Kamis, 30 Mei 2019

SCARLET HEART RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- SATU






Asolut Monarki adalah suatu situasi ketika kekuasaan seorang raja bersifat mutlak dalam memerintah negara –Setiap ucapan Sang Raja adalah “kebenaran”,  dengan segala macam cara Sang Raja berusaha melanggengkan kekuasaan, termasuk menikah dan menikahkan Pangeran serta SangPutri dengan orang yang tidak dicintai. “Mencintai berarti kehilangan….”    


Di tengah riuh rendah dunia perfilman ketika adegan seks dan kekerasan menjadi bagian tak terpisahkan yang berakibat mengerikan bagi kehidupan penonton, pesan sastra dan moral nyaris tak terbaca, Scarlet Heart Ryeo, Drama Korea 20 Episode tampil dalam tayangan yang mengesankan sekaligus menyentuh. Di One Channel Mei – Juni 2017 drama ini diputar pada hari Rabu hingga Jumat dengan siaran ulang hari Minggu. Scarlet Heart Ryeo adalah fiksi dengan latar belakang sejarah abad ke-9, masa dinasti Goryeo. Dua puluh Episode Scarlet Heart Ryeo  merupakan adaptasi novel Tionghoa Bu Bu Jing Xin karya Tong Hua, tahun 2012 kisah ini pernah dibuat serial di Cina, berjudul Bu Bu Jing Xin.  
Adalah Ko Ha Jin –diperankan si cantik IU yang mengalami kecelakan, tak sadarkan diri, secara mengejutkan  tersedot ke masa lampau, pada abad ke-9, masa dinasti Goryeo. Si cantik sekaligus wiracarita, menggambarkan manusia yang hidup di era milenium ke dua yang mesti memahami kehidupan monarki absolut dinasti Goryeo abad ke-9 dan menjadi bagian spesifik di dalamnya, karena ia telah mengetahui terlebih dahulu jalannya sejarah.
Suatu hal yang membuat Ko Ha Jin tergagap dan nyaris frustasi, karena jiwanya merasuk ke dalam tubuh gadis keturunan bangsawan bernama Hae Soo, saudara sepupu istri Pangeran Wang Kook yang diperankan Kang Hae Nul. Fiksi adalah penggambaran kisah yang tidak rasionil, akan tetapi dalam sebuah karya rasionalitas menjadi tidak penting, yang lebih penting dalah pesan moral yang mesti disampaikan. Apa yang harus dilakukan ketika seorang gadis manis tersedot ke masa lampau, hidup dalam sosok yang tidak pernah dikenal dan secara tiba-tiba tersesat di kolam  permandian sekalian pangeran. Tempat sangat pribadi yang tidak bisa dikunjungi seorang gadis terlebih saat putra Wang Geon –Taejo, Raja Goryeo tengah mandi untuk mempersiapkan diri pada upacara spiritual kerajaan. Putra Raja Taejo adalah Pangeran ke-10, Wang Eun –diperankan Baekyun, Pangeran ke-14, Wang Jun –diperankan Ji Soo, Pangeran ke-3 Wang Yo –diperankan Hong Ju Yun, Pangeran ke-8 Wang Wook –diperankan Kang Ha Neul, Pangeran ke-9, Wan Won –diperankan Yoon Sun Yoo,
Chae Ryung –dayang pengasuh menyelamatkan Ko Han Ji dari keagagapan ini, ia mengira Ko Han Ji adalah Hae Soo dan membawanya kembali ke kediaman pangeran ke-8 Wang Wook. Nyonya Hae, istri Pangeran Wook yang sakit sakitan menerima Hae Soo dengan lembut, ia telah menganggap Hae Soo sebagai anak kandung, karena ia tak pernah melahirkan. Pangeran Wook memperlakukan Nyonya Hae dengan amat baik sesuai adat kerajaan, meski ia tak pernah menyatakan cinta. Bagi seorang pangeran cinta tak perlu diperhitungkan dalam perkawinan, karena status istri sebagai anggot keluarga klan yang kuat akan memperkokoh kekuasaan sang raja. Seorang pangeran berkewajiban mendukung kekuasaan ayahanda raja, tanpa kecuali.
Wang Wook berperilaku halus suatu hal yang menyebabkan Hae Soo merasa nyaman, sementara Wang Wook menemukan sesuatu berbeda dalam diri Hae Soo, sesuatu yang menyebabkan ia jatuh hati, suatu hal yang tak pernah diucapkan dalam perkawinan, hingga kematian Nyonya Hae. Adakah Wook berkuasa menikahi Hae Soo, karena alasan cinta?
Sementara Pangeran ke-4, Wang So –diperankan Lee Joon Ki tiba kembali ke Songak dari pengasingan, karena ditelantarkan Permaisuri. Wang So masih kanak-kanak ketika Raja Taejo memutuskan kembali menikah bagi kekuatan raja, permaisuri menolak dengan mangancam membunuh Wang So, pisau meleset, mengenai wajah Wang So menyebabkan cacat seumur hidup. Wang So dikirim untuk tinggal bersama keluarga Kang di luar Songak, maka yang dipelajari Wag So selama hidupnya adalah kekerasan, ketika ia harus bertarung dengan manusia serta binatang untuk bertahan hidup. Wajahnya yang cacat ditutup dengan topeng sebagai hadiah raja yang diberikan setiap tahun. Pangeran So tampak seakan monster, hatinya yang lembut tertutup topeng menakutkan. Benarkah perilaku So seburuk topeng yang dikenakan?
Hae Soo tak bisa menghindarkan diri dari pergaulan dengan sekalian pangeran, bahkan putra mahkota, ia harus menempatkan diri dengan susah payah, karena tata cara kerajaan yang ketat. Ternyata pangeran ke-10 Wang Eun dan ke-4, Wang So juga jatuh cinta. Bagaimana So dapat meminta ijin raja untuk menikahi Hae Soo? Kematian nyonya Hae menyebabkan relasi Goryeo dengan keluarga besar Hae terputus, kecuali Hae Soo menjadi penerus, menikah dengan Raja Taejo yang telah memiliki 3 permaisuri dan 27 selir dan telah berumur di atas 60 tahun. Keduanya tak pernah mengenal dengan baik, terlebih mencintai. Seorang raja tak memerlukan rasa cinta, ia perlu mempertegas kekuasaan dengan menikahi seorang perempuan dari keluarga besar  yang akan bersedia mendukung kebijakannya.
Hae Soo menolak tawaran perkawinan dengan Raja Taejo –diperankan oleh Joo Min Ki, untuk meneruskan hubungan besan yang terputus, menjadi istri raja yang ke-30 berarti hanya disentuh pada malam  pengantin, selebihya ia akan terkurung menjadi boneka istana yang tak akan perna diperhitungkan. Wang So dan Wang Wook telah berlutut pula untuk membatalkan perkawinan ini, akan tetapi Raja Taejo tak bisa mengubah keputusan.
“Bahwa seorang raja tak bisa menikah dengan seorang perempuan yang memiliki bekas luka….”
Adalah aturan yang tak bisa dirubah, maka dalam pakaian pengantin dengan berani Hae Soo memecah keramik, menggores tangan hingga luka berdarah. Atas dasar luka ini, ia memiliki alasan untuk tidak menikah dengan raja dengan konsekuensi teramat buruk ia harus bekerja sebagai dayang di rumah herbal Damiwon. Suatu adaptasi harus dilakukan atau ia akan mati.
Adakah rasa cinta So dan Wook berubah dengan statusnya yang rendah selaku dayang istana? Andai sikap itu tak berubah, maka menikahi seorang dayang adalah ijin yang nyaris mustahil dari raja. Dayang tak punya klan, tak punya sekutu yang berfungsi untuk memperkokoh kekuasaan Taejo –Wang Geon.  Sementara kisah terus bergulir, Raja Taejo murka, karena rencana pembunuhan Wang Mo, Putra Mahkota. Sungguhpun sang raja telah tahu, bahwa permaisuri Yoo adalah pelaku utama, akan tetapi ia tak mampu menghukum permaisuri, perselisihan besar akan terjadi. Ia harus mengorbankan satu orang demi statusnya sebagai raja, meski sosok itu adalah dayang perempuan yang dicintai, dayang Oh kepala Damiwon, rumah herbal. Raja Taejo mencintai dayang Oh, akan tetapi bagi seorang raja mencintai bukanlah suatu alasan untuk menikahi, kecuali Oh memiliki pasukan untuk memperkuat posisi sebagai kepala negara. Meski Oh dengan tulus hati melayani setiap hari, akan tetapi kisah cinta telah berakhir sampai di sini.
Hae Soo difitnah sebagai pelaku yang meracuni putra mahkota, dayang Oh menanggung beban itu, ia mengidap kanker perut, umurnya tak akan lama lagi. Ia melihat Hae Soo seakan dirinya di waktu muda. Pesan yang disampaikan keada Hae Soo, adalah tinggalkan tempat ini atau akan menjadi korban dari perselisihan para pangeran yang tengah berebut tahta, dan akan berakhir pada kematiannya. Hae Soo telah mengalami hukuman fisik yang cukup parah, ketika Raja Taejo memutuskan dayang Oh sebagai pelaku dan layak dihukum gantung. Hae Soo berlutut di bawah matahari dan hujan memohon kepada raja agar hukuman itu dibatalkan, akan tetapi sang raja tak pernah mengubah keputusan. Soo sangat berharap Pangeran Wook akan datang mengulurkan tangan, akan tetapi Wook sang pangeran yang dicinta memalingkan muka. Soo tahu, kisah indah dengan Wook selesai sudah.
Akan tetapi, tiba-tiba So datang memayungi Soo dengan jubah dari cucuran hujan. So mengerti kepada pangeran yang mana sesungguhnya ia bisa bersandar? Meski hukuman bagi dayang Oh tetap diteruskan, perempuan berhati tulus itu merelakan diri selaku “pembunuh” mati dengam leher tercekik di tiang gantung. Soo sadar, menjadi bagian kecil di istana berarti selalu dekat dengan kematian.
Kematian Raja Taejo, pembunuhan terhadap raja penerus, Hyejong oleh konspirasi pangeran, kebencian Yeon Hwa adik Pangeran Wook, perselisihan dan pertumpahan darah yang terus terjadi di lingkungan istana menyebabkan Hae Soo mengerti, asolut monarki yang menyebabkan kekuasaan raja tanpa batas, tahta yang diwariskan kepada putra mahkota dengan melupakan pangeran dari istri yang lain adalah sebuah sistem yang tak memberikan rasa aman, bukan hanya kepada dayang sebagai orang kecil, akan tetapi bagi pangeran yang bersangkutan. Permaisuri  mengincar gelar ibu suri dengan kekuasaan mutlak di lingkungan istana, ia rela membunuh, menekan pangeran tanpa gelar putra mahkota supaya menjadi raja, menikahkan putri kandung dengan raja dalam status sebagai saudara tiri tanpa rasa cinta untuk melanggenggkan kekuasaannya. Hanya orang  yang berkuasa di lingkungan istana dapat memenuhi segala keinginannnya.
Seperti yang telah tercatat di dalam sejarah, ketika Pangeran Wang Yo yang akhirnya menjadi Raja Jeonjong meninggal karena sakit, Pangeran So merebut tahta. Hae Soo telah mengetahui akan hal ini, akan tetapi ia tak berwenang mengubah apa-apa. So kemudian bergelar Raja Gwangjong, ia menyelidiki kematian Raja Hyejong, dan mendapatkan bukti bahwa Pangeran Wook serta dayang Chae Ryung terlibat. Pangeran Wook dikucilkan, Chae Ryung mendapatkan hukuman fisik hingga menjelang kematiannya. Hae Soo, kini kekasih Raja Gwangjong. Adakah cinta sang raja akan membawanya menuju perkawinan? Adakah ia akan bertahan di istana, bangunan megah bernilai sejarah dengan mutlak kekuasaan raja, keserakahan permaisuri, pangeran, bahkan putri sang raja. Betatapun dicintai, ia hanya seorang dayang, tak memilik pengaruh, tak memiliki pasukan untuk mendukung tahta raja. Ia bisa membuat seorang raja merasa nyaman, tetapi tidak mampu membuatnya menjadi kuat.
Atau sesungguhnya ia hanya penonton dalam film tiga dimensi yang seolah-olah menjadi pelaku utama di dalam sebuah cerita tentang perebutan tahta. Hae Soo menyadari ia tidak akan mendapatkan kehidupan serta perkawinan yang damai dengan menetap di istana. Di balik tembok megah, tahta, kemuliaan hidup sesungguhya monarki absolut menyebabkan kehidupan istana teramat dingin dan sepi. Dalam monarki absolut demokrasi benar tak ada,  kebebasan berpikir dan berpendapat baru berupa cikal yang belum lagi ditanam supaya tumbuh menjadi tunas dan berkembang sebagai pohon yang rindang. Sekalipun kisah fiksi, Hae Soo memiliki pilihan, ia harus memilih, meskipun sang kekasih –Raja Gwangjong memjadi amat murka.
Acting IU, Lee Joon Ki, Kang Ha Neul dan seluruh artis pendukung demikian meyakinkan, lagu kematian yang menyayat, kisah cinta yang digambarkan dengan santun tanpa kontak fisik nan ekstrim, setting tempat yang indah, dilalog yang puitis, sejarah yang nyata tertulis menyebabkan Scarlet Heart Ryeo menjadi 20 episode drama Korea yang bukan sekedar menghibur, akan tetapi layak ditonton sebagai pendidikan sejarah, budaya setempat serta proses panjang demokrasi yang berliku-liku hingga akhirnya sampai pada saat sekarang ini. Ketika monarki absolut tumbang, demokrasi menjadi suatu panduan dalam kehidupan bernegara, sehingga keluarga raja atau kepala negara bisa menikah dengan pasangan yang dicintainya.
Scarlet Heart Ryeo –Roman di Bawah Monarki Absolut yang mengesankan, terlalu sayang melewatkan kisah ini tanpa kembali menuliskan dari sudut pandang yang berbeda ….

                                                                             ***



*Bahkan suatu saat manusia akan sampai pada hari yang susah dimengerti dengan akal sehat, akan tetapi ia tak mungkin mengelak demi satu hal yang paling penting --kehidupan.

Ko Ha Jin tiba-tiba mengalami hari yang tidak biasa, aneh, dan membingungkan. Ia sering mendengar, bahwa hidup kadang melambung seperti mimpi. Ia mencoba menolak anggapan itu, akan tetapi hari ini mau tidak mau ia harus menjalani.Udara nyaris beku di tepi danau  Ko Ha Jin melihat bayangan wajahnya demikian kacau dengan bibir terluka. Pikirannya terasa gamang ketika dia menenggak soju, ia berharap minuman itu akan mengurangi beban pikiran yang menekan dan menyakitkan.
Beberapa jengkal dari tempatnya terduduk, tampak seorang ahjussi --gelandangan tua dengan wajah dan pakaian kumal, sepasang matanya yang  myaris padam menatap soju dalam genggaman tangan. Gelandangan itu tak mampu menyembunyikan keinginan pula untuk menenggak soju. Ha Jin menghela napas panjang, ia tahu apa yang harus dilakukan dengan seorang yang baru ditemui. Tangan gadis cantik itu mengulurkan soju kepada si ahjussi, yang segera diterima dengan senang hati. Gelandangan itu langsung menenggaknya dengan nikmat, seolah soju adalah minuman istimewa yang selalu dirindukan seumur hidupnya. Sekejab Ha Jin melirik pada gelandangan itu, tanpa sadar mulut gadis manis itu berucap, meski ia tak mengerti benar, kepada siapa sebenarnya ia tengah bertanya.
"Ahjussi, adakah engkau pernah  ingin tidur selama ratusan atau ribuan tahun? Segalanya menjadi kacau tanpa harapan, ia pernah berucap, bahwa segalanya akan menjadi lebih baik, kenyataannya semua telah berkeping-keping tanpa sisa. Andai aku bisa tidur dan tidak pernah bangun lagi. Aku ingin melupakan segalanya, tapi tidak berhasil", suara itu seperti rintihan dari dasar hati yang pedih. Ko Ha Jin merasa menjadi orang yang sangat malang, seolah tak ada yang lebih buruk dari nasib hari ini.Tanpa tersa air matanya menetes, jernih seakan embun.
Dimana kini sang kekasih?
Seorang yang pernah diharapkan untuk hidup bersama selama-lamanya, demikian cepat berpaling.Ia pergi tanpa pesan, meninggalkan setumpuk hutang yang harus dilunasi. Andai ia pergi seorang dari, sang kekasih berlalu bersama seorang gadis yang telah diriasnya, sehingga tampil sedemikian cantik. Ia telah diperlakukan seolah satu-satunya orang bodoh yang harus ditertawakan. Air mata Ko Ha Jin kembali menitik, membasahi pipinya yang sehalus mutiara.
"Ajussi, apakah engkau tahu? Kukira jika aku tidak berubah maka orang yang kupercayai dan kusukai tidak akan pula berubah. Ternyata aku salah, segalanya menjadi kacau,mengapa hidupku menjadi seperti ini?" Ha Jin terisak, ia harus merasakan pahit, karena kehilangan. Satu hari serasa seribu tahun, terlalu menyakitkan. Andai ia bisa tertidur seribu tahun, melupakan segalanya.
"Hidup tidak bisa berubah hanya karena engkau menginginkannya. Andai engkau mati dan hidup kembali", jawab Ahjussi dengan ringan --terlalu ringan. Ia tidak bisa merasakan duka hati yang menekan Ha Jin saat ini, ia memang tidak perlu merasakan, ia tidak perlu merasa iba dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya. Setelah menenggak soju gelandangan itu dengan santai berbaring,memejamkan mata,tertidur.
Ko Ha Jin mencoba meredam isak tangis, mestinya ia tak perlu mengucap sepatah kata kepada seorang yang tidak dikenalnya, tetapi ia benar memerlukan seorang untuk berkeluh kesah. Gadis muda itu membuang pandang kemudian memejamkan mata, situasi di dekitar sekejab menjadi gelap.
Tepat saat itu seorang bocah tampak menjulurkan kaki dari jembatan, ia berniat  menjangkau perahu yang tertambat di tepi danau. Kaki itu terlalu mungil untuk menjangkau jarak, demikian pula sang bocah terlalu kanak-kanak untuk menyadari bahaya yang mengancam.Ha Jin terlalu sibuk dengan dirinya sendiri tak pernah peduli dengan situasi sekitar bahkan ketika seorang bocah yang terlepas dari pengawasan orang tua sedang menuju bahaya,hingga tiba-tiba terdengar suara bendar tercebur kedalam danau.
Ha Jin masih memejamkan mata,ia masih berusaha menenangkan dirinya. Akan tetapi, ketika membuka mata beberapa detik kemudian, ia dilanda kecemasan. Bocah itu tak lagi berada di tempat semula, ketika membuang pandang gadis itu membelalakkan sepasang matanya yang indah. Bocah itu, bocah itu tengah berjuang menggapai kehidupan, ia tenggelam di tengah danau.
Ha Jin dilanda rasa panik, bocah itu tak akan hidup bila tak seorang pun berniat menyelamatkan.”Ahjussi....!”Ko Han Ji menjerit, tapi gelandangan itu tak mampu mendengar apa-apa, ia tengah mendengkur dalam tidur nyenyak, tak peduli situasi di sekitar.
Ha Jin semakin panik,ia berusaha menenangkan diri dengan suatu keyakinan, akan ada seorang yang mampu menyelamatkan si bocah.Akan tetapi, suasana di sekeliling tempat itu sunyi,”Dimana orang tua bocah itu?” tidak tampak satu bayangan manusia pun berkelebat, terlebih melihat nasib seorang bocah yang malang itu. Ha Jin masih berusaha meyakinkan diri, bahwa akan ada seseorang yang tiba-tiba datang sebagai penyelamat.Akan tetapi, keyakinan itu akhirnya punah, rasa panik kian menghebat. Ko Ha Jin tidak punya pilihan atau dengan sadar ia harus menyaksikan seorang anak meregang nyawa dan ia akan menyesal selamanya.Gadis itu menjerit dengan putus asa ketika akhirnya akhirnya  melompat ke dalam danau."Kenapa harus aku lagi!"
Jeritan itu membangunkan orang-orang di sekitarnya, secara tiba-tiba mereka menyadari bahaya yang tengah terjadi. Ayahanda si bocah dengan sigap meloncat ke dalam perahu untuk langkah penyelamatkan. Sementara Ahjussi, gelandangan itu terbangun, Ha Jin tak ada lagi di dekatnya, ia melihat sepatu gadis itu tergetak tak  jauh di tempatnya terjaga. Gelandangan itu tergagap, mencoba menyadari kejadian di sekitarnya. Ia berpaling menatap langit, warna biru semakin lama semaki meredup, posisi matahari, bulan, dan bumi berada pada satu garis lurus. Perlahan-lahan bola matahari menghilang di balik bayangan bulan, seakan ditelan rahang raksasa yang teramat jahat,suasana menjadi temaram, indah, dan menakjubkan. Gerhana matahari total adalah fenomena alam langka yang menggelapkan langit secara tiba-tiba.  
Di tengah danau Ko Ha Jin telah basah kuyup da menggigil, ia berhasil menjangkau bocah malang itu, mengangkat terlebih dulu kedalam perahu. Sang bocah selamat, ketika sang Ayah hendak menolong Ha Jin, bayangan bulan secara mutlak menutupi matahari, gerhana tengah terjadi. Tiba-tiba Ko Ha Jin kehilangan akal sehat, gadis manis tertarik oleh suatu kekuatan gaib yang terus membenamkan ke dalam ke air, tanpa ia mampu memberikan perlawanan. Seluruh tenaga melayang tanpa sisa, yang tampak di depan mata kilasan hari-hari terakhir yang menyakitkan, ketika ia harus mengakui sang kekasih hati tengah mencium gadis muda yang rupawan. Darah Ko Ha Jin seakan mendidih, ia menyatakan kemarahan dengan menampar gadis cantik itu untuk mendapatkan kembali sang kekasih, akan tetapi dia yang tercinta telah berpaling, bahkan membela gadis itu. Harapan Ha Jin kandas, ia harus menelan rasa pahit, karena kehilangan.
Rasa pahit itu semakin mendalam ketika ia harus ketakutan, dikejar-kejar oleh sekumpulan ahjumma.Ko Ha Jin tak berdaya, ia bahkan tak kuasa menjerit bagi sebuah pertolongan, napasnya sesak, tenggorokannya tercekik. Ia kehilangan kesadaran, dimana sesungguhnya dirinya berada. Ketika gerhana matahari sampai pada saat yang paling gelap, langit ajaib terpulas cahaya temaram, Ko Ha Jin tenggelam pula semakin dalam. Gadis itu pasrah, ia harus mengerti bagaimana rasanya ketika tidak mampu menolong diri sendiri?
Saat gerhana matahari total dengan perlahan, namun pasti berlalu, sinar indah mentari pelan-pelan tampak berkilau seakan cincin raksasa berhiaskan sebutir batu permata.Nun jauh di sana,setelah melewati terowongan waktu, sebelum pergantian milenium pertama. Sebuah kehidupan masa lampau seakan kembali digelar atas nama sejarah yang hidup. Tampak seorang pengendara kuda memacu tunggangannya disertai beberapa orang di belakangnya. Si pengendara kuda itu tengah menuju Songak, Ibukota kerajaan Goryeo. Wajah tampan itu tampak sedemikian dingin, tatapan matanya menembus kalbu dan nyaris mendirikan bulu roma. Sesaat rombongan pengendara kuda itu terhenti, menatap langit dengan takjub. Gerhana matahari total adalah fenomena langka yang menghadirkan dasyat dan keindahan semesta, ketika cahaya mentari perlahan padam, langit berubah temaram. Akan tetapi, dengan pasti bola matahari perlahan manampakkan diri dari bayangan bulan dalam berkas cahaya yang berkilau menakjubkan.
Ketika sinar matahari perlahan benderang,rombongan berkuda itu  melanjutkan perjalanan, memacu binatang seakan sekelompk prajurit memburu musuh di medan pertempuran.Dengan tiba-tiba debu kering mengepul, seolah risau beterbangan. Ketika rombongan berkuda itu tiba di pasar, suasana menjual dan membeli tiba-tiba beruah menjadi heboh, hampir semua orag menghindar pada kesempatan pertama.Wajah dingin bertopeng itu adalah Wang So, Pangeran ke-4 Kerajaan Goryeo, raut wajah itu selalu mendatangkan rasa takut, Wang So dikenal dengan sebutan 'Wolfdog’, kehidupannya yang keras menyebabkan pula sikapnya yang keras, dingin, dan tak kenal ampun. Di tengah keramaian pasar sejenak  So berhenti, sebuah tusuk konde cantik yang ditawarkan seorang pedagang. Ia tak bisa menahan diri untuk membeli tusuk konde itu, ia perlu memberikan hadiah kepada seorang yang dikasihi. So tidak peduli degan sikap orang banyak yang ketakutan melihat kehadirannya, ia memang tak perlu peduli. 
Sementara di kolam pemandian istana, sekalian pengeran Kerajaan Goryeo tengah berkumpul dalam suasana hangat. Wang Eun, Pangeran ke-10 berwajah ceria, adik Wang Eun, pangeran ke-14,  Wang Jung berwajah manis. Kedua pangeran itu menceburkan diri bersama-sama ke dalam kolam air panas sambil bermain-main riang.Keduanya menikmati hari-hari  indah sebagai keturun Wang Geon, Raja pendiri Goryeo, terlahir sebagai pangeran berarti hidup dalam kemuliaan.
Pangeran ke-3, Wang Yo duduk mengawasi kedua adiknya yang tampak bergembira menceburkan diri ke dalam kolam.Tatapan sepasang mata Wang Yo setajam mata belati, bibirnya nyaris tak pernah tersenyum. Wang Yo menanggung beban berat dari keinginan ibunda ratu, ia belum sepenuhnya menyadari, karena situasi di seputar istana masih nyaman seperti biasanya.
Wang Yo sangat marah, ketika seorang pelayan menuangkan minuman, karena tercecer. Ia tampak hendak melayangkan tangan, tetapi Pangeran ke-8, Wang Wook si lembut hati hadir, menghindarkan insiden kecil antara pangeran dan seorang pelayan yang ketakutan. Suasana kembali nyaman seperti semula. Sementara  Pangeran ke-9, Wang Won tampak memamerkan tubuhnya yang atletis, demikian juga dengan Pangeran ke-13, keduanya sama tampak dan mempesona.Sekalian pangeran wajib mandi di kolam kerajaan menjelang ritual spiritual Goryeo.
“Apakah kakak ke-4 belum datang?” Wook dengan raut wajahnya yang lembut dan bijak bertanya. Seharusnya Wang So telah hadir untuk mandi bersama sebelum ritual spiritual dimulai.
“Tidak usah kita memikirkan So”, dengan kesal  Yo menjawab.
“So seumur denganku, mestinya Pangeran ke-4 telah hadir di sini”, raut wajah Wook selalu  menunjukkan kesabaran, ia tak kalah tampan dengan pangeran yang lain, atau sesungguhnya ia adalah yang paling tampan dari semua pangeran.   
"Kali ini untuk yang pertama Wang So menghadiri acara ritual spiritual, bukan? Apakah Yang Mulai punya alasan khusus mengundangnya", Baek Ah bertanya.
Eun menatap Baek Ah tanpa menjawab, ia telah mendengar adanya rumor yang menyatakan kalau pangeran ke-4 telah membunuh keluarganya di Shinju dengan sangat brutal seperti serigala yang membantai manusia. Baek Ah mencoba tidak percaya dengan rumor itu, tapi Eun bersikeras mempercayai, ia mendengar rumor  dari para pendatang yang berasal dari Shinju.
Jung juga tak percaya. Mungkinkah Wang So membunuh keluarga Shinju, sementara keluarga itu dijaga ketat oleh para prajurit kerajaan. Bagaimana So bisa mengalahkan para prajurit, ia tidak pernah belajar dan  memiliki seorang guru bela diri?
"Jung, engkau dan So berasal dari ibu yang sama. Engkau bahkan tidak akan pernah tahu kapan seorang akan berubah menjadi serigala", Eun menatap Jung dengan pandangan jenaka, ia menikmati kebersamaan dengan para pangeran setelah hari-hari yang sibuk dan melelahkan.
Sementara Yo menatap Eun dengan geram, ia begitu mudah tersinggung karena ia  terlahir dari ibu yang sama.”So hanya sebentar di Songak, setelah ritual spiritual selesai ia akan segera kembali ke Shinju”, nada suara Yo sedemikian keras, nyaris memecah seluruh kegembiraan di kolam pemandian
“Eun hanya bercanda, saya pasti menegurnya nanti”, Pangeran Wook bersikap bijak, ia selalu menikmati kebersamaan dengan para pangeran, ia belum lagi menyadari adanya sebuah ancaman yang akan meluluhkan seluruh hidup.
Eun yang jenaka segera menyadari kesalahannya, ia tidak mau memperkeruh suasana, dengan lihai ia  mengalihkan perhatian semua pangeran dengan mengajak mereka untuk bertaruh siapa yang bisa mengambang paling lama. “Ayo bertaruh, di antara kita siapa yang mengambang paling lama”, tanpa menunggu jawaban pangeran muda itu segera lalu menceburkan dirinya kembali ke kolam air panas dengan suara berdebur.
Keajaiban terjadi.Tepat setelah pangeran Eun menceburkan diri, seorang gadis cantik tiba-tiba muncul secara mengejutkan dari dalam air.Apa yang telah berlaku?
Ko Ha Jin yang  tenggelam ke dasar danau, kehilangan kuasa diri, ia pernah berkeinginan tertidur hingga seratus, bahkan seribu tahun. Secara ajaib sukmanya merasuk ke dalam sosok badan gadis bangsawan, ia mengenakan pakaian klasik zaman Goryeo, pada lebih seribu tahun yang lalu. Tak seorang pun  menyadari kehadirannya, Ha Jin terlalu bingung tiba-tiba mendapati dirinya berada di tempat asing, meski merasa lega karena ternyata dia masih hidup, bukan tewas di dasar danau.
Akan tetapi, dimana posisinya kini? Mengapa semua tampak asing dan aneh? Apa yang sesungguhnya  terjadi? Pikiran Ko Ha Jin tiba-tiba menjadi sedemikian kacau seakan dihantam badai maha dasyat.
Pangeran Eun tengah menikmati hangat air kolam, tak lama kemudian ia merasa sungguh terkejut ketika pada kolam air panas yang sama tiba-tiba muncul seorang gadis dengan pakaian basah kuyup.Wajah gadis itu sedemikian bingung dan ketakutan. Ketika keduanya saling bertatap mata, masing-masing pihak, baik Ko Ha Jin maupun Wang Eun menjerit.
"Siapa kau? Mengapa ada gadis di tempat ini ...." sepasang mata Pangeran Eun terbelalak lebar. Kolam pemandian Goryeo adalah tempat rahasia bagi keluarga kerajaan, tak seorang pun gadis bisa mencebur ke dalam kolam ini, terlebih  ketika putra Raja Taejo tengah mandi, kesalahan besar bila seorang gadis berani menyusup ke tempat ini.
Jeritan itu mengejutkan para pangeran, praktis seluruh perhatian beralih ke muasal suara. Semua pangeran terpana melihat kehadiran seorang gadis di kolam pemandian Goryeo dalam keadaan basah kuyup. Eun tergesa berlari kembali bergabung dengan sekalian pangeran. Wajahnya dipenuhi rasa heran, mengapa tiba-tiba ada seorang gadis di kolam pemandian kerajaan dalam keadaan basah kuyup? Apa yang berlaku?
Sementara Ko Ha Jin tak kalah heran dan bingung bila dibanding Pangeran Eun, ia menoleh ke kiri dan ke kanan dalam rasa gamang yang akhirnya berubah menjadi panik. Ia seakan tersesat ke dunia antah berantah, ke suatu tempat yang tidak pernah dan tidak akan pernah dikunjungi.Gadis itu masih membelalakkan sepasang matanya yang indah, ia tak pernah merasa tak berdaya seperti ini. Setelah terduduk dalam duka hati bersama seorang gelandangan, menolong seorang bocah yang nyaris tenggelam.Kini ia muncul dalam pakaian kuno di kolam pemandian dengan seorang pemuda tak dikenal. Dimana dirinya berada? Ko Ha Jin terus berpikir keras hingga akhirnya ia bertatapan dengan seorang  pelayan, Chae Ryung, gadis muda itu tampak bersembunyi di balik bebatuan.
Pelayan itu memberi isyarat supaya Ko Ha Jin bergegas keluar dari kolam sambil berbisik memanggilnya "Agassi, agassi ...." suara itu terdengar bersahabat.Ha Jin tahu, kemana harus menuju. Ia masih menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mendapatkan jawaban, dimana dan pada abad keberapa sesungguhnya ia berada? Adakah ia telah tertidur selama seribu tahun?
Dengan sigap Yo memanggil pengawal untuk menangkap penyusup, ia tidak mau ada kegaduhan di tempat pribadi anak-anak. Akan tetapi sebelum pengawal datang, Ha Jin tergesa pergi meninggalkan kolam pemandian, nalurinya berbisik supaya ia menghampiri Chae Ryung. Eun berusaha mengejarnya, tetapi pangeran muda itu gagal, ia terjatuh berulang kali ke dalam air hingga Ko Ha Jin berhasil menjangkau tempat yang aman.Semua pangeran yang hadir menatap bayangan gadis muda dalam pakaian basah kuyup dengan heran dan sebenarnya marah, tak seorang pun dapat mengenal.  Akan tetapi, Pangeran Wook diam-diam bergumam,"Hae Soo...."
Wajah tampan pangeran ke-8 tak kalah heran dengan raut wajah pangeran yang lain. Mengapa Hae Soo, sepupu istrinya dengan ceroboh bisa berada di tempat ini dalam keadaan basah kuyup? Apa yang dilakukan gadis itu?
Sementara Chae Ryung segera merengkuh tangan Ha Jin membawanya dengan cemas melewati sebuah gua sambil bercakap, “Agassi, mengapa berada di kolam pemandian kerajaan, itu tempat tertutup? Para pangeran tengah mandi, Agassi bisa dihukum”, sambil  berucap  Chae Ryung terus membimbing Ko Ha Jin hingga keduanya keluar dari mulut gua, pelayan itu tak menyadari wajah Ko Ha Jin yang memucat, karena keterkejutan yang hebat, kepala gadis itu mulai berdenyut semakin lama semakin kuat. Ko Ha Jin diam-diam merasa demikian pening, pandangannya nyaris berkunang-kunang.
Tanpa sadar keduanya terhenti, “Agassi, apakah semua baik-baik saja?” Chae Ryung mengerutkan kening, ia merasa sungguh aneh dengan perilaku Agassi hari ini, gadis manis itu  berbeda dengan hari-hari biasa.
Ko Ha Jin mengunci mulut, tak mampu menjawab, kepalanya nyeri dan terus berdenyut.Kata-kata Chae Ryung membuatnya semakin bingung,ia sama sekali tidak mengerti apa maksud dengan sebutan Agassi dan pangeran. Suatu hal yang aneh dan asing, bagaimana ia bisa berada di tempat ini?
Chae Ryung kembali membimbing Ko Ha Jin menjauh dari tempat ini, menghindari akibat yang sangat buruk. Akan tetapi, Ko Ha Jin akhirnya berdiri terpaku, dengan ragu gadis itu bertanya, “Apakah engkau mengenalku? Dimana kita sekarang? Apa yang sesungguhnya terjadi?” Ko Ha Jin tak mampu lagi menahan diri, apapun jawaban itu, ia harus tahu. Ia tak mungkin terus  menerus terjebak ke dalam rasa bingung yang menggelisahkan.
Pertanyaan ini menyebabkan Chae Ryung heran, pelayan itu menatap wajah Agassi dalam-dalam. Sesaat pelayan itu terhenyak, ia melihat hal tidak biasa pada wajah gadis bangsawan yang harus selalu dilayani. Gadis itu tampak seperti seorang asing yang tidak mampu mengenali keadaan di sekitarnya, bahkan pelayan yang setiap hari selalu bersamanya. Ada yang keliru dengan Agassi, gadis itu tampak melupakan segalanya. Apapun yang terjadi, ia tetap berkewajiban  melayani gadis  keturunan bangsawan ini, keduanya ibarat sahabat tak terpisahkan.
"Ini area pemandian terbesar di Songak",jawab Chae Ryung dengan pasti, ia  kembali menatap wajah bingung Agassi. Sikap dan raut wajah itu sebenarnya membuat Chae Ryung tak kalah bingung, tapi apa yang dapat dikerjakan, kecuali membawa kembali gadis keturunan bangsawan itu ke tempat  yang sesungguhnya.
Jawaban itu menyebabkan Ko Ha Jin harus melihat keadaan di sekeliling dengan cermat. “Area pemandian terbesar di Songak? Adakah ia mengenal tempat asing ini? Mengapa pula ia harus berada di tempat ini dengan seorang gadis tak dikenal yang memanggilnya dengan sebutan Agassi?” Ko Ha Jin berulang kali mengerjabkan mata ketika ia melihat beberapa orang tengah mandi dengan mengenakan pakaian tradisional. Denyutan di kepala Ko Ha Jn semakin menghebat, kepalanya seakan ditindih sebongkah batu yang amat besar.’Adakah aku telah meninggal setelah tenggelam ke dasar kolam saat gerhana matahari? Adakah aku telah berada di alam kematian?’gadis itu bertanya di dalam hati, ia terjebak ke dalam sebuah pertanyaan besar yang tak mudah dijawab. I seakan tersesat pada sebuah lorong ujung tanpa tepi, tanpa tempat asal, dan tujuan. Ia bahkan tak mampu mengeal diri sendiri.Ko Ha Jin tak mampu mengatasi perasaan bingung, sedemikian lemah dirinya saat ini, sehingga ia hanya mampu terpana, seribu kunang-kunang tiba-tiba terbang berseliweran, langit secara tiba-tiba padam. Ia merasa dirinya terlalu ringan seakan segumpal kapas yang melayang diterbangkan angin musim. Ko Ha Jin terkulai, pingsan dalam rangkulan Chae Ryung.
                                     ***
Tak jauh dari Ko Ha Jin terkulia --di gerbang istana, Wang So, Pangeran ke-4 telah tiba bersama pengikutnya. Akhirnya ia menyudahi perjalanan panjang dalam memenuhi undangan Raja untuk rituil spirituil. Ia adalah keturunn langsung Wang Geon, Raja Taejo, penguasa Kerajaan Goryeo, tetapi mengapa ia harus tinggal di pengasingan, di Shinju bersama keluarga Kang. Ia demikian merindukan Songak dan peluk cium ibunda Ratu, adakah permaisuri akan menyambutnya dengan hangat layaknya seorang anak kandung? So menghela napas panjang, ada yang salah dalam perjalanan hidupnya, apakah ia harus diam selamanya? Ia berhak tinggal di istana, bukan pada suatu tempat asing yang menyakiti.   
 Kepala pengawal mengingatkan kedatangan Wang So dan para pengikutnya dengan ucapan, “Setelah ritual selesai pangeran harus segera kembali ke Shinju. Selama tinggal di Songak wajib menjunjung tinggi nama keluarga angkat di hadapan raja”, kepala pengawal cukup mengenal Pangeran So yang berwajah dingin seakan tak memiliki perasaan.
"Keluarga angkat?  Kukira selama ini aku seorang tawanan", So menyindir dengan  sinis, tak seorang pun tahu pergolakan sengit dalam dirinya, tidak pula sang kepala pengawal.
So turun dari kuda tunggangan dengan wajah sekeras batu granit, ia tahu arti kata-kata kepala pengawal, sebenarnya ia tak perlu mendengar kata-kata itu. Tak seorang pun tahu kehancuran hati serta rencana selanjutnya setelah kembali ke tempat kelahiran di Songak. Adakah ia mesti mengikuti kata-kata kepala pengawal kembali ke Shinju setelah ritual selesai. Ia telah menanggung akibat dengan selalu menuruti kata-kata orang, ia seorang pangeran yang telah tumbuh dewasa dan sudah saatnya dapat menentukan sikap tanpa harus mendengar kata-kata siapa pun, terlebih ucapan seorang kepala pengawal.Dengan gagah So menghunus pedang, tanpa ragu sedikit pun ia menebas kuda tunggangannya hingga binatang tungangan itu terkapar berlumuran darah.
Para pengawal gemetar ketakutan menyaksikan keberanian So membantai kuda tungangan, ‘Apa maksudnya?’
“Mohon ampun pangeran,  pedang tidak diijinkan untuk dibawa serta menuju istana”, seorang pengawal mengingatkan, meski hatinya ngeri menyaksikan tindakan menakutkan Pangeran ke-4. Lututnya diam-diam menggigil ketika dengan santai So menyerahkan pedang berlumuran darah tanpa menatap wajah sang pengawal, seolah senjata itu tak berarti apa-apa.
“Nanti akan kami sediakan kembali  kuda yang kuat supaya Pangeran dapat pulang kembali ke Shinju”, kata-kata itu adalah bahasa yang lebih halus untuk menyarankan supaya So meninggalkan Songak setelah ritual spiritual.
So merasa tidak perlu menanggapi kata-kata itu, ia tak memerlukan seekor kuda pun untuk kembali ke Shinju, tempat mengerikan yang membesarkan dirinya dengan segala kekerasan. Ia seorang pangeran,bukan tawanan ia berhak mendapat perlakuan yang layak –bahkan mulia di sisi Sang Raja.
Sementara di kediaman Pangeran ke-4 --Wang Wook, Hae Soo pun akhirnya terbangun, dengan galau ia mendapati dirinya di sebuah tempat asing bersama seorang wanita cantik berpakaian indah bangsawan kuno yang tampak sakit-sakitan.Wajah cantik wanita itu tampak cemas, dengan anggun wanita itu  menunggu di tepi tempat tidur.  
“Nyonya Hae, Hae Soo telah siuman”, Chae Ryung tampak lega melihat Ko Ha Jin telah siuman, ia sungguh merasa cemas, karena gadis keturunn bangsawan yang dilayani pingsan dalam keadaan bingung di pemandian terbesar Songak.
“Nama saya Ko Ha Jin bukan Hae Soo,”gadis malang itu semakin bingung ketika dipanggil dengan nama Hae Soo, ia perlu membenarkan, ia perlu meluruskan kekeliruan ini.Atau ia telah mati dan kini tinggal di alam kematian bersama dengan orang tak dikenal.
“Atau saya sudah mati dan kini berada di alam kematian?”, Ha Jin teringat, bahwa ia telah tenggelam di dasar danau, Hae Soo langsung mengerti semua keanehan ini.
"Tidak, nona tidak mati", Chae Ryung mencoba menenangkan Ha Jin, ia kembali merasa cemas dengan keadaan Agassi, gadis keturunan bangsawan ini tampak tidak mengenali diri sediri.
Jawaban itu mengejutkan Ha Jin, ia masih hidup. Gadis mencubit dirinya sendiri untuk meyakinkan, bahwa ia memang masih hidup bukan tinggal di alam kematian dan tidak pula bermimpi. Dengan gagap gadis itu melangkah meninggalkan  kamar, menatap ke luar, sepasang matanya yang indah kembali terbelalak lebar. Ia mencoba tidak mempercayai penglihatannya, tapi bagaimana mesti menyangkal, setelah  mengerjabkan mata berulang kali pemadangan di depannya tetap sama. Adalah bangunan tradisional dengan banyak pelayan yang tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ko Ha Jin merasa dirinya limbung, seluruh tenaganya tersedot, ia merasa lemas dan panik.
"Dimana ini? Siapa saya. Ah Tidak?" Ko Ha Jin tidak bisa menahan rasa heran, ia pernah ceroboh berkeinginan untuk tidur hingga seribu tahun. Kali ini keinginan itu terjawab, ia hadir kembali ke masa seribu tahun yang lalu.Dengan lesu Ha Jin terduduk, ia menjalani takdir yang aneh, yang sulit dimengerti dengan akal sehat.Andai ia hanya bermimpi atau mengalami delusi, tetapi andai mimpi, semuanya demikian nyata. Ia tidak bermimpi, ia tiba-tiba hadir dan menjadi bagian dari sebuah kehidupan yang sulit.
Nyonya Hae yang santun dan anggun dengan tulus  berucap,”Namamu Hae Soo, saya adalah sepupu ke-6”, senyum itu demikian lembut dan teduh tegores dari wajah  yang pucat. Nyonya Hae memang saki sakitan, ia mengira Ko Ha Jin hilang ingatan, karena terjatuh di pemandian Songak.
Kata-kata itu menyebabkan Ko Ha Jin terhenyak, ‘Adakah sukmaku masuk kedalam tubuh orang lain?”.Gadis itu kembali terdiam, berusaha keras memahami apa yang sesungguhnya terjadi, sehingga seorang bangsawan perempuan menyebutnya sebagai Hae Soo, mengaku sebagai sepupu ke-6.
“Kita di Songak, rumah ini adalah kediaman Pangeran ke-8, Wang Wook”, suara itu demikian merdu, tapi bagi Ko Ha Jin yang tengah mengalami ketrkejutan suara itu berubah seakan angin taufan yang berpusing di telinga.
"Songak...? Apa ini Goryeo? Kerajaan sesudah Goguryeo, Baekje dan Silla...? Goryeo....?" Ko Ha Jin tak bisa menutupu keterkejutannya. Bernarkah ia telah tenggelam selama seribu tahun kemudian terseret pada adegan sejarah Goryeo? Dengan mencemaskan ia telah pula menjadi bagian yang sangat kecil di dalamnya?
Nyonya Hae mengangguk dengan anggun, membenarkannya kata-kata Ko Ha Jin.Gadis manis itu semakin panik, “Siapa raja yang sedang berkuasa sekarang? Dengan cemas Ha Jin kembali beratnya, ia tak pernah lupa sejarah Korea.
Dengan bingung Nyonya Hae menjawab,”Tentu saja raja pertama yang mendirikan Goryeo”, sepasang mata lembut wanita bangsawan itu menatap Ko Ha Jin  tulus, ia telah menganggp gadis itu selaku anak kandung. Meskipun kali ini sepupu ke-6 itu tampak aneh, akan tetapi ia tak akan mengubah pengkuannya.
Sepasang mata Ko Ha Jin kini melotot seolah hendak meloncat dari kelopak, jantungnya berpacu dengan kencang seakan curahan air terjun. “Raja Taejo, Wang Geon”, suara itu demikian lirih, Ko Ha Jin nyaris terkulai untuk yang kedua kali.
***
Di istana, Raja Taejo tengah mengadakan prtemuan bersama para pangeran dan pejabat istana, tanpa kehadiran Wang So --Pangeran ke-4. Wajah raja tua itu teramat dingin, ia telah melampaui tahun-tahun teramat panjang untuk menduduki tahta, kurun waktu yang tidak mudah. Di dalam sebuah kerajaan hanya ada satu tahta dan kewenangan mutlak seorang raja dalam memerintah, hal itu berarti ada banyak pihak yang berkeinginan duduk di atas singgasana yang sama. Wang Geon cukup tahu bagaimana harus mempertahankan kekuasaan hingga saat terakhir tiba, ia telah menunjuk Putra Mahkota, seorang pangeran yang dicintai yang berhak mewarisi tahta. Wang Geon mengerti dari 27 selir dan tiga permaisuri masing-masing melahirkan keturunan raja dengan keinginan untuk menjadi ibu suri dengan kewenangan yang tinggi andai pangeran yang dilahirkan kelak bertahta di singgasana. Raja Taejo memikul beban yang terlalu berat, “perangnya” masih berlanjut”hingga tiba waktu yang tepat untuk menyerahkan tahta sekaligus “perang” kepada Putra Mahkota.
Kali ini wajah dingin Raja Taejo berubah menjadi semerah bara, ia terlalu marah, seluruh tubuhnya nyaris gemetar. Lengannya yang tua masih tampak kukuh ketika melempar seekor burung mati di depan sekalian pangeran dan pejabat istana. “Burung pencicip makanan putra mahkota telah mati, makanan itu beracun. Siapa yang menghendaki kematian Putra Mahkota?”suara itu terdengar menggelegar seakan hendak meruntuhkan dinding istana, seisi rungan terdiam. Ruangan itu teramat indah, berdinding kukuh dengan warna yang berkilau dan seluruh perabot pilihan. Hari ini keindahan itu tak berarti apa-apa, sebuah upaya pembunuhan telah terjadi, siapa yang menginginkan kematian Putra Mahkota?
“Tagkap pelaku percobaan pembunuhan putra mahkota!” suara Raja Taejo masih menggelegar, seorang di lingkungan istana nyata-nyata telah menyakiti hatinya, burung mati itu berarti ada pihak yang menolak kehadiran Putra Mahkota sekaligus menginginkan tahta.
Sebagai jawaban Menteri Wang Shik Ryeom berucap, “Menangkap pelaku percobaan pembunuhan tidak akan mengubah keadaan. Pangeran Moo semestinya dipertimbangkan kembali sebagai putra mahkota.Adakah sikapnya selama ini layak diteladani? Saat pertemuan majelis, Putra Mahkota hanya menerima salam dari utusan asing lalu pergi. Putra Mahkota lebih sering berada  di medan pertempuran atau mengunjungi pemandian air panas. Selebihnya, ada rumor yang menyatakan, bahwa Putra Mahkota menderita penyakit yang tak bisa disembuhkan”, kata-kata itu tersusun dengan rapi, akan tetapi di telinga Raja Wang Geon yang sedang murka berubah seakan puting beliung yang semakin menyakiti.
Sesaat suasana di singgasana raja hening, diam yang singkat, karena tiba-tia Putra Mahkota --Pangeran ke-1, Wang Moo, tiba di luar pintu. Telinganya yang tajam mendengar pula ucapan Shik Ryeom yang memohon pada Raja untuk menurunkan dirinya sebagai putra mahkota, mengganti dengan putra mahkota baru.
"Apakah semua yang hadir setuju dengan pendapat Menteri Shik Ryeom?" tajam sepasang mata Raja Taejo menyapu seisi ruangan seakan ingin menjenguk seluruh isi hati pejabat dan pangeran yang hadir.Perang dingin mulai berkobar di ligkungan istana, andai ia tak mampu menghentikan, pertumpahan darah pasti akan terjadi. "Katakan, siapa di antara pangeran yang pantas menjadi putra mahkota, kecuali Pangeran-ke1, Wang Moo?!" Wang Geon masih mampu menguasai diri, ia ahli dalam hal ini, ia seorang raja, pantang untuk menunjukkan perasaan sesungguhnya di hadapan pangeran dan para menteri.
Seisi ruangan kembali sunyi, diam dan canggung, dalam bahasa yang halus Sang Raja telah menolak permintaan Menteri Shik Ryeom.Para pangeran tahu, Wang Geon, ayahanda tak perlu bertanya untuk yang kedua kali. Pangeran Wang Wook yang berhati lembut, tampan, dan bijak, menghadap ke arah raja, berlutut, “Hambah mohon baginda menarik kembali pertanyaan, tidak ada satu pun di antara para pangeran yang ingin menjadi putra mahkota”.
Baek Ah melakukan hal yang sama seperti Wang Wook, berlutut, diikuti Wang Yo, hingga akhirnya semua pangeran yang hadir ikut berlutut,berpendapat sama, meminta Raja untuk menarik kembali pertanyaan itu.
Raja Taejo kini beralih meminta pendapat kepada ahli perbintangan, Choi Ji Mong, “Bagaimana meurutmu Ji Mong”, tatapan Wang Geo demikian tajam, sepeh harap. Ia sangat menyayangi Wang Moo, ia tak hendak memberikan kedudukn Putra Mahkota kepada pangeran yang manapun, kecuali Pangeran ke-1.
“Bintang Wang Moo adalah royalis, setiap hari selalu bersinar paling terang di angkasa. Artinya, Wang Moo pantas menjadi putra mahkota”, Choi Ji Mong berucap dengan takjim, ia harus pandai menempatkan diri di depan Sang Raja sebagai penguasa tunggal Goryeo. Wang Geon berwenang menentukan hidup dan mati setiap orang.
“Pangeran Wang Moo selalu bersamaku dalam setiap pertempuran untuk mendirikan Goryeo. Pangeran ke-1 akan  memimpin ritual pengusiran arwah”, demikian akhirnya Raja Taejo memutuskan, suatu hal yang menyebabkan Pangeran Yo menunjukkan sikap tidak suka, akan tetapi ia tidak berani berucap, mulut pangeran itu terdiam.Tatapan matanya masih setajam belati.
Pertemuan selesai, Raja Taejo meninggalkan singgasana, seluruh pangeran dan menteri membungkuk hingga bayangan Wang Geon berkelebat pergi. Menteri Wang Shik Ryeom segera menemui salah seorang istri raja, Ratu Yoo,ibunda  Pangeran Yo, Jung, dan So. Shik Ryeom membisikkan sesuatu ke telinga pada Ratu Yoo, maka Sang Ratu Yoo tersenyum sinis sambil berucap, “Hari ini Wang Moo  sangat beruntung,ia panjang umur....”,  wajah cantik Ratu Yoo menjadi terlalu dingin, bila Wang Moo menjadi raja, ia tak akan menduduki kursi ibu suri, suatu hal yang menyakiti. Ia akan tersingkir dalam kehidupan istana, ia tak akan berperan apa-apa, hanya seorang ratu yang kalah setelah kematian sang raja.  Ratu Yoo menatap sekitar, ruangan mewah di dalam megah dinding istana, pakaian yang indah dan terus berganti, hidangan lezat selalu disajikan dengan rasa hormat oleh pelayan istana. Adakah ia akan mampu kehilangan semua ini? Ibunda Ratu menghela napas panjang, ia masih memiliki satu cara untuk menjadi  ibu suri.
Tiba-tiba seorang pelayan datang, membungkuk dengan takjim, “Pangeran So telah datang”, pelayan itu terus membungkuk, tak bergeram, menunggu jawaban ratu.
“Sampaikan aku sedang sakit, tak bisa menerima kedatangannya”, Ratu Yoo tak perlu membuang waktu menerima Pangeran Wang So yang telah datang dari Shinju untuk menghadiri ritual pengusiran arwah, meski ia adalah putra kandung dan telah menunggu. Wang So nyaris tak memiliki peluang menjadi raja, wajah cacat itu tidak diperlukan di atas singgasana. Pangeran ke-4 tak bisa mengantarnya untuk menjadi ibu suri.Ratu Yoo selalu ingin memasang jarak dengaan So sejauh mungkin, wajah bertopeng itu selalu menggelisahkan hati.
 Pelayan itu mengikuti perintah Ratu Yoo kemudian membungkuk berlalu dengan hormat, menyampaikan pesan ratu kepada So,”Ratu tengah sakit, tidak bisa ditemui”.
Jawaban itu singkat,  tetapi bagi wang So berubah seakan  tamparan yang mendarat di pipi dengan pedas. Ibunda Ratu selalu menolak kehadirannya, bukankah ia anak kandung, seperti halnya Yo dan Jung? Dengan lunglai Panageran ke-4 berlalu, langkahnya gontai, ada sesuatu yang mengeras di hati.Pada saatnya ia akan bertindak, ia memang telah mulai bertindak.
***
Sementara di kediaman Pangeran Wang Wook, Ko Ha Jin mengurung diri di kamar, ia ta kuasa mengadapi hari ini, segalanya tak masuk akal, berbah dalam sekejab.Kini ia mengerti arti sebenarnya rasa takut, kehilangan jati diri tercabut dari lingkungan hidup yang nyaman kemudian terseret pada pusaran arus waktu ang kejam. Ia seorang konsultan pada rumah kkosmetik di Korea, tiba-tiba harus memerankan diri sebagai Hae Soe, sepuu ke-6 istri Pangeran Wang Wokk, putra raja Goryeo yang hidup seriu tahun yang lalu. Mungkinkah? Ha Jin menghela napas berulang kali. Dunia luar tampak asing dan menakutkan, ia bukan pemain tether yang dapat dengan handal menjadi orang lain di tengah kehidupan istana yang penuh intrik,di antara orang-orang yang tak dikenal.Ko Ha Jin memejamkan mata.Adakah gadis yang bernama Hae Soo mengalami nasib serupa, tenggelam di dasar kolam?  
"Siapakah sesungguhnya  aku ini Ko Ha Jin atau Hae Soo?" andai bisa menjerit, Ha Jin telah berteriak untuk membangunkan seisi istana, akan tetapi tenggorokkannya tercekik, tubuhnya lunglai.
Ia memiliki kesempatan kedua, akan tetapi mengapa pada diri orang lain yang tidak dikenalnya. Seumur hidup ia telah belajar untuk menjadi ahli kecantikan. Kini, ia harus bisa menjadi gadis keturunan bangsawan. Bagaimana ia  harus menjadi Hae Soo. Pengetahuan tentang Goryeo, bahkan amat terbatas, siapa raja selanjutnya setelah Taejo? Apakah ia Gwangjong? Ko Ha Jin tak dapat menguasai isak tangis.
Sementara di luar  kamar Nyonya Hae dan Chae Ryung terus berusaha menggedor-gedor pintu dengan cemas. Telah berulang kali keduanya mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban. Apa yang telah terjadi pada diri Hae Soo? Nyonya Hae dan Cae Ryung  dilanda kepanikan yang kian lama kian menjadi. Nyonya Hae yang skit sakitan sungguh mencemaskan keadaan sepupu ke-6. Ia benar tak mau gadis manis itu berada dalam bahaya, tugasnya adalah tetap menjaganya.
Pangeran Wook tiba tak lama kemudian, menghampiri Nyonya Hae yang kini terbatuk-batuk, wajah cantik itu demikian pucat dan cemas.Wanita bangsawan itu perlu mengatur nafas sebelum berucap,”Tadi Hae Soo tadi tenggelam dalam air, muncul kembali setelah dua jam. Bahkan menurut tabib, Hae Soo sempat berhenti bernafas.Ia hidup kembali, tetapi melupakan segala hal, bahkan namanya sendiri”, Nyonya Hae tak dapat menyembunyikan rasa cemas, ia sungguh  menyayangi gadis itu, ia tak dapat membayangkan andai  Hae Soo akan melakukan sesuatu yang berbahaya pada dirinya sendiri.
Pangeran Wook tertegun, ia sempat melihat bayangn Hae Soo berkelebat di kolam pemandian kerajaan dengan pakaian basah kuyup. Gadis itu berlari menyelamatkan diri sebelum ditangkap pengawal. Kiranya sebuah kecelakaan telah terjadi. Pangeran ke-8  tahu bahwa istrinya sangat menyayangi Hae Soo seakan anak kandung. Ia tak bisa menunggu lebih lama, ia tak punya pilihan, kecuali mengangkat kaki tinggi-tinggi kemudian menendang daun pintu keras-keras. Terdengar suara berdebum dari daun pintu yang roboh, lalu diam. Tak berapa lama kemudian Pangeran Wang Wook melihat gadis itu, Hae Soo meringkuk ketakutan  di lantai, ia tampak sedemikian bingung, tatapan matanya yang padam, menyangkal keberadaannya saat ini.
  Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE
/* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
Pangeran Wook kembali tertegun, ia tak menyangka sepupu ke-6 istrinya, Hae Soo suatu saat akan berada dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Adakah gadis itu telah hilang ingatan, karena musibah kecil di kolam pemandian Goryeo? Pangeran Wook berwajah tampan, berhati lembut, dengan bijak  mengulurkan tangan dengan tulus, ia harus melakukan sesuatu untuk gadis yang kebingungan ini. “Aku yang membawamu ke tempat ini, jangan pernah merasa takut, aku akan selalu membantu hingga semua kembali seperti biasa”, suara itu halus dan mantap.
Sementara Ko Ha Jin diam-diam semakin heran, ‘Ternyata Pangeran Wook yang membawaanya ke tempat ini, tetapi pasti selaku Hae Soo, gadis yang tak pernah dikenalnya, bukan Ko Ha Jin, jati diri yang sebenarnya’ gadis itu  menghela napas panjang.
"Menghindari masalah tak akan mengubah apapun. Engkau harus kuat" Pangeran Wook masih mengulurkan tangan, wajahnya yang tampan memancarkan keagungan, seakan meminta kepada Hae Soo untuk mempercayai.
Sesaat Ko Ha Jin terpana, tiba-tiba ia berada dalam situasi yang sulit dipercaya, ia memiliki jati diri ganda. Andai ingin bertahan hidup, satu-satunya cara adalah dengan mengakui dirinya sebagai Hae Soo, sepupu ke-6 Nyonya Hae, istri Pangeran Wook. Ia tidak bisa hadir sebagai Ha Jin kemudian mengubah kehidupan yang berada di sekitarnya.  Gadis itu menatap sepasang mata Pangeran Wook, ia menemukan binar cahaya yang jernih dan menentramkan, jauh di dasar hati gadis itu terpana. Sepasang mata itu berkilau seindah air kolam di bawah pantulan cahaya senja. Akan tetapi, ia terlalu bingung untuk terpana. Tanpa sadar Ko Ha Jin mengulurkan tangan, ia segera merasakan genggaman tangan yang hangat, kokoh, dan meyakinkan.
                                                                       ***
Sementara Pangeran So tengah menenangkan diri setelah kekecewaan teramat dalam, karena ibunda, Ratu Yoo tidak berkenan menemui. Seorang anak selalu merindukan ibunda, peluk cium serta kasih sayang yang menentramkan. Adakah ia pernah merasakan pengakuan dan kasih sayang itu? Ia, Wang So pangeran tampan bertopeng hanyalah seorang putra raja yang terbuang. Sesaat So memejamkan mata, ia seakan kembali ke masa lampau pada usia kanak-kanak, saat paling menakutkan yang mengawali seuruh perjalanan jidup hingga hari ini.
Ratu Yoo masih secantik Dewi yang turun dari langit, ia memiliki segala kemuliaan hidup yang tidak dimiliki siapapun di Songak, kecuali cinta tunggal Sang Raja. Ratu bahkan tidak perlu bertanya, ia tidak pernah mendapatkan cinta tunggal atau Sang Raja memang tidak pernah mencintai. Ia telah melkukan tugas sebagai seorang ratu dengan melahirkan Pangeran Wang So. Duka masih meneka ulu hati, karena kematian putra sulung, seharusnya Sang Raja masih pula berkabung, akan tetapi keputusan Wang Geon menikah kembali, terlalu menyakiti hati.
“Adakah Yang Mulia tidak bisa menunda perkawinan sampai hari berkabung usai, putra sulung belum lama meninggal, mengapa sebuah perkawinan harus kembali terjadi”, wajah cantik Ratu Yoo dilumuri amarah dan kesedihan, menjadi permaisuri ternyata tak semudah yang pernah dibayangkan, ia selalu dibakar api cemburu, Wang Geon selalu membagi cinta dengan banyak selir. Ia bukanlah satu-satunya wanita dalam kehidupan Rja Taejo. Sementara Sang Raja adakah satu-satunya suami dalam hidupnya.
“Perkawinan ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi Goryeo, pemberontakan tak akan terjadi dari wilayah bagian selatan, seorang wanita penting di wilayah itu akan menjadi penghuni  utama di istana ini”, Raja Taejo menjawab, ia tak memiliki cara lain untuk menghentikan pemberontakan kecuali dengan  menambah jumlah istri.
Darah Ratu Yoo mendidih, ia harus menerima kehadiran istri raja yang baru di istana ini, terlalu susah untuk menerima. Sang Ratu menjadi kalap, ia mencengkeram Wang So kecil,  mengancam Raja dengan menempelkan sebuah belati ke leher So kecil, “Yang mulia bisa  memilih, menikah atau Wang So? Goryeo atau nyawa Pangeran ke-4?”, sepasang mata Ratu Yoo menatap Raja Taejo dengan berapi-api, setelah kemuliaan hidup, ia nyaris tak memiliki wewenang apa-apa di istana ini, ia harus pula mengijinkan Raja menikah dan menikah lagi.
“Ratuku, engkau tidak bisa menghentikan pernikahan ini dengan mengancam pangeran yang telah engkau lahirkan”, Raja Taejo kukuh dalam pendirian, ia bahkan tak perlu mengenal perempuan seperti apa yang harus dinikahi, ia harus menyelamatkan Goryeo dengan perkawinan ini.
Wajah Ratu Yoo semerah bara, api berpijar pada sepasang matanya, Sang Raja ternyata lebih memilih perkawinan dari pada pangeran ke-4, Wang So. Dengan geram Ratu Yoo mengayunkan belati, ia tak ragu membunuh anak kandung, meniadakan dengan keji hasil kerjanya,  melahirkan seorang pangeran. Akan tetapi Raja Taejo bertindak cekatan, tangannya yang kekar berhasil menangkap tangan Ratu Yoo pada saat yang tepat. Keduanya bersitegang antara hidup dan mati, satu hal yang dirasakan So kecil adalah takut, ia masih terlalu mungil untuk berada di tengah ketegangan itu. Hidup matinya tengah dipertaruhkan oleh dua orang yang paling bertanggung jawab dalam hidupnya. Ibunda, Ratu Yoo sangat berani mengambil tindakan berbahaya, api cemburu telah menyebabkan ia kehilangan akal sehatnya.
Wang So menjerit ketika tajam ujung belati tanpa sengaja melukai pipi sebelah kiri. Kali ini ia bukan hanya merasa takut, tetapi juga pedih, karena luka yang sangat dalam, meninggalkan bekas goresan, wajahnya cacat. Tak ada cara untuk mentupi bekas luka yang buruk itu, kecuali ia harus mengenakan topeng. Wajah yang semestinya tampan, kini menimbulkan misteri, bahkan rasa seram, karena selalu tersembunyi.
Pangeran Wang So menghela napas panjang, pertikaian itu telah menempatkan dirinya sebagai korban. Ibunda permaisuri amat membenci, ia bahkan tidak menghendaki kehadirannya di tempat ini. Sementara Yo dan Jung mendapatkan segala kasih sayang dan perlindungan. Ia, cuma seorang pangeran yang terbuang. So merasa seluruh tubuhnya lemas, untuk yang kesekian kali ia harus menelan pahit hingga nyeri di ulu hati. Wajah tampan yang terlihat seram di balik topeng itu menunduk teramat dalam.
Tepat saat itu, Raja Taejo tengah berjalan-jalan bersama Ji Mong, keduanya  berhenti sesaat ketika melihat Pageran So berjalan gontai dari kejauhan. Ji Moong bertanya , “Adakah Yang Mulia Raja mengundang Pangeran So ke istana untuk menjadi pelindung Putra Mahkota?”
“Aku bahkan tidak yakin, apakah So bisa menjadi perisai bagi Putra Mahkota atau sebaliknya,  pedang yang akan menikam Pangeran Wang Moo”, Raja Taejo menghela napas panjang, ia menikahi banyak putri bangsawan untuk memperteguh Goryeo. Ia memiliki banyak pula anak yang terlahir sebagai pangeran. Andai hanya ada satu pangeran yang menginginkan tahta? Bangkai burung itu sudah menjadi bukti, ternyata ada lebih dari satu pangeran yang berkeinginan duduk di singgasana dengan cara yang keji pula, merencanakan kematian putra tercinta. Diam-diam wajah raja besar itu berubah menjadi terlalu tua.
                                                                      ***

Sementara itu Ko Ha Jin sudah mulai menyesuaikan diri menetap di kediaman Pangeran Wook sebagai Hae Soo, jati diri baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Akan tetapi, adakah ia punya pilihan? Maka, sehari-hari ia harus rela dipanggil  Hae Soo, nama aneh yang harus diakui dengan tulus hati.
Pagi itu, Chae Ryung mengajaknya berkeliling di rumah besar  yang . Dengan sangat  hati-hati , karena alasan hilang ingatan, Hae Soo banyak bertanya-tanya untuk memahami jati diri Hae Soo yang yang sesungguhnya. “Apa mainan kesukaan Hae Soo?” Ko Ha Jin bertanya, seolah-olah ia kehilangan seluruh ingatan.
“Hae Soo suka bermain dengan anak panah dan bulu tangkis, ia juga menanam salah satu pohon di rumah itu” Chae Ryung menjawab, meski ia masih merasa heran, sampai sejauh inikah Agassi kehilangan ingatan? Ia sangat menyayangi Hae Soo, gadis keturunan bangsawan ini bukan hanya nona besar yang harus dilayani, sekaligus adalah sahabat sejati.
“Jadi aku suka main bulu tangkis dan anak panah,  aku di sini untuk menemani sepupu ke-6 Nyonya Hae. Namaku Hae Soo dan kau adalah pelayanku, benar demikian Chae Ryung?” suara itu teramat polos, sepolos wajah Hae Soo, tetapi Chae Ryung kembali menjadi heran.
Agassi berbicara terlalu sopan, maaf sekali bukan demikian cara berbicara dengan pelayan”, Chae Ryung menatap wajah Hae Soo, benar ada yang salah dengan gadis bangsawan ini, apa yang sesungguhnya terjadi?   Chae Ryung tidak terlalu percaya dengan masalah hilang ingatan. Adakah  Hae Soo pasti berbohong untuk menutupi kesalahan, karena memiliki hubungan “samar-samar” dengan seorang yang telah beristri atau ia terjebak dalam urusan hutang piutang.
“Adakah nona benar terlibat hubungan dengan seorang yang telah beristri?” tanpa sadar Chae Ryung bertanya.
Hae Soo terlonjak kaget,  "Adakah Hae Soo  perempuan semacam itu? Berpura-pura menjadi wanita baik-baik, tetapi menyelinap pada  malam untuk bertemu pria yang telah beristri?"
"Ah tidak, ia tidak seburuk itu",  jawab Chae Ryung cepat, ia merasa suat hal yang aneh,  mengapa Hae Soo membicarakan dirinya seolah dia sedang membicarakan orang lain? Chae Ryung merasa kembali cemas,  Hae Soo pasti terluka sangat parah sampai ia melupakan segala-galanya, bahkan seluruh kebiasaan dan kesukaannya.
Diam-diam Hae Soo menyesali ucapannya,  mestinya ia diam saja. Chae Ryung pasti  menganggapnya gila bila ia menyampaikan dirinya bukan Hae Soo, gadis itupun mencoba memperbaiki kesalahannya. “Tapi benar, memang ada seorang gadis yang merasuki tubuhku ....” Hae Soo menatap Chae Ryung, dan benar, ia melihat wajah lugu pelayan itu menatapnya dengan aneh, seolah ia telah kehilangan kewarasan.
“Ah tidak, aku Cuma bercanda ....” Hae Soo tertawa kecil untuk menepis keraguan Chae Ryung akan dirinya . Saat  menggerak-gerakkan wajahnya, Hae Soo tiba-tiba menyadari kulitnya tampak lebih lembut dan kencang, gadis itu merasa amat senang, ia tak pernah mendapati kulitnya seindah ini.   Ia sama sekali tidak pernah tahu, wanita yang hidup di zaman Goryeo merawat  kulitnya amat baik dengan rutin mengkonsumsi. Chae Ryung diam terpana, melihat sikap aneh sang nonanya. Sebenarnya ia tengah berhadapan dengan siapa?
                                                              ***
Sementara di menara tempatnya bekerja Ji Mong tengah asyik membuat teropong bintang dari bambu. Para pangeran datang tak lama kemudian , menatap terkagum-kagum benda  aneh yang tergantung di langit-langit. Ji Mong tahu arti tatapan itu, “Benda itu namanya pesawat,  adalah benda yang bisa terbang di angkasa seperti burung. Suatu saat nanti, di masa depan akan digunakan oleh keturunan mereka untuk bepergian ke tempat yang jauh, negeri asing.” Ji Mong menjelaskan seolah ia telah tahu kejadian seribu tahun ke depan setelah para pangeran lahir dan dibesarkan.
Seluruh pangeran memang kagum dengan benda asing yang dijelaskan sebagai pesawat, namun tidak dengan  Yo , “Omong kosong....” ia menyangkal tanpa perlu jawaban kemudian  bertanya, “Apakah benar demikian ramalan bintang Putra Mahkota?” sepasang matanya yang tajam menatap Ji Mong.
“Saya tidak perlu berbohong, kepandaian manusia di masa depan akan mampu menghadirkan pesawat terbang ”, Ji Mong tersinggug dengan ucapan omong kosong Pangeran Yo, pangeran yang angkuh itu tidak akan mampu melihat masa depan, ia bahkan tidak pernah atau belum menyadari telah diperalat oleh ibunda ratu yang dicintai.  
“Kalau benar tidak ada kebohongan, maka bagaimana peruntungamku hari ini”, Baek Ah menantang Ji Mong untuk membaca peruntungannya. Jika peruntuungan itu benar, maka ia akan menganggap ramalan Ji Mong tentang Putra Mahkota juga benar.
“Pangeran Baek Ah ditakdirkan beruntung dengan para wanita”, jawab Ji Mong dengan yakin.
“Semua orang juga tahu kalau setiap wanita menyukai Baek Ah. Sekarang kita semua sudah dewasa, tidak perlu lagi percaya lagi dengan ramalan Ji Mong”, Pangeran Eun dengan jenaka menanggapi ramalan Ji Mong, maka meledaklah tawa para pangeran. Suasana menjadi hangat, Ji Mong hanya mengerutan kening, para pangeran biasa bercakap sekehendak hati, maklum mereka adalah putra orang yang paling berkuasa. Suara canda ria itu membuat menara bintang menjadi seru.
“Eh, tapi mengapa So tidak datang untuk mengucap salam, bukankah ia telah tiba di istana?”  Yo mengalihkan percakapan. 
“So telah memenggal leher kuda dengan kepala dingin ketika sampai di istana”, Jung menambahkan cerita, ia telah mendengar tentang tindakan So yang seram.
"Kalau tindakannya seperti itu, lebih baik ia tidak usah menyapa" ujar Yo
"So hidup menderita di Shinju, betapapun ia tetaplah saudara," Eun menyanggah kata-kata Yo, ia satu saudara k andung dengan Pangeran ke-4, akan tetapi betapa jauh jarak memisahkan.
Tiba-tiba bayangan Pangeran So berkelebat datang, nyaris tanpa suara, duduk dengan sikap dingin –terlalu dingin. Para pangeran terkejut dan diam-diam ketakutan dengan sikap dingin So, sementara topeng itu, menyebabkan penampilan Pangeran ke-4 benar menyeramkan. Pangeran  Wook yang bijak segera mengambil sikap, “Senang melihatmu hadir Pangeran ke-4”.
“Senang juga melihatmu”, So menatap setiap pangeran  sekilas, kemudian berlalu pergi. Kepergian itu berarti suasana kembali hangat, sikap So melebihi seorang yang asing dan menakutkan.
                                                        ***
Di lingkungan istana Hae Soo sedang berjalan-jalan dengan Chae Ryung, pelayan itu selalu mendampingi kemana pun Hae Soo pergi, ia tak pernah keberatan mengerjakan tugas ini. Dari kejauhan, Hae Soo tiba-tiba melihat Pangeran Wook sedang berjalan-jalan pula dengan Nyonya. Keduanya seakan pasangan suami istri yang mencinta dan saling mengasihi. “Bukankah mereka  Pangeran Wook dan Nyonya Hae?” Hae Soo bertanya, ia ingin tahu bagaimana sebenarnya sosok Pangeran ke-8 di lingkungan istana.
"Benar, Pangeran Wook adalah pria terbaik di seluruh Goryeo. Dia berpendidikan tinggi seperti halnya  para cendekiawan, dia yang terbaik diantara 25 pangeran. Banyak pihak berpendapat, semestinya bukan Pangeran ke-1 yang menjadi putra mahkota, Pangeran Wook lebih pantas menjadi penerus raja," Chae Ryung menjelaskan.
Apakah Pangeran Wook  kelak menjadi Raja Gwangjong menggantikan Raja Taejo? Hae Soo menatap Pangeran Wook dari jauh dengan sebuah pertanyaan mengganjal. Pangeran ke-8  bersikap sangat baik terhadap Nyonya Hae yang sakit-sakitan, ia membantu pula perempuan bangsawan itu mengenakan sepatu. Hae Soo teringat pada sikap Pangeran Wook yang lembut, ketika ia mengulurkan tangan pada saat yang paling menggelisahkan, ketika ia bimbang mengenali jati diri. Hae tahu, ia bisa mempercayai Wook.
Diam-diam Hae Soo terus menatap Pangeran Wook dengan penuh kekaguman. Putra raja itu memiliki sikap sebagai pangeran sejati. Pangeran Wook  menyadari bila Hae Soo tengah menatapnya berlama-lama, suatu hal yang tak akan berani dilakukan seorang gadis di Goryeo. Pangeran Wook membuang pandang, kembali menatap Nyonya Hae, ia tidak pernah merasa yakin mencintai atau mengucapkan kata cinta kepada satu-satunya wanita yang telah dinikahi, akan tetapi ia wajib bersikap santun selayaknya seoraang suami yang mengasihi istri.
Tiba-tiba seorang gadis berpakaian selaku putri raja datang, menatap Hae Soo dengan penuh teguran, berucap  tegas, “Sangat tidak sopan menatap pria yang telah beristri”.
ia adalah Putri Yeon Hwa, putri raja itu berwajah sangat cantik, kulitnya sehalus batu pualam, rambutnya yang legam terurai dihias dengan tusuk kode emas bertahta batu permata, tata rias mengukuhkan seluruh penampilannya.
Chae Ryung segera membungkuk hormat, ia tahu apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan Putri Yeon Hwa, putri cantik yang keras hati. Akan tetapi,  Hae Soo  tidak mengenal putri cantik ini, ia hanya menatap wajah angkuh yang ia yakin dapat bertindak apa saja sesuai keinginan hatinya. Tiba-tiba Hae Soo merasa tidak nyaman, andai ia dapat menghindar dari kehadiran Putri Yeon Hwa. Gadis itu masih tetap menatap seorang putri raja tanpa membungkuk, satu hal yang membuat Chae Ryung menjadi panik. “Agassi harus membungkuk, memberi hormat kepada Putri Yeon Hwa”, Chae Ryung berbisik, tapi jarak dengan Putri Yeon Hwa terlalu dekat, Putri cantik itu bisa mendengar bisikannya.
"Biarkan saja, kudengar dia hilang ingatan, sepertinya dia juga kehilangan sopan santun. Tidak ada salahnya kalau kau belajar dari awal" Yeon Hwa berucap dengan manis, tetap di telinga Hae Soo terdengar amat pedas. Ia sungguh tidak bersimpati kepada putri ini, Hae Soo belum juga membungkuk, ia masih menatap Yeon Hwa dengan pandangan tidak bersahabat. Pada era milenium kedua, sikap semacam ini, dari seorang putri raja pun tidak bisa dimaklumi.
Yeon Hwa masih tersenyum manis, “Kalau engkau masih berani menatap seorang yang telah beristri, aku akan bertindak dengan kasar “, di istana Goryeo, Yeon Hwa adalah bunga tercantik, tidak ada satu hal yang membuatnya tidak berani, ia adalah putri kesayangan Raja Taejo. Bagi Yeon Hwa, Hae Soo hanyalah gadis kecil yang malang, ia bersikap leluasa untuk menyatakan rasa tidak senang.
Hae Soo masih menatap Yeon Hwa tanpa sedikit pun rasa takut, ia cukup  maklum akan perilaku seperti ini. Perilaku seorang wanita berkuasa yang dapat bertindak semena-mena dengan orang lain bagi kepentingannya. Wajah angkuh itu tak membuatnya  gentar , "Kalau engkau tidak menyukaiku, tidak apa-apa. Engkau cuma mencari alasan supaya bisa berkuasa atas diri orang lain. Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa diperlakukan seperti itu," Hae Soo tidak sedikit pun bergeming di depan Yeon Hwa, seorang putri raja bermulut manis tetapi tak memiliki kebaikan hati, selalu mencari kesalahan orang lain untuk menunjukkan kewenangannya.
Yeon Hwa terperangah, sepasang matanya yang tajam terbelalak lebar, sikap dan kata-kata Hae Soo terlalu lancang bagi seorang putri raja. “Rupanya engkau cuma seorang perempuan jalang”, suara itu masih setajam mata pisau, terdengar seakan ular yang mendesis. Putri Yeon Hwa benar-benar dibakar amarah, tak  pernah dalam hidupnya seorang  gadis malang berani melawan kata-kata Putri Raja Taejo. Gadis cantik itu semakin marah, karena Hae Soo masih berdiri tegak tanpa membungkuk, sepasang matanya yang indah membesar, menatapnya dengan benci.
Dari kejauhan Pangeran Wook dapat melihat adik kandungnya, Putri Yeon Hwa dan Hae Soo bersitegang, ia tidak tahu apa masalahnya, tetapi harus cepat mengambil tindakan sebelum perdebatan kecil itu menjadi masalah  yang semakin membesar. Dengan sigap Pangeraan Wook melangkah kemudian membimbing Hae Soo ke perpustakaan. Pangeran ii kembali tertegun, ketika melihat Hae Soo cuma menatapnya dalam diam. “Hae Soo, sejak kecelakaan itu sepertinya engkau lupa cara menyapa orang”, suara itu  lembut dan bersahaja, sangat berbeda dengan nada suara Putri Yeon Hwa yang manis, tetapi melukai.
Tanpa sadar  Hae Soo segera membungkukan badan, menyapa Pangeran Wook dengan istilah seribu tahun ke depan, "Annyeonghaseyo".
"Bila benar hilang ingatan, engkau pasti tidak ingat kepadaku", Pangeran Wook menatap Hae Soo dengan iba, ada kepolosan dalam diri gadis  ini yang menyejukkan hati
"Saya dengar anda adalah Pangeran ke-8," Hae Soo menjawab, ternyata tidak mudah menjadi orang lain, terlebih ketika berhadapan dengan Putri Yeon Hwa yang angkuh, selalu merasa berkuasa atas diri orang lain. Kini ia harus berhadapan langsung dengan Pangeran Wook untuk menerima nasehat.
Pangeran Wook termangu, ia berhadapan dengan seorang gadis yang tidak m ampu mengingat siapa dirinya, bagaimana tunduk dengan tata cara di istana? Apa yang dapat dilkukan seorang gadis dengan ingatan terhapus untuk memulai kembali kehidupan yang lesap? “Apa yang akan dan dapat engkau lakukan sekarang? Saya ijinkan engkau melakukan suatu?” Hae Soo adalah sepupu ke-6 Nyonya Hae yang telah dianggap sebagai anak kandung, ia bertanggung jawab pula terhadap kelangsungan hidup gadis ini. Atau Nyonya Hae akan menjadi sangat kecewa.
“Engkau bisa mendapatkan pengobatan atau pulang kembali ke kampung halaman.  Engkau akan  kesulitan tinggal di sini dalam keadaan hilang ingatan, tata cara di istana sangat ketat”, Wook  masih menatap Hae Soo, ada satu perasaan yang sulit ditafsirkan, tetapi ia harus melakukan satu hal, memberikan yang terbaik bagi gadis cantik yang malang ini.
Hae Soo menatap Pangeran Wook dengan heran, “Mengapa Pangeran ke-4 harus bertanggung jawab atas nasib saya, meski saya adalah sepupu Nyonya Hae. Saya bukan jenis manusia yang biasa menerima sedekah orang lain, saya bisa bertanggung jawab atas diri saya sendir”, demikian Hae Soo menjawab sehalus mungkin, ia tidak ingin menyinggung hati pangeran yang budiman ini.
“Kata-katamu susah dimengerti,” Wook menghela napas panjang, perilaku Hae Soo benar aneh, amat berbeda dengan sikap sebelum mengalami musibah di pemandiam air panas.
“Saya minta ijin untuk tetap tinggal di tempat ini, saya tidak bisa pergi ke tempat lain, tidak ada satu tempat pun yang saya kenal”, suara itu penuh permohonan, Hae Soo tidak bisa membayangkan andai harus meninggalkan Nyonya Hae yang baik  hati, tak seorang pun dikenalnya di dunia ini, ia akan mati dengan sia-sia.
Sjenak Pangeran Wook memejamkan mata, ia benar-benar berada dalam keadaan sulit untuk membantu gadis ini. Pikirannya menjadi buntu, bagaimana ia mesti mengajarkan dari tingkat dasar tata cara hidup di istana terhadap seorang gadis y ang kehilangan seluruh ingatan dan kenangan atas hidupnya. Pangeran Wook berdiri, ia berjalan menelilingi perpustakaan tanpa tahu apa yang seharusnya ditemukan, ia harus tahu arti rasa bingung. Hae Soo mengikuti langkah sang pangeran dari belakang tanpa menyadari tindakannya benar atau salah. “Saya dapat kembali mempelajari segala sesuatu, saya tidak akan menjadi beban bagi keluarga pangeran....”
Hae Soo masih akan terus berucap, tetapi tiba-tiba Pangeran Wook menghilang di antara rak. Hae Soo berbalik mencarinya, saat itu ia bahkan hampir bertubrukan dengan Pangeran Wook. Mereka berdiri dalam jarak yang sangat dekat hingga  Hae Soo terpana, gadis itu menjadi sangat tegang karena  kedekatan itu, tetapi keduanya tidak berusaha untuk menjauh.
"Engkau seperti orang yang berbeda, cara bicara dan perilakumu tidaklah sama. Kita tidak pernah sedekat ini”, akhirnya Pangeran Wook mengeluh. Sungguh ia tidak pernah mengenal saudara sepupu ke-6 Nyonya Hae dengan kata-kata dan sikap seperti ini. Ada yang salah dengan Hae Soo, tetapi apa yang harus ia lakukan?
“Baik, saya tidak akan mempermasalahkan, tidak akan memaksamu untuk mengingat atau apakah engkau memata-matai para pengeran. Saya hanya ingin, engkau   tidak membuat Nyonya Hae merasa cemas”, akhirnya Pangeran Wook memutuskan, ia tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap lebih baik bagi Nyonya Hae selaku istri dan keponakannya.
Hae Soo tersenyum girang, “Baik .... Baik saya akan selalu membuat Nyonya Hae tidak merasa cemas ....” gadis itu membungkuk, tanpa menunggu persetujuan segera berlalu meninggalkan perpustakaan, meninggalkan Pangeran Wook dalam keadaan terpana.
‘Hae Soo yang berbeda dan aneh ....’ jauh dalam hati Pangeran Wook bergumam.
                                                           ***
Sementara itu Pangeran So masih selalu hadir dengan topeng menutupi pipi sebelah kiri, sedikit celah di sekitar mata menjadi keleuasaan untuk menatap dunia luar. Seandainya wajah itu tak pernah cacat, sesungghnya Wang So paling tampan dari semua pangeran, sikapnya yang dingin menyebabkan siapa pun menadi seram. Pangeran So  melihat-lihat buku yang tersusun rapi di dalam, ia sunggu menyesal mendapati beberapa judul buku dengan gamar porno. Ji Mong tiba-tiba muncul di belakang Pangeran ke-4, berucap, “Itu buku baru, apakah Pangeran So berniat membaca?”
Wang So tidak menjawab, ia melempar buku porno itu dengan rasa kecewa, suara dingin ketika bertanya pada Ji Mong, “Mengapa ingin bertemu?”
“Dayang istana yang menyajikan makanan beracun bagi Putra Mahkota, ditemukan tewas  gantung diri. Saya tidak yakin ia membunuh diri, pembunuhan itu disamarkan   sebagai tindak bunuh diri. Pelakunya adalah seorang yang menginginkan tahta, di seputar istana, kemungkin pula salah satu pangeran”, wajah Ji Mong tampak sedemikian mendung, upaya pembunuhan Putra Mahkota menandaan, bahwa kehidupan di seputar istana tidaklah aman. Kematian demikian dekat, bahkan bagi seorang yang memiliki kedudukan menentukan, tahta bukanlah kursi penyelamatan. "Bisakah Pangeran So menemukan pelakunya", Ji Mong meminta.
"Engkau mengira aku seekor anjing?" jawab Wang So dengan sinis "Orang-orang selalu memanggilku anjing serigala. Sekarang engkau sungguh beranggapan demikianlah Pangeran ke-4", Pangeran So selalu menatap dunia ini dengan pahit sama seperti pengalaman hidup, ketika ia kehilangana cinta seorang ibu kemudian dibuang ke Shinju, hidup seakan seorang tawanan.
“Jika Pangeran So tidak ingin lagi hidup sebagai tawanan dan kembali ke Songak, maka saat ini adalah kesempatan yang baik”, Ji Mong selalu bersabar menghadapi sikap setiap pangeran, terlebih Wang So, ia tahu duka hati pageran ini.
“Engkau yakin aku mempercayai kata-katamu?” So tak pernah  menatap saat berbicara dengan Ji Mong, terlalu sulit baginya mempercayai setiap orang.
“Maaf sekali Pangeran, Putra Mahkota menginginkan”, Ji Mong selalu memiliki jawaban, ia tak bertemu dengan Pangeran untuk suatu hal yang sia-sia.
Wang Moo, Sang Putra Mahkota datang tak lama kemudian bersama Choi dengan penjelasan menegangkan, “Seekor burung pipit menyampaikan kabar, ada rencana pembunuhan Putra Mahkota pada ritual pengusiran arwah nanti”, Chi membuka pembicaraan.
“Jika  So berhasil menangkap pelakunya , permintaanmu akan dikabulkan”, Putra Mahkota memberikan penawaran.
“Aku ingin tinggal kembali di Songak”, Pangeran So menerima tawaraan itu, ia berada di pihak Putra Mahkota.Pageran Moo yakin Wang So tidak terlibat dalam rencana pembunuhan, karena ia tidak  menetap di istana seperti halnya pangeran yang lain, ia memiliki alasan supaya Wang So menjadi sekutu.
                                                                ***
Di tempat lain, di lingkungan istana Hae Soo ikut serta menghias lentera menjadi bentuk bunga teratai bersama Nyonya Hae dan putri Yeon Hwa, tetapi sesungguhnya ia tidak pernah mengerjakan hal-hal semacam ini, ia merasa sulit, berulang kali gagal menempelkan hiasan. Putri Yeon Hwa yang jelita melirik dengan sinis, ia heran, mengapa seorang gadis keturunan bangsawan yang menetap di kediaman Pangeran Wook, saudara kandung bisa setolol ini. “Hae Soo, lebih baik engau istirahat”, suara Yeon Hwa selalu merdu, tetapi terdengar pedas, terlebih di telinga Hae Soo.
“Tidak apa-apa, biarkan saya tetap mengerjakan”,  Hae Soo menolak perintah Putri Yeon Hwa, ia selalu tidak nyaman berada di dekat putri cantik ini, keangkuhannya sungguh menyebalkan. Mengapa seorang putri raja bisa sedemikian angkuh, sungguh berbeda dengan Pangeran Wook yang rendah hati.
“Dulu engkau selalu pandai menghias lentera, sekarang segalnya berubah. Lebih baik engkau mengerjakan hal lain yang lebih mudah, membuat lem”,  Yeon Hwa memerintahkan Hae Soo untuk mengejarkan yang lain, ia merasa kehadiran gadis ini menjadi suatu hal yang aneh, akan tetapi Nyonya Hae amat menyayangi Hae Soo. Yeon Hwa melirik Hae Soo dengan sinis, ia senang ketika Hae Soo menyingkir untuk membuat lem, lebih baik menjaga jarak dengan gadis aneh ini.
Hae Soo meninggalkan ruangan, ia berdiri di dekat  tungku api, mengaduk lem di dalam belanga besar dan harus mengaduk aduk benda panas yang terus melengket itu dengan susah payah. Ternyata tidak mudah, ia harus mencurahkan seluruh tenaga dengan sia-sia. Rupanya Yeon Hwa sengaja menyingkirkan untuk melakukan perkejaan yang mustahil, Hae Soo tahu, ia tidak akan pernah berdamai dengan putri cantik yang angkuh itu.
 Hae Soo merasa sungguh lelah, ia memutuskan istirahat sebentar, merebahkan diri kemudian kembali bangkit sambil menggerak-gerakkan badan. Suatu hal aneh dan konyol yang tidak pernah dilakukan seorang pun di lingkungan istana. Tepat saat itu Pangeran Wook melintas, ia menjadi heran saat  melihat Hae Soo melakukan gerakan-gerakan aneh. Tak sekalipun ia pernah melihat gerakan seperti itu, Hae Soo sungguh telah menjadi gadis asing yang berbeda sama sekali. Gadis  itu tampak lugu sekaligus lucu.
Beberapa saat kemudian Hae Soo teringat dengan pekerjaannya, ia kembali mengaduk-aduk lem dan menyadari Wook yang sedang menatapnya. Sambil tersenyum  jenaka, Hae Soo berucap, “Putri Yeon Hwa menyuruh saya membuat lem”.
Pangeran Wook merasa geli, mestinya tugas seorang gadis adalah menghias lentera, bukan membuat lem. "Engkau telah berjanji  akan mempelajari semuanya dan menghadapinya sendiri. Sepertinya kerjamu bagus, engkau orang yang cukup hebat", wajah tampan itu tampak tersenyum, sesaat kemudian Pangeran Wook berlalu.
Pageran ke-8  bergabung bersama saudara-saudaranya yang tengah berlatih tari pedang. Semuanya berlatih dengan dengan baik, kecuali Eun, pangeran yang satu  ini tampak kurang cekatan. Saat menerima teguran, ia tersinggung,  menghentikan latihan. Semua pangeran  memutuskan untuk istirahat sebentar dan berkumpul di paviliun. Won membuka pembicaraan, bertanya, “Benarkah Yang Mulia Raja akan menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota?”. Pertanyaan itu menyebabkan Ji Mong nyaris tersedak, karena terkejut. Ia tahu apa yang harus dilakukan, menyingkir dari tempat ini,  dengan alasan mau menemui Putra Mahkota.
“Hati-hati berucap, bila Yang Mulia Tahu, beliau akan marah besar”, Pangeran Wook menjawab.
“Bukan Cuma Won yang ingin jawaban,  Ji Mong juga tidak menyangkal kabar  ini”, Pangeran Yo membela Won. Bila Yang Mulia menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota, berarti ia akan tetap menjadi pangeran.
Sesaat kemudian suasana di arena latihan tari pedang kembali diam. Pergantian tahta adalah perubahan besar di lingkungan istana, setiap pangeran akan terlibat secara langsung di dalamnya. Benarkah? Pertanyaan itu diam-diam berpusing di dalam kepala setiap pangeran.
                                                                      ***
Sementara itu Hae Soo benar-benar merasa lelah bekerja membuat lem, lelah dan gerah. Setelah istirahat sejenak, Hae Soo melangkah untuk mengendurkan urat saraf yang tegang. Saat itu tampak Ji Mong  tengah melitas, mata tajam Hae Soo melihat bayangan ahli bintang itu berkelebat. Hae Soo teringat wajah itu serupa benar dengan  ahjussi –gelandangan di tepi danau sebelum ia tenggelam. Hae Soo berlari mengejar Ji Mong, ia perlu mengatakan sesuatu. Akan tetapi, sampai  di luar istana ia kehilangan jejak, bayangan ahli bintang itu lesap dari batas pandang. Hae Soo terdiam, mengeluh jauh di dalam hati.
Saat itu, Pangeran So dengan wajah bertopeng tampak memacu kuda. Sikapnya  yang dingin menyebabkan para pejalan kaki panik, berhamburan  menghindar. Lebih baik tidak bertemu dengan wolf dog dari pada harus mengalami hal-hal yang seram. Akan tetapi,  Hae Soo baru melihat Pangeran So memacu kuda ke arahnya beberapa saat kemudian. Seorang pejalan kaki tak sengaja menyenggol Hae Soo, gadis itu kehilangan keseimbangan, tubuhnya limbung, nyaris terjatuh ke dalam sungai, gadis itu menjerit. Ia akan kembali mengalami musibah.
Akan tetapi, Pageran So bergerak secepat kilat menyelamatkannya, menggapai tubuh Hae Soo, mengangkat gadis itu ke atas kuda. Hae Soo terpana, ia tidak pernah mengenal pemuda itu, wajahnya yang tampan tertutup topeng, sikapnya dingin membeku. Seperti dalam mimpi, tiba-tiba Hae Soo telah berpacu di atas punggung kuda, berada dalam jarak teramat dekat dengan seorang tak dikenal. Ia tidak terjatuh ke dalam sungai ....

 Bersambung .... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...