Pangeran Wang So dan Pangeran Wang Wook saling
bertatapan dengan pedang terhunus.”Hae Soo adalah sepupu istriku, tak
ada kaitannya dengan percobaan pembunuhan putera mahkota”, Wang Wook
memberi pembelaan, ia sungguh tak pernah menyangka gadis itu kembali
berada dalam kekacauan setelah berulang berlaku konyol dan aneh, kali
ini nyawa gadis itu bahkan terancam di tangan Wang So yang mendapat
julukan anjing srigala. Seorang pangeran yang benar tega membunuh.
Adakag Wang So benar akan tega mencelakai Hae Soo, diam-diam Pangeran
Wang Wook bergidik, akan tetapi ia selalu mengutamakan sikap tenang.
“Aku kehilangan jejak pembunuh putera mahkota karena Hae Soo”,
Wang So menatap Wang Wook masih dalam kemarahan, wajah tampan itu
berubah menjadi benar-benar menyeramkan.
“Apakah engkau tetap bersikeras ingin menumpahkan darah seorang
yang tak bersalah?”Wang Wook berada dalam detik-detik yang sulit, ia
harus menyelamatkan gadis ini atau Nyonya Hae akan mengutuki seumur
hidupnya..
“Saya hanya tersesat ....”suara Hae Soo terpatah patah, nyaris
menyerupai isak tangis, waktu seakan berhenti. Adakah ini adalah hari
terakhir baginya? Ia mengikuti kata hati melangkah ke hutan ini, dan
kini maut tengah mengancam tepat di lehernya.
“Aku tak pernah mengenalmu!”Wang So membentak, ia sungguh
menyesal mengapa harus kembali bertemu dengan gadis ini dalam keadaan
yang salah.Andai Hae Soo tidak sampai di hutan ini dengan sia-sia, apa
yang dicari gadis ini? Wang So masih merasa amarah mendidih bagai
leleran lahar panas melumuri seluruh tubuhnya.
Wang Wook tak ingin lebih lama berdebat, ia melempar pedang ke
atas tanah, “Pengawal istana akan berusaha menangkap pembunuh putera
mahkota, tak ada alasan menyalahkan Hae Soo. Lepaskan Hae Soo, aku
jaminannya”, pandangan Wang Wook tak pernah lepas dari wajah dingin Wang
So, kali ini ia sungguh memohon. Pangeran ke-8 akhirnya menghela napas
lega, ketika ahirnya Wang So menghmpaskan Hae Soo dengan kasar.Ia segera
mengulurkan tangan bagi Hae Soo, gadis itu masih ketakutan, ia memang
selamat dari maut, tetapi benarkah hatinya merasa nyaman?
“Di sebelah sana ada banyak orang yang meninggal dibunuh”,
masih dalam ketakutan Hae Soo menudingkan telunjuk.Kata-kata singkat itu
menyebabkan Wang So dan Wang Wook terhenyak, keduanya saling
bertatapan, udara malam di tengah hutan itu tiba-tiba terasa lebih
dingin menggigit pori-pori.
Sementara di istana Putra Mahkota terpaku dengan pikiran kacau,
seorang di istana menginginkan kematiannya. Siapa yang menginginkan
tahta? Ia bahkan tak pernah meminta, tetapi siapa yang berani menolak
perintah Yang Mulia Raja? “Mestinya engkau tak perlu meminta bantun Wang
So, pangeran ke-4 kini dalam bahaya”, Pangeran Wang Mo menyesal telah
menukar pakaian dengan Wang So, andai Pangeran ke-4 tidak selamat,
adakah kelak ia akan menduduki singgasana dengan damai?
Ji Mong membuang pandang, hatinya terasa galau, ia menyayangi
seluruh pangeran seolah anak kandung yang harus dibesarkan. Kini ada
pihak yang menginginkan kedudukan Putra Mahkota, bahkan berniat
membunuhnya. Adakah tahta harus selalu dekat dengan kematian? Atau
seorang calon raja harus memiliki nyawa ganda? Sampai sejauh mana
kemampuan seorang Putra Mahkota melindungi diri dari kebencian serta iri
dengki? “Pangeran Wang So menentukan pilihan sendiri, ia tidak ragu,
karena sadar akan kemampuannya. Kita akan tangkap pelakunya”, Ji Mong
menjawab, ia tak mampu menolak kenyataan buruk, seorang tega membunuh
demi tahta yang bukan menjadi haknya. Siapa di lingkungan istana yang
tega melakukan tindakan sekeji ini?
Dalam pada itu Pangeran Wang So dan Wang Wook bersama pengawal
kerajaan melakukan pemeriksaan di bagian hutan yang diungkapkan oleh Hae
Soo. Akan tetapi, tempat itu sunyi, Wang So tidak menemukan satu pun
jenazah bertopeng seperti yang dikatakan oleh Hae Soo. Wang So menatap
Hae Soo dengan sepasang mata dibakar api, gadis ini telah mengacaukan
segalanya. “Dimana jenazah itu?”andai mungkin Wang So benar ingin
menelan gadis itu, pikiran Pangeran ke-4 seakan buntu.
“Saya yakin tadi terjadi pembunuhan di tempat ini, mereka
ditikam dari belakang,mereka dibunuh”, Hae Soo tak pernah ragu dengan
penglihatannya sungguhpun ia ketakutan, di tempat ini ia menyaksikan
pembantaian.
Wang So mecengkeram tangan Hae Soo, suaranya seakan ular yang mendesis ketika bertanya, ”Dibunuh siapa?”
Pangeran Wang Wook memeriksa keadaan di sekitar, ia menemukan
ada batang-batang bambu berlumuran darah.”Mereka dibunuh pimpinannya,
mayat-mayat segera diamankan, segalanya sudah direncanakan dengan
matang”, wajah Pangeran Wang Wook menjadi muram. Tampakya istana kini
berada dalam keadaan “perang”, siapakah yang terlebih dahulu menghunus pedang?
“Dan engkau membunuh saksi terakhir!”Pangeran Wang So sungguh
menyesal, mengapa ia gagal menangkap pelaku hidup-hidup untuk diminta
keterangan. Bagaimana ini bisa mengungkap rencana pembunuhan ini tanpa
saksi? Pangeran ke-4 tiba-tiba mengerutkan dahi menahan sakit, luka di
lengannya berdarah-darah, terasa pedih. Ia telah melalui malam yang
mengerikan dengan goresan luka menganga.
“Aku tak ingin membuat Hae Soo terluka, ia hanya tersesat. Tak
perlu menambah korban dari pihak yang tidak bersalah. Esok pagi saya
akan memeriksa kembali tempat ini. Dan engkau terluka, rawatlah
secepatnya,” Pangeran Wang Wook menyudahi tindakan untuk menyudahi
pencarian ini, esok waktu masih panjang.
Wang So melangkah pergi dengan , tanpa sepatah kata, ia harus
mengutuki kejadian malam ini. Malam ketika ia harus kehilangan seorang
saksi. Sementara Pangeran Wang Wook mengajak Hae Soo kembali ke
kediamannya.berada di tengah hutan pada malam buta sungguh keadaan yang
berbahaya. Akan tetapi, Hae Soo tak tampak melangkahkan kaki, gadis itu
terisak kemudian mencurahkan segala rasa takut dengan menangis
sekuat-kuatnya.”Pangeran Wang So sudah berulang kali mengancam hendak
membunuhku, kali ini bahkan dengan pedang tepat di leher”, di sela
tangisannya Hae Soo berucap, mengapa ia harus selalu dekat dengan
kematian, mengapa ia harus kembali bertemu dengan Pangeran Wang So dalam
keadaan menakutkan seperti ini?
Pangeran Wang Wook merasa iba,ia tak mengira gadis lugu seperti
Hae Soo harus menangis di tengah hutan pada malam gelap ketika bambu di
sekitar tempat ini bahkan berlumuran darah.Pangeran itu mendekat, Hae
Soo masih juga ketakutan, sungghupun Pangeran Wang So telah pergi
berlalu, wajah bertopeng itu seakan mengisyaratkan kematian. Adakah
Pangeran ke-4 suatu saat benar akan membunuhnya? Tanpa sadar gadis itu
mencengkeram pakaian Pangeran Wang Wook, ia mencoba mencari pegangan.
Hae Soo tak pernah tahu, bahwa tak ada seorang pun gadis berani
menyentuh pakaian seorang pangeran.
Semula Pangeran Wang Wook merasa iba, akan tetapi tangisan Hae
Soo sungguh kekanak-kanakan, gadis itu tampak lucu dan menggelikan. Maka
Pangeran Wang Wook melakukan tindakan yang tak pernah dilakukan kecuali
pada Nyonya Hae, memeluk gadis ketakutan itu untk menimbulkan kembali
keberanian, “Berhentilah menangis,saatnya kita pulang”, Pangeran Wang
Wook menghibur Hae Soo dalam dekapan, angan-angan pangeran itu
tiba-tiba melayang jauh, ia merasakan suatu hal berbeda yang tidak
pernah dirasakan bersama Nyonya Hae, sungguhpun wanita itu teramat
mencintainya.
***
Di permandiannya yang indah dan semerbak Ratu Yoo tengah
berendam sambil meneteskan pewangi ke dalam air, ia perlu menenangkan
diri. Wajahnya yang cantik tampak semburat merah, karena amarah. Andai
Wang So tidak melibatkan diri, menukar pakaian dengan Putra Mahkota,
Pangeran Wang Mo telah berpulang tiada. Hal itu berarti Wang Yo akan
menggantikan kedudukannya sebagai Putra Mahkota, kelak ia akan duduk di
singgasana. Dan selamanya, ia adalah seorang ibu suri yang berkuasa.ia
berhak akan dinasti Goryeo dengan banyak cara, termasuk membunuh Wang Mo
pada malam rituil spitirual. Ratu Yoo menggertakkan rahang wajah
cantiknya berubah menjadi citra roman yang menakutkan. Benarkah ia
seorang ratu dengan kecantikan tak tetandingi di Goryeo?
Usai berendam dengan air hangat beraroma wangi seribu buga,
para pelayan dengan hormat membantu Ratu Yoo berpakaian.Ada yang pasti
datang setelah rituil membersihkana diri selesai. Benar, tak lama
kemudian Pangeran Wang Yo datang, pangeran itu mentap ibunda ratu degan
gamang.Recana meningkirkan Putra Mahkota gagal berserakan, Wang So
melibatkan diri dengan lihai, kini segalanya berada di luar
rencana.”Seharusnya engkau sudah mendapatkan ucapan selamat, gelar Putra
Mahkota mestinya turun kepadamu”,Ratu Yoo tak pernah mersa demikian
geram dalam hidup, ia sungguh tidak menghendaki kehadiran Wang So,
pangeran terbuang yang mengacaukan impiannya. Mestinya Pageran ke-4
tetap berada di Shinju tidak perlu hadir ke Songak.
Wajah Pangeran Wang Mo tak kalah geram, ia memang telah
mengambil tindakan cepat untuk membungkam setiap mulut sekaligus
menghapus jejak, tetapi apa artinya? Seluruh rencana hancur
berkeping-keping, Wang So yng tiba-tiba datang, terlibat terlalu jauh,
ia terlupa memperhitungkan kemampuang anjing srigala ini. “Saya sudah
menyelesaikan semuanya, tak ada satupun perompak hidup”, wajah pangeran
itu teramat muram, ia harus melakukan sesuatu untuk mengamankan rencana
penuh rahasia ini.
“Saat ini tak mungkin kaisar melepaskan tahta, sementara
langkah kita hanya sampai di sini”, Ratu Yoo tahu ia harus berhati-hati
atau perbuatannya yang ceroboh dapat memahayakan diri sendiri, meski
ambisi akan tahta bagi Wang Yo tak pernah berubah..
Dengan santun Wang Yo menyuguhkan teh bagi ibunda, “Wang So
terlibat terlalu jauh, anjing srigala itu bahkan rela menjadi sasaran
kematian menggantikn Wang Mo, dan Ji Mong terlalu lihai untuk ditebak
jalan pikirannya. Adakah keduanya terlibat hubungan rahasia?” Pangeran
Wang Yo menghela napas panjang, ia telah mengorbaknkan banyak orang tak
bersalah bagi suatu keinginan, keinginan yang selalu menjadi panas bara,
karena ibunda ratu meniupnya dengan lidah api. Yo bahkan tidak
seluruhnya menyadari, mengapa ia harus bertindak sekejam ini. adakah
karena ia terlalu menyayangi ibunda ratu?
“Siapa yang mengajarkan So ilmu bela diri? Tak mungkin keluarga
Kang. Awasi Wang So, apa yang direncakannya?”suara Ratu Yoo terdengar
seakan ular mendesis, ia sungguh tak mengharapkan kehadiran So, ia
merasa seram melihat wajah bertopeng itu.”Kalau Ji Mong ada di belakang
Putra Mahkota, adakah Yang Mulia terlibat serta?”Ratu Yoo termangu,
wajah cantik itu berubah segelap mendung.
Pangeran Wang Yo hanya terdiam, ia belum selihai ibunda dalam
berpikir, ia bahkan belum mampu menyadari, ketika seorang ibu menyayangi
atau memanfaatnya seorag anak atas nama kasih sayang.Pangeran itu masih
tetap diam, sepasang mataya berkilat bagai ujung belati ketika Ratu Yoo
kembali berucap, “Atau lakukan suatu tindakan, supaya Wang So berpihak
kepada kita, dinasti Ryeo harus menjadi milikmu”, lembut telapak tangan
Ratu Yoo membelai pipi Pangeran Wang Yo, ia belum mau menyerah mengejar
tahta dengan banyak cara.
***
Sementara di kamarnya Pangeran Wang So menahan sakit, karena
luka bekas tikaman dari pedang perompak.Putri Yeon Hwa yang jelita
datang tak lama kemudian dengan perban di tangan. Secara suka rela ia
membantu Pangeran Wang So, memersihkan luka, mengobati dengan ramuan
herbal, kemudian membalutnya. ”Ini bukan pekerjaanmu”, Wang So membuka
pembicaraan, ia tak pernah mengenal lebih dekat Yeon Hwa yang
berkedudukan sebagai saudara tiri, kali ini diam-diam ia harus berterima
kasih, karena kebaikan hati putri ini.
”Berapa kamu kamu berencana tinggal di Shinju? Lebih baik
engkau menetap si Songak seperti halnya pangeran yang lain”, suara Yeon
Hwa lembut mendayu, ia telah belajar sejak usia dini tata cara hidup
seorang putri raja. Putri Yeon Hwa selalu mengira ia dapat memiliki
segalanya.
“Aku bukan seperti Wang Wook, lebih menyenangkan adalah berburu
binatang di daerah pengunungan”, Wang So menjawab singkat, andai bisa
mengaduh, luka di lengannya teramat pedih.
Yeon Hwa menatap Wang So dengan senyum menawan,ia tahu Wang So
pandai menyembunyikan isi hati seperti halnya ia menyembunyikan goresan
menakutkan pada bagian wajah di balik topeng. Yeon Hwa menyeka pula
wajah Wang So dengan sapu tangan. Akan tetapi, gerakan tangan itu
tiba-tiba mengambang, wajah jelita itu tamak ketakutan ketika hendak
menyeka di bagian topeng.
Wang So merasakan pula ketakutan ini, diam-diam hatinya
mengeluh,demikian menakutkankah topeng ini, sehingga Putri Yeon Hwa
diam-diam gemetar.Pangeran Wang So segera berdiri ia tahu apa yang harus
dilakukan,”Cukup sampai di sini”.
“Tinggallah istirahat di sini, aku akan memanggil dayang untuk
melayanmu”, Yeon Hwa masih menunjukkan kebaikan hati,ia belum memahami
duduk persoalan yang sebenarnya, ia bahkan belum mengerti takdir hidup
yang akan dijalani setelah kehadiran Wang So di istana Goryeo.
Wang So tersenyum, perhatian Yeon Hwa cukup sudah menghibur
kekecewaan hati, seandainya ia mati menggantikan takdir Putra Mahkota,
adakah akan ada seorang yang menangisi. Ia seorang pangeran, akan tetpi
siapa yang peduli dirinya terluka? Kali ini Cuma Yeon Hwa, “Aku sering
bertanya, pada saatnya nati, engkau akan menjadi perempuan seperti apa
?” Pangeran Wang So pun tidak pernah mampu melihat masa depan, bertahun
setelah Putri Yeon Hwa membalut luka, susunan kata dalam percakapan akan
jauh berbeda.
Yeon Hwa merasa tidak perlu menanggapi kata-kata Wang So, ia
akan menjadi perempuan yang mampu meraih seluruh keinginan dengan
beragam cara, kalaulah ia harus mengorbankan orang-orang yang
mengasihinya. Ia tak akan pernah duduk jauh dari singgasana, ia adalah
bagian terpentig dari Goryeo.dan ia bisa melakaukan apa saja.Wajah
jelita iru tersenyum demikian manis, kemudian pergi berlalu
meninggalkan Wang So seorang diri.
Di tempat yang berbeda , di kediaman Pangeran Wang Wook, dengan
cemas Chae Ryung mengobati luka di leher Hae Soo.Jauh di dalam hati
pelayan itu bertanya-tanya, agassi kembali terlibat kekacauan hingga
sejauh ini, hingga berdarah. Apa yang berlaku pada gadis ini? Sosok
yang sungguh berbeda setelah kecelakaan terjadi.
Nyonya Hae tak kalah cemas,apapun yang terjadi pada diri Hae
Soo, kasih sayang terhadap gadis ini tak pernah beruah. Wajah lembut itu
kembali memucat, “Mengapa engkau bisa berada di dalam hutan dan lehermu
terluka?”suara Nyonya Hae selembut wajahnya.
Ragu Haae Soo menjawab,”Saya.... saya ....”, sepasang matanya
yang indah menatap Pangeran Wang Wook. Ketika tampak Wang Wook
menggelengkan kepala, Hae Soo terpaksa berbohong. “Saya tersesat di
hutan ....” Hae Soo tak dapat membayangkan, bila Nyonya Hae yang lembut
hati dan sakit sakitan mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi,
pembunuhan sadis di tengah hutan terlebih rencana jahat di sebaliknya?
”Saya sangat beruntung, setelah tersesat hanya mendapatkan luka
kecil, hal ini adalah sebuah keajaiban”, Hae Soo berpamit mengundurkan
diri, kali ini dengan santun. Ia ingin segera keluar dari suasana yang
menggelisahkan, ia ingin kembali merenung, mengapa harus ada di tempat
ini?
“Terima kasih telah menyelamatkan Hae Soolalu , maaf sekali
telah memberikan beban,”Nyonya Hae selalu santun berucap, ia tidak mampu
berpikir, mengapa Hae Soo bisa tersesat di tengah hutan dengan luka di
bagian yang paling mematikan. Untung gadis itu kembali dengan selamat
bersama Wang Wook.
“Hae Soo bukanlah beban, sebaliknya gadis itu bahkan menjadi
hiburan”, Pageran Wang Wook menjawab, ia merasakan suasana berbeda
ketika tiba-tiba Hae Soo kembali hadir dalam sosok asing, tidak sama
dengan hari-hari biasa. Gadis itu memiliki keleluasan gerak, keberanian
melebihi gadis keturunan bangsawan, lugu, dan memberikan kesan
tersendiri.
“Mengapa Hae Soo tidak membebani, bahkan membuat senang?”
Nyonya Hae megerutkan sepasang alisnya yang hitam bak semut-semut
beriringan. Ia sungguh cemas apabila perubahan pada diri Hae Soo
membebani satu-satunya orang yang dicintai.
“Seorang pangeran mesti berumah tangga, sebuah kenyataan yang
tidak mudah, tetapi tidak bisa disisihkan. Setiap orang yang datang
selalu dalam kesulitan, selalu memerlukan bantuan, seolah aku adalah
pahlawan yang dapat menyelesaikan semuanya. Hae Soo bisa membela dirinya
sendiri, melakukan segalanya meskipun berawal dengan sulit. Aku
menunggu waktu untuk melihat Hae Soo kembali”, Pangeran Wang Wook
berucap mengikuti kata hati, atau ia bahkan tidak mampu memahami apa
sebenarnya yang telah berlaku pada dirinya saat ini?
“Terima kasih telah peduli pada Hae Soo”, Nyonya Hae menatap
Pangeran Wook dalam-dalam, ia mengasihi suaminya sepenuh hati. Seorang
yang lembut dan santun, meski Nyonya Hae ragu, adakah Wang Wook
menjalani kehidupan bersama, karena tanggung jawab semata, bukan cinta?
Akan tetai, Nyonya Hae tahu ia akan melakukan segala-galanya bagi
perkawinan ini. Adalah sebuah keajaiban ketika secara syah ia hidup
bersama sebagai istri Wang Wook, Pangeran ke-8 Kerajaan Goryeo.
Pada sisi yang lain, setiap kejadian di istana ini berlangsung
dengan cepat. Hae Soo tak pernah ingin berjumpa dengan Wang So,
Pangeran ke-4. Akan tetapi wajah tampan yang terlihat seram di balik
topeng itu tiba-tiba tampak saat Hae Soo dan Chae Ryung hendak masuk ke
kediaman. Hae Soo segera membuang muka, ia tak ingin kembali
mendapatkan masalah, tergesa gadis itu melangkah menghindrkan pertmuan
dengan Wang So. Akan tetapi, pertemuan tetap tak terhindarkan.
“Hei, berhenti....” suara itu terdengar sama menyeramkan dengan sang pemilik wajah.
“Mengapa?”wajah Hae Soo seketika memucat, nada suaranya merendah.
Pangeran Wang So tidak langsung berucap, sepasang matanya yang
dalam menatap Chae Ryung. Pelayan itu tahu, ia tidak memiliki ijin di
tempat ini, ia harus pergi. Sepeninggal Chae Ryung seluruh tubuh Hae Soo menggigil ketakutan. Adakah Wang So akan kembali mengancam membunuhnya? Semurah inikah nyawa manusia di Goryeo? “Saya
sudah mengaku sudah menjelaskan segalanya, ada seorang yang membantai
pejahat bertopeng dari belakang. Kejadiannya sangat tiba-tiba”.
Wang So kehilangan kesabaran, Hae Soo tampak sungguh ketakutan,
kata-katanya sulit dimengerti. Sementara ia sungguh memerlukan
penjelasan, siapa sesungguhnya yang melakukan pembantaian terhadap
seluruh penjahat bertopeng, sehingga satu pun jenazahnya tidak tersisa.
Kecuali batang bambu yang berlumuran darah? Wang So memegang sepasang
lembut pipi Hae Soo,”Berpikirlah keras, ingat kembali semua yang terjadi
di hutan?”wajah tampan itu tampak sungguh seram bagi Hae Soo yang
ketakutan, jarak itu semakin dekat, sepasang lutut Hae Soo menggigil.
Gadis itu bersyukur ketika bayangan Pangeran Wang Wook
berkelebat datang, mencengkeram tangan Wang So,”Cukup !” Wang So
melepaskan tubuh Hae Soo dari cengkeraman Pangeran ke-4, Hae Soo
tiba-tiba teringat,”Orang itu mengenakan pakaian berbulu, saat itu
semua orang mengenakan pakaian hitam, tetapi ada satu pria yang
mengenakan pakaian berbulu. Orang itu menyuruh anak buahnya membunuh
perompak bertopeng”, Hae Soo masih tergagap, ia ingin segera menjauh
dari Pangeran ke-4, wajah bertopeng itu mendatangkan rasa takut.
Pangeran Wang Wook dan Wang So saling bertatapan, mereka tahu
Hae Soo tidak berbohong, wajah gadis manis itu demikian lugu dan
polos.Keduanya teringat, malam itu satu-satunya orang yag mengenakan
pakaian berbulu pada ritual spiritual bulan ke-12 Tahun Lunar adalah
Pangeran ke-3, Wang Yo.
Wang So kembali bertanya, sikapnya tidak bersahabat, “Apakah engkau mengenali wajahnya?”
“Tidak”, jawab Hae Soo singkat, ia sungguh tidak nyaman berada di dekat Wang So, secepatnya ia ingin berlari.
”Siapa lagi yang tahu tentang ini?”, Wang So masih juga bertanya.
”Mengapa engkau selalu mengganguku?” Hae Soo balik bertanya,
mengapa ia menjadi orang yang dipersalahkan? Rasa takut tiba-tiba
mereda, ia akan menjadi seorang pengecut bila harus merasa takut dengan
seorang Pangeran bertopeng. Sepasang matanya yang indah tiba-tiba
memiliki keberanian untuk menatap Wang So. Satu hal yang tidak mampu
dilakukan seorang gadis.
“Lupakan segala hal yang engkau lihat di hutan, jangan pernah
bercerita kepada siapa-siapa”, Wang So berucap, kali ini nada suaranya
datar.
“Benar, Hae Soo akan tetap aman jika tak ada seorang saksi yang melihatnya di hutan”, Wang Wook menegaskan.
Hae Soo merasa tak perlu berlama-lama berada di antara dua
orang pangeran, “Saya kira sampai di sini”, kali ini Hae Soo berucap
dengan nada yang sinis sambil melirik ke arah Pangeran Wang So.
Pangeran ke-4 mengerti akan arti nada bicara itu, iapun
menjawab dengan nada tak kalah sinis, “Jangan pernah lagi muncul di
hadapanku”.
Di telinga Hae Soo kata-kata terdengar terlalu angkuh dan
menyakitkan, tanpa sadar gadis itu membalikkan badan, wajahnya yang
manis bersemu merah, “Apa sebenarnya kesalahanku? Engkau akan memerintah
orang untuk membunuhku? Engkau mengira aku akan diam selamanya? Setiap
orang memiliki hak asazi ntuk bertahan hidup, engkau mengira aku akan
membiarkan orang membunuh tanpa melawan?”
Pangeran Wang Wook kembali tertegun, ia melihat sikap tak biasa
pada diri seorang gadis ketika berhadapan dengan seorang pangeran
bertopeng yang terkenal menyeramkan. Hae Soo menunjukkan keberanian,
meskin Pangeran Wang So hanya menanggapi dengan sinis kemudian berlalu
tanpa sepatah kata. Tak pernah dalam hidup ada seorang gadis
menentangnya. Setiap orang merasa seram melihat penampilannya, akan
tetapi gadis ini sangat berani, seolah ia tidak sedang berhadapan dengan
Pangeran Goryeo.
Pangeran Wang Wook berusaha menenangkan Hae Soo, akan tetapi
tampaknya Hae Soo belum selesai berkata-kata,”Keinginan untuk hidup
bukanlah kejahatan, setiap manusia berhak akan kehidupan”,wajah Hae Soo
masih bersemu dadu, ia benar merasa geram, karena Pangeran Wang So
bersikap tak perlu memperhitungkan kata-katanya. Benarkah Pangeran
Bertopeng itu menginginkan kematiannya? Bayangan Pangeran Wang So
berkelebat pergi dalam bayangan hitam. Gadis itu membating kakiknya
sambil mengepalkan tangan. “Sungguh terlalu ....”
Dengan bijak Wang Wook membimbing Hae Soo hingga ke kamar,
sikapnya tetap tenang ketika menyalakan lilin, cahaya temaram pun
membias indah. Hae Soo tak menyadari, di bawah cahaya lilin wajahnya
berubah seakan lukisan seniman ternama. Ia menyesal menyebabkan Pangeran
Wang Wook terpaksa membunuh seorang perompak demi keselamatannya.
“Adakah Pangeran akan bermimpi buruk, karena membunuh seorang
penjahat?”suara gadis itu lirih.
“Aku tak akan pernah bermimpi buruk, karena membunuh seorang penjahat demi keselamatanmu”, jawab Pangeran Wook singkat.
“Apakah seorang pangeran sering terlibat peristiwa seperti
ini...?”Hae Soo tidak meneruskan kata-katanya, ia berucap terlalu jauh
di depan seorang pangeran.
“Saat itu umurku sebelas tahun, kami hanya bertiga dengan Yeon
Hwa dan ibunda ratu, seorang pencuri menyusup ke dalam rumah.Tak ada
pilihan, aku menggunakan belati serupa untuk membunuhnya. Suatu pilihan
yang sulit, andai dihadapkan pada dua hal, membunuh atau dibunuh, maka
aku lebih memilih membunuh untuk melindungi orang yang kukasihi. Aku tak
pernah bermimpi buruk, karena melindungi Yeon Hwa dan Ratu Hwangbo”,
suara itu demikian datar tanpa tekanan dan penyesalan.
Hae Soo menatap wajah tampan pangeran Wook tanpa berkedip, jauh
dalam hati ia bersyukur telah mengenal Pangeran ini, ”Pangeran masih
mengingatnya?”ragu Hae Soo bertanya.
“Aku terlahir dengan segala macam beban termasuk tanggung jawab
melindungi keluarga dengan membunuh penjahat”, Pangeran Wang Wook
memahami kekhawatiran Hae Soo, gadis ini terlalu rapuh untuk menyaksikan
darah yang berlepotan.
“Baiklah, saya berjanji tak akan membuat kekacauan lagi, supaya
tak merepotkan keluarga,“Hae Soo merasa demikian lelah, ia tahu, ia
harus beristirahat melupakan semuanya. Esok hari ia akan terbangun pada
masa kepemimpinan Raja Taeko di tahun 942 masehi.
***
Esok hari Putra Mahkota dan Pangeran Wang So menghadap Sang
Raja yang tengah bertahta di singgasana. Wajah tua itu tetap dalam
wibawa meski tak dapat menyembunyikan galau. Musuh demikian dekat tak
terpisah jarak, juga demikian berani, karena berniat membunuh Putra
Mahkota di depan mata.”Dimana sarang penjahat yang membuat kekacauan?”
Sang Raja bertanya.
“Para pangeran telah mengejar seluruh penjahat, akan tetapi tak
ada satu pun yang hidup. Pelaku sengaja menghilangkan jejak”, Ji Mong
menjawab, kepalanya tak kalah berat dengan beban yang ditanggung Wang
Geon. Ia harus mampu mengungkap pelaku pembunuhan atau ia tak akan
pantas lagi berdiri di samping seorang raja.
“Para pejahat adalah pemain akrobatik dari wilayah Songak”, Putra Mahkota menjawab.
“Apakah luka Pangeran Wang So sudah diobati?”Raja Taejo
mengalihkan pertanyaan, sebenarnya ia merasa cemas akan keadaan Pangeran
ke-4.
“Luka ini hanya luka kecil”, Wang So menjawab sopan.
“Mengapa engkau rela menggantikan posisi Putera Mahkota dengan
akibat yang sangat buruk?”Raja Taejo kembali bertanya, andai tadi malam
Wang So tidak merelakan diri bertukar pakaian dengan Wang Mo, adakah
Putra Mahkota masih selamat?
“Putra Mahkota pernah menyelamatkan hidup saya 15 tahun yang
lalu, saatnya saya membalas budi.Bila Yang Mulia berkenan, ijinkan saya
tinggal di wilayah Songak untuk mencari tahu siapa dalang di balik semua
ini?”Pangeran Wang So membungkuk dengan takjim, ia sungguh tak mampu
kembali ke Shinju, tempat itu terlalu mengerikan. Ia akan mencari banyak
cara untuk kembali ke Songak, ke tempat seorang pangeran yang
sebenarnya.
Sesaat Raja taejo terdiam, ia memegang kekuasan mutlak dalam
mengambil setiap keputusan, ia bahkan berhak memutuskan hidup matinya
seseorang. Akhirnya Sang Raja mengangguk, “Baiklah, engkau mendapatkan
ijinku. Ji Mong, sampaikan kepada seluruh pejabat di Shinju, bahwa
Pangeran Wang So mendapat tugas atas titah Kaisar”, suara Raja Taejo
mantab.Saat itu juga Ji Mong tersenyum ke arah Pangeran Wang So,
keinginan Pangeran ke-4 sudah tercapai, meninggalkan Shinju, menetap
kembali di Songak.
Di saat yang sama pangeran yang lain tengah berkumpul bersama,
menyantap manisan dan teh. Sesaat mereka melupakan ketegangan setelah
peristiwa mengerikan pada malam puncak perayaan rituil spirituil.
Pangeran Wang Won benar ingin tahu, dari mana Wang So mendapat ilmu seni
bela diri? Wang Won kagum dengan gaya bela diri dari Wang So saat
melawan penjahat.
“Kemampuan itu didapat saat dia memburu binantang”, jawab Wang Yo
“Saya kira kepandaian itu bersifat alamiah, karena tekanan
keadaan di sekitarnya, ada seseorang di belakangnya”, Pangeran Wang Jung
yakin Wang So memiliki seorang guru yang sakti.
“Menurutku mustahil bila keluarga Kang dari Shinju yang
mengadopsi Wang So sering mengajarkan bela diri pada seorang sandera.
Kalau ada kabar penting tentang So, tolong sampaikan,”diam-diam Wang Yo
mengakui kemampuan Wang So dalam seni bela diri, Pangeran ke-4 datang
bagi saat yang “tepat”bagi keselmatan Putra Mahkota.
“Bukankah engkau mengenal lebih banyak orang, pasti lebih mudah bagimu mendapatkan berita?”Jawab Wang Jung.
“Kalau orang yang datang ke rumahku hanyalah musisi dan wanita,”Baek Ah ikut pula menjawab.
Sementara Wang Wook pun balik bertanya kepada Wang Yo,”Adakah kamu tidak berhasil menangkap pembunuh tadi malam?”
“Saya mengejar sekelompok penjahat, namun salah arah, dan
kehilangan jejak”, jawab Pangeran Wang Yo, tatapan setajam belati
pangeran itu tampak menggelisahkan hati.
“Bukankah kita menulusuri hutan yang sama?”Pangeran Wook kembali bertanya, ia tak sepenuhnya mempercayai jawaban Wang Yo.
“Menyesal sekali, aku tak menemukan satu pun”, Pangeran Wang Yo membuang pandang, adakah ia jujur dengan kata-kata itu?
Tak lama kemudian Yang Mulia Raja datang bersama pengawal
menyapa seluruh pangeran dan segera dijawab dengan penghormatan yang
dalam. “Pergilah ke tabib untuk pengobatan kalau yang terluka tadi
malam”. Raja Taejo menatap satu demi satu pangeran, ia membagi kasih
sayang secara merata, akan tetapi apa yang sesungguhnya terjadi di
antara mereka, sehingga Putra Mahkota hendak dibunuh? Hingga akhirnya
Raja Taejo melihat wajah Paangeran ke-10 dengan luka memar.
“Mengapa dengan wajahmu Wang Eun?” Raja Taejo megerutkan dahi, mengapa Pageran ke-10 mengalami luka memar?
“Saya .... saya berkelahi”, Pangeran Eun tergagap,ia tahu
akibatnya bila Sang Raja tahu, Hae Soo berani melakukan tindakan
kekerasan terhadap seorang pangeran. Raja akan sangat marah kemudian
menjatuhkan hukuman. Sanggupkah Wang Eun menyaksikan Hae Soo dihukum
berat, karena masalah kecil yang menggelikan ini?
“Siapa yang melakukannya? Sampaikan!”suara Raja Taejo meninggi,
tak seorang pun boleh mencedarai pangeran kecuali dengan akibat
menanggung hukuan mati.
“Ampun Yang Mulia, semua persoalan sudah teratasi, tidak ada
apa-apa dengan luka memar ini”, Wang Eun menjatuhkan diri berlutut di
hadapan Yang Mulia Raja, ia sungguh merasa sayang andai Hae Soo, gadi
manis itu mendapatkan hukuman.
*** Di tempat yang berbeda Hae Soo menjadi sangat
gelisah ketika mendengar, bahwa Raja Taejo merasa cemas ketika melihat
memar pada wajah Pangeran ke-10, Wang Eun, karena berkelahi dengan
seorang gadis. “Adakah raja akan memotong lengan dan kakiku sebagai
hukuman, karena berkelahi dengan Pangeran Wang Eun?” Hae Soo meminta
pendapat kepada Chae Ryung.
“Entahlah, Pangeran ke-8 pasti akan memberikan pembelaan?”Chae
Ryung merasa tak mampu memberikan jawaban, ia dapat pula merasakan
ketakutan Hae Soo. Akan tetapi, ia hanya seorang pelayan. Nasib Hae Soo
masih jauh lebih baik.
Tiba-tiba Pangeran Wang Eun datang, masih dengan
wajah kekanak-kanakan, Hae Soo segera membuang pandang, seolah di
tempatnya duduk dengan Chae Ryung tak ada seorang pangeran pun yang
hadir.”Engkau menungguku?”Pangeran itu bertanya.
“Adakah Pangeran sudah tahu hukuman Raja bagiku?”ragu Hae Soo bertanya.
“Raja sangat marah saat melihat memar di wajahku, baginda
menyuruhku untuk menghabisimu?”wajah itu bahkan jauh dari menyeramkan,
Pangeran Eun adalah seraut wajah polos yang menggelikan.
”Pangeran terlebih dahulu melakukan kesalahan. Adakah Pangeran
menyampaikan pula kepada raja, apa kesalahan itu?” sekilas Hae Soo
menatap wajah kekanak kanakan Pangeran Eun.
“Aku telah memohon kepada raja untuk mengampunimu”, Eun berlaku
seolah ia tengah berlutut di depan seorang raja bagi sebuah
pengampunan. “Kata-kata permohonan itu kiranya layak dalam sejarah
kerajaan”, sekilas Wang Eun menatap wajah manis Hae Soo, sulit untuk
tidak terpesona ketika berhadapan dengan si gadis “pemberani”, kemudian
ia menatap Chae Ryung, “O ya, lebih baik engkau pergi, sekarang aku
hanya berurusan dengan Hae Soo”.
Kata-kata itu menyebabkan Chae Ryung segera memberi hormat
kemudian mengundurkan diri. Ia tahu, tidak berhak berada di antara
pangeran dan seorang gadis yang harus selalu dilayani. Wang Eun bersikap
seakan hendak menyampaikan sesuatu, akan tetapi wajah kanak-kanak itu
tampak kikuk. Pangeran muda salah tingkah di depan Hae Soo. Sekilas Hae
Soo menatap wajah Pangeran ke-10, gadis itu merasa heran. Setelah
perkelahian itu Pangeran Wang Eun, hadir dengan sikap berbeda, bahkan
memohon ampun kepada Raja, karena kesalahannya.
Hae Soo tidak bodoh, ia menangkap bahasa tubuh seorang yang tengah jatuh hati. ‘Pangeran Wang Eun jatuh hati kepadanya?’Gadis itu menatap Wang Eun dalam-dalam, semudah itukah ia jatuh cinta?
“Engkau adalah gadis pertama yang berani memperlakukan aku
seperti itu, seorang pangeran Goryeo”, akhirnya terucap kata-kata
Pangeran ke-10. “Perkelahian itu adalah yang pertama sejak aku
dibesarkan, semua orang termasuk ibu dan kakek takut kepadaku, mereka
selalu membiarkanku memukul mereka.Seru!”Eun ternyata mengalami hal
berbeda ketika berhadapan dengan Hae Soo, gadis ini mendatangkan
kegembiraan, bukan seperti dayang-dayang yang selalu tunduk, memberikan
hormat tanpa kecuali.
“Kalau benar demikian, Pangeran bisa sering-sering datang
kemari, saya bersedia melawan dalam setiap perkelahian tanpa henti”,
Hae Soo menantang, agaknya ia telah menemukan kawan baru.
“Jadi engkau ingin saya sering-sering datang kemari?”Eun tak dapat menutupi rasa gembira.
“Terima kasih, karena telah memohon ampun kepada baginda raja”,
Hae Soo menjawab singat”, sekejab ia menatap wajah jenaka Pangeran Eun,
pangeran ini ternyata lebih ramah dari yang ia kira.
“Maka, hari ini adalah hari pertama kita,”Pangeran Eun tak
pernah merasa bahagia seperti ini. Akhirnya ia mengenal seorang gadis
manis, “pemberani”, tak seperti dayang istana atau gadis bangsawan yang
penuh basa basi dan tipu muslihat. Eun seakan ingin bersama untuk
selama-lamanya bersama gadis ini.
***
Dalam pada itu, di sudut kota yang lain, masih di lingkungan
kerajaan, Pangeran ke-13, Baek Ah tengah menggambar pemandangan kota
dari sebuah kedai.Baek Ah selalu menekuni kegemarannya ini, ia memiliki
sapuan kuas yang indah, selayaknya pelukis ternama. Di tangan seorang
ahli, pemandangan salah satu sudut kota Songak menjadi istimewa dan
mengesankan. Pangeran Baek Ah demikian tekun, hingga ia dikejutkan suara
teriakan warga yang berlari melihat sebuah pertarungan. Baek Ah pun
tertarik, ia bergegas pergi melihat pertarungan tersebut.
Pangeran ke-13 berdiri di antara kerumunan warga masyarakat dan
mulai menggambar, kali ini bukan lagi salah satu sudut kota, akan
tetapi ua orang pria ramai berkelahi. Seorang petarung muda mengaum dan
kemudian menendang lawannya, berhasil menumbangkannya. Si petarung itu
adalah Pangeran Jung, ia menikmati kegemaran berbeda dengan Bae Ah,
menyamar. Pangeran Jung begitu bangga atas kemenangannya. Dia menantang
siapapun yang ingin kembali melawan, hingga akhirnya Baek Ah dan Jung,
keduanya saling bertatapan.
Pangeran Jung mestinya tidak meninggalkan istana, menyamar jadi
rakyat biasa, terlebih berkelahi di jalan, ia memohon pada Baek Ah
menutup mulut sekali ini. Pangeran Jung berusaha merebut buku sketsa
Baek Ah yang berisi gambar perkelahiannya, kemudian membuat sebuah
penawaran. Akan tetapi, permintaan Jung semakin berlebihan, Baek Ah
menolaknya. “Bila engkau tidak memberikan lukisan ini, saya akan melapor
kepada Yang Mulia Raja, engkau mengenakan pakaian biasa, meninggalkan
istana bersenang-senang”,Pangeran Jung mengancam.
Baek Ah merasa geram dengan ancaman itu, ia menjewer telinga
Pangeran Jung,”Dengar, Raja memerintahkanku keluar istana, melukis apa
yang terjadi, termasuk perkelahian itu.
Jung lantas berpura-pura kesakitan, Baek Ah tertipu, ia mengira
Pangeran Jung benar kesakitan. Saat terlena, dengan gesit Jung merampas
sketsa yang dibuat oleh Baek Ah, membawanya berlari meinggalkan tempat
itu, sehingga Baek Ah hanya mampu berdiri terpana. Baek Ah tidak
mengerti enar, bagaiman persaannya saat itu, adakah ia geli atau marah.
Baek Ah memutar langkah, ia tidak lagi menemkuni kegemaranya
melukis, ia perlu berbalik ke masa lampau, mengunjungi Nyonya Hae. Kini
keduanya duduk pada salah satu sudut istana, mengingat kenangan lama,
sebelum perkawinan antara Nyonya Hae dan Pangeran Wook terjadi.”Adakah Noonim
masih juga mengatupkan pintu hati?” Baek Ah membuka pembicaraan, ia
memandangi wajah lembut Nyonya Hae dengan hati bergetar, ia merindukan
wanita ini seumur hidupnya, bahkan setelah Nyonya Hae menjadi pengantin
kerajaan bagi Pangeran Wook.
“Mengapa engkau memanggilnya dengan Noonim?” Nyonya
Hae menegur, ia tahu meski telah hidup sebagai sepasang suami istri,
Pangeran Wook tak mencintainya, ia memang selalu bersikap baik dan
bijak. Akan tetapi, Wook hanya sekedar melakukan kewajiban sebagai
seorang suami, bukan karena cinta. Suatu hal yang diam-diam menyakiti
hati.
“Aku memang selalu memanggilnya Noonim sebelum engkau
menjadi iparku”, Baek Ah menjawab, andai Nyonya Hae mendapatkan cinta
Wook sepenuhnya, Baek Ah akan segera melupakan segala kenangan. Akan
tetapi, Wook masih menutup pintu hati rapat-rapat, sementara Nyonya Hae
tampak semakain lemah, sakit-sakitan. Baek Ah merasa hatinya teriris.
Dari kejauhan tibat-tiba Baek Ah melihat Hae Soo di halaman,
sedang berlatih mengucapkan sepatah kata. Baek Ah dan Nyonya Hae saling
bertatapan, keduanya tertawa melihat tingkah Hae Soo yang lucu, “Hae
Soo sangat berbeda dari yang dulu saya kenal”, Pangeran itu merasakan
perbedaan mendasar sikap Hae Soo sehari-hari, dulu ia tidak seperti
ini.
“Aku lebih senang melihat Soo yang sekarang, ia lebih hangat
dari pada sebelum ia terjatuh. Ia mirip sepertimu”, Nyonya Hae
tersenyum lembut sambil melirik wajah Baek Ah, berbeda dengan seluruh
Pangeran, Baek Ah tampan dan baik hati. Akan tetapi, betatapun tampan
dan baik hati, Nonya Hae tetap mencintai Pangeran Wook, bahkan sebelum
perkawinan itu terjadi. Wook adalah yang terbaik dari semua pangeran
menurut Nyonya Hae Soo.
“Mengapa aku mirip dengan Soo?” Pangeran itu mengerutkan
sepasang alisnya yang hitam legam, sekilas ia melirik kembli Hae Soo di
kejauhan, gadis itu amat polos, tak berperi laku seperti halnya putri
bangsawan.
“Sekarang Soo seakan tanpa tekanan, ia meikmati hari-hari yang
menyenangkan tanpa beban, ia benci kalah dan mudah merasa kesal”,Nyoya
Hae tak dapat menyangkal, bahwa duduk bersama Baek Ah selalu merasa
nyaman, Baek Ah pandai menjaga perasaan orang lain.”O ya, kakakmu yang
sesungguhnya adalah Soo, bukan saya”, wajah cantik Nyonya Hae terlalu
putih untuk ukuran seorang yang sehat, atau sebenarnya pucat, ia menahan
sakit.
“Adakah engku tahu, bagaimana sesungguhnya perasaanku?”Pangeran
Baek Ah menatap Nyonya Hae dekat-dekat, tak sedetik pun ia melupakan
wajah itu dari ingatan, andai Yang Mulia Raja memberikan ijin
perkawinannya dengan wanita ini, dan bukan Wook. Baek Ah harus tahu apa
arti kehilangan, jarak itu sedemikian dekat, tetapi ia tak pernah mampu
menjangkau.
Di pihak lain Nyonya Hae tetap tak bergeming, ia seolah tak
pernah mendengar kata-kata Baek Ah, atau ia telah menutup setiap celah,
bahkan yang paling kecil sekalipun.Suasana tibat-tiba menjadi hening,
angin pun mati.
***
Sementara di ruangan terpisah, Pangeran So dan Putra Mahkota
Moo memulai melakukan penyelidikan dengan memeriksa beberapa mayat
korban pembunuhan. Keduanya menemukan sesuatu yang mencurigakan pada
salah satu mayat. Pemeriksaan dilanjutkan pada mayat-mayat yang lain
untuk kepastian lebih lanjut.Semua jenazah meiliki persamaan,lidahnya
terpotong.
Kedua pangeran itu saling bertatapan, seolah mencari jawaban
bagi kejanggalan itu.Siapa dalang di balik rencana ini? Apa yang
dijanjikan bila rencana itu terbukti, sehingga pelaku rela kehilangan
lidah? Putra Mahkota Moo termenung, sekelompok pembunuh terlatih bahkan
berani mempertaruhkan kehidupan bagi kematiannya. Ia pasti tengah
berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar, sehingga bisa melakukan
apa saja.
Sementara perhatian So tertuju pada sebuah lukisan di dinding,
Putra Mahkota Moo sekilas melirik Pangeran ke-4, kemudian berucap,
“Adalah Neraka Daegyuhwan, mereka memotong lidah orang yang melakukan pembunuhan atau perzinahan”.
Kata-kata itu singkat, akan tetapi ahli bintang Ji Mong segera
teringat akan suatu hal, “Jika mayat-mayat tersebut memang sudah tidak
punya lidah, kemungkinan besar mereka adalah biksu yang dijatuhi hukuman
kemudian
dikeluarkan dari golongan orang suci. Dalang pembunuhan
memanfaatkan orang yang tak berlidah sebagai pembunuh”, Ji Mong
termangu, pandangannya menerawang jauh, betapa teramat dekat jarak
antara tahta dengan kematian, maut yang direncanakan orang-orang
terdekat.
Pangeran ke-4 menatap Ji Mong kemudian membuang pandang, ia
mulai menduga, Pangeran Yo di balik seluruh rencana ini. Wang So
menyimak baik-baik ketika Putra Mahkota Moo berkata, “Dalang di balik
semua ini adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan, seseorang yang bisa
bertemu dengan biksu tak berlidah tanpa seorang pun tahu. Ji Mong,
segera dapatkan bukti siapa di lingkungan istana yang paling sering
keluar masuk kota dalam beberapa bulan terakhir ini”.
Pangeran ke-4 tak bergabung dengan Putra Mahkota dan Ji Mong
lebih lama di ruangan ini. Ia tahu kemana harus menuju, langkah kaki
membawanya menemui Wang Yo, saudara satu ibu. Tanpa ragu Wang So
mendorong tubuh Paangeran Yo ke dinding, suaranya mendesis, “Engkau di
balik semua rencana pembunuhan Putra Mahkota Moo”So menatap Yo
sedemikian dekat seakan hendak menelan seluruh isi hati pangern itu.
“Adakah engkau memiliki bukti?” Yo membela diri.
“Engkau memanfaatkan biksu durhaka sebagai pembunuh, rencana
itu gagal, maka engkau telah membantai mereka semua untuk menghilangkan
jejak”, keduanya masih bertatapan dalam jarak yang teramat dekat, bukan
suatu hal mustahil bila Ratu Yoo menginginkan Pangeran Yo sebagai raja
kemudian menyingkirkan putra mahkota.
“Omong kosong ....”Yo membuang padang, meyangkal tuduhan ini.
“Apakah Ibu adalah dalang di balik semua ini?”So kembali
bertanya, ia sangat memerlukan jawaban sebelum bertindak. Ketika ia
melihat betapa wajah Pangeran Yo tampak pucat, mulutnya terkunci.
Pangeran ke-4 tahu, ia telah mendapatkan jawaban, Wang So menghempaskan
tubuh Pangeran Yo dengan beragam perasaan berkecamuk seakan perang batin
maha dasyat. Adakah ia harus menyadari, demikian kejamkah ibu yang
telah melahirkan? Ibu yang selalu dirindukan untuk sekedar mengemis
cinta kasih dan pengakuan. Wajah bertopeng itu kini menjadi sedemikian
kelam. Dapatkah ia menangkap dalang pembunuhan Putra Mahkota dengan
melucuti topeng seoranf ratu yang dirindukan?
Di kejauhan Ratu Yoo tampak tengah bercakap-cakap dalam suasana
hangat dengan Pangeran Jung, putra termanisnya yang selalu dikasihi.
Sang Ratu tak pernah menyadari, diam-diam Wang So menatapnya dengan
beragam perasaan sulit dilukiskan.’Mengapa bukan ia yang mesti
bercakap-cakap dengan seorang ibu yng dirindukan? Ia sangat memerlukan
pengakuan seorang ibu sebagai pangeran yang layak dicintai’. Pangeran Wang So merasa jantungnya berdetak lebih cepat seakan curahan air terjun.
***
Di kediaman Pangeran Wang Wook, Hae Soo mendapati Nyonya Hae
tengah mempersiapkan pakaian pantas pakai yang akan disumbangkan.
Pangeran Wook harus melakukan tugas sebagai seorang pangeran,
menyumbangkan makanan dan barang-barang bagi warga masyarakat yang
dilanda cuaca dingin. “Mengapa Nyonya Hae tidak menyertai Pangeran
Wook, sehingga kita berdua dapat pula berjalan-jalan? Saya akan merias
Nyonya”, suara Hae Soo terdengar merdu di telinga Nyonya Hae.
Benar, mengapa ia tak melibatkan diri secara langsung dalam
kegiatan sosial ini, ia akan merasa hidupnya lebih berarti. Ketik Nyonya
Hae tersenyum dan mengangguk, Hae Soo bergirang hati. Dengan cekatan
tangan gadis itu mulai merias wajah lembut Nyonya Hae,ia tidak dapat
menguasai diri untuk tidak bercerita, “Saya bermimpi menjual
perlengkapan tata rias, saya merias banyak orang, pelanggan dan
teman-teman. Saya merasa menjadi orang penting,ketika bisa merias orang
lain dan mereka tampil lebih menarik. Saya juga merias cantik seorang
teman,akan tetapi kekasih yang menjemput teman itu adalah orang yang
saya cintai.Ternyata saya dikhianati, mereka berdua bahkan merampas
tabungan dan rumah tinggal saya”, sesungguhnya Hae Soo tidak bercerita
tentang mimpi, ia bercerita tentang suatu kisah di masa depan yang tak
akan mampu dipecayai Nyonya Hae. “Saya terlalu bodoh, sehingga tidak
mampu mengatakan apa yang seharusnya saya katakan.”
“Lupakan mimpi itu, hanya serupa bunga bagi seorang yang
tertidur, kita hidup di dunia nyata”, suara Nyonya Hae lembut, ia telah
terbiasa dengan sikap Hae Soo menjadi aneh, karena gadis ini membuat
hidupnya terasa hangat.
“Benar, mungkin semua itu adalah mimpi buruk”, Hae Soo
menyudahi gerakannya, ia telah selesai merias wajah lembut Nyonya Hae,
wanita agung yang sakit sakitan. Ketika Hae Soo menempatkan cermin tepat
di depan Nyonya Hae, wanita itu berdecak kagum terhadap perubahan
wajahnya, “Wah, aku tampak sehat”, wajah pucat itu kini tersenyum, ia
hendakmelakukan sesuatu untuk menyenangkan hati Pangeran Wook.
Kini keduanya, Hae Soo dan Nyonya Hae bergabung dengan Pangeran
Wook memberikan makanan dan pakaian terhadap penduduk desa. Soo
memberikan pula makanan kecil kepada anak-anak. Tiba-tiba gadis itu
mengejar seorang anak laki-laki yang menyambar makanan kecil temannya,
“Adik tidak boleh bersikap seperti itu”.
Sekilas Pangeran Wook menatap gerak gerik Hae Soo, ada sesuatu
yang membuatnya lebih bersemangat hari ini? Ia merasa tidak sedang
melakukan kegiatan sosial yang melelahkan, ia merasa berada dalam
suasana berbeda dengan hari-hari biasanya. Apakah itu? Entahlah ....
Kali ini Pangeran Wang Wook yang terkenal bijak bahkan tidak mampu
menterjemahkan suasana hati. Pandangan Pangeran itu bahkan tak pernah
lepas dari sikap Hae Soo yang tamak manis, gadis itu telah mulai
menyesuaikan diri. Tanpa sadar Pangeran Wook tersenyum, wajahnya yang
bijak terlihat sangat tampan.
Hae Soo melihat senyum itu, ia merasa sangat gembira, tanpa
merasa bersalah melambaikan tangan.Sementara Pangeran Wook melakukan hal
yang sama, melambaikan tangan, sebelum akhirnya tersadar, bahwa seorang
pangeran tak dibenarkan bersikap seperti ini.Pangeran itu menatap
tangannya, salah tingkah dan menjadi kikuk. Tugasnya sebagai pangeran
hari ini ternyata lebih menyenangkan dengan kehadiran Nyonya Hae dan
sepupunya.
Usai membagikan bahan pangan dan pakaian, Pangeran Wook
bergabung dengan Hae Soo megunjungi toko herbal. Ia memerlukan obat bagi
Nyonya Hae dan salep bagi Hae Soo. Pangeran itu tampak keheranan,
melihat Hae Soo mampu mengenali jenis-jenis herbal.”Saya pernah membuat
sabun, jenis herbal ini adalah bahan yang digunakan untuk perawatan
kulit, kulit akan lembut dan halus.Bisakah saya membuatnya untuk Nyonya
Hae?’Hae Soo bertanya, ia harus melakukan sesuatu di tempat ini.
Setelah obat yang diperlukan diterima Pangeran Wook dan Hae Soo
kembali ke kediaman, “Seorang wanita seharusnya tidak memiliki bekas
luka di tubuhnya”,Pangeran Wook memberikan obat itu, akan tetapi Soo
kesulitan mengolesi lukanya, Pangeran Wook membantunya. Keduanya kini
berdiri dalam jarak yang terlalu dekat, saling bertatatapan dan tampak
canggung. Ketika tangan Pangeran Wook dengan lembut mengoleskan salep
pada luka di leher Hae Soo, gadis itu tersipu. ‘Benarkah ia telah berlaku sebagai sepupu ke-6 Nyonya Hae?
Adapun Nyonya Hae tampak sedemikian lelah, ia tertidur saat
mereka tiba di kediaman, Pangeran Wook menggendongnya, membaringkan
dengan hati-hati ke tempat tidur. Hae Soo membantu merapikan tempat
tidur, Nyonya Hae perlu tidur dengan nyaman.Tanpa sengaja jari
kelingking keduanya saling bersentuhan di atas selimut, keduanya kembali
tampak canggung, Soo terlebih dahulu menarik jemari kemudian bergegas
pergi meninggalkan kamar.Pangeran Wook menjalankan peranan sebagai
suami yang bijak, menemani Nyonya Hae tidur, ia menatap ke arah pintu
setelah Soo beranjak pergi, ada yang bergetar di selasar hati.
Hae Soo tak mampu menyangkal, detak jantungnya berpacu, karena
sentuhan itu.Ia berusaha membuang jauh-jauh bayangan wajah Pangeran
Wook, sikapnya yang lembut dan bijak. Akan tetapi, semakin ia berusaha
membuang, semakin bayangan itu mengejar. Soo bahkan tidak mengerti apa
yang sesungguhnya telh terjadid pada dirinya? Langkah kakinya tanpa
sadar membawanya pergi ke kuil, ia perlu berdoa di depan batu Nyonya
Hae. Perlahan mulutnya berbisik“Sejujurnya hatiku bimbang, sugguhpun
selalu berusaha merasa yakin, karena kini keyakinanku tergoyah....”
***
Keesokan harinya, Pangeran Wang Soo berbegas menemukan tempat
persembunyian para pembunuh, ia berpacu dengan waktu mencapai kuil ini
terlebih dahulu. Adalah bangunan tua di atas gunung yang tidak terawat
dengan baik dan telah lama ditinggalkan para penghuni. Akan tetapi, Soo
tetap waspada, di balik bangunan ‘kosong’ ada sepasang mata atau
berpasang-pasang mata yang mengintai.
Tiba-tiba, seorang pria berkelebat melesat seakan terbang ke
arahnya dan melemparkan pisau kecil. Dengan sigap Wang Soo menangkis
pisau kecil itu dengan sabetan pedang, dan berputar untuk
menghindari sebuah sebatang tombak yang melesat ke arahnya. Dua orang
pria bertopeng yang datang menyerang segera ditebas dengan pedang,
terkapar. Tak lama kemudian ia telah dikepung oleh pria bersenjata.
“Siapa pemimpin disini? Keluar. Apakah tak ada satupun dari
kalian yang bisa berbicara?” Wang So bertanya, sebagai jawaban seorang
pria maju menyerangnya, Pangeran Soo menangkis seluruh serangan dan
balik menyerang dengan gerakan pedang yang mematikan. “Siapa mendirikan
tempat menjijikkan ini?”suara pangeran itu diliputi amarah terdengar
seakan harimau mengaum.
Tak ada jawaban.
“Siapa?” pertanyaan itu kembali tanpa jawab, maka Wang Soo
menyerang setiap orang dengan membabi buta, satu persatu tanpa ampun dan
tanpa belas kasihan,hingga semuanya terkapar berlumuran darah, demikian
pula dengan wajah bertopeng itu.Suasana di kuil itu kini diliputi
mayat-mayat bergelimpangan, tiba-tiba daun pintu terbuka dan seorang
biksu keluar, menunduk pada Wang So.
“Adakah engkau yang bertanggung jawab atas tempat ini?”Wang So bertanya.
“Orang-orang ini dibebani oleh dosa-dosa, mereka dihukum,
lidahnya dipotong. Saya bertugas mengawasi orang-orang ini”, biksu tua
itu akhirnya bersuara.
“Kalau benar demikian, maka aku harus menyingkirkanmu”, tatapan
Wang So diliputi amarah, ia telah membunuh banyak orang dan ia masih
sanggup membunuh.
“Apa ibumu tahu soal ini Yang Mulia?”biksu itu bertanya.
Wang So tersenyum, pada suatu tempat ketika seorang seharusnya
tidak bicara, ternyata tersisa ada satu orang yang berbicara banyak di
tempat ini. So mengangkat pedang, mengarahkan tepat ke wajah si biksu.ia
tidak bisa langsung menebas sasaran, karena mendapatkan perlawanan.
Akan tetapi, Wang So tak memberikan ampun, ia mengayunkan pedangnya dan
mengirisnya berkali-kali, hingga sang biksu tersungkur bermandikan
darah. “Angkau telah hidup dengan bantuan ratu, maka matilah saja demi
ratu.”
Suasana di seputar kuil menjadi sunyi, sesungguhnya Wang So tak
pernah ingin melakukan tindakan seperti ini. Akan tetapi, adakah ia
punya pilihan? Adakah yang lebih baik,kecuali membakar kuil ini beserta
seluruh mayat di dalamnya. Ia memang harus melakukan sesuatu setelah
berpacu dengan waktu. Iapun kembali berpacu dengan waktu di atas
punggung seekor kuda yang berlari kencang mengepulkan debu.
Ketika Putra Mahkota Moo beserta pasukannya tiba di tempat yang
sama, mereka mendapati kuil itu dalam keadaan terbakar hebat, tak ada
jejak tersisa. “Apa sebenarnya yang sebenarnya telah terjadi di tempat
ini?”ahli bintang itu termangu, segalanya diliputi kabut misteri.
“Padamkan api”, Putra Mahkota Moo memberikan perintah.Andai
tersisa satu korban yang dapat menyampaikan pesan,siapa yang membakar
kuil ini?
***
Malam itu, di peraduanya yang megah dengan tirai sutera nan
lembut dan tembus pandang Ratu Yoo tiba-tiba terjaga dari tidur. Ia
tidak sedang bermimpi, detak jantungnya berpacu, diam-diam seluruh
tubuhnya gemetar. “Dimana pengawal?”suara Sang Ratu seakan jeritan.
Hening ....
Hanya detak langkah sepasang kaki yang semakin dekat dengan
bilah pedang berlumuran darah. Nafas Ratu Yoo memburu, ia menghitung
waktu, menatap bayangan ‘hantu’ yang semakin mendekat seolah menjemput
kematian.Dengan sisa keberanian Sang Ratu terus menatap hingga temaram
cahaya lentera mulai menampakkan seraut wajah yang tidak pernah ingin
dilihatnya. Wajah bertopeng itu, wajah Pangeran Wang So.
Kali ini Sang Pangeran datang dengan sangat berani tanpa
diundang, pada tengah malam dengan seluruh tubuh seakan bermandikan
darah. Mata pedang itu tampak berkilat, menebarkan bau amis,
tenggorokan Ratu Yoo seakan tercekik. Sang Ratu terdiam bagai patung
batu ketika keduanya akhirnya saling menatap pada jarak yang terlalu
dekat dan waktu tak terduga.Darah Ratu Yoo mendidih saat wajah bertopeng
tiba-tiba itu tersenyum. Tersenyum ....
***
Bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar