Kamis, 30 Mei 2019

SCARLET HEART, RYE0 --Roman di Bawah Absolut Monarki-- TIGA






Pangeran Wang So dan Pangeran Wang Wook saling bertatapan dengan pedang terhunus.”Hae Soo adalah sepupu istriku, tak ada kaitannya dengan percobaan pembunuhan putera mahkota”, Wang Wook memberi pembelaan, ia sungguh tak pernah menyangka gadis itu kembali berada dalam kekacauan setelah berulang berlaku konyol dan aneh, kali ini nyawa gadis itu bahkan terancam di tangan Wang So yang mendapat julukan anjing srigala. Seorang pangeran yang benar tega membunuh. Adakag Wang So benar akan tega mencelakai Hae Soo, diam-diam Pangeran Wang Wook bergidik, akan tetapi ia selalu mengutamakan sikap tenang.
“Aku kehilangan jejak pembunuh putera mahkota karena Hae Soo”, Wang So menatap Wang Wook masih dalam kemarahan, wajah tampan itu berubah menjadi benar-benar menyeramkan.
“Apakah engkau tetap bersikeras ingin menumpahkan darah seorang yang tak bersalah?”Wang Wook berada dalam detik-detik yang sulit, ia harus menyelamatkan gadis ini atau Nyonya Hae akan mengutuki seumur hidupnya..
“Saya hanya tersesat ....”suara Hae Soo terpatah patah, nyaris menyerupai isak tangis, waktu seakan berhenti. Adakah ini adalah hari terakhir baginya? Ia mengikuti kata hati melangkah ke hutan ini, dan kini maut tengah mengancam tepat di lehernya.
“Aku tak pernah mengenalmu!”Wang So membentak, ia sungguh menyesal mengapa harus kembali bertemu dengan gadis ini dalam keadaan yang salah.Andai Hae Soo tidak sampai di hutan ini dengan sia-sia, apa yang dicari gadis ini? Wang So masih merasa amarah mendidih bagai leleran lahar panas melumuri seluruh tubuhnya.
Wang Wook tak ingin lebih lama berdebat, ia melempar pedang ke atas tanah, “Pengawal istana akan berusaha menangkap pembunuh putera mahkota, tak ada alasan menyalahkan Hae Soo. Lepaskan Hae Soo, aku jaminannya”, pandangan Wang Wook tak pernah lepas dari wajah dingin Wang So, kali ini ia sungguh memohon. Pangeran ke-8 akhirnya menghela napas lega, ketika ahirnya Wang So menghmpaskan Hae Soo dengan kasar.Ia segera mengulurkan tangan bagi Hae Soo, gadis itu masih ketakutan, ia memang selamat dari maut, tetapi benarkah hatinya merasa nyaman?
“Di sebelah sana ada banyak orang yang meninggal dibunuh”, masih dalam ketakutan Hae Soo menudingkan telunjuk.Kata-kata singkat itu menyebabkan Wang So dan Wang Wook terhenyak, keduanya saling bertatapan, udara malam di tengah hutan itu tiba-tiba terasa lebih dingin menggigit pori-pori.
Sementara di istana Putra Mahkota terpaku dengan pikiran kacau, seorang di istana menginginkan kematiannya. Siapa yang menginginkan tahta? Ia bahkan tak pernah meminta, tetapi siapa yang berani menolak perintah Yang Mulia Raja? “Mestinya engkau tak perlu meminta bantun Wang So, pangeran ke-4 kini dalam bahaya”, Pangeran Wang Mo menyesal telah menukar pakaian dengan Wang So, andai Pangeran ke-4 tidak selamat, adakah kelak ia akan menduduki singgasana dengan damai?
Ji Mong membuang pandang, hatinya terasa galau, ia menyayangi seluruh pangeran seolah anak kandung yang harus dibesarkan. Kini ada pihak yang menginginkan kedudukan Putra Mahkota, bahkan berniat membunuhnya. Adakah tahta harus selalu dekat dengan kematian? Atau seorang calon raja harus memiliki nyawa ganda? Sampai sejauh mana  kemampuan seorang Putra Mahkota melindungi diri dari kebencian serta iri dengki? “Pangeran  Wang So menentukan pilihan sendiri, ia tidak ragu, karena sadar akan kemampuannya. Kita akan tangkap pelakunya”, Ji Mong menjawab, ia tak mampu menolak kenyataan buruk, seorang tega membunuh demi tahta yang bukan menjadi haknya. Siapa di lingkungan istana yang tega melakukan tindakan sekeji ini?  
Dalam pada itu Pangeran Wang So dan Wang Wook bersama pengawal kerajaan melakukan pemeriksaan di bagian hutan yang diungkapkan oleh Hae Soo. Akan tetapi, tempat itu sunyi,  Wang So tidak menemukan satu pun jenazah bertopeng  seperti yang dikatakan oleh Hae Soo. Wang So menatap Hae Soo dengan sepasang mata dibakar api, gadis ini telah mengacaukan segalanya. “Dimana jenazah itu?”andai mungkin Wang So benar ingin menelan gadis itu, pikiran Pangeran ke-4 seakan buntu.
“Saya yakin tadi terjadi pembunuhan di tempat ini, mereka ditikam dari belakang,mereka dibunuh”, Hae Soo tak pernah ragu dengan penglihatannya sungguhpun ia ketakutan, di tempat ini ia menyaksikan pembantaian.
Wang So mecengkeram tangan Hae Soo, suaranya seakan ular yang mendesis ketika bertanya, ”Dibunuh siapa?”
Pangeran Wang Wook memeriksa keadaan di sekitar, ia  menemukan ada batang-batang bambu berlumuran darah.”Mereka dibunuh pimpinannya, mayat-mayat segera diamankan, segalanya sudah direncanakan dengan matang”, wajah Pangeran Wang Wook menjadi muram. Tampakya istana kini berada dalam keadaan “perang”, siapakah yang terlebih dahulu menghunus pedang?
“Dan engkau membunuh saksi terakhir!”Pangeran Wang So sungguh menyesal, mengapa ia gagal menangkap pelaku hidup-hidup untuk diminta keterangan. Bagaimana ini bisa mengungkap rencana pembunuhan ini tanpa saksi?  Pangeran ke-4 tiba-tiba mengerutkan dahi menahan sakit, luka di lengannya berdarah-darah, terasa pedih. Ia telah melalui malam yang mengerikan dengan goresan luka menganga.
“Aku tak ingin membuat Hae Soo terluka, ia hanya tersesat. Tak perlu menambah korban dari pihak yang tidak bersalah. Esok pagi saya akan memeriksa kembali tempat ini. Dan engkau terluka, rawatlah secepatnya,” Pangeran Wang Wook menyudahi tindakan untuk menyudahi pencarian ini, esok waktu masih panjang.
Wang So melangkah pergi dengan , tanpa sepatah kata, ia harus mengutuki kejadian malam ini. Malam ketika ia harus kehilangan seorang saksi. Sementara Pangeran Wang Wook mengajak Hae Soo kembali ke kediamannya.berada di tengah hutan pada malam buta sungguh keadaan yang berbahaya.  Akan tetapi, Hae Soo tak tampak melangkahkan kaki, gadis itu terisak kemudian mencurahkan segala rasa takut dengan menangis sekuat-kuatnya.”Pangeran Wang So sudah berulang kali mengancam hendak membunuhku, kali ini bahkan dengan pedang tepat di leher”, di sela tangisannya  Hae Soo berucap, mengapa ia harus selalu dekat dengan kematian, mengapa ia harus kembali bertemu dengan Pangeran Wang So dalam keadaan menakutkan seperti ini?
Pangeran Wang Wook merasa iba,ia tak mengira gadis lugu seperti Hae Soo harus menangis di tengah hutan pada malam gelap ketika bambu di sekitar tempat ini bahkan berlumuran darah.Pangeran itu mendekat, Hae Soo masih juga ketakutan, sungghupun Pangeran Wang So telah pergi berlalu, wajah  bertopeng itu seakan mengisyaratkan kematian. Adakah Pangeran ke-4 suatu saat benar akan membunuhnya? Tanpa sadar gadis itu mencengkeram pakaian Pangeran Wang Wook, ia mencoba mencari pegangan. Hae Soo tak pernah tahu, bahwa tak ada seorang pun gadis berani menyentuh pakaian seorang pangeran.
Semula Pangeran Wang Wook merasa iba, akan tetapi tangisan Hae Soo sungguh kekanak-kanakan, gadis itu tampak lucu dan menggelikan. Maka Pangeran Wang Wook melakukan tindakan yang tak pernah dilakukan kecuali pada Nyonya Hae, memeluk gadis ketakutan itu untk menimbulkan kembali keberanian, “Berhentilah menangis,saatnya kita pulang”, Pangeran Wang Wook menghibur  Hae Soo dalam dekapan, angan-angan pangeran itu tiba-tiba melayang jauh, ia merasakan suatu hal berbeda yang tidak pernah dirasakan bersama Nyonya Hae, sungguhpun wanita itu teramat mencintainya.
***
Di permandiannya yang indah dan semerbak Ratu Yoo tengah berendam sambil meneteskan pewangi ke dalam air, ia perlu menenangkan diri. Wajahnya yang cantik tampak semburat merah, karena amarah. Andai Wang So tidak melibatkan diri, menukar pakaian dengan Putra Mahkota, Pangeran Wang Mo telah berpulang tiada. Hal itu berarti Wang Yo akan menggantikan kedudukannya sebagai Putra Mahkota, kelak ia akan duduk di singgasana. Dan selamanya, ia adalah seorang ibu suri yang berkuasa.ia berhak akan dinasti Goryeo dengan banyak cara, termasuk membunuh Wang Mo pada malam rituil spitirual. Ratu Yoo menggertakkan rahang wajah cantiknya berubah menjadi citra roman yang menakutkan. Benarkah ia seorang ratu dengan kecantikan tak tetandingi di Goryeo?
Usai berendam dengan air hangat beraroma wangi seribu buga, para pelayan dengan hormat membantu Ratu Yoo berpakaian.Ada yang pasti datang setelah rituil membersihkana diri selesai. Benar, tak lama kemudian Pangeran Wang Yo datang, pangeran itu mentap ibunda ratu degan gamang.Recana meningkirkan Putra Mahkota gagal berserakan,  Wang So melibatkan diri dengan lihai, kini segalanya berada di luar rencana.”Seharusnya engkau sudah mendapatkan ucapan selamat, gelar Putra Mahkota mestinya turun kepadamu”,Ratu Yoo tak pernah mersa demikian geram dalam hidup, ia sungguh tidak menghendaki kehadiran Wang So, pangeran terbuang  yang mengacaukan impiannya. Mestinya Pageran ke-4 tetap berada di Shinju tidak perlu hadir ke Songak.
Wajah Pangeran Wang Mo tak kalah geram, ia memang telah mengambil tindakan cepat untuk membungkam setiap mulut sekaligus menghapus jejak, tetapi apa artinya?  Seluruh rencana hancur berkeping-keping, Wang So yng tiba-tiba datang, terlibat terlalu jauh, ia terlupa memperhitungkan kemampuang anjing srigala ini. “Saya sudah menyelesaikan semuanya, tak ada satupun perompak  hidup”, wajah pangeran itu teramat muram, ia harus melakukan sesuatu untuk mengamankan rencana penuh rahasia ini.
“Saat ini tak mungkin kaisar melepaskan tahta, sementara langkah kita hanya sampai di sini”, Ratu Yoo tahu ia harus berhati-hati atau perbuatannya yang ceroboh dapat memahayakan diri sendiri, meski ambisi akan tahta bagi Wang Yo tak pernah berubah..
Dengan santun Wang Yo menyuguhkan teh bagi ibunda, “Wang So terlibat terlalu jauh, anjing srigala itu bahkan rela menjadi sasaran kematian menggantikn Wang Mo, dan Ji Mong terlalu lihai untuk ditebak jalan pikirannya. Adakah keduanya terlibat hubungan rahasia?” Pangeran Wang Yo menghela napas panjang, ia telah mengorbaknkan banyak orang tak bersalah bagi suatu keinginan, keinginan yang selalu menjadi panas bara, karena ibunda ratu meniupnya dengan lidah api. Yo bahkan tidak seluruhnya menyadari, mengapa ia harus bertindak sekejam ini. adakah karena ia terlalu menyayangi ibunda ratu?
“Siapa yang mengajarkan So ilmu bela diri? Tak mungkin keluarga Kang. Awasi Wang So, apa yang direncakannya?”suara Ratu Yoo terdengar seakan ular mendesis, ia sungguh tak mengharapkan kehadiran So, ia merasa seram melihat wajah bertopeng itu.”Kalau Ji Mong ada di belakang Putra Mahkota, adakah Yang Mulia terlibat serta?”Ratu Yoo termangu, wajah cantik itu berubah segelap mendung.
Pangeran Wang Yo hanya terdiam, ia belum selihai ibunda dalam berpikir, ia bahkan belum mampu menyadari, ketika seorang ibu menyayangi atau memanfaatnya seorag anak atas nama kasih sayang.Pangeran itu masih tetap diam, sepasang mataya berkilat bagai ujung belati ketika Ratu Yoo kembali berucap, “Atau lakukan suatu tindakan, supaya Wang So berpihak kepada kita, dinasti Ryeo harus menjadi milikmu”, lembut telapak tangan Ratu Yoo membelai pipi Pangeran Wang Yo, ia belum mau menyerah mengejar tahta dengan banyak cara.
***
Sementara di kamarnya Pangeran Wang So menahan sakit, karena luka bekas tikaman dari pedang perompak.Putri Yeon Hwa yang jelita datang tak lama kemudian dengan perban di tangan. Secara suka rela ia membantu Pangeran Wang So, memersihkan luka, mengobati dengan ramuan herbal, kemudian membalutnya. ”Ini bukan pekerjaanmu”, Wang So membuka pembicaraan, ia tak pernah mengenal lebih dekat Yeon Hwa yang berkedudukan sebagai saudara tiri, kali ini diam-diam ia harus berterima kasih, karena kebaikan hati putri  ini.
”Berapa kamu kamu berencana tinggal di Shinju? Lebih baik engkau menetap si Songak seperti halnya pangeran yang lain”, suara Yeon Hwa lembut mendayu, ia telah belajar sejak usia dini tata cara hidup seorang putri raja. Putri Yeon Hwa selalu mengira ia dapat memiliki segalanya.
“Aku bukan seperti Wang Wook, lebih menyenangkan adalah berburu binatang di daerah pengunungan”, Wang So menjawab singkat, andai bisa mengaduh, luka di lengannya teramat pedih.
Yeon Hwa menatap Wang So dengan senyum menawan,ia tahu Wang So pandai menyembunyikan isi hati seperti halnya ia menyembunyikan goresan menakutkan pada bagian wajah di balik topeng. Yeon Hwa menyeka pula wajah Wang So dengan sapu tangan. Akan tetapi, gerakan tangan itu tiba-tiba mengambang, wajah  jelita itu tamak ketakutan  ketika hendak menyeka di bagian topeng.
Wang So merasakan pula ketakutan ini, diam-diam hatinya mengeluh,demikian menakutkankah topeng ini, sehingga Putri Yeon Hwa diam-diam gemetar.Pangeran Wang So segera berdiri ia tahu apa yang harus dilakukan,”Cukup sampai di sini”.
“Tinggallah istirahat di sini, aku akan memanggil dayang untuk melayanmu”, Yeon Hwa masih menunjukkan kebaikan hati,ia belum memahami duduk persoalan  yang sebenarnya, ia bahkan belum mengerti takdir hidup yang akan dijalani setelah kehadiran Wang So di istana Goryeo.
Wang So tersenyum, perhatian Yeon Hwa cukup sudah menghibur kekecewaan hati, seandainya ia mati menggantikan takdir Putra Mahkota, adakah akan ada seorang yang menangisi. Ia seorang pangeran, akan tetpi siapa yang peduli dirinya terluka? Kali ini Cuma Yeon Hwa, “Aku sering bertanya, pada saatnya nati, engkau akan menjadi perempuan seperti apa ?” Pangeran Wang So pun tidak pernah mampu melihat masa depan, bertahun setelah Putri Yeon Hwa membalut luka, susunan kata dalam percakapan akan jauh berbeda.
Yeon Hwa merasa tidak perlu menanggapi kata-kata Wang So, ia akan menjadi perempuan yang mampu meraih seluruh keinginan dengan beragam cara, kalaulah ia harus mengorbankan orang-orang yang mengasihinya. Ia tak akan pernah duduk jauh dari singgasana, ia adalah bagian terpentig dari Goryeo.dan ia bisa melakaukan apa saja.Wajah jelita  iru tersenyum demikian manis, kemudian pergi berlalu meninggalkan Wang So seorang diri.
Di tempat yang berbeda , di kediaman Pangeran Wang Wook, dengan cemas Chae Ryung mengobati luka di leher Hae Soo.Jauh di dalam hati pelayan itu bertanya-tanya, agassi kembali terlibat kekacauan hingga sejauh ini, hingga berdarah. Apa yang berlaku pada gadis ini? Sosok yang sungguh berbeda setelah kecelakaan terjadi.
Nyonya Hae tak kalah cemas,apapun yang terjadi pada diri Hae Soo, kasih sayang terhadap gadis ini tak pernah beruah. Wajah lembut itu kembali memucat, “Mengapa engkau bisa berada di dalam hutan dan lehermu terluka?”suara Nyonya Hae selembut wajahnya.
Ragu Haae Soo menjawab,”Saya.... saya ....”, sepasang matanya yang indah  menatap Pangeran Wang Wook. Ketika tampak  Wang Wook menggelengkan kepala, Hae Soo terpaksa berbohong. “Saya tersesat di  hutan ....” Hae Soo tak dapat membayangkan, bila Nyonya Hae yang lembut hati dan sakit sakitan mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi, pembunuhan sadis di tengah hutan terlebih rencana jahat di sebaliknya?
”Saya sangat beruntung, setelah tersesat hanya mendapatkan luka kecil, hal ini adalah sebuah keajaiban”, Hae Soo berpamit mengundurkan diri, kali  ini dengan santun. Ia ingin segera keluar dari suasana yang menggelisahkan, ia ingin kembali merenung, mengapa harus ada di tempat ini?
“Terima kasih telah menyelamatkan Hae Soolalu , maaf sekali telah memberikan beban,”Nyonya Hae selalu santun berucap, ia tidak mampu berpikir, mengapa Hae Soo bisa tersesat di tengah hutan dengan luka di bagian yang paling mematikan. Untung gadis itu kembali dengan selamat bersama Wang Wook.
“Hae Soo bukanlah beban, sebaliknya gadis itu bahkan menjadi hiburan”, Pageran Wang Wook menjawab, ia merasakan suasana berbeda ketika tiba-tiba Hae Soo kembali hadir dalam sosok asing, tidak sama dengan hari-hari biasa. Gadis itu memiliki keleluasan gerak, keberanian melebihi gadis keturunan bangsawan, lugu, dan memberikan kesan tersendiri.
“Mengapa Hae Soo tidak membebani, bahkan membuat senang?” Nyonya Hae megerutkan sepasang alisnya yang hitam bak semut-semut beriringan. Ia sungguh cemas apabila perubahan pada diri Hae Soo membebani satu-satunya orang yang dicintai.
“Seorang pangeran mesti berumah tangga, sebuah kenyataan yang tidak mudah, tetapi tidak bisa disisihkan. Setiap orang yang datang selalu dalam kesulitan, selalu memerlukan bantuan, seolah aku adalah pahlawan yang dapat menyelesaikan semuanya. Hae Soo bisa membela dirinya sendiri, melakukan segalanya meskipun berawal dengan sulit. Aku menunggu waktu untuk melihat Hae Soo kembali”, Pangeran Wang Wook berucap mengikuti kata hati, atau ia bahkan tidak mampu memahami apa sebenarnya yang telah berlaku pada dirinya saat ini?
“Terima kasih telah peduli pada Hae Soo”, Nyonya Hae menatap Pangeran Wook dalam-dalam, ia mengasihi suaminya sepenuh hati. Seorang yang lembut dan santun, meski Nyonya Hae ragu, adakah Wang Wook menjalani kehidupan bersama, karena tanggung jawab semata, bukan cinta? Akan tetai, Nyonya Hae tahu ia akan melakukan segala-galanya bagi perkawinan ini. Adalah sebuah keajaiban ketika secara syah ia hidup bersama sebagai istri Wang Wook, Pangeran ke-8 Kerajaan Goryeo.
Pada sisi yang lain, setiap  kejadian di istana ini berlangsung dengan cepat. Hae Soo tak pernah ingin berjumpa dengan Wang So, Pangeran ke-4. Akan tetapi wajah tampan yang terlihat seram di balik topeng itu tiba-tiba tampak saat Hae Soo dan Chae Ryung  hendak masuk ke kediaman. Hae Soo segera membuang muka, ia tak ingin kembali  mendapatkan masalah, tergesa gadis itu melangkah menghindrkan pertmuan dengan Wang So. Akan tetapi, pertemuan tetap tak terhindarkan.
“Hei, berhenti....” suara itu terdengar sama menyeramkan dengan sang pemilik wajah.
“Mengapa?”wajah Hae Soo seketika memucat, nada suaranya merendah.
Pangeran Wang So tidak  langsung berucap, sepasang matanya yang dalam menatap Chae Ryung. Pelayan itu tahu, ia tidak memiliki ijin di tempat ini, ia harus pergi. Sepeninggal Chae Ryung seluruh tubuh Hae Soo menggigil ketakutan. Adakah Wang So akan kembali mengancam membunuhnya? Semurah inikah nyawa manusia di Goryeo? “Saya sudah mengaku sudah  menjelaskan segalanya, ada seorang yang membantai pejahat bertopeng dari belakang. Kejadiannya sangat tiba-tiba”.
Wang So kehilangan kesabaran, Hae Soo tampak sungguh ketakutan, kata-katanya sulit dimengerti. Sementara ia sungguh memerlukan penjelasan, siapa sesungguhnya yang melakukan pembantaian terhadap seluruh penjahat bertopeng, sehingga satu pun jenazahnya tidak tersisa. Kecuali batang bambu yang berlumuran darah? Wang So memegang sepasang lembut pipi Hae Soo,”Berpikirlah keras, ingat kembali semua yang terjadi di hutan?”wajah tampan itu tampak sungguh seram bagi Hae Soo yang ketakutan, jarak itu semakin dekat, sepasang lutut Hae Soo menggigil.
Gadis itu bersyukur ketika  bayangan Pangeran Wang Wook berkelebat datang, mencengkeram tangan Wang So,”Cukup !” Wang So melepaskan tubuh Hae Soo dari cengkeraman Pangeran ke-4, Hae Soo tiba-tiba teringat,”Orang itu  mengenakan pakaian berbulu, saat itu semua orang mengenakan pakaian hitam, tetapi ada satu pria yang mengenakan pakaian berbulu. Orang itu menyuruh anak buahnya  membunuh perompak bertopeng”, Hae Soo masih tergagap, ia ingin segera menjauh dari Pangeran ke-4, wajah bertopeng itu mendatangkan rasa takut.
Pangeran Wang Wook dan Wang So saling bertatapan, mereka tahu Hae Soo tidak berbohong, wajah gadis manis itu demikian lugu dan polos.Keduanya teringat, malam itu satu-satunya orang yag mengenakan pakaian berbulu pada ritual spiritual bulan ke-12 Tahun Lunar adalah Pangeran ke-3, Wang Yo.
Wang So kembali bertanya, sikapnya tidak bersahabat, “Apakah engkau mengenali wajahnya?”
“Tidak”, jawab Hae Soo singkat, ia sungguh tidak nyaman berada di dekat Wang So, secepatnya ia ingin berlari.
”Siapa lagi yang tahu tentang ini?”, Wang So masih juga bertanya.
”Mengapa engkau selalu mengganguku?” Hae Soo balik bertanya, mengapa ia menjadi orang yang dipersalahkan? Rasa takut tiba-tiba mereda, ia akan menjadi seorang pengecut bila harus merasa takut dengan seorang Pangeran bertopeng. Sepasang matanya yang indah tiba-tiba memiliki keberanian untuk menatap Wang So. Satu hal yang tidak mampu dilakukan seorang gadis.
“Lupakan segala hal yang engkau lihat di hutan, jangan pernah bercerita kepada siapa-siapa”, Wang So berucap, kali ini nada suaranya datar.
“Benar, Hae Soo akan tetap aman jika tak ada seorang saksi yang melihatnya di hutan”, Wang Wook menegaskan.
Hae Soo merasa tak perlu berlama-lama berada di antara dua orang pangeran, “Saya kira sampai di sini”, kali ini Hae Soo berucap dengan nada yang sinis sambil melirik ke arah Pangeran Wang So.
Pangeran ke-4 mengerti akan arti nada bicara itu, iapun menjawab dengan nada tak kalah sinis, “Jangan pernah lagi muncul di hadapanku”.
Di telinga Hae Soo kata-kata terdengar terlalu angkuh dan menyakitkan, tanpa sadar gadis itu membalikkan badan, wajahnya yang manis bersemu merah, “Apa sebenarnya kesalahanku? Engkau akan memerintah orang untuk membunuhku? Engkau mengira aku akan diam selamanya? Setiap orang memiliki hak asazi ntuk bertahan hidup, engkau mengira aku akan membiarkan orang membunuh tanpa melawan?”
Pangeran Wang Wook kembali tertegun, ia melihat sikap tak biasa pada diri seorang gadis ketika berhadapan dengan seorang pangeran bertopeng yang terkenal menyeramkan. Hae Soo menunjukkan keberanian, meskin Pangeran Wang So hanya menanggapi dengan sinis kemudian berlalu tanpa sepatah kata. Tak pernah dalam hidup ada seorang gadis menentangnya. Setiap orang merasa seram melihat penampilannya, akan tetapi gadis ini sangat berani, seolah ia tidak sedang berhadapan dengan Pangeran Goryeo.
Pangeran Wang Wook berusaha menenangkan Hae Soo, akan tetapi tampaknya Hae Soo belum selesai berkata-kata,”Keinginan untuk hidup bukanlah kejahatan, setiap manusia berhak akan kehidupan”,wajah Hae Soo masih bersemu dadu, ia benar merasa geram, karena Pangeran Wang So bersikap tak perlu memperhitungkan kata-katanya. Benarkah Pangeran Bertopeng  itu menginginkan kematiannya? Bayangan Pangeran Wang So berkelebat pergi dalam bayangan hitam. Gadis itu membating kakiknya sambil mengepalkan tangan. “Sungguh terlalu ....”
Dengan bijak Wang Wook membimbing Hae Soo  hingga ke kamar, sikapnya tetap tenang ketika  menyalakan lilin, cahaya temaram pun membias indah. Hae Soo tak menyadari, di bawah cahaya lilin wajahnya berubah seakan lukisan seniman ternama. Ia menyesal menyebabkan Pangeran Wang Wook terpaksa membunuh seorang perompak demi keselamatannya. “Adakah Pangeran akan bermimpi buruk, karena membunuh seorang penjahat?”suara gadis itu lirih.
“Aku tak akan pernah bermimpi buruk, karena membunuh seorang penjahat demi keselamatanmu”, jawab Pangeran Wook singkat.
“Apakah seorang pangeran sering terlibat peristiwa seperti ini...?”Hae Soo tidak meneruskan kata-katanya, ia berucap terlalu jauh di depan seorang pangeran.
“Saat itu umurku sebelas tahun,  kami hanya bertiga dengan Yeon Hwa dan ibunda ratu, seorang pencuri menyusup ke dalam rumah.Tak ada pilihan, aku menggunakan belati serupa untuk membunuhnya. Suatu pilihan yang sulit, andai dihadapkan pada dua hal, membunuh atau dibunuh, maka aku lebih memilih membunuh untuk melindungi orang yang kukasihi. Aku tak pernah bermimpi buruk, karena melindungi Yeon Hwa dan Ratu Hwangbo”,  suara itu demikian datar tanpa tekanan dan penyesalan.
Hae Soo menatap wajah tampan pangeran Wook tanpa berkedip, jauh dalam hati ia bersyukur telah mengenal Pangeran ini, ”Pangeran masih mengingatnya?”ragu Hae Soo bertanya.
“Aku terlahir dengan segala macam beban termasuk tanggung jawab melindungi keluarga dengan membunuh penjahat”, Pangeran Wang Wook memahami kekhawatiran Hae Soo, gadis ini terlalu rapuh untuk menyaksikan darah yang berlepotan.
“Baiklah, saya berjanji tak akan membuat kekacauan lagi, supaya tak merepotkan keluarga,“Hae Soo merasa demikian lelah, ia tahu, ia harus beristirahat melupakan semuanya. Esok hari ia akan terbangun pada masa kepemimpinan Raja Taeko di tahun 942 masehi.
***
Esok hari Putra Mahkota dan Pangeran Wang So menghadap Sang Raja yang tengah bertahta di singgasana. Wajah tua itu tetap dalam wibawa meski tak dapat menyembunyikan galau. Musuh demikian dekat tak terpisah jarak, juga demikian berani, karena berniat membunuh Putra Mahkota di depan mata.”Dimana  sarang penjahat yang membuat kekacauan?” Sang Raja bertanya.
“Para pangeran telah mengejar seluruh penjahat, akan tetapi tak ada satu pun yang hidup. Pelaku sengaja menghilangkan jejak”, Ji Mong menjawab, kepalanya tak kalah berat dengan beban  yang ditanggung Wang Geon. Ia harus mampu mengungkap pelaku pembunuhan atau ia tak akan pantas lagi berdiri di samping seorang raja.
“Para pejahat adalah pemain akrobatik dari wilayah Songak”, Putra Mahkota menjawab.
“Apakah luka Pangeran Wang So sudah diobati?”Raja Taejo mengalihkan pertanyaan, sebenarnya ia merasa cemas akan keadaan Pangeran ke-4.
“Luka ini hanya luka kecil”, Wang So menjawab sopan.
“Mengapa engkau rela menggantikan posisi Putera Mahkota dengan akibat yang sangat buruk?”Raja Taejo kembali bertanya, andai tadi malam Wang So tidak merelakan diri bertukar pakaian dengan Wang Mo, adakah Putra Mahkota masih selamat?
“Putra Mahkota pernah menyelamatkan hidup saya 15 tahun yang lalu, saatnya saya membalas budi.Bila Yang Mulia berkenan, ijinkan saya tinggal di wilayah Songak untuk mencari tahu siapa dalang di balik semua ini?”Pangeran Wang So membungkuk dengan takjim, ia sungguh tak mampu kembali ke Shinju, tempat itu terlalu mengerikan. Ia akan mencari banyak cara untuk kembali ke Songak, ke tempat seorang pangeran yang sebenarnya.
Sesaat Raja taejo terdiam, ia memegang kekuasan mutlak dalam mengambil setiap keputusan, ia bahkan berhak memutuskan hidup matinya seseorang. Akhirnya Sang Raja mengangguk, “Baiklah, engkau mendapatkan ijinku. Ji Mong, sampaikan kepada seluruh pejabat di Shinju, bahwa Pangeran Wang So mendapat tugas atas titah Kaisar”, suara Raja Taejo mantab.Saat itu juga Ji Mong tersenyum ke arah Pangeran Wang So, keinginan Pangeran ke-4 sudah tercapai, meninggalkan Shinju, menetap kembali di Songak.
Di saat yang sama pangeran yang lain tengah berkumpul bersama, menyantap manisan dan teh. Sesaat mereka melupakan ketegangan setelah peristiwa mengerikan pada malam puncak perayaan rituil spirituil. Pangeran Wang Won benar ingin tahu, dari mana Wang So mendapat ilmu seni bela diri? Wang Won kagum dengan gaya bela diri dari Wang So saat melawan penjahat.
“Kemampuan itu didapat saat dia memburu binantang”, jawab Wang Yo
“Saya kira kepandaian itu bersifat alamiah, karena tekanan keadaan di sekitarnya, ada seseorang di belakangnya”, Pangeran Wang Jung yakin Wang So memiliki seorang guru yang sakti.
“Menurutku mustahil bila keluarga Kang dari Shinju yang mengadopsi Wang So sering mengajarkan bela diri pada seorang sandera. Kalau ada kabar penting tentang So, tolong sampaikan,”diam-diam Wang Yo mengakui kemampuan Wang So dalam seni bela diri, Pangeran ke-4 datang bagi saat yang “tepat”bagi keselmatan Putra Mahkota.
“Bukankah engkau mengenal lebih banyak orang, pasti lebih mudah bagimu mendapatkan berita?”Jawab Wang Jung.
“Kalau orang yang datang ke rumahku hanyalah musisi dan wanita,”Baek Ah ikut pula menjawab.
Sementara Wang Wook pun balik bertanya kepada Wang Yo,”Adakah kamu tidak berhasil menangkap pembunuh tadi malam?”
“Saya mengejar sekelompok penjahat, namun salah arah, dan kehilangan jejak”, jawab Pangeran Wang Yo, tatapan setajam belati pangeran itu tampak menggelisahkan hati.
“Bukankah kita menulusuri hutan yang sama?”Pangeran Wook kembali bertanya, ia tak sepenuhnya mempercayai jawaban Wang Yo.
“Menyesal sekali, aku tak menemukan satu pun”, Pangeran Wang Yo membuang pandang, adakah ia jujur dengan kata-kata itu?
Tak lama kemudian Yang Mulia Raja datang bersama pengawal menyapa seluruh pangeran dan segera dijawab dengan penghormatan yang dalam. “Pergilah ke tabib untuk pengobatan kalau yang terluka tadi malam”. Raja Taejo menatap satu demi satu pangeran, ia membagi kasih sayang secara merata, akan tetapi apa yang sesungguhnya terjadi di antara mereka, sehingga Putra Mahkota hendak dibunuh? Hingga akhirnya Raja Taejo melihat wajah Paangeran ke-10 dengan luka memar.
“Mengapa dengan wajahmu Wang Eun?” Raja Taejo  megerutkan dahi, mengapa Pageran ke-10 mengalami luka memar?
“Saya .... saya berkelahi”, Pangeran Eun tergagap,ia tahu akibatnya bila Sang Raja tahu, Hae Soo berani melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang pangeran. Raja akan sangat marah kemudian menjatuhkan hukuman. Sanggupkah Wang Eun menyaksikan Hae Soo dihukum berat, karena masalah kecil yang menggelikan ini?
“Siapa yang melakukannya? Sampaikan!”suara Raja Taejo meninggi, tak seorang pun boleh mencedarai pangeran kecuali dengan akibat menanggung hukuan mati.
“Ampun Yang Mulia, semua persoalan sudah teratasi, tidak ada apa-apa dengan luka memar ini”, Wang Eun menjatuhkan diri berlutut di hadapan Yang Mulia Raja, ia sungguh merasa sayang andai Hae Soo, gadi manis itu mendapatkan hukuman.
*** Di tempat yang berbeda Hae Soo menjadi sangat  gelisah ketika mendengar, bahwa  Raja Taejo merasa cemas ketika melihat memar pada wajah Pangeran ke-10, Wang Eun, karena berkelahi dengan seorang gadis. “Adakah raja akan memotong lengan dan kakiku sebagai hukuman, karena berkelahi dengan Pangeran Wang Eun?” Hae Soo meminta pendapat kepada  Chae Ryung.
“Entahlah, Pangeran ke-8 pasti akan memberikan pembelaan?”Chae Ryung merasa tak mampu memberikan jawaban, ia dapat pula merasakan ketakutan Hae Soo. Akan tetapi, ia hanya seorang pelayan. Nasib Hae Soo masih jauh lebih baik.
Tiba-tiba Pangeran  Wang Eun datang, masih dengan wajah kekanak-kanakan, Hae Soo segera membuang pandang, seolah di tempatnya duduk dengan Chae Ryung tak ada seorang pangeran pun yang hadir.”Engkau menungguku?”Pangeran itu bertanya.
“Adakah Pangeran sudah tahu hukuman Raja bagiku?”ragu Hae Soo bertanya.
“Raja sangat  marah saat melihat memar di wajahku, baginda menyuruhku untuk menghabisimu?”wajah itu bahkan jauh dari menyeramkan, Pangeran Eun adalah seraut wajah polos yang menggelikan.
”Pangeran terlebih dahulu melakukan kesalahan. Adakah Pangeran menyampaikan pula kepada raja, apa kesalahan itu?” sekilas Hae Soo menatap wajah kekanak kanakan Pangeran Eun.
“Aku telah memohon kepada raja untuk mengampunimu”, Eun berlaku seolah ia tengah berlutut di depan seorang raja bagi sebuah pengampunan. “Kata-kata  permohonan itu kiranya layak dalam  sejarah kerajaan”, sekilas Wang Eun menatap wajah manis Hae Soo, sulit untuk tidak terpesona ketika berhadapan dengan si gadis “pemberani”, kemudian ia menatap Chae Ryung, “O ya, lebih baik engkau pergi, sekarang aku hanya berurusan dengan Hae Soo”.
Kata-kata itu  menyebabkan Chae Ryung segera memberi hormat kemudian mengundurkan diri. Ia tahu, tidak berhak berada di antara pangeran dan seorang gadis yang harus selalu dilayani. Wang Eun bersikap seakan hendak menyampaikan sesuatu, akan tetapi wajah kanak-kanak itu tampak kikuk. Pangeran muda salah tingkah di depan Hae Soo. Sekilas Hae Soo menatap wajah Pangeran ke-10, gadis itu merasa heran. Setelah perkelahian itu Pangeran Wang Eun, hadir dengan sikap berbeda, bahkan memohon ampun kepada Raja, karena kesalahannya.
Hae Soo tidak bodoh, ia menangkap bahasa tubuh seorang yang tengah jatuh hati. ‘Pangeran Wang Eun jatuh hati kepadanya?’Gadis itu menatap Wang Eun dalam-dalam, semudah itukah ia jatuh cinta?
“Engkau adalah gadis pertama yang berani memperlakukan aku seperti itu, seorang pangeran Goryeo”, akhirnya terucap kata-kata Pangeran ke-10. “Perkelahian itu adalah yang pertama sejak aku dibesarkan, semua orang termasuk ibu dan kakek takut kepadaku, mereka selalu membiarkanku memukul mereka.Seru!”Eun ternyata mengalami hal berbeda ketika berhadapan dengan Hae Soo, gadis ini mendatangkan kegembiraan, bukan seperti dayang-dayang yang selalu tunduk, memberikan hormat tanpa kecuali.
“Kalau benar demikian, Pangeran bisa sering-sering datang kemari, saya  bersedia melawan dalam setiap perkelahian tanpa henti”, Hae Soo menantang, agaknya ia telah menemukan kawan baru.
“Jadi engkau ingin saya sering-sering datang kemari?”Eun tak dapat menutupi rasa gembira.
“Terima kasih, karena telah memohon ampun kepada baginda raja”, Hae Soo menjawab singat”, sekejab ia menatap wajah jenaka Pangeran Eun, pangeran ini ternyata lebih ramah dari yang ia kira.
“Maka, hari ini adalah hari pertama kita,”Pangeran Eun tak pernah merasa bahagia seperti ini. Akhirnya ia mengenal seorang gadis manis, “pemberani”, tak seperti dayang istana atau gadis bangsawan yang penuh basa basi dan tipu muslihat. Eun seakan ingin bersama untuk selama-lamanya bersama gadis  ini.
***
Dalam pada itu, di sudut kota yang lain, masih di lingkungan kerajaan,  Pangeran ke-13, Baek Ah tengah menggambar pemandangan kota dari sebuah kedai.Baek Ah selalu menekuni kegemarannya ini, ia memiliki sapuan kuas yang indah, selayaknya pelukis ternama. Di tangan seorang ahli, pemandangan salah satu sudut kota Songak menjadi istimewa dan mengesankan. Pangeran Baek Ah demikian tekun, hingga ia dikejutkan suara teriakan warga yang berlari  melihat sebuah pertarungan. Baek Ah pun tertarik, ia bergegas pergi  melihat pertarungan tersebut.
Pangeran ke-13 berdiri di antara kerumunan warga masyarakat dan mulai menggambar, kali ini bukan lagi salah satu sudut kota, akan tetapi ua orang pria ramai berkelahi. Seorang petarung muda mengaum dan kemudian menendang lawannya, berhasil menumbangkannya. Si petarung itu adalah Pangeran Jung, ia menikmati kegemaran berbeda dengan Bae Ah, menyamar. Pangeran Jung  begitu bangga atas kemenangannya. Dia menantang siapapun yang ingin kembali melawan, hingga akhirnya  Baek Ah dan Jung, keduanya saling bertatapan.
Pangeran Jung mestinya tidak meninggalkan istana, menyamar jadi rakyat biasa, terlebih berkelahi di jalan, ia memohon pada Baek Ah menutup mulut sekali ini. Pangeran Jung berusaha merebut buku sketsa Baek Ah yang berisi gambar perkelahiannya, kemudian membuat sebuah penawaran. Akan tetapi, permintaan  Jung semakin berlebihan, Baek Ah menolaknya. “Bila engkau tidak memberikan lukisan ini, saya akan melapor kepada Yang Mulia Raja, engkau mengenakan pakaian biasa, meninggalkan istana bersenang-senang”,Pangeran Jung mengancam.
Baek Ah merasa geram dengan ancaman itu, ia menjewer telinga Pangeran Jung,”Dengar, Raja memerintahkanku keluar istana, melukis apa yang terjadi, termasuk perkelahian itu.
Jung lantas berpura-pura kesakitan, Baek Ah tertipu, ia mengira Pangeran Jung benar kesakitan. Saat terlena, dengan gesit Jung merampas sketsa yang dibuat oleh Baek Ah, membawanya berlari meinggalkan tempat itu, sehingga Baek Ah hanya mampu berdiri terpana.  Baek Ah tidak mengerti enar, bagaiman persaannya saat itu, adakah ia geli atau marah.
Baek Ah memutar langkah, ia tidak lagi menemkuni kegemaranya melukis, ia perlu berbalik ke masa lampau, mengunjungi Nyonya Hae. Kini keduanya duduk pada salah satu sudut istana, mengingat kenangan lama, sebelum perkawinan antara Nyonya Hae dan Pangeran Wook terjadi.”Adakah Noonim masih  juga mengatupkan pintu hati?” Baek Ah membuka pembicaraan, ia memandangi wajah lembut Nyonya Hae dengan  hati bergetar, ia merindukan wanita ini seumur hidupnya, bahkan setelah Nyonya Hae menjadi pengantin kerajaan bagi Pangeran Wook.
“Mengapa engkau memanggilnya dengan Noonim?” Nyonya Hae menegur, ia tahu meski telah hidup sebagai sepasang suami istri, Pangeran Wook tak mencintainya, ia memang selalu bersikap baik dan bijak. Akan tetapi, Wook hanya sekedar melakukan kewajiban sebagai seorang suami, bukan karena cinta. Suatu hal yang diam-diam menyakiti hati.
“Aku memang selalu memanggilnya Noonim sebelum engkau menjadi iparku”, Baek Ah menjawab, andai Nyonya Hae mendapatkan cinta Wook sepenuhnya, Baek Ah akan segera melupakan segala kenangan. Akan tetapi, Wook masih menutup pintu hati rapat-rapat, sementara Nyonya Hae tampak semakain lemah, sakit-sakitan. Baek Ah merasa hatinya teriris.
Dari kejauhan tibat-tiba Baek Ah melihat Hae Soo di halaman, sedang berlatih mengucapkan sepatah kata. Baek Ah dan Nyonya Hae saling bertatapan, keduanya  tertawa melihat tingkah Hae Soo yang lucu, “Hae Soo sangat berbeda dari yang dulu saya kenal”, Pangeran itu merasakan perbedaan mendasar sikap Hae Soo sehari-hari, dulu ia tidak seperti  ini.
“Aku lebih senang melihat Soo yang sekarang, ia lebih hangat dari pada  sebelum ia terjatuh. Ia mirip sepertimu”, Nyonya Hae tersenyum lembut sambil melirik wajah Baek Ah, berbeda dengan seluruh Pangeran, Baek Ah tampan dan baik hati. Akan tetapi, betatapun tampan dan baik hati, Nonya Hae tetap mencintai Pangeran Wook, bahkan sebelum perkawinan itu terjadi. Wook adalah yang terbaik dari semua pangeran menurut Nyonya Hae Soo.
“Mengapa aku mirip dengan Soo?” Pangeran itu mengerutkan sepasang alisnya yang  hitam legam, sekilas ia melirik kembli Hae Soo di kejauhan, gadis itu amat polos, tak berperi laku seperti halnya putri bangsawan.
“Sekarang Soo seakan tanpa tekanan, ia meikmati hari-hari yang menyenangkan tanpa beban, ia benci kalah dan mudah merasa kesal”,Nyoya Hae tak dapat menyangkal, bahwa duduk bersama Baek Ah selalu merasa nyaman, Baek Ah pandai menjaga perasaan orang lain.”O ya, kakakmu yang sesungguhnya adalah Soo, bukan saya”, wajah cantik Nyonya Hae terlalu putih untuk ukuran seorang yang sehat, atau sebenarnya pucat, ia menahan sakit.
“Adakah engku tahu, bagaimana sesungguhnya perasaanku?”Pangeran Baek Ah menatap Nyonya Hae dekat-dekat, tak sedetik pun ia melupakan wajah itu dari ingatan, andai Yang Mulia Raja memberikan ijin perkawinannya dengan wanita ini, dan bukan Wook. Baek Ah harus tahu apa arti kehilangan, jarak itu sedemikian dekat, tetapi ia tak pernah mampu menjangkau.
Di pihak lain Nyonya Hae tetap tak bergeming, ia seolah tak pernah mendengar kata-kata Baek Ah, atau ia telah menutup setiap celah, bahkan yang paling kecil sekalipun.Suasana tibat-tiba menjadi hening, angin pun mati.
                                 ***
Sementara di ruangan terpisah, Pangeran So dan Putra Mahkota Moo memulai melakukan penyelidikan dengan memeriksa beberapa mayat korban pembunuhan. Keduanya  menemukan sesuatu yang mencurigakan pada salah satu mayat. Pemeriksaan dilanjutkan pada mayat-mayat yang lain untuk kepastian lebih  lanjut.Semua jenazah meiliki persamaan,lidahnya terpotong.
 Kedua pangeran itu saling bertatapan, seolah mencari jawaban bagi kejanggalan  itu.Siapa dalang di balik rencana ini? Apa yang dijanjikan bila rencana itu terbukti, sehingga pelaku rela kehilangan lidah? Putra Mahkota Moo termenung, sekelompok pembunuh terlatih bahkan berani mempertaruhkan kehidupan bagi kematiannya. Ia pasti tengah berhadapan dengan kekuatan yang sangat besar, sehingga bisa melakukan apa saja.
Sementara perhatian So tertuju pada sebuah lukisan di dinding, Putra Mahkota Moo sekilas melirik Pangeran ke-4, kemudian berucap, “Adalah Neraka Daegyuhwan, mereka memotong lidah orang yang melakukan pembunuhan atau perzinahan”.
Kata-kata itu singkat, akan tetapi ahli bintang  Ji Mong segera teringat akan suatu hal, “Jika mayat-mayat tersebut memang sudah tidak punya lidah, kemungkinan besar mereka adalah biksu yang dijatuhi hukuman kemudian
dikeluarkan dari golongan orang suci. Dalang pembunuhan memanfaatkan orang yang tak berlidah sebagai pembunuh”, Ji Mong termangu, pandangannya menerawang jauh, betapa teramat dekat jarak antara tahta dengan kematian, maut yang direncanakan orang-orang terdekat.
Pangeran ke-4 menatap Ji Mong kemudian membuang pandang, ia mulai menduga, Pangeran Yo di balik seluruh rencana ini. Wang So menyimak baik-baik ketika Putra Mahkota Moo berkata, “Dalang di balik semua ini adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan, seseorang yang bisa bertemu dengan biksu tak berlidah tanpa seorang pun tahu. Ji Mong, segera dapatkan bukti siapa di lingkungan istana yang paling sering keluar masuk kota dalam beberapa bulan terakhir ini”.
Pangeran ke-4 tak bergabung dengan Putra Mahkota dan Ji Mong lebih lama di ruangan ini. Ia tahu kemana harus menuju, langkah kaki membawanya menemui Wang Yo, saudara satu ibu. Tanpa ragu Wang So mendorong tubuh Paangeran Yo ke dinding, suaranya mendesis, “Engkau di balik semua rencana pembunuhan Putra Mahkota Moo”So menatap Yo sedemikian dekat seakan hendak menelan seluruh isi hati pangern itu.
“Adakah engkau memiliki bukti?” Yo membela diri.
“Engkau memanfaatkan biksu durhaka sebagai pembunuh, rencana itu gagal, maka engkau telah membantai mereka semua untuk menghilangkan jejak”, keduanya masih bertatapan dalam jarak yang teramat dekat, bukan suatu hal mustahil bila Ratu Yoo menginginkan Pangeran Yo sebagai raja kemudian menyingkirkan putra mahkota.
“Omong kosong ....”Yo membuang padang, meyangkal tuduhan ini.
“Apakah Ibu adalah dalang di balik semua ini?”So kembali bertanya, ia sangat memerlukan jawaban sebelum bertindak. Ketika ia melihat betapa wajah Pangeran Yo tampak pucat, mulutnya terkunci. Pangeran ke-4 tahu, ia telah mendapatkan jawaban, Wang So menghempaskan tubuh Pangeran Yo dengan beragam perasaan berkecamuk seakan perang batin maha dasyat. Adakah ia harus menyadari, demikian kejamkah ibu yang telah melahirkan? Ibu yang selalu dirindukan untuk sekedar mengemis cinta kasih dan pengakuan. Wajah bertopeng itu kini menjadi sedemikian kelam. Dapatkah ia menangkap dalang pembunuhan Putra Mahkota dengan melucuti topeng seoranf ratu yang dirindukan?
Di kejauhan Ratu Yoo tampak tengah bercakap-cakap dalam suasana hangat dengan Pangeran Jung, putra termanisnya yang selalu dikasihi. Sang Ratu tak pernah menyadari, diam-diam Wang So menatapnya dengan beragam perasaan sulit dilukiskan.’Mengapa bukan ia yang mesti bercakap-cakap dengan seorang ibu yng dirindukan? Ia sangat memerlukan pengakuan seorang ibu sebagai pangeran yang layak dicintai’. Pangeran Wang So merasa jantungnya berdetak lebih cepat seakan curahan air terjun.
                                    ***
Di kediaman Pangeran Wang Wook, Hae Soo mendapati Nyonya Hae tengah mempersiapkan pakaian pantas pakai yang akan disumbangkan. Pangeran Wook harus melakukan tugas sebagai seorang pangeran,  menyumbangkan makanan dan barang-barang bagi warga masyarakat yang dilanda cuaca dingin. “Mengapa Nyonya Hae tidak menyertai  Pangeran Wook, sehingga kita berdua dapat pula berjalan-jalan? Saya akan merias Nyonya”, suara Hae Soo terdengar merdu di telinga Nyonya Hae.
Benar, mengapa ia tak melibatkan diri secara langsung dalam kegiatan sosial ini, ia akan merasa hidupnya lebih berarti. Ketik Nyonya Hae tersenyum dan mengangguk, Hae Soo bergirang hati. Dengan cekatan tangan gadis itu mulai merias wajah lembut Nyonya Hae,ia tidak dapat menguasai diri untuk tidak bercerita, “Saya bermimpi menjual perlengkapan tata rias, saya merias banyak orang, pelanggan dan teman-teman. Saya merasa menjadi orang penting,ketika bisa merias orang lain dan mereka tampil lebih menarik.  Saya juga merias  cantik seorang teman,akan tetapi kekasih yang menjemput teman itu adalah orang yang saya cintai.Ternyata saya dikhianati, mereka berdua bahkan merampas tabungan dan rumah tinggal saya”,  sesungguhnya Hae Soo tidak bercerita tentang mimpi, ia bercerita tentang suatu kisah di masa depan yang tak akan mampu dipecayai Nyonya Hae. “Saya terlalu bodoh, sehingga tidak mampu mengatakan apa yang seharusnya  saya katakan.”
“Lupakan mimpi itu, hanya serupa bunga bagi seorang yang tertidur, kita hidup di dunia nyata”,  suara Nyonya Hae lembut, ia telah terbiasa dengan sikap Hae Soo menjadi aneh, karena gadis ini membuat hidupnya terasa hangat.  
“Benar, mungkin semua itu adalah mimpi buruk”, Hae Soo menyudahi gerakannya, ia telah selesai merias wajah lembut Nyonya Hae, wanita agung yang sakit sakitan. Ketika Hae Soo menempatkan cermin tepat di depan Nyonya Hae, wanita itu berdecak kagum terhadap perubahan wajahnya, “Wah, aku tampak sehat”, wajah pucat itu kini tersenyum, ia hendakmelakukan sesuatu untuk menyenangkan hati Pangeran Wook.
Kini keduanya, Hae Soo dan Nyonya Hae bergabung dengan Pangeran Wook memberikan makanan dan pakaian terhadap penduduk desa. Soo memberikan pula makanan kecil kepada anak-anak. Tiba-tiba gadis itu mengejar seorang anak laki-laki yang menyambar makanan kecil temannya, “Adik tidak boleh bersikap seperti itu”.
Sekilas Pangeran Wook menatap gerak gerik Hae Soo, ada sesuatu yang membuatnya lebih bersemangat hari ini? Ia merasa tidak sedang melakukan kegiatan sosial yang melelahkan, ia merasa berada dalam suasana berbeda dengan hari-hari biasanya. Apakah itu? Entahlah .... Kali ini Pangeran Wang Wook yang terkenal bijak bahkan tidak mampu menterjemahkan suasana hati. Pandangan Pangeran itu bahkan tak pernah lepas dari sikap Hae Soo yang tamak manis, gadis itu telah mulai menyesuaikan diri. Tanpa sadar Pangeran Wook tersenyum, wajahnya yang bijak terlihat sangat tampan.
Hae Soo melihat senyum itu, ia merasa sangat gembira, tanpa merasa bersalah melambaikan tangan.Sementara Pangeran Wook melakukan hal yang sama, melambaikan tangan, sebelum akhirnya tersadar, bahwa seorang pangeran tak dibenarkan bersikap seperti ini.Pangeran itu  menatap tangannya, salah tingkah dan menjadi kikuk. Tugasnya sebagai pangeran hari ini ternyata lebih menyenangkan dengan kehadiran Nyonya Hae dan sepupunya.
Usai membagikan bahan pangan dan pakaian, Pangeran Wook bergabung dengan Hae Soo megunjungi toko herbal. Ia memerlukan obat bagi Nyonya Hae dan salep bagi Hae Soo. Pangeran itu tampak keheranan, melihat Hae Soo mampu mengenali jenis-jenis herbal.”Saya pernah membuat sabun, jenis herbal ini  adalah bahan yang digunakan untuk  perawatan kulit, kulit akan lembut dan halus.Bisakah saya membuatnya untuk Nyonya Hae?’Hae Soo bertanya, ia harus melakukan sesuatu di tempat ini.
Setelah obat yang diperlukan diterima Pangeran Wook dan Hae Soo kembali ke kediaman, “Seorang wanita seharusnya tidak memiliki bekas luka di tubuhnya”,Pangeran Wook memberikan obat itu, akan tetapi Soo kesulitan mengolesi lukanya, Pangeran Wook membantunya. Keduanya kini berdiri dalam jarak yang terlalu dekat, saling bertatatapan dan tampak canggung. Ketika tangan Pangeran Wook dengan lembut mengoleskan salep pada luka di leher Hae Soo, gadis itu tersipu. ‘Benarkah ia telah berlaku sebagai sepupu ke-6 Nyonya Hae?
Adapun Nyonya Hae tampak sedemikian lelah, ia tertidur saat mereka tiba di kediaman, Pangeran Wook menggendongnya, membaringkan dengan hati-hati ke tempat tidur. Hae Soo membantu merapikan tempat tidur, Nyonya Hae perlu tidur dengan nyaman.Tanpa sengaja jari kelingking keduanya saling bersentuhan di atas selimut, keduanya kembali tampak canggung,  Soo terlebih dahulu  menarik jemari kemudian bergegas pergi meninggalkan kamar.Pangeran Wook menjalankan peranan sebagai suami yang bijak, menemani Nyonya Hae tidur, ia menatap ke arah pintu setelah Soo beranjak pergi, ada yang bergetar di selasar hati.
Hae Soo tak mampu menyangkal, detak jantungnya berpacu, karena sentuhan itu.Ia berusaha membuang jauh-jauh bayangan wajah Pangeran Wook, sikapnya yang lembut dan bijak. Akan tetapi, semakin ia berusaha membuang, semakin bayangan itu mengejar. Soo bahkan tidak mengerti apa yang sesungguhnya telh terjadid pada dirinya? Langkah kakinya tanpa sadar membawanya pergi ke kuil, ia perlu  berdoa di depan batu Nyonya Hae. Perlahan mulutnya berbisik“Sejujurnya hatiku bimbang, sugguhpun selalu berusaha merasa yakin, karena kini keyakinanku tergoyah....”
                                                                                                                                ***
Keesokan harinya, Pangeran Wang Soo berbegas menemukan tempat persembunyian para pembunuh, ia berpacu dengan waktu mencapai kuil ini terlebih dahulu. Adalah bangunan tua di atas gunung yang tidak terawat dengan baik dan telah lama ditinggalkan para penghuni. Akan tetapi, Soo tetap waspada, di balik bangunan ‘kosong’ ada sepasang mata atau berpasang-pasang mata  yang mengintai.
Tiba-tiba, seorang pria berkelebat melesat seakan terbang ke arahnya dan melemparkan pisau kecil. Dengan sigap Wang Soo menangkis  pisau kecil  itu dengan sabetan pedang, dan berputar untuk menghindari sebuah sebatang tombak yang melesat ke arahnya. Dua orang pria bertopeng yang datang menyerang segera ditebas dengan pedang, terkapar. Tak lama kemudian ia telah dikepung oleh pria bersenjata.
“Siapa pemimpin disini? Keluar. Apakah tak ada satupun dari kalian yang bisa berbicara?” Wang So bertanya, sebagai jawaban seorang pria maju menyerangnya, Pangeran Soo menangkis seluruh serangan dan balik menyerang dengan gerakan pedang yang mematikan. “Siapa mendirikan tempat menjijikkan ini?”suara pangeran itu diliputi amarah terdengar seakan harimau mengaum.
Tak ada jawaban.
“Siapa?” pertanyaan itu kembali tanpa jawab, maka Wang Soo menyerang setiap orang dengan membabi buta, satu persatu tanpa ampun dan tanpa belas kasihan,hingga semuanya terkapar berlumuran darah, demikian pula dengan wajah bertopeng itu.Suasana di kuil itu kini diliputi mayat-mayat bergelimpangan, tiba-tiba daun pintu terbuka dan seorang biksu keluar, menunduk pada Wang So.
“Adakah engkau yang bertanggung jawab atas tempat ini?”Wang So bertanya.
“Orang-orang ini dibebani oleh dosa-dosa, mereka dihukum, lidahnya dipotong. Saya bertugas  mengawasi orang-orang ini”, biksu tua itu akhirnya bersuara.
“Kalau benar demikian, maka aku harus menyingkirkanmu”, tatapan Wang So diliputi amarah, ia telah membunuh banyak orang dan ia masih sanggup membunuh.
“Apa ibumu tahu soal ini Yang Mulia?”biksu itu bertanya.
Wang So tersenyum, pada suatu tempat ketika seorang seharusnya tidak bicara, ternyata tersisa ada satu orang yang berbicara banyak di tempat ini. So mengangkat pedang, mengarahkan tepat ke wajah si biksu.ia tidak bisa langsung menebas sasaran, karena mendapatkan perlawanan. Akan tetapi, Wang So tak memberikan ampun, ia mengayunkan pedangnya dan mengirisnya berkali-kali, hingga sang biksu tersungkur bermandikan darah. “Angkau telah hidup dengan bantuan ratu, maka matilah saja demi ratu.”
Suasana di seputar kuil menjadi sunyi, sesungguhnya Wang So tak pernah ingin melakukan tindakan seperti ini. Akan tetapi, adakah ia punya pilihan? Adakah yang lebih baik,kecuali membakar kuil ini beserta seluruh mayat di dalamnya. Ia memang harus melakukan sesuatu setelah berpacu dengan waktu. Iapun kembali berpacu dengan waktu di atas punggung seekor kuda yang berlari kencang mengepulkan debu.
Ketika Putra Mahkota Moo beserta pasukannya tiba di tempat yang sama, mereka mendapati kuil itu dalam keadaan terbakar hebat, tak ada jejak tersisa. “Apa sebenarnya yang sebenarnya telah terjadi di tempat ini?”ahli bintang itu termangu, segalanya diliputi kabut misteri.
“Padamkan api”, Putra Mahkota Moo memberikan perintah.Andai tersisa satu korban yang dapat  menyampaikan pesan,siapa yang membakar kuil ini?
                                                                                                                                         ***
Malam itu, di peraduanya yang megah dengan tirai sutera nan lembut dan tembus pandang  Ratu Yoo tiba-tiba terjaga dari tidur. Ia tidak sedang bermimpi, detak jantungnya berpacu, diam-diam seluruh tubuhnya gemetar. “Dimana pengawal?”suara Sang Ratu seakan jeritan.
Hening ....
Hanya detak langkah sepasang kaki yang semakin dekat dengan bilah pedang berlumuran darah. Nafas Ratu Yoo memburu, ia menghitung waktu, menatap bayangan ‘hantu’ yang semakin mendekat seolah menjemput kematian.Dengan sisa keberanian Sang Ratu terus menatap hingga temaram cahaya lentera mulai menampakkan seraut wajah yang tidak pernah ingin dilihatnya. Wajah bertopeng itu, wajah Pangeran Wang So.
Kali ini Sang Pangeran datang dengan sangat berani tanpa diundang, pada tengah malam dengan seluruh tubuh seakan bermandikan darah.  Mata pedang itu tampak berkilat, menebarkan bau amis, tenggorokan Ratu Yoo seakan tercekik. Sang Ratu terdiam bagai patung batu ketika keduanya akhirnya saling menatap pada jarak yang terlalu dekat dan waktu tak terduga.Darah Ratu Yoo mendidih saat wajah bertopeng tiba-tiba itu tersenyum. Tersenyum ....

                                                                                                           ***
Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...