Kamis, 30 Mei 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- ENAM

 




  
Hari itu langit Goryeo seakan terisak pada mendung gelap saat upacara pembakaran jenazah Nyonya Hae.Seluruh anggota kerajaan berkabung dalam pakaian duka cita, berwarna putih, seluruhnya berdiri menghadap pada satu titik, keranda. Di atas setumpuk kayu bakar, di dalam peti yang indah jenazah Nyonya Hae terbaring dengan damai, wajahnya yang rupawan sepucat kertas. Ia telah meninggalkan kehidupan dunia pada muda usia, meninggalkan segala rasa sakit, nyeri di paru-paru serta kekecewaan teramat dalam. Setelah cinta kasihnya tercurah seakan air terjun yang bersumber pada mata air abadi, Pangeran Wang Wook tak sekalipun menatapnya. Ia terlalu pandai bersandiwara, berlaku sebagai pangeran tampan yang bijak. Akan tetapi, Nyonya Hae tidak buta, Wang Wook memberikan hatinya pada Hae Soo. Sepupu yang dicintai dengan tulus, ia menyerahkan Hae Soo tanpa rasa marah kepada sang pangeran, gadis itu tak memikul kesalahan. Meski ia harus menjalani hari-hari terakhir dengan air mata selalu tergenang.
Pangeran Wang Wook memimpin upacara, ia tak pernah merasa kehilangan seperti hari ini. Hari ketika  akhirnya Nyonya Hae tidak perlu lagi menunggu satu kata yang tak pernah diucapkan. Sebelum upacara ini Pangeran Wang Wook tak pernah merasakan apa-apa, kini ia tersadar, ia telah ditinggalkan.Ia tak dapat lagi melihat seraut wajah sendu, wajah seorang putri yang gagal mendapatkan cinta sang pangeran. Wang Wook menahan isak tangis, ia telah berlaku tidak adil terhadap seorang istri. Adakah jarum jam dapat diputar undur? Sesal menyesak di dada Pangeran ke-8, seakan bongkah batu yang berat menekan.
Pangeran Wang Wook menatap keranda yang membujur di atas setumpuk kayu bakar dengan pikiran gamang, ulu hatinya tersayat-sayat. Ia tak akan mampu mengungkapkan dalam sebaris puisi, karena duka cita ini. Adakah  Nyonya Hae telah merasa damai? Wang Wook masih dapat membendung air mata, kala  tanggannya menyulut api pada tumpukkan kayu. Sekejab kemudian lidah api membesar, melahap keranda perlahan-lahan hingga asap mengepul membumbung tinggi. Lagu duka seakan mengalun sayu pada setiap kisi hati:

“…ajal datang tanpa kepastian seakan langit diabaikan bintang, seakan kelopak kembang yang gugur berserakan…”

Hae Soo merasa  sepasang kaki tak menjejak di atas tanah, ia terlalu mengasihi wanita ini, seorang yang dengan tulus menerima kehadirannya, bahkan dengan sikap dan kata-katanya yang ceroboh serta memhayakan diri. Nyonya Hae tahu, bahwa Pangeran Wang Wook telah menyerahkan isi hati, wanita  itu tak pernah terbakar api cemburu. Senyumnya selalu sendu pada air mata yang tak seterusnya mampu terbendung. Ketika api semakin membesar, tercium bau sangit daging terbakar, Hae Soo tak mampu lagi menahan sedu sedan. Andai kehadiranya dapat membuat Nyonya Hae selalu tersenyum? Kehadirannya telah menyebabkan celah  yang menganga lebar antara Nyonya Hae dan Pangeran Wang Wook menjadi semakin terbuka. Ia adalah orang ketiga, orang yang menyebabkan seolah Nyonya Hae tak berarti apa-apa, kecuali air mata seorang pangeran yang kini ditinggalkan.
Pangeran Wang So sejenak menatap Hao Soo, lirih isak tangis gadis itu seakan mengetuk pintu hati. Bagaimana nasib Soo setelah sepupunya meninggal? Adakah ia akan tetap tinggal dengan damai di kediaman Pangeran Wang Wook yang megah? Mata rantai yang menautkan dengan kediaman itu sementara tengah dilahap api, menjadi abu. Gadis itu bukan hanya kehilangan seorang sepupu, ia perlu pula mempertanyakan takdir setelah kematian ini. Andai ia bisa mengusap air mata Hae Soo?
Sementara Pangeran Baek Ah terduduk lunglai pada pondok mungil, tempat ia biasa bercengkerama dengan Nyonya Hae. Rasa kehilangan itu melebihi Pangeran Wang Wook, ia tak dapat meraih Nyonya Hae dalam sebuah perkawinana kerajaan, akan tetapi sosok wanita ayu itu selalu bersemayam di relung hati. Lukisan diri Nyonya Hae ada dalam genggaman, ia harus mengerti arti rasa sunyi dan hampa. Pangeran muda itu tak mampu membendung derai air mata, Nyonya Hae telah istirah di alam kebadian, tempat ia tak perlu lagi menunggu atau merasakan sakit.Adapun lidah api terus menjilat, melalap seluruh isi keranda, sosok  menawan Nyonya Hae kini hanya tersisa sebagai abu yang disimpan pada sebuah guci istimewa untuk disemayamkan pada sebuah tempat yang istimewa pula. Kisah hidup Nyonya Hae berakhir ketika lidah api yang penghabisan padam, karena kehabisan bara.
Usai upacara duka cita, Hae Soo mendekati Pangeran Baek Ah yang terduduk di pondok mungil, Sang Pangeran belum mampu menghapus air mata. Keduanya tenggelam dalam rasa kehilangan, tak mudah merelakan seorang yang dikasihi meninggalkan kehidupan. Hae Soo sangat merindukan Nyonya Hae, ia ingin kembali merias wajah ayu itu bagi sebuah pertemuan istimewa dengan Pangeran Wang Wook. Akan tetapi, sosok Sang Nyonya kini telah berubah  menjadi abu, ia kini sebatang kara tanpa saudara sepupu.“Apa yang harus aku lakukan sekarang?”Hae Soo bertanya, suaranya serak dan lirih.
“Engkau hanya perlu mengenangnya… Akupun akan selalu mengingatnya. Dan aku  harus menjagamu…”Pangeran Baek Ah menatap wajah  manis Hae Soo, wajah itu tetap manis meskipun berselimut duka.Ia menyesal pernah menegur Hae Soo dalam hubungannya dengan Pangeran Wang Wook, kini gadis itu sebatang kara.Masihkan ia memiliki tempat berlindung setelah Nyonya Hae tiada?  Angin terasa semakin dingin menikam pori-pori, dedaunan pun tampak lunglai berguguran, lerai meninggalkan ranting dan dahan.  
“Terima kasih, senang berteman dengan pangeran”, sepasang mata Hae Soo menerawang jauh, ia menjalani kisah hidup yang aneh, ia terlalu melarut di dalamnya, kematian itu sungguh menyakitinya.
Malam pun turun dengan cepat seakan  helai selimut maha hitam  yang gelap membentang. Pangeran Wang Wook mengurung diri di perpustakaan usai upacara pembakaran jenazah. Hae Soo tidak mungkin membiarkan Wang Wook terjebak dalam gelap, sunyi, dan duka hati. Ia harus melakukan sesuatu, gadis itu menenteng lentera, melangkah menuju perpustakaan. Suasana telah gelap, pada salah satu sudut Pangeran Wang Wook terduduk lunglai. Setelah Nyonya Hae pergi, ia tersadar betapa berarti kehadiran wanita ini, betapa kini ia hanya seorang diri.
Hae Soo berniat menyalakan lilin, akan tetapi gerakan tangannya terhenti ketika terdengar suara Pangeran Wang Wook, “Tidak perlu menyalakan lilin …” suara itu berbeda dengan hari-hari sebelum kematian ini, Wang Wook tak dapat menyembunyikan hatinya yang rapuh.
Ketika menatap Pangeran Wang Wook, sesaat Hae Soo terpana, dalam remang cahaya lentera, wajah Wang Wook teramat muram, ia kehilangan separuh dari kehidupan. Tanpa sadar Hae Soo berjalan mendekat, sedemikian dekat, sehingga akhirnya ia bisa mendengar isak tangis seorang pangeran. Pangeran ke-8 gagal membendung air  mata, pipinya basah, tangisnya terpecah.”Aku tak pernah mengatakan, ia menunggu hingga datang hari kematian. Aku menyesal …” suara Wang Wook serak bercampur isak tangis, ia menyakiti hati satu-satunya wanita  yang mencintai. Andai ia masih memiliki waktu satu hari untuk berucap.
“Kukira aku tak pernah mencintai, hanya sekedar rasa terima kasih. Ternyata aku sangat kehilangan, sekarang aku sadar, aku mencintainya … Ia telah pergi selamanya… Soo, apa yang harus aku lakukan sekarang?”Pangeran Wang Wook melakukan sesuatu yang tak pernah dilakukan di depan seorang gadis, menangis, menyesali kesalahannya.
“Sekarang Nyonya Hae pasti tahu apa yang harus diucapkan pangeran. Jangan pernah berpikir Nyonya Hae tak pernah tahu …”Hae Soo  mencoba menghibur dengan suatu keyakinan, sungguhpun telah tiada, Nyonya Hae akhirnya tahu, Pangeran Wang Wook mencintai tanpa harus berucap. Konon, sukma yang terlepas dari jasad seorang yang  telah tiada, masih mampu mendengar dan melihat saat kerabat terdekat, orang-orang yang dikasihi berdoa dan  menangisinya. Nyonya Hae akan pergi dengan tenang setelah tangis penyesalan Pangeran Wang Wook, ia tak perlu lagi menunggu kata-kata di alam keabadian. Penantian itu telah berakhir.
Pangeran Wang Wook semakin keras menangis, ia memang harus menumpahkan segala penyesalan, ia terlambat menyadari kesalahan setelah Nyonya Hae memberikan segala-galanya dalam hidup, bahkan menyerahkan Hae Soo dengan rela kepadanya.”Mengapa sekarang baru kusadari, aku menenrima segala-galanya …”Pangeran Wang Wook masih terisak, sementara di luar malam terus menukik sampai pada warna yang semakin hitam.
                                    ***
Pun sang maha waktu terus berpacu, mengubah malam menjadi siang, memulas gelap menjadi terang. Hae Soo  masih terpuruk dalam suasana duka, ia membiarkan diri terseret pada jarak terjauh untuk menelan segala pedih dan kehilangan.Ketika ia hanya mampu terduduk lesu di sudut kamar, maka ia menuruti kata hati untuk terduduk di sudut yang sama. Nyonya Hae telah pergi, ia tak akan pernah datang kembali.
Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk jendela kamar, semula Hae Soo berpikir suara itu hanya khayalan, karena ia terlalu berduka dan tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan. Akan tetapi, suara ketukan kembali terdengar, ia tidak sedang berkhayal.  Hae Soo mendekati jendela, menatap ke arah sumber suara. Tiba-tiba muncul dua buah boneka lucu, bergerak dengan kocak seakan hidup. Ada tangan yang menggerakkan di bawahnya.Soo terlonjak, nyaris terjatuh.  
Pangeran Eun dengan sikapnya yang kekanak-kanakan dan kocak rupanya tengah berusaha menghibur Hae Soo yang tengah berduka. Boneka itu mengisahkan kembali awal mula pertemuan dengan Pangeran Eun tanpa disangka-sangka  di pemandian istana.Pertunjukkan kecil itu tampak lucu, sesaat Soo terlupa akan suasana duka, senyum tipis mulai terlukis. Akan tetapi, tiba-tiba Pangeran Eun  terjatuh, terdengar suara mengaduh kesakitan. Hae Soo bergegas keluar, melihat apa yang terjadi.
Di belakang dinding kamar, Pangeran Eun belum mampu bangkit, ia tengah  mengelus-elus pinggangnya yang sakit. Beberapa pelayan tergesa berdatangan  membantu Sang Pangeran. Hae Soo merasa lucu, ia tak  bisa menahan tawa.Suara tawa Hae Soo menyebabkan Pangeran ke-10 tersenyum, upaya menghibur gadis manis itu  berhasil. Hae Soo tak boleh terus menerus terlarut dalam kesedihan. “Engkau seorang pangeran yang hebat”, Soo memberikan jempol untuk Pangeran Eun.Putra Wang Geon datang menghibur pada saat yang tepat, ketika hati demikian hampa, karena kehilangan yang sangat dalam.
“Apa maksud jempol itu?”Pangeran Eun bertanya, ia selalu bersemangat saat dekat dengan Hae Soo. Hatinya terasa nyaman saat melihat senyum di bibir gadis itu.
“Jempol itu artinya hebat, terbaik. Adalah kepala dari lima jari…”Soo menjelaskan, kehadiran Pangeran Eun menyebabkan ia tak merasa sebatang kara. Ternyata masih ada seorang yang bersedia hadir ketika Nyonya Hae tiada.
“Ah, aku tidak sependapat. Jempol itu milik raja, aku hanya  jari telunjuk saja”, Pangeran Eun membantah.
“Baiklah. Jari telunjuk juga baik. Hari  ini engkau Pangeran ke-10 sangat hebat … Aku bisa kembali tertawa hari ini karenamu…”Hae Soo memuji sambil memberikan jari telunjuk kepada Pangeran Wang Eun.
Dengan jenaka Pangeran Eun kembali memainkan boneka, menirukan gaya Hae Soo saat memujinya hebat.Ada suasana haru menyusup ke relung hati Hae Soo, ia masih memiliki seorang sahabat yang bersedia menghibur. Pangeran Eun ternyata seorang yang berhati tulus. “Baiklah, kiranya sandiwara boneka itu cukup sampai di sini”, Hae Soo meminta. Ia tak bisa membiarkan seorang pangeran terus menerus berusaha melipur lara, permainan Pangeran Eun lebih dari cukup baginya.   
                                      ***
Tak jauh dari tempat Pangeran Eun dan Hae Soo bercengkerama sebagai sahabat. Pangeran Wang So berjalan beberapa  langkah ke ruang perpustakaan. Di ruang yang sama Pangeran Wang Yo sudah terlebih dahulu berada. Wang Yo menatap Wang So tanpa rasa persaudaraan, “Engkau belum meminta maaf,karena telah salah paham kepadaku dan ibu”.
“Meninta maaf untuk salah paham? Benarkah? Mestinya engkau harus menyambutku, karena ia telah menyelamatkan hidup Putra Mahkota”, Wang Soo membantah.
“Sampai kapan kau akan terus berpihak padanya?” suara Pangeran Wang Yo berubah menjadi sangat dingin.
“Sampai aku berhenti mengorbankan hidup untuk itu…”Pangeran So mengertakkan gigi.Tak sekalipun Wang Yo bersikap manis, pangeran ini memiliki sikap seperti ibunda ratu.
Kata-kata Pangeran Wang So memancing amarah Wang Yo, kemarahan itu nyaris  meledak. Akan tetapi, pangeran yang lain tampak berdatangan. Pertama yang masuk adalah Pangeran Eun.”Benarkah Later Baekje kabarnya akan tinggal di Songak? Raja akan memberikan tanah kepada mereka sebagai tempat tinggal…”Pangeran Eun membuka pembicaraan.
“Kabarnya demikian, tetapi aku yakin akhirnya Yang Mulia akan menghabisi mereka, demikianlah kehidupan di Goryeo”, Pangeran Wang Wook membantah.
“Benar, menurutku  keruntuhan Nate hanya tinggal menunggu waktu.Lihat saja kakek Pangeran ke-13, Penguasa Silla sekarang mengemis kepada Yang Mulia Raja untuk bertahan hidup. Bagaimana bisa dia muncul di Istana?”, Pangeran Wang Yo  menatap Pangeran Baek Ah, tersenyum sinis.Ia tak hendak bersahabat dengan pangeran keturunan Silla ini.Silla, Baekje, dan Goguryeo adalah Tiga Kerajaan yang bersatu  menjadi Goryeo dibawah kepemimpinan Raja Taejo Wang Geon pada tahun 918 M.
Pangeran Baek Ah menatap Wang Yo dalam amarah yang nyaris meledak, tetapi mulutnya terkunci tanpa sepatah kata. Ia menyadari jati diri sebagai keturunan Silla bukan Goryeo.sebagai jawaban, Pangeran Wang So menyahut. “Tapi kita, pangeran sesungguhnya tidak memiliki apa-apa tanpa Yang Mulia Raja, sama seperti mereka. Kitapun mengemis makanan yang diberikan oleh sang empunya. Yo, mestinya engkau tidak perlu bicara seperti itu…”.
Wajah Pangeran Wang Yo tampak sekeras batu granit, sepasang matanya bagai pijar api saat menatap Wang So. Pangeran bertopeng ini selalu pandai menyangkal kata-katanya.Darah Pangeran Wang Yo diam-diam mendidih, meski jauh dalam hati ia menyadari kebenaran kata-kata itu, bahkan sepiring makanan bagi seorang pangeran adalah karena kebaikan hati seorang raja.
“Entah kita merangkak atau makan seperti halnya seekor hewan, tetap saja seorang pengecut karena tidak mampu berkata apa pun di depan pemiliknya. Hentikan segala kata-kata yang tidak penting…”Wang So merasa harus membela Baek Ah, ia tidak akan tinggal ketika Wang Yo berucap sekehendak diri.
Sesaat kemudian Wang So berdiri dari kursi, “Lebih baik pergi minum dari pada hidup seperti itu. Baek Ah, mari …”tanpa menunggu jawab Wang So berlalu pergi, sementara Baek Ah tak ingin semakin merasa gerah di tempat ini.Langkah kaki segera mengikuti Wang So pergi.
“Terima kasih pembelaan itu”, Baek Ah tidak bisa menahan diri untuk tidak mengucap terima kasih. Wang So berani menyatakan sikap, secara tidak langsung membelanya di depan kesombongan Wang Yo.
“Aku tidak membela siapa-siapa, aku tidak setuju dengan  orang yang selalu menindas yang lemah…”Wang So cukup tahu arti penindasan, selama mampu bertindak ia akan bertindak.
“Engkau memiliki keberanian menyatakan sikap. Aku tidak memiliki cukup keberanian untuk itu”, Baek Ah  menatap Wang So dengan rasa syukur. Pangeran bertopeng ini lebih memiliki hati baik dari pada seorang yang berwajah tanpa goresan.  
                                   ***
Hari berikutnya, setelah memiliki cukup tenaga meninggalkan kamar, seorang diri Hae Soo mengunjungi makam Nyonya Hae. Tanganya yang mungil mencabuti rumput yang tumbuh di atas pemakaman. Selalu terbayang wajah sendu Nyonya Hae, semoga wajah itu berpulang dengan damai, Pangeran Wang Wook telah mengakui rasa cinta dan kesalahan dalam derai air mata.
Dalam hati Hae Soo berucap, “Waktu terlalu  cepat berpacu. Sudah cukup lama aku tinggal di tempat ini. Awalnya, aku ragu, apakah bisa bertahan? Ternyata, tidak terlalu buruk. Akan tetapi,sampai kapan aku harus hidup di sini sebagai Soo? Unni, sudah lama sebenarnya aku ingin menyampaikan. Maafkan aku atas semuanya, dan terima kasih untuk segalanya…”
Sepi masih menjadi penghuni jauh di relung hati, Hae Soo sangat merindukan kehadiran Nyonya Hae. Andai ia tahu, permintaan Nyonya Hae kepada Ratu Hwangbo dan Pangeran Wang Wook untuk menerima dirinya selaku istri, pasti rasa kehilangan itu akan menjadi semakin dalam. Tak berapa lama setelah kesendirian di pemakaman tampak Pangeran Baek Ah dan Pangeran Wang Jung datang. Kedua pengeran itu menatap Hae Soo dengan haru, keduanya tahu, betapa duka hati Hae Soo ditinggalakan Nyonya Hae. Bagai tiga orang bersahabat mereka akhirnya melangkah pulang bersama, meski tanpa canda ria.
Sampai kembali di kediaman, ketiganya bertemu Putri Yeon Hwa. Wajah jelita itu tersenyum, menyapa “Dari mana kalian bertiga?”
“Kami berziarah ke makam kakak ipar…”Pangeran Wang Jung menjawab.
“Nyonya Hae pasti akan merasa damai dengan ziarah itu. O ya, aku punya kabar baik untuk Soo, menyesal baru menyampaikan sekarang, seandainya bisa lebih cepat. Engkau akan menikah”, kabar itu diucapkan Putri Yeon Hwa dengan mudah seakan ia hanya menyampaikan salam dari seorang kawan yang tidak pernah sua dalam empat pekan. 
Putri Yeon Hwa tidak peduli dengan tanggapan Hae Soo dengan kabar itu, gadis itu memang sudah saatnya menikah, ia bukan lagi seorang kanak-kanak. Sementara Hae Soo berdiri terpaku, petir seakan menyambar di siang hari. Ia tak pernah dipanggil siapapun secara resmi untuk menyampaikan perihal yang akan mengubah seluruh hidupnya. Dengan siapa ia harus menikah? Mengapa tidak seorangpun meminta persetujuannya? Apakah seorang gadis tak boleh mengenal seorang calon suami sebelum hari perkawinan itu? Kehidupan apa yang sebenarnya harus dijalani sebagai seorang gadis keturunan bangsawan? Hae Soo merasa seluruh aliran darahnya membeku.
Adapun Pangeran Baek Ah dan Pangeran Wang Jung saling bertapapan, sepasang matanya terbelalak seakan  hendak meninggalkan masing-masing kelopak.”Menikah…?”keduanya mengucap kata yang sama dengan keraguan dan sangsi. Atau kedua pangeran itu tak pernah menduga, Hae Soo harus menikah dalam rentang waktu yang tidak terlalu jauh ketika masa berkabung belum sepenuhnya lalu. Ketika kedua pangeran itu menatap Hae Soo, ketiganya seakan tiba-tiba terjebak di relung waktu. Sementara Putri Yeon Hwa segera melangkah pergi, ia tak pernah peduli dengan tanggapan Hae Soo dan  kedua pangeran, karena kabar itu. Putri Yeon Hwa berjalan  menuju kediaman Pangeran Wang Wook.
Di kediamannya Pangeran Wang Wook tengah dikunjungi keluarga Soo, wajah tampan pangeran itu seakan kejang ketika mendengar salah seorang yang mengenakan pakaian berwarna hijau berucap, “Sudah tiba saat bagi Soo untuk menikah, usia sudah mencukupi. Bersyukur kami telah menemukan seorang calon yang sesuai”, kata-kata itu terucap dengan ringan.
Pangeran Wang Wook memandang wajah kedua tamu itu dengan tatapan semerah bara, keluarga ini masih dalam suasana berkabung. Ia masih mereka-reka, menentukan waktu untuk memastikan Hae Soo sebagai pilihan hidup. Tiba-tiba keluarga besar Hae memastikan pilihan hidup lain bagi gadis menawan itu. Dengan siapa Hae Soo hendak menikah?
“Kesempatan seperti ini tidak akan datang dua kali bagi Soo”, seorang yang mengenakan pakaian berwarna merah menambahkan.
Pangeran Wang Wook tertawa dengan nada sumbang, mungkinkah ia merelakan Hae Soo menikah dengan orang lain? Ia belum lama kehilangan seorang istri, kini ia harus kehilangan pula seorang yang dicintai, “Soo masih sangat berduka setelah kehilangan Nyonya Hae, berikan sedikit waktu untuk…”Pangeran Wang Wook berusaha menyembunyikan debur jantung yang terus berpacu seakan kuda-kuda  dicambuk kencang. Mengapa gadis itu  harus menikah secara tiba-tiba dalam suasana duka?
“Pernikahan akan lebih baik, jika Soo terlalu lama tinggal di tempat ini setelah Nyonya Hae tiada, maka kesempatan untuk menikah akan semakin kecil”, Putri Yeon Hwa mendukung pernikahan itu.
“Benar pendapat Putri Yeon Hwa”, seorang paman  Hae Soo membenarkan ucapan Yeon Hwa.
Tanpa sadar Pangeran Wang Wook mengangguk, secara kekerabatan ia  memang tidak memiliki hak menentukan hari perkawinan Hae Soo serta dengan siapa gadis itu hendak menikah? Akan tetapi, sosok Hae Soo telah terhanyut hingga jauh ke relung hati. Bagaimana ia bisa merelakan perkawinan ini? Pangeran Wang Wook tiba-tiba udara menjadi terlalu gerah, kulitnya seakan melepuh.  
Sementara itu, Pangeran Baek Ah segera menemui Pangeran Wang So dengan langkah tergesa.”Apakah engkau akan diam tanpa pendapat dengan pernikahan  ini? Rencananya terlalu tiba-tiba, Soo masih dalam  suasana berduka”, Baek Ah sangat berharap, Wang So dapat bersuara untuk menunda perkawinan yang tidak diketahui siapa mempelai laki-laki, bahkan oleh Hae Soo sendiri.
“Hae Soo sudah cukup usia untuk menikah. Bukankah perkawinan itu adalah urusan keluarga Hae? Kita tidak berhak mencampuri”, Wang So menjawab, sesungguhnya ia terkejut, tetapi sikapnya tetap tenang.
Tiba-tiba Pangeran Wang Eun, Wang Jung, dan Wang Won datang bergabung. Pangeran ke-10 membuka pembicaraan, ia tak dapat menyembunyikan gelisah. Bukankah ia sangat berkesan dengan kehadiran gadis ini serta perilakunya yang tidak biasa? “Benarkah kabar perkawinan Soo?”Pangeran Wang Eun memerlukan kepastian.
“Menurut Eun, Soo akan menikah dengan seorang pria berumur lebih dari 60 tahun dan memiliki punya putra yang sangat banyak”, wajah Pangeran Jung sangat cemas. Ia pernah diselamatkan Hae Soo di tangan sekawanan perompak, gadis yang tak mampu bertarung itu bahkan mempertaruhkan nyawa bagi keselamatannya. Kini, gadis itu harus menikah dengan seorang yang lanjut usia, berputra banyak pula. Penderitaan seperti apa yang tak mampu ditolaknya?
“Benarkah?”Pangeran Baek Ah mengerutkan dahinya. Setelah Nyonya Hae tiada, ia menjadi sahabat bagi Soo. Adakah ia akan sampai hati melihat seorang sahabat mengalami nasib malang seperti ini? “Bila benar demikian, bukankah perkawinan itu sama dengan perdagangan?”
Kata-kata Pangeran Baek Ah menyebabkan Pangeran Wang So terpana, terbayang kembali wajah manis Hae Soo. Gadis yang ditolong saat hendak terjerembab ke dasar sungai kemudian dihempaskan kembali dari punggung kuda, gadis yang secara tiba-tiba muncul kolam pemandian istana serta dapat menatap goresan pada wajahnya, gadis yang berani berkelahi dengan Pangeran Wang Eun, gadis yang tak pernah takut mengantar menu makan siang, tertatih berjalan mendaki bukit. Gadis yang memberikan rasa damai, karena sikapnya yang leluasa. Malang nian nasib gadis ini. Pangeran Wang So menghela napas panjang, ia harus melakukan sesuatu.
Sebelum Pangeran Wang So mampu berkata, bayangan Pangeran Wang Wook berkelebat tiba, ia dapat menangkap wajah cemas para pangeran. Sementara wajahnya tak kalah cemas ketika Pangeran Eun berkata, “Wook, teganya engkau memaksakan perkawinan ini pada Soo. Seorang laki-laki lanjut usia dengan banyak putra?”Pangeran Eun mengira perkawinan ini adalah rencana Pangeran Wang Wook selaku ipar. Ia menatap Pangeran ke-8 dengan geram.
“Pria itu berjanji akan memperbaiki perlakuan yang tidak pantas terhadap keluaga Hae. Suatu hal yang tidak masuk akal”, Pangeran Wang Won berpendapat. Ia tidak mengenal Hae Soo dengan baik, tetapi perkawinan mendadak dengan seorang calon yang tidak serasi, sungguh melampaui batas. 
Sesaat Pangeran Wang Wook terdiam, para  pangeran ternyata berpendapat, bahwa perkawinan ini bukanlah hari bahagia bagi Hae Soo, tetapi musibah.”Aku memerlukan semua bantuanmu”, Pangeran Wang Wook menatap semua pangeran sepenuh harap, ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Hae Soo.
                                  ***
Di dalam kamar, Hae Soo terkulai lemas, Chae Ryung tergesa mengemasi pakaian gadis itu ke dalam satu bungkusan. Air matanya bercucuran, ia akan ditinggalkan Hae Soo, gadis keturunan bangsawan yang selalu dilayani sekaligus menjadi sahabat.”Lebih baik Agassi melarikan diri”, Chae Ryung tak kalah cemas dengan kabar perkawinan itu, rencana tiba-tiba yang tidak pernah dibicarakan secara terbuka. Adakah seorang gadis benar tak dapat memilih pasangan hidupnya?
“Lebih baik aku pergi secepatnya”, suara Soo lirih, nyaris terisak. Demikiankah nasib dirinya setelah kematian Nyonya Hae? Ia tengah dalam suasana duka, mengapa ia tidak lebih dahulu diajak bicara denegan siapa bakal menikah dan mengapa harus?
“Pergilah, aku akan menutup mulut, andai dipukul berulang kali hingga mati, tak akan pernah kusampaikan kemana Agassi pergi?”Chae Ryung tahu akibat terburuk ketika  melakukan kesalahan di istana, ia akan digulung ke dalam tikar, dipukul berulang kali hingga napas penghabisan.
“Apa?”Hae Soo terpana, haruskan ia melarikan diri dengan mengorbankan nyawa seorang dayang? Ia terlalu takut menghadapi perkawinan, tetapi ia lebih takut bila Chae Ryung mesti menerima hukuman mati, karena ia melarikan diri.Gadis itu terpaku tak mampu berpikir, Soo mengira ia telah  berubah menjadi sebongkah patung batu.
Tiba-tiba seraut wajah muncul dari balik jendela, wajah kanak-kanak Pangeran Wang Eun.Kali ini wajah itu tak menunjukkan rupa jenaka, Pangeran Eun terlalu cemas akan nasib  yang menimpa Hae Soo.”Ikut aku, sekarang …”Pangeran ke-10 melambaikan tangan, sikapnya sungguh-sungguh.
Hae Soo tak punya pilihan, ia menyambar bungkusan pakaian, hatinya menjerit saat meninggalkan Chae Ryung, ia bahkan tak sempat mengucap sepatah kata. Adakah ia memiliki pilihan kecuali mengikuti Pangeran Wang Eun. Keduanya berjalan tergesa meninggalka kediaman Pangeran Wang Wook, tetapi langkah keduanya terhenti. Di halaman, tampak dua orang penjaga. Pangeran Baek Ah bertindak cepat, menarik Pangeran Wang Eun dan Hae Soo, menyembunyikan di balik dinding yang kukuh berdiri di belakangnya.
Pangeran Wang Eun kemudian membimbing Hae Soo menuju ke tempat Pangeran Wang Wook tengah menunggu.Pangeran ke-8 mengulurkan tangan, dadanya seakan dihantam gemuruh badai ketika lembut tangan Hae Soo kini berada dalam genggaman. Demikiankah akhir kisah dengan gadis manis ini? Sementara Pangeran Wang Jung  mengulurkan jubah dengan penutup kepala kepada Pangeran Wang Wook. Lidah pangeran itu terasa getir, ia telah berjanji untuk menjaga Hae Soo dengan keselamatan diri, karena pertolongan gadis itu tempo hari.Sanggupkah ia ditinggalkan?
Pangeran Wang Wook menutup seluruh tubuh Hae Soo dengan jubah berwarna ungu.untuk yang terakhir Hae Soo menatap Pangeran Wang Wook, “Apakah semuanya akan baik-baik saja?” kini gadis itu tahu, semua cemas dengan nasibnya. Ia bukan ketakutan seorang diri, para pangeran ada bersamanya.
“Aku tidak bisa membiarkanmu pergi dengan cara seperti ini…”kata-kata Pangeran Wang Wook lirih, ia belum lagi mampu sepenuhnya bangkit setelah ditinggalkan. Kini, ia harus kembali ditinggalkan.
Di depan kediaman Pangeran Wang Wook tandu bagi calon pengantin telah disiapkan. Akan tetapi, kediaman pangeran itu tampak sunyi. Ketika menatap ke arah pintu gerbang tanpa sengaja Putri Yeon Hwa melihat Pangeran Wang Wook memacu kuda, di depannya adalah seseorang dengan seluruh tubuh berselubung jubah ungu.Putri Yeon Hwa berpikir cepat, tampaknya Hae Soo telah melarikan diri, menolak perkawinan ini.
“Kejar mereka …”sigap Putri Yeon Hwa memerintah para penjaga, mengejar Pangeran Wang Wook.
Pangeran Wang Wook memacu kuda secepat mungkin, Pangeran Wang Jung melakukan hal serupa di belakangnya. Debu mengepul tinggi diterbangkan angin, akan tetapi di tengah kesunyian hutan kedua pangeran itu terpaksa menghentikan derap kaki kuda. Putri Yeon Hwa bersama para pengawal berhasil menyusul kedua pangeran itu. “Berhenti…!”suara Sang Putri lantang. Seorang pengawal dengan berani berdiri tepat di depan kuda Pangeran Wang Wook.  
“Berani sekali engkau menghalangi jalan pangeran!”Pangeran Wang Jung memberikan teguran, tetapi penjaga itu tetap berdiri tak bergeming.
“Ada persoalan apa?” Pangeran Wang Wook pura-pura bertanya kepada Putri Yeon Hwa, seolah ia tidak pernah mengerti mengapa mereka harus bertemu dihutan ini?
“Mohon maaf yang terhormat Pangeran Wang Wook, Hae Soo keponakan saya agaknya sudah menjadi beban”, paman Hae Soo yang mengenakan pakaian berwarna hijau membungkukkan badan.Sang paman menarik jubah ungu dengan kuat, tapi jubah itu tetap tidak terbuka. Dengan tenang Pangeran Wang Wook membuka jubah ungu, maka wajah jenaka Pangeran Wang Eun tampak sudah.
“Apakah dia keponakanmu? Dia kakaku”, Pangeran Wang Jung mengejek paman Soo.Ia menatap wajah tua itu dengan benci, mengapa seorang paman dapat menikahkan seorang gadis tanpa dosa dengan semena-mena?
Putri Yeon Hwa terkejut, ia sangat marah.”Kejar pada arah yang berlawanan, sekarang!”wajah sang putri tampak merah padam, ia sadar telah dipermainkan.
Sementara pada jalan dengan arah yang berlawanan, Pangeran Wang So terengah memacu kuda. Pada dekapannya adalah Hae Soo, di belakang Pangeran Wang So, Pangeran Baek Ah . Iapun berlomba dengan waktu, sekuat tenaga melecut kuda.  Sekilas Hae Soo  menatap wajah  bertopeng Pangeran ke-4, jauh di dalam hati gadis itu mengucap syukur. Pangeran Wang So ternyata memiliki hati yang tulus, tidak seperti penggambaran kebanyakan orang, sebagai anjing srigala dengan raut wajah yang menyeramkan.Hae Soo tidak menyangka pangeran ini menyediakan diri pula membantunya.
“Aku hanya tidak ingin melihat hidupmu dikendalikan orang lain, menjadi suatu hal yang tidak berharga…”Pangeran Wang So membalas tatapan itu, seolah memahami arti tatapan Hae Soo, Pangeran ke-4  menjawab di dalam hati.  Pangeran Wang So mempererat dekapan pada ramping pinggang Hae Soo. Ia semakin kuat memacu.
Akan tetapi, tepat di persimpangan jalan, dari arah yang berlawanan tiba-tiba muncul Ji Mong. Ahli bintang itu didampingi tentara kerajaan. Sebenarnya Wang Soo amat terkejut, tetapi ia tetap bersikap tenang, ia menundukkan kepala dalam-dalam, berharap Ji Mong tidak melihatnya.Pada waktu yang sama, dari jalan yang berbeda, muncul Pangeran Wang Wook, Wang Eun, Wang Jung, dan Putri Yeon Hwa.
“Mengapa engkau datang bersama tentara kerajaan?” Pangeran Baek Ah bertanya, ada suatu hal yang aneh pada pertemuan ini. Mengapa Ji Mong harus terlibat?
“Soo Agasshi yang tinggal di Kediaman Pangeran ke-8, maaf sekali Agasshi harus ikut saya…”jawab Ji Mong.
“Apa kepentinganmu dalam hal ini? Apakah orang yang akan menikahi meminta bantuanmu?”seperti halnya Pangeran Baek Ah, Pangeran Wang So perlu mempertanyakan kehadiran Ji Mong di tempat ini, apa kaitannya dengan perkawinan Hae Soo?
“Lepaskan kami satu kali ini, adakah engkau tidak merasa kasihan Hae Soo harus menikah dengan seorang yang tidak dikenal?”Pangeran Baek Ah meminta, ia sungguh tak sampai hati melihat wajah tak berdaya Hae Soo.
“Soo Agasshi diperintahkan untuk masuk ke dalam istana”, suara Ji Mong tenang.
Pangeran Wang So dan Wang Wook saling berpandangan, sepasang  matanya terbelalak lebar. Wang Wook menyadari arti dari ‘masuk istana’. “Apakah…?”, Pangeran ke-8 tidak sanggup meneruskan kata-kata.Ia merasa sebongkah panas bara tiba-tiba berpijar tepat di ubun-ubun kepala.
“Soo Agasshi sudah disetujui akan menikah dengan Raja Taejo Wang Geon. Saya diperintahkan untuk menyertai Soo Agasshi kembali ke istana”, Ji Mong tidak ragu dengan kata-katanya, ia menjalankan perintah seorang raja.
Ji Mong tidak pernah menyadari, bahwa kata-kata itu terdengar seakan badai yang bergemuruh di gendang telinga Pangeran Wang Wook. Pangeran ke-8 tengah mereka-reka waktu  untuk mendapatkan ijin dari raja bagi pernikahannya dengan Hae Soo –nanti, setelah masa berkabung usai. Apabila Hae Soo mesti menikah dengan ayahanda Raja Taejo berarti, ia kembali akan kehilangan,“Tidak mungkin, pernikahan ini terlalu tiba-tiba…”Pangeran Wang Wook tergagap.
“Putri dari keluarga Hong Ha Jin Hae dan In Gyu Go Myung, yaitu Soo Agasshi… harus menikah dengan Raja…”Ji Mong mengulang kata-katanya.
“Adakah engkau tahu tentang rencana pernikahan ini?” Pangeran Wang So bertanya kepada Hae Soo.Dada Pangeran ke-4 terasa sesak ketika ia melihat Soo menggelengkan kepala.Gadis itu seakan melihat ribuan kunang-kunang riuh berseliweran, ia mencoba menyangkal pendengarannya, tetapi apa daya? Setelah dibantu lima orang pangeran yang memiliki rasa belas kasihan untuk melarikan diri, Ji Mong dan tentara kerajaan masih dapat menghentikannya.
“Jangan pernah turun dari kuda ini”, tegas suara Pangeran Wang So, bukankah Hae Soo lebih pantas menikah dengan salah seorang pangeran? Usianya masih belia untuk menikah dengan seorang raja yang telah tua.Apa yang akan terjadi setelah malam pengantin berlalu? Adakah raja benar mencintainya? Perkawinan ini bahkan tidak ada bedanya dengan hukuman mati.
Tiba-tiba kedua paman Hae Soo datang, keduanya menyapa Ji Mong dengan ramah. Meskipun Ji Mong tampak tidak begitu nyaman dengan kedatangan itu. Pangeran Wang Wook turun dari kuda, mendekati kedua paman Hae Soo itu. “Apa yang terjadi? Mengapa tiba-tiba Hae Soo harus menikah dengan Raja?”tatapan Pangeran ke-8 tampak geram melihat kedua orang tua itu, perkawinan ini adalah suatu kegilaan. Mengapa seorang gadis tak bersalah harus dikorbankan? Wang Wook cukup mengerti arti menjadi istri raja yang ke-30. Hae Soo bukan saja tidak mendapatkan rasa cinta, ia akan dibenci oleh ratu serta selir raja yang lainnya. Gadis ini akan hidup dalam neraka.
Aigoo, rupanya pangeran sudah tahu. Raja sudah mengakui usaha keluarga Hae. Raja ingin kami menjadi sanak keluarganya…”paman Hae Soo yang mengenakan pakaian berwarna hijau menjawab.
“Mengapa saya tidak pernah mendapat pemberitahuan, bahwa Hae Soo akan menikah dengan raja?”Pangeran Wang Wook diam-diam merasa seluruh tubuhnya gemetar, ia tak akan pernah memiliki daya menghadapi seorang raja, meskipun ia adalah ayahanda. Keluarga besar Hae telah memanfaatkan Soo bagi kepentingan mereka, malang nian gadis ini.
“Mohon maaf Aigoo , setelah Nyonya Hae meninggal, kami tidak lagi memiliki hubungan kerabat dengan Pangeran Wang Wook. Hae Soo adalah tanggung jawab kami. Atau Aigoo merasa cemas, setelah pernikahan ini Soo akan mengandung anak Raja. Aigoo mungkin akan menolak keputusan itu, karena terkait dengan masalah tahta kerajaan…”paman Hae Soo terkekeh, suaranya terdengar serupa burung hantu, memancing kemarahan Putri Yeon Hwa.
“Apa engkau takut kami akan menghentikan pernikahan ini?  Kami tahu akibat dari perkawinan raja”, wajah jelita Putri Yeon Hwa berubah semerah bara. Ia sangat tidak nyaman harus menatap wajah tua dan serakah itu. Sementara paman Hae Soo hanya berdehem, ia merencanakan perkawinan ini untuk memperpanjang  pengaruh di dalam dinding istana. Hae Soo, gadis manis yang tiada dosa adalah sosok pasti untuk memperpanjang pengaruh itu.
“Saatnya pulang, tidak ada lagi yang perlu dibicarakan”, Putri Yeon Hwa merasa tak perlu lagi membuang waktu, ia tahu akibat terburuk yang diterima apabila membangkang keinginan raja.
Dengan langkah pasti tentara kerajaan mendekati Hae Soo. “Berhenti, mundur!”suara Pangeran Wang So tegas, ia mendekap Hae Soo dalam pelukan seakan tak hendak melepas gadis itu. Ia harus mengerti arti bimbang dan cemas akan nasib buruk seorang yang diam-diam dikasihi.
Agasshi harus mengerti akibat bila menetang perintah raja”, Ji Mong mencoba membujuk Hae So, ia tahu hukuman mati menunggu bagi setiap pembangkang kerajaan.
“Lepaskan dia, Orabeoni. Tak seorangpun dapat pelanggar perintah Raja atau kita semua akan dihukum mati”, Putri Yeon Hwa menatap Pangeran Wang So, ia tak akan mempertaruhkan keselamatan diri dan seluruh kerabat raja demi seorang Hae Soo. Takdir gadis hilang ingatan itu adalah menikah dengan Raja Wang Geon sebagai istri yang ke-30.
Hae Soo menatap dua wajah asing yang mengaku sebagai paman dengan gundah, ia tak pernah mengenal rupa yang sangat  buruk dan serakah yang berwenanag mengubah seluruh hidup dengan memanfaatkan perkawinan seorang raja.Gadis itu tahu, Raja Taejo pun tak pernah menghendaki perkawinan ini, mereka tak pernah saling mengenal. Seandainya ia bisa melayangkan tinju pada dua orang paman yang bertindak serakah memanfaatkan keberadaannya sebagai seorang gadis belia. Hae Soo menatap pula wajah jelita Putri Yeon Hwa, wajah  yang tak pernah memberika senyum bersahabat, kemudian ia menatap satu per satu wajah Pangeran Goryeo. Andai ia menolak turun dari kuda, seluruh nyawa putra Wang Geon berada dalam bahaya. Hae Soo mengerti, ia sudah cukup menerima belas kasihan dan budi baik lima orang pangeran. Ia tak kuasa menolak takdir, atau ia masih memiliki beberapa depa untuk mengubah pendirian seorang raja. Perlahan Hae Soo melepaskan diri dari dekapan Pangeran Wang So. Pangeran ke-4 mempererat dekapan itu, ia tak akan sanggup melepaskan Hae Soo menikah dengan seorang raja tua.
“Tetaplah bersamaku …” Pangeran Wang So berbisik.  .
“Tetap saja, aku harus turun…”Hae Soo sudah memutuskan.
“Ketika engkau melangkah  ke dalam dinding istana, tak akan ada kesempatan untuk keluar lagi …”Pangeran Wang So memperingatkan.
“Aku harus tetap pergi, tak mungkin kupertaruhkan keselamatan para pengeran…”Hae Soo telah mengambil keputusan, tak mungkin lima orang pangeran harus menuju tiang gantung, karena pembangkangan gadis calon pengantin.Siapa  yang dapat menentang keputusan Yang Mulia Raja?
Sekilas Pangeran Wang So menatap Pangeran Baek Ah,  ketika melihat pangeran itu  mengangguk, Pangeran ke-4 menghela napas panjang. Ia merasa seperti tengah melontarkan sebentuk guci indah ke dasar jurang. Hae Soo akan terjatuh berkeping-keping  menjadi pecahan tanpa bentuk. Akan tetapi, adakah ia punya pilihan kecuali melepaskan gadis manis itu dengan hati tercabik-cabik.Gerakan Pangeran Wang So lamban ketika turun dari punggung kuda, kemudian sepasang tangannya terulur membantu tubuh lunglai Hae Soo kembali menjejak ke atas tanah.  
“Engkau yakin tak akan pernah menyesali keputusan ini ?”sekali lagi Pangeran Wang So bertanya, ia tak sampai hati melepaskan gadis ini.
“Tak usah cemas, aku akan mencoba bicara dengan Yang Mulia…” Hae Soo mencoba tersenyum, ia tahu betapa bimbang hati Pangeran Wang So.
Dengan segala rasa hormat Ji Mong mempersilahkan Hae Soo masuk ke dalam  tandu. Perkawinan ini akan menjadi sebuah tragedi, akan tetapi apa daya seorang ahli  bintang, iapun tak berkuasa menghentikan. Tangan Hae Soo  membuka jubah, mengembalikan kepada Pangeran Wang Wook, sesaat keduanya bertatapan.Hae Soo melihat ada badai dasyat menggasing pada kedua mata itu, gadis itu mencoba tersenyum. Meski Pangeran Wang Wook tahu, senyum Hae Soo getir terasa. Ketika Hae Soo kembali melihat Pangeran Wang So, ia  merasa sepasang mata itu telah berubah  menjadi pecahan kaca, menatapnya dalam duka cita.
Gadis itu tak sepenuhnya yakin dengan keputusannya untuk melangkah menuju joli, ia seakan tengah berjalan menuju peti mati. Ia akan terjebak ke dalam ruangan sempit menuju dinding megah istana, terikat dengan segala aturan  yang menekan. Ia akan menjadi seorang istri tanpa mengenal, terlebih mencintai seorang raja yang menjadi mempelai laki-laki. Ia akan dibenci, difitnah, dan mungkin dibunuh permaisuri atau 27 selir raja yang lain. Benar, ruangan di joli terlalu sempit seakan menjerat napas, ia masih sempat bertatapan dengan mata sendu Pangeran Wang Wook sebelum pintu joli ditutup, kemudian segalanya menjadi gelap. Hae Soo memejamkan mata, ia tengah menuju takdir hidup yang aneh dan tak bisa ditebak kemana akhirnya.Joli itu akhirnya bergerak, dipikul prajurit kerajaan, suasana yang semula tegang berubah  menjadi hening.
“Hae Soo melangkah ke tempat yang salah”, suara Pangeran Wang So memecah hening .
“Ternyata pria yang berusia lebih dari enam puluh tahun dan memiliki banyak putra adalah Yang Mulia Raja”, wajah Pangeran Wang Jung merah padam, bagaimana dua orang paman bisa menawarkan perkawinan  gadis belia kepada seorang raja yang telah memiliki banyak selir dan putra?
“Apakah aku harus memanggilnya ibu?”wajah Pangeran Wang Eun yang kekanak kanakan menjadi pilu. Kehadiran Hae Soo menyebabkan suasana menjadi hangat, kini ia harus menjalani perkawinan yang tak pernah dikehendaki.Ia harus kehilangan gadis itu.
Suasana di seputar hutan beberapa saat menjadi amat diam, hanya suara daun kering terjatuh. Tak seorang pun berucap. Angin pun terjungkal, mati.
                                 ***
Di dalam istana suasana menjadi tegang, udara tiba-tiba gerah, bahkan seakan melepuh. Ratu Yoo menatap  Raja Taejo dengan kemarahan meluap seakan leleran magma melumuri wajahnya yang jelita, “Yang Mulia akan kembali menikah, bahkan malam pertama sudah diputuskan sebelum pernikahan  berlangsung. Apakah semua sudah benar?”Ratu Yoo selalu berkhayal, ia sebagai satu-satunya ratu di istana, melahirkan putra mahkota. Tak ada wanita lain di Goryeo yang layak mendampingi raja kecuali ratu tunggal. Akan tetapi, apa yang terjadi? Berulang kali Yang Mulia menikah setelah demikian banyak wanita menjadi selir, setelah demikian banyak pangeran terlahir. Ia memang seorang ratu, tetapi tidak dapat menetapkan putra mahkota. Ia bahkan tidak mendapatkan cinta Sang Raja.Ratu Yoo harus berulang-ulang menelan kekecewaan dan semua itu menyakitinya.   
Sesaat Yang Mulia Raja terdiam, ia menjalani lelaku yang tidak mudah. Ia tak memiliki cara lain menyatukan seluruh kerajaan kecuali dengan menikahi sosok wanita yang menentukan dalam bagian kerajaan ini. Termasuk menikahi Hae Soo, seorang gadis yang tidak dikenal dan tidak perlu dicintai. Ia bahkan tidak perlu tahu, gadis bersangkutan keberatan atau tidak.Yang Mulia Raja menganggukkan kepala, maka para kasimpun mengundurkan diri.
“Saat ini Khitan akan datang menerjang Goryeo, kita harus menggabungkan kekuatan  keluarga Hong Ha Jin Hae untuk melindungi perbatasan wilayah utara,”suara Rata Taejo Wang Geon pahit, sesungguhnya ia pun tak menginginkan pernikahan ini. Akan tetapi, ia harus bertindak demi Goryeo.
Khitan disebut juga dengan Khitai atau Kidan adalah orang-orang nomaden yang berasal dari Mongolia, Manchuria, dan Rusia, tepatnya di wilayah utara perbatasan Goryeo. Sang Raja tak akan mempertaruhkan keselamatan demi seisi kerajaan, karena serangan ini. Ia harus menikahi Hae Soo dalam rangka mendapatkan sekutu.
Ratu Yoo menatap Yang Mulia Raja, ia sungguh merasa kecewa, napasnya terdengar berat seakan suara lembu mendengus “Kapan keluarga Hae akan berhenti memanfaatkan hubungan dengan raja untuk memenuhi keserakahannya? Seluruh kerajaan bahkan tidak lagi memiliki harapan pada Wang Mo, ia tengah menggali kuburnya sendiri…”darah Ratu Yoo  mendidih, ia seorang ratu, tetapi tak pernah dapat mengubah pendirian seorang raja. Pakaian kebesaran, perhiasan, dan segala kemuliaan tak dapat mengubah takdir hidupnya.
“Apakah sesungguhnya engkau ikut pula menggali kubur bagi Pangeran Wang Mo? Apakah engkau mengira aku tengah menggali kuburanku dan kuburan anakku?”Yang Mulia Raja mulai dibakar amarah, ia tahu sesungguhnya keinginan Sang Ratu untuk menempatkan Pangeran Wang Yo sebagai Putra Mahkota. Akan  tetapi, ia tak dapat mengkhianati Wang Mo.Sesaat Raja Besar itu terdiam, ia hidup pada abad ke 10, suatu masa ketika kerajaan besar dapat dengan mudah menumpas kerajaan kecil tanpa ada satu pihak yang mampu berlaku adil menghentikan. Ia seorang raja, akan tetapi mesti bertahan pada sebuah medan besar yang selalu berkecamuk perang. Andai ia hidup pada suatu zaman yang dapat melindungi kerajaan yang paling kecil sekalipun, ia akan cukup memiliki seorang ratu. Putra pertama yang lahir akan segera ditetapkan sebagai putra mahkota.Pertikaian antara sesama permaisuri, selir, dan pangeran tak akan terjadi dalam perebutan tahta.
“Apakah Yang Mulia masih meragukan kesetiaan seorang ratu?”, Ratu Yoo tahu, meski mencoba ia tak akan pernah dapat mengubah keputusan seorang raja, setelah berulang kali, ia harus kembali merasa kecewa.
“Engkau adalah seorang Ratu yang berkuasa dan memiliki segalanya. Aku hanya meragukan keserakahanmu”, Yang Mulia Raja menatap Ratu Yoo dengan  gamang, ia mengenal sungguh wanita yang paling berkuasa dalam hidupnya. Permaisuri menolak kehadiran Pangeran Wang Mo, atas nama cinta ia menyanjung Pangeran Wang Yo sebagai pemimpin Goryeo. Sesungguhnya Ratu Yo menyanjung keserakahan itu sendiri.
“Akan selalu demikian cara pandang Yang Mulia, aku seorang ratu, tetapi tidak memiliki peranan apa-apa dalam kehidupan di kerajaan ini …” tanpa menunggu jawaban Ratu Yoo melangkah keluar, meninggalkan aula kerajaan. Pernikahan ini akan membuatnya tersingkir semakin jauh dari cinta seorang raja. Masihkah ia harus meratapinya?
Sementara joli yang menelan seluruh tubuh Hae Soo sudah tiba di depan gerbang istana. Gadis itu tidak bisa terus menerus memejamkan mata, ia tidak bisa tertidur dan selamanya bermimpi. Ia harus membuka  mata, menghadapi kenyataan. Meskipun ia harus menghadapi  kenyataan pahit, menikah dengan seorang raja yang telah memiliki permaisuri, selir, dan putra.Secara sadar ia harus masuk ke dalam mulut seekor singa. Diam-diam gadis itu berpikir untuk menemukan jalan keluar, bila ada satu celah, meski teramat sempit.   
Tak jauh dari tempat Hae Soo terjebak di dalam joli, di Istana Damiwon, Sanggung Oh sedang mengawasi pekerjaan para dayang  membersihkan dan menyiapkan pemandian istana. Wanita itu adalah seraut wajah cantik ditopang tubuh tinggi semampai dengan sepasang mata dingin. Ada sebuah kisah menyakitkan yang tersimpan dalam tatapan mata kepala dayang itu. Wajah cantik itu terdiam ketika  seorang dayang datang, berbisik ke telinga, “Ji Mong mengetahui tentang pengantin Raja”.
“Kapan? Dan siapa pengantinnya?”Sanggung Oh bertanya, ia akan kembali menyaksikan satu kisah sedih di lingkungan kerajaan. Dayang itu kembali  membisikkannya pada Sanggung Oh.
Sesaat kemudian Ji Mong datang mendampingi Hae Soo ke Istana Damiwon, tempat Sanggung Oh sehari-hari bekerja.”Di istana ini anggota kerajaan menenangkan diri. Soo Agasshi harus pula dipersiapkan untuk hari pernikahan esok hari”, sebenarnya Ji Mong tak ingin mengerjakan tugas ini, tetapi ia adalah seorang bawahan, ia tak mungkin melawan seorang raja.
“Maaf sekali, tak pernah ada pemberitahuan khusus untuk pernikahan ini. Aku tak bermaksud melawan Yang Mulia Raja, mungkin ada kekeliruan?”Hae Soo mencoba mencari celah untuk keluar dari kegilaan ini.
Agasshi menolak menikah dengan Raja?”Ji Mong menatap wajah cantik itu heran, kebanyakan gadis di Goryeo bermimpi untuk menikah dengan raja atau pangeran untuk mendapatkan kemuliaan.Mengapa gadis ini menolaknya?
“Bukan hanya Yang Mulia Raja, tetapi aku juga akan menolak menikah dengan kakeknya. Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak kukenal…” Hae Soo merasa perlu menjelaskan. Ia memiliki hak untuk memilih.
Tiba-tiba bayangan semampai Sanggung Oh berkelebat, wajah cantik itu tampak dingin.Ji Mong tersenyum, menyapa Sanggung Oh dengan akrab. “Terlalu lama aku merindukan pertemuan ini supaya dapat menatap wajah cantikmu, sepasang mataku bahkan nyaris melompat dari kelopak…”
Sanggung Oh merasa tidak perlu menanggapi, ia selalu memahami sikap dan kata-kata Ji Mong, ahli bintang kepercayaan Yang Mulia Raja. Kepala dayang itu menatap sesosok gadis belia yang dikawal Ji Mong menuju tempatnya bekerja. Sosok inikah pengantin raja? Bukankah ia lebih pantas menjadi mempelai salah satu dari pangeran? Sanggung Oh mengunci mulut, berusaha keras menguasai beragam perasaan yang bergejolak seakan perang saudara tiada berkesudahan.
“Saya perkenalkan Soo Agasshi, calon pengantin Yang Mulia Raja. Saya berpamit pergi, saya sudah menyertai kepada pihak yang bertanggung jawab”, Ji Mong membungkuk dengan takzim. Kemudian berbisik ke telinga Hae Soo. “Jalani   takdirmu…”kata-kata itu singkat, tetapi menimbulkan pertanyaan pada diri Hae Soo. Adakah ahli bintang itu telah dapat melihat takdir itu?
“Engkau tidak perlu terlalu merendahkan diri di depanku”, suara Sanggung Oh dingin, ia tampak telah mengenal Ji Mong dengan sangat baik.
“Bukankah aku memang harus menghormartimu?”Ji Mong menyangkal, akan tetapi Sanggung Oh berpura-pura tidak mendengarkan. Segala hal yang diucapkan Ji Mong dan betapapun baiknya sikap si ahli bintang tak akan mengubah takdirnya. Ia telah menjalani takdir itu hingga menunggu kisah akhirnya.Sanggung Oh harus melaksanakan tugasnya, ia memerintah dayang-dayang membawa Hae Soo, ada hal sangat penting yang harus dikerjakan.
Sesaat Hae Soo menatap Ji Mong, ketika ahli bintang itu menganggukkan kepala, gadis itu tahu. Meskipun terpaksa ia harus mengikuti para dayang-dayang itu.Sementara Ji Mong berdiri terpaku, ada yang terasa ganjil hari ini, tanpa sadar mulutnya bergumam, “Yang Mulia sulit dimengerti… Sungguh sulit dimengerti… Apa yang dilihat Yang Mulia dari gadis belia seperti Soo Agasshi…”, guman Ji Mong pada dirinya sendiri setelah hanya tinggal.
Sanggung Oh bertindak cepat, mempersilakan Hae Soo ke sebuah ruangan.”Sebelum mandi seluruh tubuh harus diperiksa, wanita yang memiliki bekas luka tidak bisa menjadi istri raja”, suara itu datar tanpa tekanan.
Hae Soo tak pernah  mengira, ia akan diperiksa seperti ini dengan merelakan seluruh pakaiannya ditanggalkan. Ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya. “Aku tidak punya bekas luka, tidak perlu orang lain melihat tubuhku,aku bahkan tidak pernah pergi ke pemandian umum…”
Penolakan itu menyebabkan Sanggung Oh melirik pada para dayang, para dayang tahu apa yang harus dilakukan. Penolakan Hae Soo tidak perlu diperhitungkan, demikian pula keterkejutan gadis itu, mereka melucuti pakaian Hae Soo dengan paksa. Gadis itu tak berdaya, seorang diri mengadapi terlalu banyak dayang.
“Maaf sekali, saya mengerjakan tugas, calon pengantin harus diperiksa sebelum malam pertama bersama seorang raja”, Sanggung Oh perlu menyampaikan kata-kata penjelasan.
Hae Soo masih melawan, ia tak pernah menghendaki malam pertama dan perkawinan ini.Ia merasa ganjil dan teraniaya. Sanggung Oh dan seluruh dayang merasa tak perlu menanggapi perlawana calon pengantin. Mereka harus memastikan tubuh Hae Soo tanpa cacat atau goresan, ia memiliki persyaratan menjelang malam pertama dengan seorang raja.    
Di tempat yang berbeda Ratu Yoo dan Ratu Hwangbo tengah duduk bercakap-cakap, “Engkau benar tidaka ingin menghentikan perkawinan ini?”Ratu Yoo bertanya, meskipun tak pernah menghendaki ada ratu lain di istana ini, tetapi Ratu Hwangbo adalah tempat untuk berbicara.
“Yang Mulia Raja memutuskan perkawinan demi seisi kerajaan. Apakah aku bisa  melarang?”
“Setiap hari engkau membawa tasbih budha, engkau sudah seperti orang suci. Raja sudah punya 29 selir, seharusnya ia lebih mengutamakan kepentingan keluarga, bukan kerajaan. Apa raja akan memecah Goryeo menjadi dua puluh lima bagian setelah berpulang?”darah Ratu Yoo masih  mendidih, ia berharap Ratu Hwangbo akan melakukan hal serupa, menghentikan perkawinan ini, sekurang-kurangnya berpendapat “tidak!”Jawaban itu  membuat Ratu Yoo kembali dihantam rasa kecewa.
“Mengapa harus berkata  seperti itu?!”Ratu Hwangbo mengerutkan dahinya yang halus lembut.Ia amat hapal perangai Ratu Yoo, tetapi kata-kata yang baru terucap terlalu pedas.
Tiba-tiba seorang dayang datang sambil membungkukkan badan ,”Pangeran ke-14 datang”. Tak berapa lama kemudian tampak Pangeran Wang Jung, wajah itu adalah kegalauan yang teramat dalam. Wajah itu tampak terkejut ketika bertatapan dengan sepasang mata lembut Ratu Hwangbo. Pangeran Wang Jung tahu, ia segera membungkukkan badan, memberikan salam kemudian lurus pada satu tujuan. 
“Mohon maaf ibunda ratu, Hae Soo akan menikah dengan Yang Mulia Raja. Adakah ibunda dapat kiranya memohon untuk menghentikan ?”
“Hae Soo, gadis itu?”Ratu Yoo nyaris terlonjak dari tempatnya duduk. Ia tahu raja akan menikah, tetapi mengapa harus Hae Soo pengantinnya? Perlahan tatapan Sang Ratu beralih ke wajah Ratu Hwangbo, “Engkau bersikap sangat tenang, karena telah mengetahui calon pengantin, ia masih ada hubungan kerabat denganmu”, suara Ratu Yoo berubah dingin bagai bongkahan es yang membeku.Sesaat kemudian pandangan ratu beralih pada sosok Pangeran Wang Jung, “Tak seorang pun mampu menghentikan raja dalam hal ini, kita tidak berwenang mencampuri”, Ratu Yoo telah berbicara dengan raja, tetapi apa hasilnya. Wang Geon tak pernah meragukan keserakahnnya, jawaban yang menikam hati teramat dalam.
“Hae Soo tidak menginginkan pernikahan ini. Pihak keluarganya memaksakan,” Pangeran Wang Jung masih berharap ibunda akan dapat menghalangi perkawinan ini, bukankah ia seorang wanita yang sangat berkuasa.
Tiba-tiba dayang kembali datang, “Pangeran ke-8 datang”.
Pangeran Wang Wook tergesa masuk sebelum dipersilahkan. Wajah itu tak kalah galau dengan wajah Pangeran Wang Jung. Pangeran Wang Wook tak menduga Ratu Yoo tengah bercakap pula bersama ibunda, sekilas Pangeran ke-4 menunduk memberikan hormat.
“Engkau tergesa datang, ada yang akan engkau sampaikan?”Ratu Hwangbo merasa ganjil dengan kehadiran Wang Wook kali ini, putranya yang cerdas selalu bersikap hati-hati bukan tergesa-gesa.
“Ibunda ratu…”napas Pangeran Wang Wook setengah memburu, ia ragu mengucap kata-kata.
Hyungnim juga datang, karena pernikahan Hao Soo, kami semua tidak setuju. Bukankah ibunda ratu bisa mencari jalan keluar?” kedatangan Pangeran Wang Wook menguatkan sikap Pangeran Wang Jung.
“Mengapa pernikahan ini mengganggumu, Wook?” Ratu Yoo menatap Pangeran Wang Wook dengan pandangan ganjil.
“Pernikahan ini terlalu tiba-tiba, Soo seperti seorang adik bagi saya”, Pangeran Wang Wook merasa seluruh isi dada bergemuruh seakan air terjun, ia harus berpacu dengan waktu sebelum pernikahan itu terjadi.
“Soo adalah sepupu mendiang istrinya. Tentu saja Wook menentangnya…”, Ratu Hwangbo menjawab, tentu matanya yang arif dapat menangkap perasaan kalut pada keseluruhan penampilan Wang Wook.Ratu Hwangbo teringat pada kata-kata terakhir Myung Hae sebelum kematianya: "Saya tak lagi memiliki waktu  yang panjang, terimalah Hae Soo sebagai istri Pangeran Wook”. Kata-kata inikah yang menyebabkan seorang pangeran merasa kalut, karena pernikahan ayahanda raja? Nyonya Hae menyerahkan Hae Soo selaku istri Wang Wook, sebab pangeran ini mencintainya.Ratu Hwangbo menghela napas panjang, dapatkah ia memenuhi permintaan seorang pangeran?
Senyum di bibir merah Ratu Yoo tampak sinis. “Mengapa seorang pangeran harus menentang pernikahan Yang Mulia Raja?”
Pertanyaan yang  sangat tepat bagi Pangeran Wang Wook, tetapi bagaimana ia harus menjawab dengan tepat pula? Bukankah Ratu Yoo akan tergelak mentertawakannya? Suara Pangeran Wang Wook terganjal di tenggorokan, hingga tina-tiba Putri Yeon Hwa datang.Wajahnya yang jelita merah padam, menatap Pangeran Wang Wook dengan amarah. Yeon Hwa tidak menduga akan bertemu Ratu Yoo di tempat ini, ia tahu, ia harus memberi hormat. Menunduk.
Adapun Pangeran Baek Ah mengalami kegalauan serupa, “Dapatkah engkau mencari satu jalan, sehingga Soo dapat keluar dari istana?”Pangeran itu membujuk Wang So.
“Bagaimana aku bisa membujuk seorang meninggalkan pintu istana bila ia sendiri yang memutuskan?”Pangeran Wang So menjawab, meski ia tidak yakin dengan kebenaran jawaban itu.
“Andai ia tidak memutuskan masuk ke dalam istana, kita semua akan mati…” Pangeran Baek Ah memberikan alasan.
“Andai Soo mau, ia dapat melarikan diri pada kesempatan pertama. Sekarang tak seorang pun mampu mneghentikan. Apakah Soo istimewa bagimu? Mengapa engkau harus pula membelanya?”Pangeran Wang So menatap wajah cemas Pangeran Baek Ah, ada apa antara mereka berdua?
“Soo seakan sahabat dekat setelah kematian Nyonya Hae”, Baek Ah tak pernah jatuh hati pada Hae Soo, tetapi persahabatan setelah kematian Nyonya Hae teramat berkesan. Soo tak pernah merampas Pangeran Wang Wook dari Nyonya Hae. Pangeran Baek Ah teringat kembali, setelah hari pemakaman itu hamper setiap malam duduk minum bersama Hae Soo sal.
“Mengapa engkau tak pernah menyatakab perasaan kepada Nyonya Hae?”Hae Soo bertanya.
“Ibuku berasal dari Kerajaan Silla telah runtuh. Saya dan Wook sama-sama pangeran, tetapi pada kelas yang berbeda. Keluargamu berada di kalangan atas, kelasku terlalu rendah untuk meminta Myung Hee sebagai istri…”Pangeran Baek Ah menyatakan hal yang sebenarnya, tatanan sosial adalah jurang dalam kehidupan.
Hae Soo merasa sulit menerima perbedaan kelas sosial, ia perlu merasa kesal, “Orang-orang di sekitarmu kerap memperlakukan sesama seakan benda mati. Tunggu hingga seribu  tahun ke depan. Derajat manusia adalah sama, tak seorangpun memiliki kelas lebih tinggi atau lebih rendah dari orang lain.Pangeran, benarkah perbedaan itu?”suara Hae Soo lantang, tidak pada tempatnya memperlakukan manusia berdasarkan kelas dan garis keturunan, martabat manusia adalah sama.
Kata-kata Hae Soo menyebabkan Pangeran Baek Ah terhenyak, ia menutup mulut Hae Soo dengan makanan, “Hati-hati bicara…”
Akan tetapi Hae Soo tak henti berkata, “Setiap orang bisa hidup terhormat, akan tetapi semua akan berakhir  menjadi abu. Kita bisa tiba-tiba terjatuh dari langit dan hidup berakhir hidup di tempat seperti ini. Jadi, ikuti kata hati, lewatkan hari demi hari, kerjakan segala yang ingin kita kerjakan, segala hal yang membuat hati menjadi senang. Okey?”
“Soo bicara sesuka hati, dan engkau diam mendengarkan?”Pangeran Wang So mengerutkan alisnya, mestinya seorang pangeran tidak perlu mendengarkan kata-kata seorang gadis tanpa pertimbangan.
“Mestinya aku marah, tetapi kata-kata itu benar. Lihatlah Goryeo, hubungan keluarga selalu diutamakan. Manusia dihargai bila berasal dari keluarga bangsawan dan berpenampilan menarik. Manusia diakui bila menikah dengan keluarga baik-baik. Jika kehidupan pangeran seburuk ini, bagaimana dengan kehidupan orang biasa?”Baek Ah selalu mengingat kata-kata Hae Soo dengan sebuah pertanyaan terpendam, mengapa seorang gadis keluarga Hae yang pernah terjatuh dan hilang ingatan dapat berbicara tentang seribu tahun ke depan. Hanya orang berpandangan luas yang mampu mengucapkan.
“Apa sebenarnya maumu? Engkau mau meruntuhkan kerajaan ini? Engkau mau mengubah bangsa ini?”Pangeran Wang So tak mampu menjangkau kebenaran makna kata-kata Baek Ah. Ia tak pernah membayangkan Goryeo seribu tahun ke depan.
“Aku hanya ingin bebas. Hyungnim juga ingin bebas bukan? Bagaimana dengan Hae  Soo? Bagaimana perempuan yatim piatu, tak punya saudara bisa bertahan di tempat seperti ini? Setelah hari ini berlalu, dia tidak akan pernah melihat Raja lagi. Hidup seperti ini bisa membuatnya perlahan mati…”suara Pangeran Baek Ah berubah  menjadi pahit, seakan ia adalah pelaku yang harus menikah paksa dengan seorang raja.Dasar pernikahan adalah rasa cinta, dalam hal ini Yang Mulia Raja bahkan tak pernah mengenal Hae Soo, terlebih mencintai. Bagaimana bila ia sebagai manusia rapuh harus menjalani nasib seperti ini. Wajah manis Pangeran BAek Ah tampak sayu.  
Di pihak lain Pangeran Wang So terdiam, wajah bertopeng itupun menjadi sayu. Ia mengenal Hae Soo sebagai sosok berbeda dengan gadis kebanyakan di lingkungan Goryeo. Gadis ini memiliki keberanian dan keleluasaan bergerak, wajahnya tak kalah jelita dengan Putri Yeon Hwa, Soo bahkan tak memiliki cirri-ciri sikap tinggi hati. Gadis itu memberikan rasa damai, Pangeran Wang So menghela napas panjang. Ia harus melakukan sesuatu meskipun akan berakhir sia-sia.
Adapun Hae Soo telah melewati pemeriksaan sekalian dayang, tak ada sedikitpun goresan pada tubuhnya. Ia memiliki syarat untuk menjelang malam pertama dengan seorang raja. Pakaian yang semula dikenakan entah dimana, kini ia mengenakan pakaian berwarna putih. Ia sungguh merasa asing dengan pakaian dan suasana di tempat ini. Dengan pikiran limbung gadis itu terdiam di pojok kamar. Andai ada satu jalan keluar melepaskan diri dari pernikahan.
“Saatnya mandi, pernikahan ditetapkan setelah matahari tenggelam mala mini”, Sanggung Oh membujuk Hae Soo mandi, menyentuh lengan gadis itu, ia telah menyiapkan segala perlengkapan mandi bagi calon pengantin raja.
 “Tinggalkan aku sendiri! Pagi tadi aku baru tahu harus menikah dengan seorang raja tanpa kesepakatan. Aku perlu memikirkan semua ini”, Hae Soo menepis tangan lembut Sanggung Oh.
“Baik, tunggulah. Saya akan memeriksa bak mandi”, langkah Sanggung Oh gemulai saat meninggalkan Hae Soo seorang diri.
Seorang diri di sudut kamar Hae Soo memutuskan untuk melarikan diri. Ia teringat terowongan rahasia, ia yakin pintu masuk ke terowongan itu pasti ada di sana.Hae Soo tergesa berlari meninggalkan kamar, sampai pada sebuah lorong tampak seorang dayang. Denga gesit ia langsung bersembunyi, tetapi ketika  keluar dari tempat persembunyian ia berhadapan secara langsung dengan sosok semampai Sanggung Oh. Kepala dayang itu memandang dengan tatapan dingin.
Sementara Pangeran Wang So bergerak cepat, pergi menemui Ji Mong. “Adakah jalan keluar untuk menghentikan pernikahan ini? Engkau punya rencana lain?”dengan geram Pangeran ke-4 menekan leher ahli bintang itu, sehingga Ji Mong nyaris kehilangan napas, berulang kali ia memukul tangan Pangeran Wang So, sehingga pangeran itu melepasnya.
Di aula seorang kasim datang  ke aula, menemui Yang Mulia Raja yang tengah membaca surat pernyataan “ … keluarga Hong Ha Jin Hae telah menyerahkan putrinya, Hae Soo. Saat ini Hae Soo telah bersiap menjelang pernikahan…” sejenak Yang Mulia Raja berhenti membaca, bertanya pada kasim. “Hae Soo? Apakah ia sepupu mendiang istri pangeran ke-8?”wajah Raja Taejo tampak berubah asam, ia mendapatkan tawaran untuk menikah dengan seorang gadis dari keluarga Hae untuk merangkul sekutu, tetapi mengapa gadis itu mesti Hae Soo?
“Benar Yang Mulia”, Kasim membungkukkan badan dengan takjim.
“Mengapa harus anak itu? Keluarga Hae sungguh serakah …”Sang Raja berguman , ia harus menikah dengan gadis belia yang pebih pantas menjadi mempelai salah seorang pangeran.
“Adakah pernikahan ini harus dibatalkan?” kasim bertanya.
“Takkan ada gunanya bila kubatalkan pernikahan ini… Dimana lagi aku harus menemukan perempuan yang sesuai? Bukan persoalan, mari kita pergi…”
                                 ***
Dalam pada itu Hae Soo telah bersiap di kamar pengantin, pakaian indah berwarna serba merah ini seakan meringkus tubuhnya yang mungil dan tanpa goresan. Rambutnya yang semula tergerai, kini disanggul dengan tusuk konde berkilau dari logam mulia bertahtakan batu permata. Ia telah bersiap meninggalkan masa lajang, ia tak lagi dapat mengurai rambut seperti halnya gadis-gadis yang lain. Sanggul rambut adalah pertanda seorang yang telah bersiap menikah atau telah menikah.Sanggung Oh merias pula wajahnya dengan ahli, memulas pula gincu warna merah, bibir merekah itu tampak seakan darah yang berleleran di atas salju. Andai seluruh tata rias ini ditujukan bagi Pangeran Wang Wook, bukan seorang raja tua yang tak pernah dicintainya. Hae Soo kini tahu arti kalut, dengan cara bagaimana ia dapat mengakhiri kekalutan ini? Pikirannya masih juga belum berhenti.Ia seorang diri menunggu kehadiran seorang raja  menjelang malam pertama, karena pernikahan paksa. 
Dengan langkah pasti Yang Mulia Raja menuju kamar pengantin, ia akan memulai kembali pengalaman yang telah terjadi tiga puluh kali. Langkah Raja Taejo terhenti ketika tiba-tiba tampak Pangeran Wang Wook berlutut.”Mohon ampun Yang Mulia, ada yang hendak saya sampaikan”, Pangeran ke-8 dengan putus asa menempuh langkah penghabisan untuk  menyelatkan Hae Soo, memohon, berlutut di hadapan Yang Mulia Raja.
“Apa yang perlu engkau sampaikan?”Raja Taejo merasa terhalang, mengapa Wang Wook pangeran yang cerdas yang dikenal sebagai cendikiawan Goryeo menghalangi langkah menuju kamar pengantin?
“Keluarga kerajaan sudah memiliki banyak besan. Keluarga berkuasa yang lain masih mencoba mengawasi gerak-gerik keluarga kerajaan. Saya ingin tahu, mengapa Yang Mulia harus membawa keluarga yang lain?”
“Aku punya alasan, aku perlu bantuan keluarga Hae untuk menghentikan perseteruan dengan Khitan. Mengapa engkau menentang pernikahan ini?”Raja Taejo mulai merasa geram, Wang Wook dikenal cerdas, tetapi tahukah pangeran itu startegi mengendalikan kerajaan. Sebenarnya Wang Geon tak perlu menikahi siapa-siapa, ia selalu menikah dengan kerajaan ini. Ia tak perlu mengenal cinta, rasa cinta telah sepenuhnya ditumpahkan bagi Goryeo. Andai Wang Wook tahu.
“Karena, karena…”Pangeran Wang Wook tergagap, tak mudah baginya menjelaskan pembatalan pernikahan seorang raja. Apakah ia harus menyatakan, bila ia menginginkan ijin Yang Mulia Raja bagi pernikahan ini?
Tibat-tiba Pangeran Wang So telah pula tiba, bertanya, “Bagaimana bila Yang Mulia menggunakan cara lain untuk mendapatkan sekutu bagi Goryeo?”Pangeran ke-4 menempuh hal serupa dalam keadaan putus asa seperti halnya Pangeran Wang Wook, berlutut di depan raja.Ia tahu segala akibat, bahkan bila sang raja harus membencinya.
“Apa yang kalian lakukan!? Apa kalian harus digiring ke tiang gantung?”suara Yang Mulia Raja menggelegar seakan halilintar, menggetarkan dinding dan seluruh ruangan. Dinding kamar pengantin seakan retak, karena kemarahan Wang Geon. Ia hanya perlu melewatkan malam ini untuk menyatakan Hae Soo sebagai istri raja. Setelah itu, ia akan melupakan untuk seribu malam seterusnya. Ia tak peduli jika pengantin perempuan akan tetap menunggu di kamar yang sama pada tahun tahun panjang sesudahnya. Ia seorang raja, bagi Goryeo ia bisa melakukan apa saja, termasuk menghardik dan menghukum mati para pangeran.
“Saya menemukan saksi yang melihat salah satu anggota keluarga Hae bersekutu dengan Khitan. Seharusnya Yang Mulia menghukum Keluarga Hae, menyerahkan perbatasan pada keluarga yang lain. Yang Mulia bisa merelakan keluarga Hae tetap menjadi pejabat di kota mereka. Persekutuan juga bisa tanpa harus ada pernikahan. Ada cara lain untuk mengurangi kekuasaan keluarga Hae. Haruskah Yang Mulia menawarkan menjadi besan pada mereka?”Pangeran Wang So  masih memiliki sisa keberanian untuk kata-kata yang panjang, meski  kata-kata itu tak mengubah keputusan seorang raja.
Sepasang mata Raja Taejo Wang Geon semerah darah saat menatap Pangeran Wang So, ia berhak marah, karena keberatan atas pernikahan ini.”Pernikahan tetap diteruskan.Jika aku mengikuti saranmu menghukum Keluarga Hae, maka akan dibutuhkan setengah hari untuk mengirim tentara ke sana. Pada saat itu, perbatasan sudah diterobos oleh Khitan. Jika aku harus memberi pelajaran kepada Keluarga Hae, apa kalian tidak takut akan tindakan dari keluarga yang berkuasa lain? Di kerajaan ini tidak perlu harus mencari alasan untuk bertindak. Engkau harus menemukan alasan tepat untuk mencegah. Mengerti? Alasan kalian tidak cukup kuat…”Wang Geon selalu memiliki alasan, mengapa pernikahan harus terjadi, ia harus mencegah Goryeo dari serangan bangsa lain.Yang Mulia Raja kembali melangkah dengan pasti.
Pangeran Wang So terdiam seribu bahasa, ia gagal menyelamatkan Hae Soo, seluruh tubuhnya terasa lunglai. Ia tak berarti apa-apa di hadapan seorang raja. Ia terpaksa menepi, memberi jalan saat ayahanda melewatinya. Ia melihat Hae Soo berdiri di depan kamar, gadis itu terbalut pakaian pengantin semerah darah, tampak seakan bidadari turun dari langit. Akan tetapi raut wajah itu jauh dari menampilkan kebahagiaan seorang mempelai. Hae Soo bukan sedang  menjelang malam pertama, ia akan diperkosa seorang raja kemudian dicampakkan selamanya. Apa arti pakaian indah seorang pengantin kerajaan? Pangeran Wang So melihat seolah Hae Soo hendak berbicara kepada Yang Mulia, tetapi Raja Taejo tak sedikitpun menatap wajahnya, Sang Raja terus berjalan seakan Pengantin cantik Hae Soo bukanlah siapa-siapa. Hae Soo ia telah menemukan satu-satunya cara.
Sesaat diam menggantung, menggelisahkan.
Tiba-tiba suasana diam robek oleh suara guci yang pecah. Semua orang menoleh ke arah muasal suara.Sepasang mata Sang Raja membelalak tak  percaya, Pangeran Wang So berdiri terpengarah seakan arca, sementara Pangeran Wang Wook merasa seluruh tubuhnya menggigil. Hae Soo, pengantin wanita itu menempuh tindakan yang sangat berani dan berbahaya tanpa  menyadari akibatnya. Pengantin itu meraih sepenggal pecahan guci, melukai pergelangan tangan, darah mulai menetes. Pergelangan tangan itu kini sama merahnya dengan warna pakaian pangantin.
“Kali ini saya memiliki alasan untuk menghentikan pernikahan, wanita dengan bekas luka tidak bisa menjadi istri seorang raja. Yang Mulia, hentikan pernikahan ini …”Hae Soo tidak yakin, adakah cucuran darah ini akan berhenti atau terus membanjir, ia akan mati. Lebih baik mati sebelum malam pengantin tiba dari pada meninggal perlahan setelah dicampakkan seorang raja.
Raja Taejo menatap Hae Soo tanpa berkedip, gadis yang cantik, cerdik, berani menempuh bahaya sekaligus tidak mengerti akibat melawan keputusan seorang raja. Cukup lama Yang Mulia Raja terpaku, Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang So menahan napas, keduanya dihantam rasa takut yang sama. Adakah Sang Raja akan segera menjatuhkan hukuman mati? Suasana di lorong itu sama tegangnya dengan udara di seputar tiang gantung saat seorang yang dinyatakan bersalah siap menghembuskan napas penghabisan.Sementara seluruh pakaian pengantin yang dikenakan Hae Soo kini berlumuran darah.
Tiba-tiba terdengar gelak tawa Yang Mulia Raja, “Engkau memiliki keberanian melebihi seorang pria. Panggil Hong Ha Jin Hae, aku  harus bicara”, Wang Geon memberikan perintah kepada kasim kemudian melangkah pergi seolah di tempat ini tak pernah terjadi apa-apa.
Hae Soo diburu ketakutan dan sakit tak terperi, ia telah menentukan sikap dengan berani. Ia telah berhasil menggagalkan pernikahan ini, akan tetapi cucuran darah perlahan berubah seakan lautan merah. Pandangan matanya berkunang-kunang, napasnya sesak, seolah di seputarnya tak mengalir lagi udara.Pedih di pergelangan tangan semakin menyayat tembus hingga ke ulu hati, tubuh rapuh itu kini menjadi limbung. Seribu bintang seakan bertabrakan, lalu langit berubah menjadi sehelai kain beludru hitam, dengan lunglai seluruh tubuh Hae Soo roboh.
Pangeran Wang So tergesa hendak menangkap tubuh limbung itu, akan tetapi kalah cepat dengan Pangeran Wang Wook. Sigap tangan Pangeran ke-4 menangkap Hae Soo sebelum tubuh itu terguling membentur lantai. Cemas kembali menyergap seluruh isi dada pangeran itu, adakah ia dapat menyelamatkan Soo? Sementara di tempatnya berdiri, Pangeran Wang So masih terpaku. Segalanya berlalu dengan cepat, permohonan itu tak pernah dikabulkan. Ternyata Hae Soo memiliki satu cara yang lebih pandai, tindakan berbahaya yang dapat menghentikan tarikan napasnya. 
Di halaman istana Pangeran Wang Eun, Pangeran Wang Jung, Pangeran Baek Ah, dan Pangeran Wang Won sudah menunggu. Seluruh wajah itu tampak cemas, apa yang akan terjadi pada diri Hae Soo? Bila malam pengantin itu telah terjadi, maka tak seorang pangeran pun mampu menjangkaunya. Mereka akan kehilangan selamanya, dan para pangeran tahu apa arti kehilangan. Adalah ketika hari-demi hari akan berlalu dengan hampa. Keempat pangeran terperanjat, ketika Pangeran Wang Wook melangkah keluar dengan cemas, pada kedua tangannya tubuh Hae Soo masih terlilit pakaian pengantin. Pakaian itu …pakaian itu meneteskan darah. Hae Soo terkulai, gadi itu pingsan dalam pelukan Pangeran Wang Wook. Apa yang terjadi? Para pangeran memburu tubuh lunglai itu.   
“Panggil tabib!”Pangeran Wang Wook menjerit, suaranya parau.
                               ***
.
Mimpi adalah suatu kehidupan antara nyata dan tiada, ketika manusia tertidur, ketika manusia berharap, ketika kesadaran menjauh, menjauh… karena suatu sebab. Segalanya samar, kabur, dan tanpa bentuk menimbulkaan tanda Tanya, “Dimanakah aku?”
“Dimana aku ? Apakah aku sudah mati, ah tidak. Goryeo… Taejo Wang Geon, Gwangjong… Aku pasti melupakan sesuatu… Raja ke-4 Goryeo, Gwangjong. Ya, Gwangjong raja ke-4. Dia raja yang membunuh saudaranya dan bawahannya. Raja ke-4 Goryeo, Gwangjong. Siapa dia? Siapa di antara pangeran-pangeran itu? Apa mungkin…”, Hae Soo mengigau.Ia seakan terjebak ke dalam kabut sejarah, ia terkulai melewati terowongan waktu kemudian segalanya menjadi samar, kehilangan bentuk.
Hae Soo tiba-tiba terbangun, ia segera berhadapan dengan wajah cantik  Sanggung Oh. Bibir yang indah itu bergerak, “Benar, engkau masih hidup dan belum menikah. Aku yang bertanggung jawab merawatmu, bukan tabib”, dengan sepasang mata galau Sanggung Oh menatap wajah belia itu, satu pertanyaan terucap dalam hati,Apa yang akan terjadi pada gadis ini, sesosok tubuh mungil yang berani menentang keputusan seorang raja? Adakah ia tahu akibatnya?.
“Bukankah ini istana?”Hae Soo bertanya, ia mengamati ruangan di sekitarnya.
“Engkau masih hidup, masih berada di dalam istana…”Sanggung Oh menjawab singkat.
“Maksudmu aku tidak bisa pergi dari tempat ini, kecuali mati?”.
“Menurut tabib luka itu terlalu dalam dan akan tetap membekas”, Sanggung Oh mengalihkan pembicaraan, ia tak bisa mengerti maksud kata gadis ini.
“Demikianlah yang kuharap, bekas luka untuk menghentikan pernikahan dengan seorang raja”, Hae Soo bersyukur, ia berhasil menghindari malam terkutuk itu.
“Apakah engkau tidak bermimpi menjadi istri seorang raja? Engau akan hidup bergelimang kekayaan dan kemakmuran. Suatu hal yang didambakan gadis-gadis Goryeo Sanggung Oh menatap Hae Soo tanpa menyembunyikan rasa heran, ketika gadis-gadis lain bermimpi tentang kemuliaan menjadi istri seorang raja. Gadis yang satu ini bahkan menolak dengan melukai pergelangan tangannya. 
“Setiap manusia berhak menentukan takdir hidup, meski harus menentang keputusan seorang raja. Setiap manusia adalah tuan bagi masing-masing kehidupan”, Hae Soo tidak ragu dengan kata-katanya, ia sungguh tak membayangkan memaksakan diri satu malam dengan seorang raja tua kemudian dicampakkan selamanya, ia telah berlaku yang seharusnya.
“Engkau masih sangat muda, menentang keputusan raja berakibat pada hukuman. “Bersiaplah…”Sanggung Oh tak mampu membayangkan, hukuman apa yang akan dijatuhkan pada gadis ini? Ia akan kembali menyaksikan sebuah keping cerita.
“Aku telah bertindak yang seharusnya, tak ada yang harus disesali.apapun hukuman yang akan dijatuhkan”,  Hae Soo tidak mampu membayangkan apa hukuman itu, akan tetapi selalu lebih baik dari pada menjadi pengantin satu malam dengan seorang raja.
“Kalau memang demikian, istirahatlah…”Sanggung Oh harus  mengakui, betapa menawan gadis belia ini. Sikap dan kata-katanya mengesankan, Sanggung Oh menghela napas panjang kemudian melangkah keluar dari kamar.
Kepala dayang itu terkejut, ketika di luar kamar tampak Pangeran Wang Wook tengah menunggu. Ia segera membungkukkan badan, “Silakan …”kepala dayang itu mempersilakan Pangeran Wang Wook masuk ke dalam kamar. Dengan satu pertanyaan, mengapa seorang pangeran Goryeo harus cemas dan repot, karena luka di pergelangan tangan seorang gadis? Calon pengantin yang memberontak.
Pangeran Wang Wook menatap Hae Soo dengan napas lega, masa genting telah berlalu. Ia mengakui keberanian gadis ini dalam menyelamatkan diri, tak seorangpun memikirkan halan keluar itu. Ia dan Pangeran Wang SO bahkan telah putus asa. Dengan lembut Pangeran Wang Wook meraih pergelangan tangan Hae Soo yang terbalut perban. “Semua sudah berakhir, luka di tanganmu menjadi alasan bagi Yang Mulia untuk membatalkan pernikahan. Keluarga Hae telah disimpulkan menentang kepentingan negeri ini. Keluargamu tak akan lagi memanfaatkanmu,”Pangeran Wang Wook selalu merasakan suasana istimewa saat berada di samping Hae Soo, sungguhpun gadis itu kini baru tersadar dari pingsan dengan luka pada pada pergelangan tangan.
“Malam  adalah saat yang menyedihkan, seakan aku adalah orang yang jahat, tak berdaya apa-apa. Kuingat permintaan mendiang istriku, aku berdoa  sesuai permintaannya supaya  engkau kembali. Akan kupenuhi permintaan itu dengan selalu menjagamu. Akan kuberikan  segala yang tak pernah diterima Myung. Jika engkau menjadi istri raja, aku akan kehilangan selamanya. Pasti aku tak akan pernah memaafkan diriku sendiri”, sepasang mata Pangeran Wang Wook berkaca-kaca, ia belum lama kehilangan seorang istri yang mencintai. Apakah ia harus kembali kehilangan Soo sebelum masa berkabung usai?
“Kukira aku tidak akan pernah bisa melihatmu, tidak akan pernah  mengucap salam perpisahan…”Pangeran Wang Wook akhirnya tak dapat menahan isah tangis. Ia pernah menangis di depan gadis ini, adakah suatu kesalahan bila ia melakukan kembali? Setulus hati Sang Pangeran memeluk tubuh rapuh Hae Soo, “Tak akan kubiarkan hal seperti ini kembali terjadi”, Pangeran Wang Wook memejamkan mata, andai ia bisa tetap memeluk Hae Soo selamanya.
Sementara Ji Mong dengan setia menemani Yang Mulia Raja yang berjaga semalam suntuk. “Bukankah Yang Mulia perlu kiranya untuk beristirahat?” ahli bintang itu bertanya, bahkan seorang raja besar sekalipun tetap perlu beristirahat.
Wajah tua Raja Taejo itu tampak letih, ada  begitu banyak hal mengejutkan yang terjadi tanpa disangka-sangka. Kali ini penolakan calon pengantin, mengapa ada seorang gadis menampik pernikahan seorang raja? Mengapa ia perlu melukai diri bagi sebuah alasan? Gadis itu cantik, terlalu berani, dan sesungguhnya pintar. Dari mana sebenarnya ia berasal? 
“Apa yang akan Yang Mulia lakukan terhadap Soo?” Ji Mong merasa perlu mengetahui nasib Hae Soo setelah ini.
“Kirimkan ia untuk menjadi budak”, jauh di dalam hati Sang Raja memahami penolakan Hae Soo, ia bahkan merasa merasa kasihan terhadap gadis belia itu. Akan tetapi, ia adalah seoerang raja. Kesalahan besar apabila seorang gadis berani  menolak pernikahannya. Ia tak perlu menjatuhkan hukuman mati, pantaslah ia menjadi budak. Bekerja keras kepada pihak  yang sangat membenci.
“Tidak bisakah bila ia harus menjadi dayang istana? Ratu Yoo dan Ratu Hwangbo membutuhkan dayang. Bahkan Nyonya Gwangjuwon juga menginginkan Soo…”Ji Mong menawarkan pilihan yang lebih baik, ia tahu arti menjadi budak.Penderitaan tanpa batas bagi setiap gadis yang harus menjalani.
Raja Taejo melirik Ji Mong, ia tahu hubungan baik ahli bintang ini dengan para pangeran. Adakah Ji Mong telah menjadi penyambung lidah?  Bukan Ji Mong,  para pangeran yang menginginkan Hae Soo menjadi dayang istana. Dengan kesal Yang Mulia Raja  membanting dokumen yang sedang dibaca, “Apa sesungguhnya  hubungan Soo dengan para pangeran. Pangeran ke-8 dan ke-4 bahkan berlutut, memohon pernikahan dibatalkan. Sudah cukup persoalan ini”.
“Sanggung Oh dari Istana Damiwon juga membutuhkannya…”Ji Mong tak menyerah dengan kemarahan Sang Raja. Ia mendengar ahli dalam tat arias dan berminat dengan segala macam jenis herbal.Hae Soo akan banyak membantu keluarga kerajaan jika diserahkan kepada Sanggung Oh.
“Dimana Soo?”rasa kesal Sang Raja mereda ketika mendengar nama Sanggung Oh, wajah itu bahkan tampak sendu.Nama Sanggung Oh mengingatkan Wang Geon akan sebuah kisah di masa lampau, masa yang telah lama berlalu. Akan tetapi, benarkah ia mampu melupakan?
                                     ***
Dimanakah Hae Soo?
Seakan sepasang kekasih yang dirundung rindu seribu tahun, Hae Soo dan Pangeran Wang Wook tengah berjalan-jalan di taman. Hijau daun tampak berseri seindah batu zamrud, aneka bunga bermekaran, pun air kolam berkilau sejernih kaca. Pangeran Wang Wook melihat luka di pergelangan tangan Hae Soo. Ia membantu gadis itu menutupinya dengan menarik lengan baju hingga bekas luka tak lagi tampak dari pandangan mata.
Hae Soo tersenyum, ia memang ingin selalu bersama dengan Pangeran Wang Wook. Langkahnya seakan mengambang di atas angin yang bertabur seribu bunga. Mungkinkah ia bisa selalu bersama? Betapa ingin ia bertemu dengan Nyonya Hae atau sekedar mengunjungi makamnya. Selalu terbayang kebaikan hati saudara sepupu itu.   
“Ya, kita bisa pergi bersama. Ia pernah meminta untuk selalu menjagamu.andai kita bersama berziarah ke makam, pasti ia akan merasa damai …” Pangeran Wang  Wook seakan tahu isi hati Hae Soo, ia akan dengan senang hati menyertai kunjungan ke makam itu.
Pangeran ke-8 memegang pundak Hae Soo, senyumnya yang lembut akan menyebabkan setiap gadis di Goeryeo jatuh hati. Hae Soo tak pernah mampu melupakan senyum itu. Wang Wook ingin tetap memegang pundak Hae Soo, akan tetapi ia melihat Ji Mong melangkah mendekat. Ia harus melepas bahu Hae Soo.  
Ji Mong tersenyum, dalam jarak satu depan ia membungkuk kepada Pangeran Wang Wook, “Mohon maaf Pangeran, saya menyampaikan perintah Yang Mulia supaya Soo Agasshi dapat menjadi dayang di Istana Damiwon bersama Sanggung Oh”, tugas Ji Mong adalah menyampaikan perintah raja, ia harus menenrima kenyataan pahit, bahwa wajah Pangeran Wang Wook berubah seakan air keruh. Keputusan ini berarti ia harus berpisah dengan Hae Soo, meski jarak perpisahan tidak terlalu jauh masih di seputar istana.
“Beruntung Soo Agashi  masih diijinkan menjadi dayang di Istana Damiwon, buka menjadi budak di tempat yang sangat jauh”, Ji Mong mengerti perasaan Pangeran Wang Wook. Bagaimana sepupu Nyonya Hae akhirnya harus bekerja menjadi dayang, atau memang tak ada lagi jalan keluar  yang lain.
Sebaliknya wajah sendu Hae Soo kini tersenyum, ia tahu apa yang harus dilakukan setelah menentang keputusan raja, bekerja selalu dayang bersama Sanggung Oh. Bukankah ia ahli dalam bidang tata rias serta ahli  mengenali berupa herbal? “Aku tak keberatan sekalipun harus bekerja sebagai dayang”, Hae Soo menanggapi.
“Sungguhpun menjadi dayang, tetapi Agasshi tetap keturunan bangsawan, akan ada perlakuan khusus. Kerja keras akan diganjar dengan hari libur serta ijin menikah”, Ji Mong menambahkan, ia telah berhasil pula mencari jalan keluar, supaya Hae Soo dapat kembali menuliskan takdir hidup.
Hae Soo tampak gembira, ia  kembali memiliki alasan untuk melupakan malam yang menakutkan itu.Ia akan memulai kehidupan baru, setelah Myung Hae tiada, apakah ia masih berhak menetap di kediaman Pangeran Wang Wook? “Bersiaplah untuk pergi …” Ji Mong membungkukkan badan kemudian mengundurkan diri. Tidak susah melaksanakan tugas.   
Wajah Pangeran Wook masih sama kelamanya dengan air keruh, jarak yang tergapai akan kembali terentang. Mungkinkah ia dapat memenuhi permintaan terakhir mendiang istri untuk selalu berada di dekat Soo. “Jarak untuk mengunjungi makam Myung semakin jauh, tetapi ia akan selalu ada di hati”,  Hae Soo membuka kembali pembicaraan, ia tak mengerti bagaimana sesungguhnya perasaan Pangeran Wang Wook.
Pangeran ke-8 perlu beberapa saat menenangkan diri sebelum menatap kembali wajah manis Hae Soo , “Benar kata Ji Mong, engkau tidak dikirim ke tempat yang jauh selaku  budak. Jangan pernah khawatir…”Wang Wook mencoba menguatkan hati gadis itu, setelah hidup sebagai keluarga  bangsawan, dapatkah ia menjadi seorang dayang?
“Saya akan berusaha dengan baik supaya bisa menyesuaikan diri di Istana Damiwon”,  Soo  tidak ingin membuat Pangeran Wang Wook khawatir. Benar seperti kata Ji Mong ia masih beruntung, Yang Mulia memaklumi untuk pekerjaan yang disenangi di lingkungan istana.
Perlahan Pangeran Wang Wook mengambil sesuatu dari balik pakaian kemudian  memberikan kepada Hae Soo. Adalah lembaran kertas yang pernah digambar Hae Soo, Sang Pangeran mencoba tersenyum, “Aku akan mengunjungimu setiap hari”, sebuah janji manis yang kebenarannya belum dapat dipastikan, karena waktu dan berbagai perubahan. Akan tetapi, cukup kiranya sebagai salam perpisahan.
Hae Soo masih tersenyum ketika Pangeran Wang Jung, Pangeran Wang Eun,Pangeran Wang Won, dan Pangeran Baek Ah berlari mendekati.Wajah-wajah itu masih terlihat cemas, mereka  ingin memastikan keadaan terakhir setelah luka berdarah pada pergelangan tangan gadis itu.Para pangeran tampak lega ketika meleihat Hae Soo dalam keadaan baik.
Di belakang para pengeran itu, Pangeran Wang So tampak berdiri terpaku di Ji Mong. “Engkau mengerti menapa aku harus berlutut di hadapan Yang Mulia?”suara Pangeran ke-4 berbisik, seakan cemas bila pangeran yang lain akan mendengarnya.
“Aku mengerti…”perlahan Ji Mong menyahut, sepasang matanya melirik wajah bertopeng itu. Sang Pangeran tengah menyimpan isi hati yang paling dalam.
Para pangeran masih bertegur sapa dengan Hae Soo, tetapi Pangeran Wang Wook merasa perlu menghentikan, “Saatnya Soo berangkat, ini  hari pertama. Bila terlambat Sanggung Oh akan marah”.
“Benar, jangan sampai Soo terlambat, “ Pangeran Wang Won setuju.
“Sanggung Oh adalah kepala dayang yang mengerikan”, Pangeran Wang Eun berpendapat, ia selalu teringat tatapan dingin kepala dayang itu. Entah kisah apa yang tersimpan di balik kelopak matanya.
“Aku akan mengunjungimu setiap hari”, Pangeran Wang Jung berjanji. Ia bersyukur Hae Soo dalam keadaan sehat setelah menentang perintah raja. Gadis itu masih memiliki tempat di lingkungan istana, meski bekerja sebagai dayang. Ia masih dapat menjumpai gadis “pemberani” itu.
Hae Soo menatap wajah  para pangeran satu per satu.Sinar matahari menyebabkan wajah itu tampak sebagai sosok menawan terbalut pakaian kebesaran pangeran Goryeo. Mengapa ia harus ada bersama para pangeran, menerima semua kebaikan hatinya? Siapa di antara pangeran itu yang akan tega  membunuh saudara  sendiri? Siapa yang akan menjadi Raja Gwangjong? Tidak! Pembunuhan itu tidak akan terjadi, jauh di dalam hati Hae Soo bertanya.
Ketika menatap wajah tampan Pangeran Wang Wook, ia kembali bertanya kepada diri sendiri. “Mungkinkah…?”
Ji Mong kembali dating, mengangguk sebagai tanda, saat bagi Hae Soo untuk pergi. “Dari tempat ini langkah bermula …”
Hae Soo tahu waktu bersama para pangeran sebagai ipar Pangeran Wang Wook telah usai. Ia berdiri sejenak di depan Pangeran Wang Wook, Pangeran ke-4 kembalimemberikan dorongan, “Tidak ada yang perlu ditakutkan, engkau tahu itu”, Pangeran Wang Wook berusaha sedapat mungkin menguasai diri, hari pertama bagi Hae Soo di Istana Damiwon selaku dayang berarti ia harus selalu bersiap kehilangan.
Hae Soo pun melangkah, ia harus menuliskan kembali takdir hidup setelah berhasil menggagalkan perkawina paksa. Saat melewati Pangeran Wang So, gadis itu sedikit menundukkan kepala.Pangeran ke-4 diam tak bergeming, sekilas matanya yang mengintai dari balik topeng melirik pergelangan tangan Hae Soo yang masih berbalut perban.Kemudian jarak pun meregang, semakin lebar.
Ketika akhirnya langkah kaki Hae Soo sampai di area pemandian keluarga kerajaan,Wajah dingin Sanggung Oh sudah menunggu…


Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...