengan cara bagaimana ia dapat mengakhiri kekalutan ini?
Pikirannya masih juga belum berhenti.Ia seorang diri menunggu kehadiran
seorang raja menjelang malam pertama, karena pernikahan paksa.
Dengan langkah pasti Yang Mulia Raja menuju kamar pengantin, ia
akan memulai kembali pengalaman yang telah terjadi tiga puluh kali.
Langkah Raja Taejo terhenti ketika tiba-tiba tampak Pangeran Wang Wook
berlutut.”Mohon ampun Yang Mulia, ada yang hendak saya sampaikan”,
Pangeran ke-8 dengan putus asa menempuh langkah penghabisan untuk
menyelatkan Hae Soo, memohon, berlutut di hadapan Yang Mulia Raja.
“Apa yang perlu engkau sampaikan?”Raja Taejo merasa terhalang,
mengapa Wang Wook pangeran yang cerdas yang dikenal sebagai cendikiawan
Goryeo menghalangi langkah menuju kamar pengantin?
“Keluarga kerajaan sudah memiliki banyak besan. Keluarga
berkuasa yang lain masih mencoba mengawasi gerak-gerik keluarga
kerajaan. Saya ingin tahu, mengapa Yang Mulia harus membawa keluarga
yang lain?”
“Aku punya alasan, aku perlu bantuan keluarga Hae untuk menghentikan perseteruan dengan Khitan. Mengapa engkau menentang pernikahan
ini?”Raja Taejo mulai merasa geram, Wang Wook dikenal cerdas, tetapi
tahukah pangeran itu startegi mengendalikan kerajaan. Sebenarnya Wang
Geon tak perlu menikahi siapa-siapa, ia selalu menikah dengan kerajaan
ini. Ia tak perlu mengenal cinta, rasa cinta telah sepenuhnya
ditumpahkan bagi Goryeo. Andai Wang Wook tahu.
“Karena, karena…”Pangeran Wang Wook tergagap, tak mudah baginya
menjelaskan pembatalan pernikahan seorang raja. Apakah ia harus
menyatakan, bila ia menginginkan ijin Yang Mulia Raja bagi pernikahan
ini?
Tibat-tiba Pangeran Wang So telah pula tiba, bertanya,
“Bagaimana bila Yang Mulia menggunakan cara lain untuk mendapatkan
sekutu bagi Goryeo?”Pangeran ke-4 menempuh hal serupa dalam keadaan
putus asa seperti halnya Pangeran Wang Wook, berlutut di depan raja.Ia
tahu segala akibat, bahkan bila sang raja harus membencinya.
“Apa yang kalian lakukan!? Apa kalian harus digiring ke tiang
gantung?”suara Yang Mulia Raja menggelegar seakan halilintar,
menggetarkan dinding dan seluruh ruangan. Dinding kamar pengantin seakan
retak, karena kemarahan Wang Geon. Ia hanya perlu melewatkan malam ini
untuk menyatakan Hae Soo sebagai istri raja. Setelah itu, ia akan
melupakan untuk seribu malam seterusnya. Ia tak peduli jika pengantin
perempuan akan tetap menunggu di kamar yang sama pada tahun tahun
panjang sesudahnya. Ia seorang raja, bagi Goryeo ia bisa melakukan apa
saja, termasuk menghardik dan menghukum mati para pangeran.
“Saya menemukan saksi yang melihat salah satu anggota keluarga
Hae bersekutu dengan Khitan. Seharusnya Yang Mulia menghukum Keluarga
Hae, menyerahkan perbatasan pada keluarga yang lain. Yang Mulia bisa
merelakan keluarga Hae tetap menjadi pejabat di kota mereka. Persekutuan
juga bisa tanpa harus ada pernikahan. Ada cara lain untuk mengurangi
kekuasaan keluarga Hae. Haruskah Yang Mulia menawarkan menjadi besan
pada mereka?”Pangeran Wang So masih memiliki sisa keberanian untuk
kata-kata yang panjang, meski kata-kata itu tak mengubah keputusan
seorang raja.
Sepasang mata Raja Taejo Wang Geon semerah darah saat menatap
Pangeran Wang So, ia berhak marah, karena keberatan atas pernikahan
ini.”Pernikahan tetap diteruskan.Jika aku mengikuti saranmu menghukum
Keluarga Hae, maka akan dibutuhkan setengah hari untuk mengirim tentara
ke sana. Pada saat itu, perbatasan sudah diterobos oleh Khitan. Jika aku
harus memberi pelajaran kepada Keluarga Hae,
apa kalian tidak takut akan tindakan dari keluarga yang berkuasa lain?
Di kerajaan ini tidak perlu harus mencari alasan untuk bertindak. Engkau
harus menemukan alasan tepat untuk mencegah. Mengerti? Alasan kalian
tidak cukup kuat…”Wang Geon selalu memiliki alasan, mengapa pernikahan
harus terjadi, ia harus mencegah Goryeo dari serangan bangsa lain.Yang
Mulia Raja kembali melangkah dengan pasti.
Pangeran Wang So terdiam seribu bahasa, ia gagal menyelamatkan
Hae Soo, seluruh tubuhnya terasa lunglai. Ia tak berarti apa-apa di
hadapan seorang raja. Ia terpaksa menepi, memberi jalan saat ayahanda
melewatinya. Ia melihat Hae Soo berdiri di depan kamar, gadis itu
terbalut pakaian pengantin semerah darah, tampak seakan bidadari turun
dari langit. Akan tetapi raut wajah itu jauh dari menampilkan
kebahagiaan seorang mempelai. Hae Soo bukan sedang menjelang malam
pertama, ia akan diperkosa seorang raja kemudian dicampakkan selamanya.
Apa arti pakaian indah seorang pengantin kerajaan? Pangeran Wang So
melihat seolah Hae Soo hendak berbicara kepada Yang Mulia, tetapi Raja
Taejo tak sedikitpun menatap wajahnya, Sang Raja terus berjalan seakan
Pengantin cantik Hae Soo bukanlah siapa-siapa. Hae Soo ia telah
menemukan satu-satunya cara.
Sesaat diam menggantung, menggelisahkan.
Tiba-tiba suasana diam robek oleh suara guci yang pecah. Semua
orang menoleh ke arah muasal suara.Sepasang mata Sang Raja membelalak
tak percaya, Pangeran Wang So berdiri terpengarah seakan arca,
sementara Pangeran Wang Wook merasa seluruh tubuhnya menggigil. Hae Soo,
pengantin wanita itu menempuh tindakan yang sangat berani dan berbahaya
tanpa menyadari akibatnya. Pengantin itu meraih sepenggal pecahan
guci, melukai pergelangan tangan, darah mulai menetes. Pergelangan
tangan itu kini sama merahnya dengan warna pakaian pangantin.
“Kali ini saya memiliki alasan untuk menghentikan pernikahan,
wanita dengan bekas luka tidak bisa menjadi istri seorang raja. Yang
Mulia, hentikan pernikahan ini …”Hae Soo tidak yakin, adakah cucuran
darah ini akan berhenti atau terus membanjir, ia akan mati. Lebih baik
mati sebelum malam pengantin tiba dari pada meninggal perlahan setelah
dicampakkan seorang raja.
Raja Taejo menatap Hae Soo tanpa berkedip, gadis yang cantik,
cerdik, berani menempuh bahaya sekaligus tidak mengerti akibat melawan
keputusan seorang raja. Cukup lama Yang Mulia Raja terpaku, Pangeran
Wang Wook dan Pangeran Wang So menahan napas, keduanya dihantam rasa
takut yang sama. Adakah Sang Raja akan segera menjatuhkan hukuman mati?
Suasana di lorong itu sama tegangnya dengan udara di seputar tiang
gantung saat seorang yang dinyatakan bersalah siap menghembuskan napas
penghabisan.Sementara seluruh pakaian pengantin yang dikenakan Hae Soo
kini berlumuran darah.
Tiba-tiba terdengar gelak tawa Yang Mulia Raja, “Engkau
memiliki keberanian melebihi seorang pria. Panggil Hong Ha Jin Hae, aku
harus bicara”, Wang Geon memberikan perintah kepada kasim kemudian
melangkah pergi seolah di tempat ini tak pernah terjadi apa-apa.
Hae Soo diburu ketakutan dan sakit tak terperi, ia telah
menentukan sikap dengan berani. Ia telah berhasil menggagalkan
pernikahan ini, akan tetapi cucuran darah perlahan berubah seakan lautan
merah. Pandangan matanya berkunang-kunang, napasnya sesak, seolah di
seputarnya tak mengalir lagi udara.Pedih di pergelangan tangan semakin
menyayat tembus hingga ke ulu hati, tubuh rapuh itu kini menjadi
limbung. Seribu bintang seakan bertabrakan, lalu langit berubah menjadi
sehelai kain beludru hitam, dengan lunglai seluruh tubuh Hae Soo roboh.
Pangeran Wang So tergesa hendak menangkap tubuh limbung itu,
akan tetapi kalah cepat dengan Pangeran Wang Wook. Sigap tangan Pangeran
ke-4 menangkap Hae Soo sebelum tubuh itu terguling membentur lantai.
Cemas kembali menyergap seluruh isi dada pangeran itu, adakah ia dapat
menyelamatkan Soo? Sementara di tempatnya berdiri, Pangeran Wang So
masih terpaku. Segalanya berlalu dengan cepat, permohonan itu tak pernah
dikabulkan. Ternyata Hae Soo memiliki satu cara yang lebih pandai,
tindakan berbahaya yang dapat menghentikan tarikan napasnya.
Di halaman istana Pangeran Wang Eun, Pangeran Wang Jung,
Pangeran Baek Ah, dan Pangeran Wang Won sudah menunggu. Seluruh wajah
itu tampak cemas, apa yang akan terjadi pada diri Hae Soo? Bila malam
pengantin itu telah terjadi, maka tak seorang pangeran pun mampu
menjangkaunya. Mereka akan kehilangan selamanya, dan para pangeran tahu
apa arti kehilangan. Adalah ketika hari-demi hari akan berlalu dengan
hampa. Keempat pangeran terperanjat, ketika Pangeran Wang Wook melangkah
keluar dengan cemas, pada kedua tangannya tubuh Hae Soo masih terlilit
pakaian pengantin. Pakaian itu …pakaian itu meneteskan darah. Hae Soo
terkulai, gadi itu pingsan dalam pelukan Pangeran Wang Wook. Apa yang
terjadi? Para pangeran memburu tubuh lunglai itu.
“Panggil tabib!”Pangeran Wang Wook menjerit, suaranya parau.
***
.
Mimpi adalah suatu kehidupan antara nyata dan tiada, ketika
manusia tertidur, ketika manusia berharap, ketika kesadaran menjauh,
menjauh… karena suatu sebab. Segalanya samar, kabur, dan tanpa bentuk
menimbulkaan tanda Tanya, “Dimanakah aku?”
“Dimana aku ? Apakah aku sudah mati, ah tidak. Goryeo… Taejo
Wang Geon, Gwangjong… Aku pasti melupakan sesuatu… Raja ke-4 Goryeo,
Gwangjong. Ya, Gwangjong raja ke-4. Dia raja yang membunuh saudaranya
dan bawahannya. Raja ke-4 Goryeo, Gwangjong. Siapa dia? Siapa di antara
pangeran-pangeran itu? Apa mungkin…”, Hae Soo mengigau.Ia seakan
terjebak ke dalam kabut sejarah, ia terkulai melewati terowongan waktu
kemudian segalanya menjadi samar, kehilangan bentuk.
Hae Soo tiba-tiba terbangun, ia segera berhadapan dengan wajah
cantik Sanggung Oh. Bibir yang indah itu bergerak, “Benar, engkau masih
hidup dan belum menikah. Aku yang bertanggung jawab merawatmu, bukan
tabib”, dengan sepasang mata galau Sanggung Oh menatap wajah belia itu,
satu pertanyaan terucap dalam hati,Apa yang akan terjadi pada gadis
ini, sesosok tubuh mungil yang berani menentang keputusan seorang raja?
Adakah ia tahu akibatnya?.
“Bukankah ini istana?”Hae Soo bertanya, ia mengamati ruangan di sekitarnya.
“Engkau masih hidup, masih berada di dalam istana…”Sanggung Oh menjawab singkat.
“Maksudmu aku tidak bisa pergi dari tempat ini, kecuali mati?”.
“Menurut tabib luka itu terlalu dalam dan akan tetap membekas”,
Sanggung Oh mengalihkan pembicaraan, ia tak bisa mengerti maksud kata
gadis ini.
“Demikianlah yang kuharap, bekas luka untuk menghentikan
pernikahan dengan seorang raja”, Hae Soo bersyukur, ia berhasil
menghindari malam terkutuk itu.
“Apakah engkau tidak bermimpi menjadi istri seorang raja? Engau
akan hidup bergelimang kekayaan dan kemakmuran. Suatu hal yang
didambakan gadis-gadis Goryeo Sanggung Oh menatap Hae Soo tanpa
menyembunyikan rasa heran, ketika gadis-gadis lain bermimpi tentang
kemuliaan menjadi istri seorang raja. Gadis yang satu ini bahkan menolak
dengan melukai pergelangan tangannya.
“Setiap manusia berhak menentukan takdir hidup, meski harus
menentang keputusan seorang raja. Setiap manusia adalah tuan bagi
masing-masing kehidupan”, Hae Soo tidak ragu dengan kata-katanya, ia
sungguh tak membayangkan memaksakan diri satu malam dengan seorang raja
tua kemudian dicampakkan selamanya, ia telah berlaku yang seharusnya.
“Engkau masih sangat muda, menentang keputusan raja berakibat
pada hukuman. “Bersiaplah…”Sanggung Oh tak mampu membayangkan, hukuman
apa yang akan dijatuhkan pada gadis ini? Ia akan kembali menyaksikan
sebuah keping cerita.
“Aku telah bertindak yang seharusnya, tak ada yang harus
disesali.apapun hukuman yang akan dijatuhkan”, Hae Soo tidak mampu
membayangkan apa hukuman itu, akan tetapi selalu lebih baik dari pada
menjadi pengantin satu malam dengan seorang raja.
“Kalau memang demikian, istirahatlah…”Sanggung Oh harus
mengakui, betapa menawan gadis belia ini. Sikap dan kata-katanya
mengesankan, Sanggung Oh menghela napas panjang kemudian melangkah
keluar dari kamar.
Kepala dayang itu terkejut, ketika di luar kamar tampak
Pangeran Wang Wook tengah menunggu. Ia segera membungkukkan badan,
“Silakan …”kepala dayang itu mempersilakan Pangeran Wang Wook masuk ke
dalam kamar. Dengan satu pertanyaan, mengapa seorang pangeran Goryeo
harus cemas dan repot, karena luka di pergelangan tangan seorang gadis?
Calon pengantin yang memberontak.
Pangeran Wang Wook menatap Hae Soo dengan napas lega, masa
genting telah berlalu. Ia mengakui keberanian gadis ini dalam
menyelamatkan diri, tak seorangpun memikirkan halan keluar itu. Ia dan
Pangeran Wang SO bahkan telah putus asa. Dengan lembut Pangeran Wang
Wook meraih pergelangan tangan Hae Soo yang terbalut perban. “Semua
sudah berakhir, luka di tanganmu menjadi alasan bagi Yang Mulia untuk
membatalkan pernikahan. Keluarga Hae telah disimpulkan menentang
kepentingan negeri ini. Keluargamu tak akan lagi
memanfaatkanmu,”Pangeran Wang Wook selalu merasakan suasana istimewa
saat berada di samping Hae Soo, sungguhpun gadis itu kini baru tersadar
dari pingsan dengan luka pada pada pergelangan tangan.
“Malam adalah saat yang menyedihkan, seakan aku adalah orang
yang jahat, tak berdaya apa-apa. Kuingat permintaan mendiang istriku,
aku berdoa sesuai permintaannya supaya engkau kembali.
Akan kupenuhi permintaan itu dengan selalu menjagamu. Akan kuberikan
segala yang tak pernah diterima Myung. Jika engkau menjadi istri raja,
aku akan kehilangan selamanya. Pasti aku tak akan pernah memaafkan
diriku sendiri”, sepasang mata Pangeran Wang Wook berkaca-kaca, ia belum
lama kehilangan seorang istri yang mencintai. Apakah ia harus kembali
kehilangan Soo sebelum masa berkabung usai?
“Kukira aku tidak akan pernah bisa melihatmu, tidak akan
pernah mengucap salam perpisahan…”Pangeran Wang Wook akhirnya tak dapat
menahan isah tangis. Ia pernah menangis di depan gadis ini, adakah
suatu kesalahan bila ia melakukan kembali? Setulus hati Sang Pangeran
memeluk tubuh rapuh Hae Soo, “Tak akan kubiarkan hal seperti ini kembali
terjadi”, Pangeran Wang Wook memejamkan mata, andai ia bisa tetap
memeluk Hae Soo selamanya.
Sementara Ji Mong dengan setia menemani Yang Mulia Raja yang
berjaga semalam suntuk. “Bukankah Yang Mulia perlu kiranya untuk
beristirahat?” ahli bintang itu bertanya, bahkan seorang raja besar
sekalipun tetap perlu beristirahat.
Wajah tua Raja Taejo itu tampak letih, ada begitu banyak hal
mengejutkan yang terjadi tanpa disangka-sangka. Kali ini penolakan calon
pengantin, mengapa ada seorang gadis menampik pernikahan seorang raja?
Mengapa ia perlu melukai diri bagi sebuah alasan? Gadis itu cantik,
terlalu berani, dan sesungguhnya pintar. Dari mana sebenarnya ia
berasal?
“Apa yang akan Yang Mulia lakukan terhadap Soo?” Ji Mong merasa perlu mengetahui nasib Hae Soo setelah ini.
“Kirimkan ia untuk menjadi budak”, jauh di dalam hati Sang Raja
memahami penolakan Hae Soo, ia bahkan merasa merasa kasihan terhadap
gadis belia itu. Akan tetapi, ia adalah seoerang raja. Kesalahan besar
apabila seorang gadis berani menolak pernikahannya. Ia tak perlu
menjatuhkan hukuman mati, pantaslah ia menjadi budak. Bekerja keras
kepada pihak yang sangat membenci.
“Tidak bisakah bila ia harus menjadi dayang istana? Ratu Yoo
dan Ratu Hwangbo membutuhkan dayang. Bahkan Nyonya Gwangjuwon juga
menginginkan Soo…”Ji Mong menawarkan pilihan yang lebih baik, ia tahu
arti menjadi budak.Penderitaan tanpa batas bagi setiap gadis yang harus
menjalani.
Raja Taejo melirik Ji Mong, ia tahu hubungan baik ahli bintang
ini dengan para pangeran. Adakah Ji Mong telah menjadi penyambung
lidah? Bukan Ji Mong, para pangeran yang menginginkan Hae Soo menjadi
dayang istana. Dengan kesal Yang Mulia Raja membanting dokumen yang
sedang dibaca, “Apa sesungguhnya hubungan Soo dengan para pangeran.
Pangeran ke-8 dan ke-4 bahkan berlutut, memohon pernikahan dibatalkan.
Sudah cukup persoalan ini”.
“Sanggung Oh dari Istana Damiwon juga membutuhkannya…”Ji Mong
tak menyerah dengan kemarahan Sang Raja. Ia mendengar ahli dalam tat
arias dan berminat dengan segala macam jenis herbal.Hae Soo akan banyak
membantu keluarga kerajaan jika diserahkan kepada Sanggung Oh.
“Dimana Soo?”rasa kesal Sang Raja mereda ketika mendengar nama
Sanggung Oh, wajah itu bahkan tampak sendu.Nama Sanggung Oh mengingatkan
Wang Geon akan sebuah kisah di masa lampau, masa yang telah lama
berlalu. Akan tetapi, benarkah ia mampu melupakan?
***
Dimanakah Hae Soo?
Seakan sepasang kekasih yang dirundung rindu seribu tahun, Hae
Soo dan Pangeran Wang Wook tengah berjalan-jalan di taman. Hijau daun
tampak berseri seindah batu zamrud, aneka bunga bermekaran, pun air
kolam berkilau sejernih kaca. Pangeran Wang Wook melihat luka di
pergelangan tangan Hae Soo. Ia membantu gadis itu menutupinya dengan
menarik lengan baju hingga bekas luka tak lagi tampak dari pandangan
mata.
Hae Soo tersenyum, ia memang ingin selalu bersama dengan
Pangeran Wang Wook. Langkahnya seakan mengambang di atas angin yang
bertabur seribu bunga. Mungkinkah ia bisa selalu bersama? Betapa ingin
ia bertemu dengan Nyonya Hae atau sekedar mengunjungi makamnya. Selalu
terbayang kebaikan hati saudara sepupu itu.
“Ya, kita bisa pergi bersama. Ia pernah meminta untuk
selalu menjagamu.andai kita bersama berziarah ke makam, pasti ia akan
merasa damai …” Pangeran Wang Wook seakan tahu isi hati Hae Soo, ia akan dengan senang hati menyertai kunjungan ke makam itu.
Pangeran ke-8 memegang pundak Hae Soo, senyumnya yang lembut
akan menyebabkan setiap gadis di Goeryeo jatuh hati. Hae Soo tak pernah
mampu melupakan senyum itu. Wang Wook ingin tetap memegang pundak Hae
Soo, akan tetapi ia melihat Ji Mong melangkah mendekat. Ia harus melepas
bahu Hae Soo.
Ji Mong tersenyum, dalam jarak satu depan ia membungkuk kepada
Pangeran Wang Wook, “Mohon maaf Pangeran, saya menyampaikan perintah
Yang Mulia supaya Soo Agasshi dapat menjadi dayang di Istana
Damiwon bersama Sanggung Oh”, tugas Ji Mong adalah menyampaikan perintah
raja, ia harus menenrima kenyataan pahit, bahwa wajah Pangeran Wang
Wook berubah seakan air keruh. Keputusan ini berarti ia harus berpisah
dengan Hae Soo, meski jarak perpisahan tidak terlalu jauh masih di
seputar istana.
“Beruntung Soo Agashi masih diijinkan menjadi dayang
di Istana Damiwon, buka menjadi budak di tempat yang sangat jauh”, Ji
Mong mengerti perasaan Pangeran Wang Wook. Bagaimana sepupu Nyonya Hae
akhirnya harus bekerja menjadi dayang, atau memang tak ada lagi jalan
keluar yang lain.
Sebaliknya wajah sendu Hae Soo kini tersenyum, ia tahu apa yang
harus dilakukan setelah menentang keputusan raja, bekerja selalu dayang
bersama Sanggung Oh. Bukankah ia ahli dalam bidang tata rias serta
ahli mengenali berupa herbal? “Aku tak keberatan sekalipun harus
bekerja sebagai dayang”, Hae Soo menanggapi.
“Sungguhpun menjadi dayang, tetapi Agasshi tetap
keturunan bangsawan, akan ada perlakuan khusus. Kerja keras akan
diganjar dengan hari libur serta ijin menikah”, Ji Mong menambahkan, ia
telah berhasil pula mencari jalan keluar, supaya Hae Soo dapat kembali
menuliskan takdir hidup.
Hae Soo tampak gembira, ia kembali memiliki alasan untuk
melupakan malam yang menakutkan itu.Ia akan memulai kehidupan baru,
setelah Myung Hae tiada, apakah ia masih berhak menetap di kediaman
Pangeran Wang Wook? “Bersiaplah untuk pergi …” Ji Mong membungkukkan
badan kemudian mengundurkan diri. Tidak susah melaksanakan tugas.
Wajah Pangeran Wook masih sama kelamanya dengan air keruh,
jarak yang tergapai akan kembali terentang. Mungkinkah ia dapat memenuhi
permintaan terakhir mendiang istri untuk selalu berada di dekat Soo.
“Jarak untuk mengunjungi makam Myung semakin jauh, tetapi ia akan selalu
ada di hati”, Hae Soo membuka kembali pembicaraan, ia tak mengerti
bagaimana sesungguhnya perasaan Pangeran Wang Wook.
Pangeran ke-8 perlu beberapa saat menenangkan diri sebelum
menatap kembali wajah manis Hae Soo , “Benar kata Ji Mong, engkau tidak
dikirim ke tempat yang jauh selaku budak. Jangan pernah khawatir…”Wang
Wook mencoba menguatkan hati gadis itu, setelah hidup sebagai keluarga
bangsawan, dapatkah ia menjadi seorang dayang?
“Saya akan berusaha dengan baik supaya bisa menyesuaikan diri
di Istana Damiwon”, Soo tidak ingin membuat Pangeran Wang Wook
khawatir. Benar seperti kata Ji Mong ia masih beruntung, Yang Mulia
memaklumi untuk pekerjaan yang disenangi di lingkungan istana.
Perlahan Pangeran Wang Wook mengambil sesuatu dari balik
pakaian kemudian memberikan kepada Hae Soo. Adalah lembaran kertas yang
pernah digambar Hae Soo, Sang Pangeran mencoba tersenyum, “Aku akan
mengunjungimu setiap hari”, sebuah janji manis yang kebenarannya belum
dapat dipastikan, karena waktu dan berbagai perubahan. Akan tetapi,
cukup kiranya sebagai salam perpisahan.
Hae Soo masih tersenyum ketika Pangeran Wang Jung, Pangeran
Wang Eun,Pangeran Wang Won, dan Pangeran Baek Ah berlari
mendekati.Wajah-wajah itu masih terlihat cemas, mereka ingin memastikan
keadaan terakhir setelah luka berdarah pada pergelangan tangan gadis
itu.Para pangeran tampak lega ketika meleihat Hae Soo dalam keadaan
baik.
Di belakang para pengeran itu, Pangeran Wang So tampak berdiri
terpaku di Ji Mong. “Engkau mengerti menapa aku harus berlutut di
hadapan Yang Mulia?”suara Pangeran ke-4 berbisik, seakan cemas bila
pangeran yang lain akan mendengarnya.
“Aku mengerti…”perlahan Ji Mong menyahut, sepasang matanya
melirik wajah bertopeng itu. Sang Pangeran tengah menyimpan isi hati
yang paling dalam.
Para pangeran masih bertegur sapa dengan Hae Soo, tetapi
Pangeran Wang Wook merasa perlu menghentikan, “Saatnya Soo berangkat,
ini hari pertama. Bila terlambat Sanggung Oh akan marah”.
“Benar, jangan sampai Soo terlambat, “ Pangeran Wang Won setuju.
“Sanggung Oh adalah kepala dayang yang mengerikan”, Pangeran
Wang Eun berpendapat, ia selalu teringat tatapan dingin kepala dayang
itu. Entah kisah apa yang tersimpan di balik kelopak matanya.
“Aku akan mengunjungimu setiap hari”, Pangeran Wang Jung
berjanji. Ia bersyukur Hae Soo dalam keadaan sehat setelah menentang
perintah raja. Gadis itu masih memiliki tempat di lingkungan istana,
meski bekerja sebagai dayang. Ia masih dapat menjumpai gadis “pemberani”
itu.
Hae Soo menatap wajah para pangeran satu per satu.Sinar
matahari menyebabkan wajah itu tampak sebagai sosok menawan terbalut
pakaian kebesaran pangeran Goryeo. Mengapa ia harus ada bersama para
pangeran, menerima semua kebaikan hatinya? Siapa di antara pangeran itu
yang akan tega membunuh saudara sendiri? Siapa yang akan menjadi Raja
Gwangjong? Tidak! Pembunuhan itu tidak akan terjadi, jauh di dalam hati
Hae Soo bertanya.
Ketika menatap wajah tampan Pangeran Wang Wook, ia kembali bertanya kepada diri sendiri. “Mungkinkah…?”
Ji Mong kembali dating, mengangguk sebagai tanda, saat bagi Hae Soo untuk pergi. “Dari tempat ini langkah bermula …”
Hae Soo tahu waktu bersama para pangeran sebagai ipar Pangeran
Wang Wook telah usai. Ia berdiri sejenak di depan Pangeran Wang Wook,
Pangeran ke-4 kembalimemberikan dorongan, “Tidak ada yang perlu
ditakutkan, engkau tahu itu”, Pangeran Wang Wook berusaha sedapat
mungkin menguasai diri, hari pertama bagi Hae Soo di Istana Damiwon
selaku dayang berarti ia harus selalu bersiap kehilangan.
Hae Soo pun melangkah, ia harus menuliskan kembali takdir hidup
setelah berhasil menggagalkan perkawina paksa. Saat melewati Pangeran
Wang So, gadis itu sedikit menundukkan kepala.Pangeran ke-4 diam tak
bergeming, sekilas matanya yang mengintai dari balik topeng melirik
pergelangan tangan Hae Soo yang masih berbalut perban.Kemudian jarak pun
meregang, semakin lebar.
Ketika akhirnya langkah kaki Hae Soo sampai di area pemandian keluarga kerajaan,Wajah dingin Sanggung Oh sudah menunggu…
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar