Pangeran Wang So masih tersenyum penuh kemenangan
bagi Sang Ratu, kata-katanya terucap, “Apakah Ibunda Ratu tahu, apa
yang telah yang telah saya lakukan bagi seorang ibu?”keduanya
bertatapan, seakan ingin menjenguk ke dalaman hati masing-masing. “Saya
telah hapus semua jejak yang akan membahayakan ibu”, Wang So sangat
berharap ia akan mendapatkan pujian, maka terobati sudah segala
kekecewaan hati.
Tetapi ....
Ratu Yoo tetap menatap wajah bertopeng itu dengan penuh
kebencian, ia sungguh tak mengharapkan kehadiran ini, ia tak pernah
perlu mengundang Wang So, ia ingin wajah bertopeng ini pergi dari
hidupnya hari ini dan untuk selama-lamanya.”Jejak mana yang telah engkau
hapus?”suara itu sama dingin dengan angin malam yang menggigit
pori-pori.
“Kuil dan biksu dengan lidah terpotong itu, tak ada yang
tersisa, tak seorang pun akan memiliki bukti ibu terlibat di dalamnya”,
Wang So menatap wajah Ratu Yoo sepenuh harap, betapa ia rindu akan kasih
sayang itu.
“Engkau memang sama seperti binatang, membantai manusia tanpa
belas kasihan”wajah Ratu Yoo semerah darah, kecantikannya nyaris tak
bersisa, yang ada kini adalah guratan kekecewaan dan kebencian. Mestinya
Wang So tetap di Shinju, ia tak perlu terlibat hingga sejauh ini,
bahkan tahu siapa sesungguhnya dirinya. Ratu Yoo merasa bagian dari
hidupnya yang paling rahasia dicabik cabik.
“Saya melakukan semua ini demi keselamatan ibu”, Wang So
membela diri, harapan akan kasih sayang seorang ibu tampaknya benar
kandas, bahkan setelah ia melakukan suatu hal yang mengerikan. Ia telah
membunuh banyak biksu, membakar kuil, dan tak sepenuhnya setia terhadap
Putra Mahkota.
“Seluruh tubuhku merinding, mendengarmu memanggilku,ibu. Lebih
baik engkau tinggalkan ruangan ini”, kemarahan Ratu Yoo meluap bagai
gemuruh air bah dan banjir bandang.
Seluruh peredaran darah Pangeran Wang So seakan membeku, ia
telah melakukan segala-galanya bagi ibunda, sebelum Putra Mahkota
mencium seluruh rencana jahat itu. Akan tetapi, betapa mengerikan
tanggapan Sang Ratu, ia tetap dianggap seekor binatang yang tak pernah
sekalipun diharapkan kehadirannya. Ibunda bahkan tak peduli dengan pedih
luka yang menggores tubuhnya, “Benarkah Ratu adalah ibunda yang pernah
melahirkan saya, tak sedikitpun Ratu merasa peduli, saya bahkan tidak
pernah meminta dilahirkan. Tak seorang pun pernah meminta dilahirkan,
mengapa tak sedikitpun ibu membuka pintu hati, setelah saya putus asa
menunggu ....” suara Pangeran Wang So berubah menjadi rintihan, ia telah
mengemis kasih sayang seorang ibu, sebuah mutlak tanggung jawab yang
semestinya tidak perlu diminta.
“Wang So, engkau bukan putraku, engkau adalah putra Kang di Shinju”, Ratu Yoo membuang pandang.
“Ibunda mengutuki wajah yang buruk rupa, siapa yang tak ingin
memiliki wajah rupawan. Ibu berlaku tidak adil, lebih menyayangi Yo dan
Jung, membiarkan saya terbuang di Shinju”,suara rintihan itu berubah
menjadi kemarahan, tangan Wang So yang terluka memecahkan sebuah guci
hingga berkeping-keping, berserakan di atas lantai.Wang So tahu, ibunda
benar telah mencampakkan, ia tak mungkin lagi berharap. Pangeran itu
menjatuhkan diri, tersungkur ke lantai, tangisnya pecah, air matanya
menyatu dega amis darah, bahunya yang kekar brguncang. Ia tak pernah
memiliki seorang ibu.
“Tahukah ibu? Bagaimana saya mesti menjalani kehidupan dengan
keluarga Kang? Keluarga itu memasukkan saya ke dalam gua berisi
serigala,sepanjang malam saya harus bertarung untuk membela diri. Saya
membakar dan membunuh semua binatang itu, maka saya bisa kembali ke
Songak. Saat ini, saya bahkan masih bisa merasakan bau hangus dari
binatang buas yang terbakar....”di antara air mata yang berlinang
tiba-tiba Wang So tertawa, kehidupannya seakan panggung sandiwara yang
paling tragis. Dan Ratu Yoo, orang yang paling bertanggung jawab akan
nasibnya tak pernah menatap walau hanya dengan sebelah mata.Wang So
merasa telah menjadi seorang yang ‘gila’.Iapun kembali berkata.
“Tahukah tentang perlakuan kejam Selir Kang? Ia tidak pernah
membiarkan saya menghilang dari pandangan, mengira saya adalah putranya
yang telah meninggal. Akan tetapi ketika Selir kang telah sadar, ia akan
memukul saya dan mengunci di dalam kamar hingga tiga atau empat hari.
Saya tak mendapatkan seteguk air, tak seorangpun datang melihatnya.Selir
Kang bahkan memanggil saya sebagai monster yang tak sedap dipandang”,
Wang So masih terisak, ia sungguh memerlukan tempat mengadu, ketika
pangeran yang lain selalu hidup dalam kemuliaan, mengapa ia harus
mengalami penistaan?
“Engkau memang kekacauan, maka selir Kang memperlakukanmu
seperti itu. Tahukah? Seorang ibu hanya mengenali putra yang akan
membuatnya bersinar, itu sebabnya saya mengirimmu pergi”, tak sedikit
pun timbul rasa belas kasihan dalam diri Ratu Yoo ketika melihat Wang So
putra yang dilahirkan tersungkur dan terisak. Hati permaisuri Wang Geon
kiranya terbuat dari sebongkah batu, sepasang matanya yang licik hanya
dapat melihat singgasana. Ia bahkan tak perlu merasa tersentuh, karena
dari rahimnya telah terlahir Wang So yang malang.
Ratu Yoo, permaisuri dan seorang ibu yang kejam.
Air mata mata Wang So terus berlinang, ia sangat berharap
kehadirannya di Songak, pertarungannya dengan biksu tanpa lidah akan
membuka pintu kasih bagi ibunda. Akan tetapi, Ratu Yoo tetap
menganggapnya binatang, ia hanya seonggok sampah yang mesti dibuang
jauh-jauh, menanggung tragedi hidup yang menyengsarakan. Ratu Yoo
bertindak melampaui batas, ia seorang ibu, akan tetapi kekejamannya
melebihi selir Kang yang hilang ingatan. Kepedihan hati Wang So perahan
berubah menjadi kemarahan, ia gagal mengulurkan upaya damai, ia gagal
mendapatkan pengakuan. Akan tetapi, ia tetap seorang pangeran, ia pasti
dapat melakukan sesuatu, dan ia memang akan melakukan sesuatu. Topeng di
wajahnya bukanlah persoalan. Pelan-pelan pangeran itu bangkit berdiri
dan berkata,“Ibu, ingat kata-kataku hari ini. Engkau memang telah
membuangku, tetapi rumah tinggalku sesungguhnya adalah Goryeo, saya
tidak akan pernah kembali pergi ke tempat pembuangan. Mulai hari ini
engkau hanya akan melihatku”, Wang So tidak menunggu jawaban, ia tahu
permaisuri telah mengunci pintu hati. Kali ini saatnya untuk pergi.
Pangeran Wang So berjalan tertatih menuju ke kuil, dan
menendang sebuah susunan batu, yang merupakan tempat doa para ibu untuk
anak-anak mereka. Hae Soo kebetulan datang, melihat perilaku Pengeran
ke-4. Ia pun berusaha menarik tubuh Wang So untuk mencoba
menghentikannya, namun pangeran ke-4 mendorongnya.Gadis itu terkejut
melihat darah di tangan Wang So,Pangeran ke-4 sadar akan keterkejutan
itu.Ia kembali tertawa dalam suasana hati yang gamang,”Ya, itu darah.
Darah dari mereka yang kubunuh hari ini.”
Pangeran Wang So kehilangan separuh kesadaran, ia berniat
kembali mengobrak-abrik susunan batu yang menjadi tempat untuk
berdoa.Hae Soo kembali menarik Pangeran Wang So, mencegah melakukan
tindakan yang semakin jauh.Ia melihat pula luka di tangannya, gadis itu
membelalakkan sepasang matanya, tetapi Pangeran ke-4 bahkan menarik
kerah baju Hae Soo,”Saya benar telah membunuh orang”, suara itu
terdengar putus asa, Wang So sengaja membunuh demi ibunda, tetapi Ratu
Yoo tetap menyangkalnya. Ternyata ia tak pernah melakukan apa-apa.
“Engkau membunuh untuk bersenang-senang?”tiba-tiba Hae Soo
tidak merasa takut dengan segala sikap Pangeran Wang So. Pangeran ke-4
bukanlah sosok yang menakutkan, ia bahkan perlu dikasihani. Tampak
sekali pangeran itu berada dalam keadaan limbung.
Wang Soo melepaskan cengkeramannya, ia tak perlu menjawab
pertanyaan itu, “Pergilah....“ia berharap gadis itu pergi berlalu,
tetapi Hae Soo tetap terpaku.
“Untuk bertahan hidup di tempat seperti ini, setiap orang harus
menggunakan pedang di usia yang sangat muda. Bila ada pilihan untuk
membunuh atau dibunuh seseorang pasti akan memilih untuk membunuh”, Hae
Soo merasa heran dengan kata-katanya, tetapi ia memang harus berucap,
menguatkan hati seorang pangeran yang limbung, karena tangannya
berlumuran darah.
Setelah kata-kata itu Hae Soo berniat pergi, ia tak ingin
terlibat lebih jauh dengan duka hati pangeran ini. Akan tetapi, ketika
terdengar Pangeran ke-4 menangis tersedu-sedu gadis itu membalikkan
badan.Tampaknya ia harus melakukan suatu.’Siapa sesungguhnya Pangeran Wang So? Wajah bertopeng itu?’
***
Hari berikutnya Baginda Raja Taejo menggelar
pertemuan di singgasana tempat ia bertahta. Jauh di selasar hati, di
balik wajahnya yang tenang dan berwibawa Sang Raja menekan kegalauan
diri.Pada saat yang paling genting sekalipun seorang kepala negara wajib
bersikap tenang, ia pantang menunjukkan beragam perasaan yang
berkecamuk seakan perang saudara tanpa kesudahan. Di sampingnya Ratu Yoo
duduk dalam pakaian kebesaran, wajahnya yang cantik dan keyakinan diri
menutupi segala gejolak hati. Sang Ratu terlalu pintar bersandiwara.
Raja Taejo perlu mendapatkan laporan perihal percobaan
pembunuhan terhadap Putra Mahkota, sampai sejauh mana upaya para
pangeran dalam menindaklanjuti masalah ini? Pangeran Wang Wook terlebih
dahulu melaporkan dengan sikapnya yang bijak ,”Beribu ampun, saya
menemukan bukti, bahwa dalang pelaku pembunuhan telah membantai seluruh
pembunuh bayaran. Demikian pula dengan kuil yang menjadi markas,
seluruhnya hangus dibakar”.
“Bukankah kuil itu sesungguhnya milik Ratu Yoo?”Putra Mahkota bertanya, sepasang matanya menatap Ratu Yoo, curiga.
“Bukti meragukan untuk sengaja menuduhku sebagai dalang”, Ratu
Yoo memang pandai bersandiwara, ia harus mengelak dari semua tuduhan.
Pangeran Wang So segera maju ke depan, “Saya yang telah
membantai seluruh biksu kemudian membakar kuil”,Pangeran ke-4 masih
berusaha melindungi permaisuri, ia masih berharap ibunda akan membuka
pintu hati.
“Adakah Wang So yang telah berniat untuk membunuh Putra
Mahkota?”mata tajam Raja Goryeo itu menatap Wang So dalam-dalam, tak
mudah mengetahui isi hati seraut wajah di balik topeng.
Pangeran Wang Wook segera berlutut di depan raja, membela
So,”Mohon maaf Yang Mulia, semua ini hanya tipu muslihat yang
direncanakan oleh pembunuh bayaran di kuil Ratu Yoo untuk mengadu domba
anggota keluarga kerajaan supaya menyerang satu sama lain”, Pangeran
Wang Wook menghendaki kedamaian dalam kehidupan istana.Adakah ia yakin
kejadian yang sesungguhnya?
Pageran Wang So pun berlutut di depan raja, “Saya pun curiga
jika ibunda ratu sengaja dijebak”, Pangeran ke-4 kembali memberikan
pembelaan, andai ia tahu akibat setelah berlutut di depan raja hari ini.
Di sisi Raja, Ratu Yoo menghela napas lega, mendengar pembelaan
Wang Soo, sekilas matanya melirik tubuh kekar yang tengah berlutut
itu.Pangeran ke-4 wajib membelanya, akan tetapi apakah hal itu berarti
ia akan membuka pintu hati sebagai putra tercinta. Sang Ratu membuang
pandang, bagaimanapun perasaannya terhadap Wang So, yang penting ia
selamat di depan raja dari semua tuduhan.
***
Usai pertemuan Pangeran ke-4 menyepi, ia duduk seorang diri di
batas tebing menatap megah istana Goryeo. Dari atas bukit kediaman Sang
Raja tampak sebagai bangunan kokoh yang menakjubkan. Andai ia adalah
penghuni syah istana itu dengan segala restu dan kasih permaisuri, bukan
sosok mengerikan yang harus dijauhi? Ia seorang pangeran, akan tetapi
betapa hampa suasana hati. Wang So terlupa untuk menyantap hidangan
makan siang, ia terlalu hanyut dalam kesendirian.
Tak jauh dari tebing tempat Wang So menyepi dalam kehampaan,
Nyonya Hae mendapati para pelayan enggan membawakan menu dan
perlengkapan makan siang bagi Pangeran ke-4. Wajah dingin di balik
topeng itu sungguh menakutkan, para pelayan lebih baik menghindari hal
yang tidak diinginkan di atas bukit. Perlengkapan makan yang telah
disusun rapi dalam wadah bersusun itu diberikan kepada pelayan yang satu
kemudian diberikan kembali kepada pelayan yang lain.
“Lantas, siapa yang berani mengantar menu makan siang bagi Pangeran ke-4?” Nyonya Hae bertanya.
Dengan serentak para pelayan, termasuk Chae Ryung melirik ke
arah Hae Soo.Gadis itu berniat mengelak, akan tetapi Nyonya Hae
menganggukkan kepala, “Antarkan untuk Pangeran ke-4”, tatapan Nyonya Hae
selalu lembut, Hae Soo tak pernah berani menentang tatapan itu.
Hae Soo seorang diri mendaki bukit, pakaian yang dikenakan
sungguh merepotkan, sementara tempat makanan itu terasa berat. Gadis itu
berbicara seorang diri, “Mengapa Pangeran ke-4 harus makan siang di
atas bukit? Mengapa pula harus aku yang mengantar?”mendaki bukit dengan
beban di tangan kiranya bukan pekerjaan yang mudah.
Napas gadis itu tersengal sengal ketiba sampai di atas bukit,
sejenak langkahnya terhenti. Pangeran ke-4 tampak duduk sendiri menatap
megah Istana Goryeo dengan pemandangan indah di sekitarnya.Tanpa sadar
gadis itu bergumam, “Kemarin pangeran membuat kekacauan, tetapi kini ia
tampak seakan tidak bersalah.Dia seperti kesepian.”
Pangeran Wang Soo tetap duduk tak bergeming menatap ke depan,
andai ia bisa membuka pintu hati ibunda ratu, apa sesungguhnya masalah
dalam hidup ini? Ia telah melakukan tindakan yang sangat berbahaya bagi
keselamatan diri. Akan tetapi, hati Ratu Yoo tampaknya terbuat dari
sebongkah batu. Watak permaisuri terlalu keras, ia menjadi ragu untuk
terus berusaha membuka pintu hati itu. Ia harus menyadari, betapa
menakutkan rasa sunyi.Sekilas Pangeran Wang So melirik bayangan Hae Soo
berkelebat datang dengan bekal makanan di tangan.
“Saya antar menu makan siang, sudah saatnya. Saya harus
menunggu untuk membawa kembali semua perlengkapan”, Hae Soo membuka
pembicaraan, ia menempatkan diri tak jauh dari Pangeran ke-4, tetap
menjaga jarak.
“Saya harap engkau tidak pernah mengingat kejadian malam tadi,
anggaplah engkau tak melihat apa-apa.Tak perlu pula bercerita kepada
orang lain”, Wang So tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada
dirinya, bila anggota kerajaan mendengar kabar dari Hae Soo. Ia
tersungkur, terisak di dekat tumpukan batu dengan tangan berlumuran
darah? Sementara iapun sudah merasa lapar, kedatangan gadis ini menjadi
semacam bantuan, kali ini ia makan siang dalam suasana berbeda.
“Tak sedikit pun saya berminat membicarakan masalah orang lain.
Mengapa setiap kali bertemu, Pangeran selalu meminta saya melupakan
semua yang saya lihat dalam pertemuan itu?” sepasang mata Hae Soo
melirik Pangeran ke-4 dengan tatapan aneh, Wang So menyembunyikan banyak
hal dari orang kebanyakan.
Hae Soo diam-diam memperhatikan ketika Pangeran ke-4 tampak
nyaman mengunyah makanan di tempatnya duduk, di atas bukit sambil
melihat Istana Goryeo dari kejauhan. Gadis itu tak dapat menahan diri
untuk tidak bertanya, “Goryeo adalah rumah tinggal pangeran, mengapa
pula harus menatap dari kejauhan?”
“Jika Goryeo adalah rumah tinggal,mestinya saya memiliki pula
keluarga”, Pangeran ke-4 masih terus mengunyah makanan sambil meneguk
minuman, pandangan matanya menerawang jauh pada wilayah tak bertuan.Ia
memang memiliki seorang ayah, Raja Besar Wang Geon, tetapi kemana
pengakuan ibunda?
Jawaban itu menyebabkan Hae Soo membalikkan badan, ia
memberanikan diri bertanya, “Mengapa tiba-tiba Pangeran meruntuhkan
tumpukan batu tempat ibu-ibu berdoa bagi anak yang dilahirkan?”
“Mengapa pula engkau tiba-tiba menyusup ke kolam pemandian?”
Pangeran Wang So balik bertanya, ia merasa canggung dengan pertanyaan
Hae Soo. Gadis itu akan sulit memahami bila ia mengatakan hal yang
sebenarnya , lebih baik ia balik bertanya.
Hae Soo terdiam, bagaimana ia bisa menjawab pertanyaan itu,
dapatkan Pangeran Wang So memahami ceritanya atau ia akan
terpingkal-pingkal seakan mendengar lelucon paling dungu? Gadis itu tak
kalah canggung, berulang kali ia bertemu dengan Pangeran Wang So dalam
keadaan aneh dan penuh ketegangan. Kini mereka hanya berdua menatap
pemadangan indah dan semakin mempesona kala senja perlahan jatuh,langit
merah tembaga.
“Ayam ....” Hae Soo menawarkan sepotong ayam, ia merasa senang
ketika Pangeran ke-4 menerima.Ternyata Wang So tak menakutkan seperti
yang ia sangka.
Waktu pun terus berpacu, mereka tak dapat terus bersama di atas
bukit menyaksikan megah istana Goryeo. Tiba saatnya kembali ke kediaman
Pangeran ke-8, atau ia akan kembali dicari dengan segala rasa bimbang.
Keduanya berjalan beriringan seakan dua sahabat menuruni bukit. Hae Soo
nampak kewalahan saat membawa pulang bakul berisi piring kotor, gadis
itu mengangkat sedikit pakaiannya yang menutup mata kaki, langkahnya
akan lebih mudah saat menentang baku. Pangeran Wang So berjalan di
bekakang Hae Soo, ia tak pernah memiliki pengalaman seperti ini,
berjalan beriringan bersama seorang gadis di batas senja ketika langit
menjelang padam, di sebelah barat bola matahari bersiap tenggelam. Tanpa
sadar tangan Pangeran Wang So terulur, ia berniat membantu Hae Soo
membawa beban, tetapi gadis itu tak menyadari niat baik seorang
pangeran.Hae Soo terus berjalan dengan tangan semakin pegal tanpa
mengeluh, ia harus menyelesaikan tugas hari ini, ia harus melepaskan
diri dari segala kekacauan.
Hae Soo tak pernah menyadari, di mata Pangeran Wang So
tingkahnya tampak lucu. Pangeran ke-4 telah melupakan pertemuan pertama
dan seterusnya dengan gadis ini dalam keadaan yang aneh. Kali ini, ia
mulai mengenal sosok Hae Soo sesungguhnya, seorang gadis manis
bertingkah laku polos, bersedia melakukan tugas ‘berat’ bagi seorang
pangeran tanpa mengeluh. Untuk yang pertama kali setelah menginjakkan
kaki di Songak, Wang So tersenyum.Raut wajahnya yang dingin dan nyaris
menakutkan berganti menjadi wajah tampan tertutup topeng. Saat menatap
kembali sosok Hae Soo, tiba-tiba hati Pangeran ke-4 merasa damai.
***
Usai menyelesaikan ‘tugas’mengantar menu makan siang bagi
Pangeran ke-4, Hae Soo sebenarnya ingin sejenak melepas lelah,
sekurang-kurangnya hari ini ia telah berhasil memperbaiki hubungan baik
dengan Pangeran Wang So, Pangeran Bertopeng yang dikenal menyeramkan. Ia
berniat menyapa Nyonya Hae,akan tetapi, kesehatan Nyonya Hae, wanita
agung itu memburuk, ia tengah berbaring di peraduan, badannya tampak
ringkih dan lemah. Wajahnya yang lembut memucat bagai helai kertas,
Pangeran Wang Wook nampak prihatin dengan keadaan Nyonya Hae . “Kembali
ke kamarmu ....”samar Nyonya Hae menganggukan kepala bagi Soo, ia ingin
sendiri bersama Pangeran Wook di peraduan. Ia tak ingin meratapi
nasibnya yang ‘malang’, akan tetapi, dapatkah ia terus merasa teguh
dalam keadaan lunglai seperti ini?
Hae Soo menganggukkan kepala, perlahan kakinya melangkah
keluar, tetapi sebelum mencapai daun pintu tiba-tiba Soo harus mendengar
kata-kata itu, “Kesehatanku semakin memburuk, aku tak dapat menjalankan
tugas selaku istri dengan baik. Tidak menjadi persoalan, andai engkau
dapat memilih istri kedua “, suara itu terdengar seakan rintihan.
Pangeran Wang Wook tertegun, ia tak pernah menduga, bahwa istri yang
sangat mencintai akan mengucapkan kata-kata itu. ‘Adakah seorang istri yang merelakan suami kembali menikah, kecuali terdapat suatu alasan berat?
Hae Soo menghentikan langkah, sesaat suasana diam tanpa suara.
Bahkan angin tampaknya enggan berkesiur.”Bila merasa berat memilih istri
kedua, engkau dapat terlebih dahulu menceraikanku. Perkawinan ini cuma
sandiwara bagimu, aku harus menebus kesalahan, supaya dapat berpulang
dalam damai”, suara Nyonya Hae teramat halus, tetapi Hae Soo dapat
merasakan ketegasannya.
“Aku tidak akan memilih istri kedua dan tidak akan pernah
menceraikanmu”, jawaban Pangeran Wang Wook sama lembut dan tegas seperti
halnya kata-kata Nyonya Hae.
“Tak ada seorang pun yang dapat memaksamu mencintaiku, sejak
hari pernikahan hingga sekarang. Dan tak perlu engkau tahu, bagaimana
harus menjalani perkawinan tanpa dicintai ....” Nyonya Hae masih terus
berucap, akan tetapi Hae Soo tak berminat lebih lanjut mendengarkan
kata-kata itu.
Kabut tebal seakan berarak turun menyelimuti seluruh pandangan
mata gadis itu, semakin lama semakin tebal. Hae Soo menghela napas
panjang, kehidupan di istana ini ternyata berselubung kabut misteri.
Segala sesuatu yang tampak tidak sama persis seperti yang terlihat.
Mengapa Nyonya Hae meminta Pangeran Wang Wook menceraikan, ketika
sadar, ia terlalu mencintai Pangeran ke-8? Tampaknya Nyonya tak ingin
kehadirannya menjadi beban bagi satu-satunya pangeran yang dicintai. Ia
lebih memillih kedamaian dari pada sandiwara kehidupan, meski harus
dicampakkan.
Hae Soo duduk termenung di pelataran, apakah ia masih terlalu
muda untuk memahami semua ini, atau ia memang dituntut untuk bersikap
lebih dewasa? Ia sangat menyayangi Nyonya Hae. Bagaimana nasibnya andai
perceraian itu benar terjadi? Pandangan gadis itu tampak kosong,
menerawang jauh, jauh sekali.
“Hae Soo, adakah engkau senang bermain?”Pangeran Eun tiba-tiba
muncul, ia melihat kegalauan dalam diri Hae Soo, ia tahu harus melakukan
sesuatu untuk membuat gadis manis itu kembali gembira.
Sikap Pangeran Eun selalu kekanak-kanakan, tatapan sepasang
mata yang jenaka, jauh dari keinginan serakah dan tercela. Ia gembira
dengan kehadiran Hae Soo di lingkungan istana, meski perkenalan dengan
gadis itu berawal dengan segala kekacauan. Hae Soo ternyata sosok gadis
yang menyenangkan. “Aku punya beragam permainan”, masih dengan sikapnya
yang ceria Pangeran Eun memberikan berbagai beragam permainan anak-anak
kepada Soo, mulai dari gasing, kartu, begitu pula katapel dan bahkan
bola sutra.
Hae Soo menatap Pangeran Eun dan seluruh permainan itu dengan
aneh, ia sudah jauh meninggalkan masa kanak-kanak, ia tak memerlukan
semua permainan itu, “Pangeran, engkau masih saja berlaku seakan
kanak=kanak dengan semua permainan itu”, Hae Soo membuang pandang,
hatinya gundah. Semua kata-kata Nyonya Hae terus terngiang di telinga,
ia harus mengerti arti takut akan kehilangan.
“Ada yang bimbang di hatimu?”Pangeran Eun menatap wajah itu, wajah yang tetap mnarik meski dalam suasana hati yang galau.
“Tiba-tiba aku merasa putus asa ....”tanpa sadar Soo berkata,
kepada siapa ia dapat berkeluh kesah? Saat ini yang berada di dekatnya
Pangeran Eun.
“Apa yang membuatmu putus asa?”Pangeran Eun bertanya, ia sangat menikmati sekejab waktu bersama Hae Soo.
“Apa engkau sudah menikah?”tiba-tiba Soo mengalihkan
pembicaraan, suatu hal yang membuat sikap kekanak-kanakan Pangeran Eun
berubah menjadi canggung dan kikuk. Mengapa gadi ini bertanya tentang pernikahan? Pangeran Eun kehilangan kata-kata yang tepat untuk menjawab.
“Jika engkau telah menikah dan istrimu sakit, apakah engkau
akan wanita lain?”sikap canggung Pangeran Eun menyebabkan Hae Soo
kembali bertanya.
“Tidak, aku tidak akan menyusahkan diri dengan memiliki banyak
istri seperti ayahanda. Aku akan menemukan wanita sempurna dan
bersamanya selama seratus tahun,”Pangeran Eun menjawab dengan sepenuh
keyakinan.
“Kalau benar demikian, engkau memang seorang pria sejati”, Hae
Soo menanggapi jawaban Pangeran Eun yang sekaligus menunjukkan sikapnya.
Ia tak pernah menyadari, bila jawaban itu menyebabkan Pangeran ke-10
tersenyum manis. Pangeran menduga Hae Soo telah jatuh hati lebih cepat
dari perkiraannya.
Hae Soo tak bisa terus berlama-lama bersama dengan Pangeran
Eun, ia berpamit menyudahi percakapan ini. Ada hal lain yang harus
dikerjakan berkaitan dengan hiasan rambut Pangeran ke-4 yang terjatuh,
ia harus mengembalikan benda itu. Ia tak berani berhadapan secara
langsung dengan Pangeran Wang So, ia mencari satu cara. Hae Soo
melakukan tindakan gegabah, meminta kesediaan Chae Ryung, pelayan lugu
yang sekaligus menjadi sahabat sejati. Ryung akan mengerjakan semua
permintaannya.
***
Chae Ryung melakukan tindakan yang sama gegabah dengan Hae Soo,
mengikuti permitaan Soo, pelayan itu diam-diam menyelinap ke kamar
Pangeran ke-4 untuk mengembalikan hiasan rambut milik Pangeran Wang So
yang terjatuh. Sesaat itu pelayan itu bimbang, dimana sebaiknya hiasan
rambut itu diletakkan, sehingga Pangeran ke-4 bisa mendapatkanya
kembali. Dengan cemas dan tergesa Chae Ryung meletakkan hiasan rambut
itu di dalam peti. Akan tetapi, tiba-tiba Putri Yeon Hwa telah berada di
depan pintu. Perasaan pertama yang muncul ketika melihat Chae Ryung
berada di dalam kamar Pangeran Wang So adalah kemarahan. Mengapa pelayan Hae Soo harus berada di kamar ini?
Putri Yeon Hwa semakin marah ketika ia melihat peti terbuka dan
sebuah hiasan rambut terjatuh dari tangan Chae Ryung, “Engkau mencuri
perhiasan milik Pangeran Wang So?”suara Putri Yeon Hwa gemetar, karena
amarah, wajahnya yang jelita merah padam. Istana adalah tempat tinggal
yang aman bagi pangeran, tak seorangpun pencuri lolos dari hukuman.
Di pihak lain Chae Ryung terkejut bagai di sambar petir, ia
tahu siapa Putri Yeon Hwa, di balik wajahnya nan jelita, pakaiannya yang
indah, perhiasannya yang gemerlap. Yeon Hwa adalah seorang yang angkuh
dan tak kenal ampun. “Maafkan, saya .... saya ....” pelayan itu
tergagap, ia kesulitan menjelaskan, dan ia memang tak perlu menjelaskan
kepada seorang putri. Yeon Hwa bukan seorang putri yang berfikir panjang
sebelum menarik suatu kesimpulan. Ia selalu tega menjatuhkan hukuman
badan, tanpa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.Ia selalu merasa
benar.
Wajah jelita itu telah berubah sekeras batu kali ketika meminta
dayang-dayang mengikat Chae Ryung pada sebuah tiang. “Cambuk
....!”sepasang mata indah putri Wang Geon menatap Chae Ryung dengan
dendam, bibirnya yang mungil terpoles gincu semerah darah dengan yakin
memerintah.
Maka Chae Ryung berulang kali menjerit, karena lecutan cambuk
betubi-tubi. Ia hanya seorang gadis muda yang mempertaruhkan hidup
selaku dayang istana, di hadapan seorang putri, dayang tidak berarti
apa-apa. Ia bahkan bisa dihukum gantung, karena fitnah atau tuduhan
tanpa bukti. Nasib seorang dayang demikian mudah diputar balik seakan
daun kering ditiup angin.Chae Ryung terus menjerit ketika luka mulai
menganga dan meneteskan darah, tak seorang pun mampu meredakan amarah
Sang Putri, kecuali Yeon Hwa berkehendak.
Maka sepasang mata Hae Soo kembali terbelalak lebar, mulutnya
menganga ketika mendapati Chae Ryung tengah dihukum cambuk. Pelayan itu
tak berdaya, kedua tangannya terikat, air matanya berlinang, pakainnya
cabik-cabik berlumuran darah. Jeritan gadis itu semakin lirih, seolah
telah dekat dengan maut.
“Apa kesalahannya? Hentikan!”suara Hae Soo nyaris menjerit, ia
harus kembali berhadapan dengan wajah jelita yang angkuh itu, wajah
Putri Yeon Hwa.
“Chae Ryung telah mencuri benda penting Pangeran ke-4”, jawab
Yeon Hwa, sepasang mata putri itu kini menatap Hae Soo dengan geram.
“Tidak. Chae Ryung tidak mencuri, saya memintanya mengembalikan
hiasan rambut milik Pangeran ke-4”, Hae Soo menjelaskan kejadian yang
sebenarnya, tidak seharusnya seorang pelayan dihukum keji seperti ini.
Andai Putri Yeon Hwa terlebih dahulu bertanya dengan bijak, apakah
hukuman cambuk mesti terjadi?
“Bagaimana hiasan rambut milik Pangeran Wang So bisa berada di
tanganmu?” Yeon Hwa merasa tak punya alasan untuk mempercayai kata-kata
Hae Soo. Bibirnya yang tipis, semerahh darah kembal memerintah,
“Cambuk!!”
“Biarkan aku yang menggantikan hukuman itu, aku yang meminta
Chae Ryung”, Hae Soo merasa harus bertanggung jawab atas permintaannya,
mestinya ia yang dicambuk, bukan Chae Ryung.
“Baik, ikat gadis itu!”wajah jelita Yeon Hwa masih merah padam,
ia harus kembali berhadapan dengan gadis ini, gadis yang kehilangan
ingatan dan berlaku aneh, tak seperti gadis keturunan bangsawan. Kali
ini, tangannya yang halus dan mungil yang menggenggam gagang cambuk, ia
mengayunkan sekuat tenaga. Cambukan pertama melecut di punggung Hae Soo,
gadis itu menjerit, punggungnya terasa pedih dan panas. Cambukan kedua
melecut, Hae Soo kembali menjerit.Pandangan mata gadis itu
berkunang-kunang, ia melihat ribuan bintang bersliweran. Ia kini
merasakan kesakitan yang sesungguhnya. Sampai kapan ia harus menjerit?
Pangeran Eun, Yo, dan Wook tengah berjalan beriringan,
ketiganya tertegun saat melihat Yeon Hwa tengah mencambuk punggung Hae
Soo. “Hentikan ....”Pangeran Eun mendesak Pangeran Wook. Apa yang telah
terjadi sehingga Hae Soo yang manis menerima hukuman semacam itu?
“Biarkan ....” Pageran Yo melihat kesengsaraan Hae Soo, tetapi
ia merasa tak harus peduli, pelayan yang salah memang harus mendapat
pelajaran.
Pangeran Wang Wook menyetujui desakan Pangeran Eun, ia
mengabaikan pendapat Pangeran Yo. Pangeran Wang Wook berniat
menghentikan tindakan keji Putri Yeon Hwa, tetapi gerakannya kalah
cepat. Pangeran Wang So tiba-tiba muncul, tangannya yang kekar segera
mencengkeram lengan Putri Yeon Hwa. “Hentikan!”ucapan Wang So bernada
perintah, ia kembali mendapati Hae Soo dalam keadaan tidak biasa. Ada
apa sesugguhnya dengan gadis yang satu ini?
“Aku bertugas mendisiplinkan orang-orang di istana ini!” Yeon Hwa menolak.
“Dia milikku,”Pangeran Wang So menatap Yeon Hwa dalam-dalam, ia tidak sedang ermain-main dengan ucapannya.
Kata-kata itu menyebabkan Yeon Hwa membelalakkan sepasang mata,
mulutnya setengah menganga tak percaya. “Dia milikku, hiasan rambut itu
milikku, aku yang berhak memutuskan, apa yang harus kulakukan terhadap
Soo”, Pangeran Wang So mengulang kata-katanya, bukan suatu persoalan
andai Yeon Hwa mesti terkejut.
Yeon Hwa akhirnya terpana ketika Pangeran Eun maju berdiri di
depan Hae Soo, membela gadis itu. Demikian pula dengan Pangeran
Wook,”Lepaskan ikatan itu”, suara Wang Wook yakin ketika memerintahkan
pelayannya.
Ikatan Hae Soo segera dilepas, wajah gadis itu nyata ketakutan
dan kesakitan. Pangeran Wang Wook kembali hadir sebagai penyelamat,
demikian pula Pangeran Eun. Hae Soo tidak sendiri, ia ada bersama dengan
tiga orang Raja Wang Geon yang membela bagi kekejaman Yeon Hwa. Hae Soo
segera membawa Chae Ryung menyingkir, ia tak menduga Putri Yeon Hwa yang berpenampilan jelita dan anggun dapat berlaku sekejam ini.
Sementara Pangeran Wang Wook menatap adik kandung yang sangat
dikasihi, Putri Yeon Hwa dengan segala penyesalan, “Engkau bertindak
terlalu jauh, mestinay engkau fahami duduk persoalannya, sebelum melecut
cambuk”, ucapan itu amat hati-hati dan bijak, akan tetai di telinga
Putri Yeon Hwa terdengar seakan cemeti yang melecut punggungnya.
Pangeran Wang Wook berani menegur adik kandung di depan pangeran yang
lain?
Tanpa menunggu jawaban Pangeran Wook berlalu pergi, hatinya
miris memikirkan nasib Hae Soo. Gadis yang manis dan lugu itu mengambil
alih hukuman seorang pelayan. Putri Yeon Hwa terkenal keras hati, ia tak
bermain-main saat mengayunkan cambuk. Mengapa hukuman ini harus
terjadi? Sesaat Pangeran Wang Wook memejamkan mata.
Semua pangeran akhirnya berlalu pergi, tinggal Pangeran Wang
So, wajah bertopeng itu menatap Putri Yeon Hwa dengan geram. Tangan
Pangeran itu terulur, “Kembalikan hiasan rambut itu”.
Putri Yeon Hwa terhenyak, sulit mempercayai sikap Wang So,
sekejab putri itu tertawa sinis.”Engau merasa kasihan kepadanya?”suara
itu terdengar halus, tetapi penuh keraguan. Bagaimana tiga orang
pangeran Goryeo, termasuk Wang So dapat membela gadis kacau seperti Hae
Soo? Keturunan keluarga Hae yang hilang ingatan dan melupakan tata cara
kerajaan.
Wang So tidak menjawab pertanyaan dan sikap sinis Yeon Hwa, ia
tetap mengulurkan tangan, meminta kembali hiasan rambut yang sedianya
akan diberikan kepada ibunda. Maka Putri Yeon Hwa kembali bertanya,
“Apakah engkau memiliki perasaan kepadanya?” sekali lagi Putri Yeon Hwa
bertanya, kemarahan belum mereda.
Adalah sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab Wang So,
pangeran itu meraih hiasan rambut dengan sikap dingin, tak mempedulikan
perasaan Yeon Hwa yang bergejolak. “Maaf ....”kemudian Wang So berlalu
pergi, ia merasa tidak harus melibatkan diri lebih lama dengan Putri
Yeon Hwa.
Pada sisi istana yang lain, Pangeran Wang Wook tampaknya telah
menunggu Pangeran Wang Soo, ada suatu hal yang harus diucapkan. “Saya
harus sampaikan suatu hal, sepertinya engkau keliru. Baik Yeon Hwa atau
Hae Soo, semua bukan milikmu. Yeon Hwa adalah adik kandungku, Hae Soo
adalah sepupuku istriku. Sesungguhnya engkau tak memiliki apa-apa di
tempat ini”, Pangeran Wang Wook selalu mengutamakan sikap halus, akan
tetapi kata-kata cukup sebagai teguran bagi Wang So.
Benarkah ia tak memiliki apa-apa di istana ini?
Sekejab Pangeran Wang So menatap saudara satu ayah, Wang Wook dengan
tatapan dingin. Ia tak perlu menjawab pernyataan itu, Pangeran ke-4
berlalu pergi.
Sementara di kamarnya Hae Soo berbaring di tempat tidur, air
matanya berlinang, ia mengerang kesakitan.Putri Yeon Hwa memberikan
pengalaman yang sangat buruk, tatapan putri itu terhadap dirinya selalu
menunjukkan kebencian. Kecantikan Putri Yeon Hwa berbeda jauh dengan
kekejaman sikapya.
Setelah memberi teguran bagi Pangeran Wang So, Pangeran Wang
Wook mencari obat untuk menyembuhkan luka di punggung Hae Soo. Pangeran
berdiri di depan pintu kamar, meletakkan obat, berpesan agar, “Lupakan
hukuman cambuk itu, anggaplah tak pernah terjadi apa-apa”, suara Wang
Wook lembut, menggetarkan hati.
Hae Soo yang tengah merintih, mendengar pesan Pangeran Wang
Wook, gadis itu berpura-pura tidur,ketika mengira Pangeran Wang Wook
telah pergi.Hae Soo bergegas keluar dari kamar,mencari-cari.Ternyata
Pangeran Wang Wook masih menunggu di luar. Pangeran ke-8 menghampiri Hae
Soo, ia memberi sesuatu, meskipun Soo tampak menolaknya.Sesaat Hae Soo
memandangi pemberian Wang Wook, ia terdiam tak berani menerima, hingga
akhirnya Pangeran Wang Wook meraih tangan Hae Soo bagi pemberan itu.
“Saya mohon maaf untuk persoalan ini, saya malu bertemu dengan
Pangeran, saya hanya ingin tidur”,dengan susah payah Hae Soo berucap, ia
sungguh merasa malu, telah merepotkan pangeran yang tampan dan bijak
ini.
“Saya tahu kamu merasa sengsara, tabahlah”Pangeran Wang Wook berusaha menghibur, wajah manis itu ini tamak pucat dan kesakitan.
”Tempat seperti apa sebenarnya Istana Goryeo? Mestinya Putri
Yeon Hwa bertanya terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman”, Hae Soo
tidak dapat menutupi sesal, bagaimana seseorang dapat diikat seakan
hewan kemudian dicambuk di zaman Ryeo.
Pangeran Wang Wook memegang pundak Hae Soo setulus hati,
“Maafkan, saya berjanji tidak akan ada orang yang bisa mengulang hukuman
cambuk. Percayalah”, sepasang mata Pangeran Wang Wook menatap bening
mata Hae Soo.
Diam-diam Hae Soo merasa hatinya bergetar, Pangeran Wang Wook
selalu memperlakukan dengan istimewa. Ia tidak terlalu dungu sekedar
untuk menterjemahkan bahsa tubuh itu. Tiba-tiba terbayang wajah pucat
dan tubuh ringkih Nyonya Hae, bila ia membiarkan hubungan dengan
Pangeran Wang Wook semakin dekat, ia akan melukai wanita yang berhati
lembut itu.Hae Soo melepaskan tangan Wang Wook dari pundaknya, kemudian
berlalu pergi, ia harus memasang jarak.
Di tempatnya berdiri, Pangeran Wang Wook terpaku. Adakah Hae
Soo tidak merasakan getaran hati? Atau.... gadis itu memang memiliki
alasan kuat mengakhiri pertemuan ini.
***
Hae Soo tak dapat menipu diri, ia terlalu berkesan dengaan
kehadiran Pangeran Wang Wook, akan tetapi pangeran itu adalah suami
tercinta Nyonya Hae. Ia tak akan pernah sanggup melukai sepupu yang yang
budiman itu. Ia harus mampu menempatkan diri antara Nyonya Hae dan
Pangeran Wang Wook. Tanpa kehadiran Nyonya Hae di istana ini, apa
sebenarnya arti keberadaannya di tempat ini? Hae Soo berfikir terlalu
jauh, ia tidak menyadari Pangeran Wang So telah berdiri di depannya,
tanpa sadar ia menabrak Pangeran ke-4. Ia demikian terkejut dan merasa
malu dengan kekeliruannya, tak ada pilihan, kecuali berpura-pura
kepalanya sakit, karena benturan kecil. “Aduh .... sakit....Pangeran
menabrakku.”
“Hae Soo, engkau selalu menciptakan kesalahpahaman, tidakkah
seharusnya engkau mengucap terima kasih, aku telah menyelamatkanmu dari
hukum cambuk”, Wang So menatap Hae Soo dengan pandangan aneh, ia telah
nyata-nyata menyelamatkan gadis itu dari tangan besi Putri Yeon Hwa,
tetapi tak sekalipun ia mendapatkan ucapan terima kasih.Ah, Hae Soo
gadis manis yang aneh.
Hae Soo berbalik menatap sepasang mata Pangeran Wang So satu
hal yang tak berani dilakukan seorang gadis pun di istana ini.
Sesungguhnya ia merasa heran, mengapa Pangeran Wang So yang berwajah
dingin tiba-tiba berbaik hati menolongnya. Selama ini, Pangeran ke-4
selalu mengancam hendak membunuhnya. Hae Soo tidak pernah mengerti,
sejak pertemuan di atas bukit kala mengantar hidangan makan siang.
Pandangan Pangeran Wang So terhadap dirinya telah berubah.Wang So tak
pernah mengenal gadis semanis Ha Soo, sosok yang menyebabkan dirinya
merasa damai.
“Baiklah, terima kasih untuk kebaikan hati telah
menyelamatkanku dari hukuman cambuk”, nada suara Hae Soo datar, ia ingin
segera beralu, tak ingin mengalami masalah dengan Pangeran ke-4.
“Tapi, bagaimana engkau bisa mendapatkan hiasan rambut
itu?”Pangeran Wang So bertanya, tak ada keinginan untuk membunuh gadis
itu. Hatinya diam-diam teriris saat mengingat lidah cambuk melecut
punggung Hae Soo. Bahkan Si Jelita Yeon Hwa bisa berlaku amat kejam,
jauh berbeda dengan penampilannya sebagai gadis keturunan bangsawan.
“Pangeran menjatuhkan saat berendam di kolam permandian, saya
berniat menyerahkan, tetapi Panageran sudah pergi berlalu”, tiba-tiba
Hae Soo tersadar, Pangeran Wang So bukanlah sosok yang menakutkan. Saat
menatap ke wajah bertopeng itu Hae Soo mengerti. Pangeran ke-4
sesungguhnya memiliki wajah yang tampan, andai luka tak pernah tergores,
Wang So tak kalah tampan dengan pangeran yang manapun. Dan topeng itu,
bukanlah suatu hal yang menyeramkan, Wang So menyembunyikan jiwa yang
rapuh dan kesepian. Ia adalah Pangeran Terbuang. Sikap dingin pada raut
wajah itu sesungguhnya menutupi kesunyian hati.”O ya, saya akan tetap
diam untuk pertemuan tak sengaja di kolam itu”, Hae Soo merasa perlu
memegang janji.
”Tidakkah engkau selalu merasa takut padaku?”Pangeran Wang So
bertanya, nadanya terdengar bersahabat, ia memang memerlukan seorang
sahabat.
“Sekarang saya tidak takut pagi. Atau, Pangeran masih berniat
membunuhku? Dan jangan pernah berkata, aku adalah milikmu. Saya adalah
manusia, bukan benda mati atau mahluk hidup yang lain”, Hae Soo tidak
sadar, raut wajahnya demikian mempesona ketika mengucap kata-kata itu
dengan leluasa.Ia tak pernah sadar Pangeran Wang So terpana.
“Kalau benar demikian, saya akan memanggilmu dengan sebutan,
orangku”, Pangeran Wang So tak mau menyerah, ia menikmati percakapan
kecil ini. stelah terbuang di Shinju, bertarung antara hidup dan mati,
kebencian ibunda ratu, bahkan setelah ia menghapus jejak kejahatannya.
Sosok Hae Soo tiba-tiba menjadi seorang yang memberikan rasa damai.
Perasaan terindah yang tak mampu dicapai selama ini.
***
Pangeran Wang Jung acapkali menyamar di keramaian, ia ingin
menetahui keadaan masyarakat yang sesungguhnya, tanpa mereka mengetahui
jati diri yang sebenarnya. Pangeran tidak menyadari, bahaya mengintai di
setap sudut, penyamaran tidak selalu berhasil. Sementara perselisihan
dengan seorang warga membawanya pada sebuah perkelahian. Seorang warga
pada hakekatnya memiliki kelompok, ia bukan menetap seorang diri. Tak
lama setelah perkelahian itu, anggota kelompok berdatangan, menatap
dengan siapa anggotanya berkelahi?
“Ia seorang Pangeran”, sebuah suara berbisik. Ia mengenali
Pangeran Wang Jung yang manis di balik pakaian sederhana. Ia adalah
kepala kelompok yang menatap Pangeran Wang Jung dengan wajah penuh
dendam.Dengan paksa kepala kelompok itu membawa Pangeran Jung menjauh
dari keramaian dengan paksa. Andai berkelahi satu lawan satu, Pangeran
Jung belum tentu kalah. Akan tetapi, ia seorang diri di antara banyak
orang yang tampak beringas. Diam-diam Pangeran Jung merasa gemetar. Hari
inikah akhir hidupnya?
Pada waktu dan tempat yang sama Hae Soo dan Chae Ryung tengah
berjalan-jalan, keduanya tampak seakan sahabat tak terpisahkan. Hae Soo
terkejut ketika melihat Pangeran Wang Jung diculik sekelompok orang
meninggalkan keramaian, menuju tempat yang jauh. Pangeran ke-4 dalam
bahaya, Hae Soo bertindak cepat, “Pergilah meminta bantuan ke istana,
saya akan mengikuti Pangeran Wang Jung”, Hae Soo tak perlu menyampaikan
lebih kata-kata. Sementara Chae Riung mendengar kata-kata itu dengan
bimbang. Hae Soo setengah berlari mengikuti jejak Pangeran Jung, ia tak
akan membiarkan seorang pangeran dalam bahaya.
Hae Soo terlalu sibuk dengan kecemasan akan keadaan Pangeran
Wang Jung, ia tak menyadari Pangeran Wang So tengah duduk di atas
punggung kuda hitam, di tempat dan wktu yang sama. Pangeran ke-4 merasa
heran, mengapa Hae Soo mengabaikannya? Kemana gadis itu tergesa pergi? Pangeran ke-4 merasa tidak memiliki alasan untuk tidak mengikuti kemana arah Hae Soo tergesa pergi?
Langkah kaki Hae Soo akhirnya sampai di hutan bambu, mata gadis
itu terbelalak.Pangeran Wang Jung tampak tengah dikeroyok sekawanan
perompak, pangeran itu mencoba membela diri, ”Tahukah dengan siapa
kalian berhadapan, Tidakkah kalian masih perduli dengan kehidupan ini?”
“Tanganku buntung, karena ulang Wang Jung”, suara kepala
perompak geram, ia tak akan pernah melupakan suatu hari ketika tangan
sebelahnya terpenggal dan ia menderita cacat hingga hari ini.
“Aku tak memenggal lenganmu”, Pangeran Wang Jung menyangkal,
ia tak menyangka akan dikepung banyak orang yang berniat
mencelaikainya.Diam-diam ia mulai merasakan arti takut, andai ia
berkelahi satu lawan satu.
“Engkau mengalahkanku pada sebuah pertandingan.Atau, ibumu yang
melakukan hal ini kepadaku”, perompak itu menatap Pangeran Wang Jung
dengan bara api dendam yang semakin membakar. Kehilangan lengan adalah
kesulitan seumur hidup, hutang nyawa bayar nyawa, hutang lengan bayar
lengan.
“Aku tak mengerti apa maksudmu?”wajah Pangeran Wang Jung
memucat, apa yang akan terjadi setelah ini? Kecuali mereka, di hutan ini
tapa sesiapa.
“Berikan kapak, aku harus memenggal lengan Wang Jung”, tangan
kepala perompak itu kini menggenggam kapak besi, degan mata yang
berkilat. Perompak yang lain memegang tangan Wang Jung. Pangeran ke-14
mencoba melawan, tetapi tak berdaya dengan banyak tenaga yang memegang
tubuh dan lengannya.Pangeran Wang Jung tergagap, ia tak bertenaga untuk
menolong diri sendiri. Apakah kehidupan akan berakhir hari ini? Seluruh
tubuh pangeran itu terasa lunglai.
Sementara Hae Soo yang mengikuti jejak Pangeran Wang Jung
merasakan ketakutan yang sama. Ia memang tak pernah akrab dengan
Pangeran Jung, akan tetapi ia juga penghuni istana Goryeo. Akankah ia
membiarkan Pangeran Wang Jung kehilangan lengan? Ia tak pernah belajar
ilmu diri, tetapi ia harus melakukan sesuatu untuk Pangeran Jung atau
Pangeran ke-14 itu akan kehilangan lengannya. Hae Soo melawan rasa
takut, juga cemas andai ia celaka, karena melakukan pembelaan di luar
kemampuannya. Akan tetapi, apa arti cemas? Apa arti takut? Sekarang
saatnya bertindak. Gadis itu menyambar ranting kering mengejutkan semua
yang bertikai di tempat itu,”Saya akan menarik usus kalian dan
merebusnya.Kalian akan mati jika mendekat”, dengan berani Hae Soo
berusaha membuat para perompak itu menjauh dari Wang Jung.
Teriakan Hae Soo menyebabkan para perompak terkejut dan
tiba-tiba menjauhkan diri dari Pangeran Wang Jung. Di pihak lain
Pangeran Wang Jung tak kalah terkejut, ia tak pernah menyangka dalam
keadaan genting, akan ada seorang gadis datang menyelamatkan lengannya.
Sesaat kemudian Wang Jung terpana, ia terlupa tengah berhadapan dengan
musibah besar. Sepasang matanya menatap Hae Soo tak berkedip, gadis itu
memiliki tubuh mungil dengan pinggang yang teramat ramping, kulit
wajahnya seputih mutiara, bibirnya indah bak buah delima merekah,
sepasang matanya mengingatkan pada embun yang tergenang pada pucuk-pucuk
daun. Ia tak pernah mengenal dekat gadis ini, tetapi tiba-tiba Hae Soo
datang mempertaruhkan keselamatan diri demi kehidupannya. Adakah gadis
manis itu memiliki kemampuan bela diri untuk mengalahkan sekawanan
perompak?
Adakah Pangeran Wang Jung tahu, bahwa kejadian hari ini akan
mengubah seluruh hidupnya? Sekali lagi Pangeran ke-14 terpana. Apa yang
bisa dilakukan gadis mungil itu untuk menyelamatkannya?
***
Di istana Ratu Hwangboo tengah bertemu dengan Pangeran Wang
Wook dan Putri Yeon Hwa, dua anak kerajaan yang dicintainya. Ratu
Hwangboo tengah mengunjungi Nyonya Hae, menantunya sedang sakit.
“Nyonya Hae meminta kepada Pangeran Wang Wook untukmenceraikan”, suara
Putri Yeon Hwa dingin, seolah perceraian adalah suatu hal biasa dalam
sebuah perkawinan.
“Benar demikian?”Ratu Hwangboo menatap wajah Pangeran Wang Wook meminta kepastian, wajah menawan itu terlihat galau.
“Saya tidak akan pernah berpaling dari seorang istri,tidak ada
kata-kata cerai dalam perkawinan ini.Lebih baik ibunda ratu bersikap
seolah tak pernah mendengar kata-kata itu”, sekilas Pangeran Wang Wook
melirik wajah jelita Putri Yeon Hwa, ia sangat mengasihi putri itu, ia
mengerti akan sikapnya yang keras dan lebih tetap disebut kaku. Yeon Hwa
kerap tak mempertimbangkan perasaan orang lain saat berucap.
“Lebh baik engkau kembali menikah demi masa depan”, Yeon Hwa
mendesak Pangeran Wang Wook, ia tidak tahu bagaimana perasaan Pangeran
ke-14. Wang Wook tak pernah mencintai Nyonya Hae, tetapi ia tak pernah
memiliki alasan untuk bercerai atau kembali menikah. Ia tak berniat
lebih lanjut menyakiti wanita ini.
“Pernikahan bagimu hanya sekedar kepentingan politik, aku tak
ingin bertempur untuk memperebutkan tahta”, nada suara Pangeran Wang
Wook menjadi tinggi, ia tahu isi hati Yeon Hwa, adinda Sang Putri selalu
berharap dekat tahta. Yeon Hwa hanya melihat kekuasan dan kemuliaan, ia
tak pernah mampu bahaya besar yang selalu mengancam.
“Sudahlah, jangan bertikai, keluarga ini bisa berpijak di tanah
Songak karena perjuangan keluarga Nyonya Hae.Kita berhutang budi, tak
boleh melupakan”, Ratu Hwangboo menengahi, ia tak pernah tahu apa yang
akan terjadi pada dirinya tanpa kebaikan keluarga besar Hae?
Percakapan keluarga itu masih akan berlangsung, akan tetapi
tiba-tiba Chae Ryung menerobos masuk dengan wajah ketakutan, “Nona Hae
Soo berada dalam bahaya dengan para perompak”, kata-kata singkat,
diucapkan dengan tergagap.Pangeran Wang Wook bagai disambar petir, ia
segera berdiri dengan sigap. Ia tak perlu mendengar ucapan selanjutnya
untuk bertindak. Percakaan itu berakhir, ia harus menuju ke tempt Hae
Soo dalam bahaya.
Di hutan bambu Hae Soo dan Pangeran Wang Jung berdiri
berdekatan menghadapi bahaya, “Maafkan, aku sudah melibatkanmu dalam
kesulitan”, suara itu bergetar. Akan tetapi, yang bergetar hebat
sesungguhnya hati Pangeran Wang Jung, ia tak pernah mendapati seorang
gadis istana dengan keberanian seperti ini. Seorang gadis manis yang
berlaku nekat menyelamatkan hidupnya tanpa memperdulikan keselamatan
diri.
“Lebih baik kita berdua lari ....” Hae Soo menjawab, ia tahu tak akan selamat menghadapi sekawanan perompak yang dibakar dendam.
Sigap Pangeran Wang Jung melindungi Hae Soo dengan tubuhnya
dari balok yang dihujamkan pada gadis itu,”Jangan khawatir, saya
berjanji akan menyelamatkanmu”, ucapan Pangeran Jung setulus hati, ia
adalah orang yang paling bersalah, bila gadis ini celaka.
Dalam keadaan genting tiba-tiba Pangeran Wang Wook datang,
dengan berani Pangeran ke-8 bertarung menghadapi para perompak,
menghindarkan Pangeran Wang Jung dan Hae Soo dari celaka, meski ia tak
luput dari sasaran balok. Pangeran Wang Wook berhasil menghadapi para
perompak itu, akan tetapi kepala perompak yang terbakar dendam masih
tegak berdiri, sikapnya mengancam.
”Percaya diri adalah musuh terbesarmu. Apa kamu tak tahu yang
kukatakan?”kepala perompak berucap dengan geram, maka perompak lain
kembali bermuncul.
Kini Pangeran Wang Jung, Hae Soo, dan Pangeran Wang Wook
terkepung rapat, tiga orang itu saling bertatapan. Adakah ketiganya akan
selamat di tangan sekawanan perompak yang dibakar dendam? Pangeran Wang
Wook bahkan tak yakin dengan kemampuannya bela diri, tetapi yang lebih
membuatnya cemas adalah Hae Soo. Mengapa gadis ini selalu dalam bahaya?
Tiba-tiba Pangeran Wang So muncul di tempat yang sama, wajah
bertopeng itu tampak dingin, siap menyebar maut. Semula Wang So
bertanya-tanya, mengapa Hae Soo tergesa pergi ke hutan bambu. Kini ia
mengerti, gadis itu tampaknya mengikuti Pangeran Wang Jung. Pangeran
Wang Wook beserta keduanya, tetapi jumlah perompak itu terlalu banyak.
Ia tahu apa yang harus dilakukan terhadap perompak itu. Pangeran itu
mengacungkan pedang, “Apa kalian semua berani?!” Wang So tak pernah ragu
dengan tantangannya, ia pernah berkelahi dengan sekawanan srigala, ia
tak gentar berhadapan dengan perompak.
Kawanan perompak itu terdiam saling bertatapan, mereka telah
mendengar perihal pageran ke-4, pangeran bertopeng dengan kemampuan bela
diri yang menakjubkan. Pangeran yang mampu membantai lawan dengan
kepala dingin. Kawanan perompak itu menjadi ketakutan ketika wajah
bertopeng itu menatap tajam, ”Apa kalian semua mau mati?”.
Tanpa menunggu kata-kata berikut kawanan perompak itu segera
berlari menyelamatkan diri. Tak ada keberanian lagi untuk memenggal
tangan Pangeran Wang Jung, Pangeran ke-4 akan membantai mereka dalam
sekejab bila terus melanjutkan tantangan.Perkelahian itu selesai.
Pangeran Wang So menghela napas panjang, ia akan melakukan
segalanya termasuk mambantai seluruh kawanan perompak tanpa ampun untuk
melindungi keluarga kerajaan. ”Apakah kamu terluka?”Pangeran ke-4
menatap Hae Soo, ia kembali bertemu dengan gadis ini dalam keadaan
genting. Ah, Hae Soo ....
”Tidak...”Pangeran Wang Jung menjawab, ia menghela napas panjang untuk nasib mujur hari ini.
”Sungguh mengejutkah So datang pada saat yang
genting....”sekilas Pangeran Wang Wook mengangguk, ia tak yakin nasb
hari ini tanpa kehadiran Pangeran Wang So dengan citra dirinya yang
menakutkan, terbukti kawanan perompak itu berlari lintang pukang.
“Aku akan selalu kebaikan hatimu hari ini Wang So serta Wang Wook”, Pangeran Wang Jung mengangguk, adakah ia akan tetap memiliki kehidupan tanpa kehadiran dua orang pangeran.
Selanjutnya Pangeran Wang Jung menatap Hae Soo dengan sikap
penuh terima kasih, “Saya berjanji akan menjaga kehidupanmu seperti
kehidupannya sendiri. meskipun harus mati”, Pangeran ke-14 tak pernah
ragu dengan kata-katanya, andai Hae Soo tidak segera datang dengan
ranting kering di tangan, adakah ia masih pula memiliki lengan?
”Aigoo, Pengeran Muda, Pangeran sungguh kuat,
Pangeran akan menjadi manusia yang hebat, segera....”Hae Soo merasa
demikian lega, ia telah berhasil menyelamatkan Pangeran Wang Jung
dengan bantuan Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang So. Pangeran ke-24
masih selamat tanpa harus kehilangan lengan.tanpa sadar Hae Soo sambil
memeluk dan menepuk punggung Pangeran ke 14 Wang Jung.Satu hal yang tak
berani dilakukan gadis yang manapun, karena ia adalah seorang pangeran.
Adakah Hae Soo tahu, bahwa kebaikan hatinya hari ini, akan membantunya kelak pada suatu hari?
Akan tetapi, Hae Soo segera sadar, ia telah bertindak dengan
tidak semestinya , saat melihat ke arah Pangeran Wang Wook dan Wang So,
gadis itu menjadi salah tingkah.Wajahnya semburat merah,karena malu,
meski Pangeran Wang Jung tak merasa berkeberatan dengan sikap gadis ini.
hatinya masih bergetar.”Engkau mengingatkanku pada akan seorang
saudara. Saya harus kembali ke istana....”Pangeran Wang Jung tidak bisa
berlama-lama di hutan ini, ada hal lain yang harus dikerjakan.
”Pangeran....Fighting .... Fighting....”sebutan ‘saudara’ bagi
Hae Soo menyebabkan gadis itu merasa gembira. Setelah ketakutan Hae Soo
kembali tertawa, ia telah terbebas dari lubang jarum.
Pangeran Wang Wook melangkah bersama dengan Hae Soo, akan
tetapi raut wajahnya menunjukkan kemarahan, tak sepatah kata pun
terucap.Hae Soo sadar akan kejangalan ini, ia perlu melakukan sesuatu.
Gadis itu berteriak, pura-pura kakinya sakit, sehingga tak bisa
berjalan. Dan tiba-tiba Pangeran Wang Wook telah berada di hadapan Hae
Soo.
Wajah pangeran itu tampak demikian galau, ”Saya pikir saya
sudah kehilanganmu, tak akan pernah melihatmu....”, suara Pangeran Wang
Wook setengah berbisik,tetapi cukup mengejutkan Hae Soo. Ketika Pangeran
ke-8 menatap sedemikian dekat, Hae Soo berkeputusan menyingkir. Akan
tetapi, pangeran itu segera memeluk Hae Soo erat-erat.Sungguh, ia takut
kehilangan gadis ini.
Wang Wook bertindak seakan hendak mencium Hae Soo, ada
keinginan hebat dalam diri pangeran itu untuk menyatakan cinta. Akan
tetapi Pangeran ke-8 mengurungkan niatnya, sementara pelayan terdengar
cemas mencari sambil memanggil nama Hae Soo.Apa yang terjadi andai para
pelayan tahu, ia tengah mencium sepupu Nyonya Hae? Wajah Wang Wook
semburat merah, ada jarak terentang sedemikian lebar antara ia dengan
Hae Soo, meski gadis itu dapat diraih dalam satu langkah ke depan.
Diam-diam pangeran itu mengeluh, ia tak pernah merasa galau seperti
ketika ia tengah mengenal Soo yang berbeda. Apa sesungguhnya yang
terjadi pada dirinya?
Sementara Chae Ryung tergesa datang bersama pelayan yang lain,
wajahnya cemas, hamper-hampir berurai air mata, “Bagaimana keadaan Agassi
dan Pangeran ke-14?”pelayan itu menatap Hae Soo dalam-dalam, gadis ini
bukan sekedar keturunan bangsawan yang harus dilayani, akan tetapi
sahabat sehari-hari.
Hae Soo tidak menjawab, tiba-tiba kemampuannya berpikir seakan terhenti, mengapa Pangeran Wang Wook berlaku sepeti itu? Ia bukan lagi gadis kecil yang dungu. Apakah …? Hae
Soo tak berani terus berpikir, Nyonya Hae datang, wajah lembut itu
memandangi Pangeran Wang Wook dengan sayu. Ia pun tidak dungu, seorang
yang teramat dekat dan dapat membaca isi hati Sang Pangeran tanpa
sepatah kata. Pangeran Wang Wook tak dapat menyembunyikan kecemasan
hebat akan keselamatan Hae Soo. Nyonya Hae membuang pandang kemudian
menghela napas panjang.
Putri Yeon Hwa datang pula, menatap Pangeran Wang Wook,
hatinya tak kalah cemas, “Ibunda Ratu sangat khawatir, adakah engkau
baik-baik saja?”suara itu tak dapat menyembunyikan rasa takut. Apa yang terjadi, sehingga Wang Wook seakan harus bertaruh antara hidup dan mati? Yeon
Hwa berharap Pangeran Wang Wook akan menjawab, tetapi wajah jelita itu
berubah diliputi segala rasa heran, ketika tiba-tiba Wang Wook melangkah
pergi, menjauh dari segala rasa cemas. Sesungguhnya ia yang paling
khawatir bila nasib buruk menimpa Hae Soo, ia akan merasa sangat
kehilangan.
Yeon Hwa menatap punggung tegap Pangeran Wang Wook yang berlalu
dalam perasaan galau, kemudian ia menatap wajah bimbang Hae Soo. Putri
Goryeo itu menangkap ada benang lembut tak tampak mata yang terentang
antara Wang Wook dan Hae Soo di tempat ini. Wajah jelita itu tampak
terpengarah seakan tak percaya, tak percaya …
***
Di dalam kamar yang indah dan tertata rapi Pangeran Wang Jung
dan Wang So tampak bercakap-cakap, Pangeran ke-14 sulit menemukan
kata-kata yang tepat untuk mengucapkan terima kasih. Apa yang akan
terjadi, bila Pangeran Wang So tidak hadir tepat pada waktunya? Ia, Hae
Soo, dan Pangeran Wang Wook akan celaka, “Tak ada kata-kata yang paling
tepat untuk mengucap terima kasih”, suatu keajaiban, bahwa Pangeran Wang
So hadir pula di Songak.
“Seharusnya engkau memahami keadaan sekitar sebelum turun
menyatu dengan masyarakat”, Pangeran Wang So memberikan saran, andai ia
tidak melihat bayangan si manis Hae Soo berjalan tergesa, adakah ia akan
dapat menyelamatkan Wang Jung, seorang adik kandung?
“Saya sedang tidak beruntung”, Pangeran Wang Jung mengeluh,
terbayang kembali ketika mata golok nyaris memenggal lengannya. Sesaat
wajahnya yang manis tampak gundah, sepasang matanya memejam.
“Apa maksudmu tidak beruntung?”Pangeran Wang So bertanya, ia
nyaris tak memiliki waktu untuk bersama dengan Wang Jung, saudara satu
ibu dan satu ayah.
“Saya sama sekali tidak tahu dengan lengan buntung yang menimpa
perompak tadi”, Pangeran Wang Jung mencoba mengingat-ingat, kapan ia
bertindak semena-mena, sehingga ia harus menuai beban hari ini.
“Adakah engkau akan melepaskan tangan? Seorang pangeran harus
bertanggung jawab dengan segala hal yang telah dikerjakan”, Wang So
mengingatkan, mengapa tiba-tiba sekawanan perompak berniat mencelakakan
Wang Jung? Benarkah semua itu danpa sebab?
“Pangeran …?” sebutan ‘pangeran’ menyebabkan Pangeran Wang Jung
tertawa, Wang So melebih lebihkan dirinya dalam menuntut tanggung
jawab. Apakah karena ia tidak pernah mendapatkan cinta seorang ratu?
Dengan setengah geram kemudian Jung kembali berucap, “Sesungguhnya
engkau marah padaku, karena Ibunda Ratu menutup pintu. Adakah suatu hal
yang memalukan bila saya mesti terlahir dari rahim ibu yang sama”,
Kata-kata itu cepat dan singkat tanpa rencana, tetapi bagi Wang
So terdengar seakan bilah bambu yang riuh bergesekan, mengiris. Ia
harus tahu apa arti tersinggung dan marah, Pangeran Jung tak mengucap
terima kasih setulus hati, bahkan menyudutkan dengan kata-kata yang
tidak semestinya. Dengan cepat tangan Wang So terangkat tinggi-tinggi,
dan “Plakk…!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi Pangeran Wang Jung.
Pangeran ke-14 terpekik, ia tak menyangka kata-kata itu
berakibat fatal, menyebabkan Wang So tega melayangkan tangan.Dalam jarak
yang tidak terlalu jauh Ratu Yoo melihat kejadian itu. Wajah permaisuri
segera berubah merah padam, karena geram, ia tak menginginkan
kehadiran Pangeran Bertopeng di Songak, terlebih kelancangannya
menggampar pipi putra tersayang, Wang Jung.Dengan penuh kebencian Ratu
Yoo mendorong Wang So menjauh dari Wang Jung, “Engkau selalu menjadi
sumber persoalan, mestinya engkau menjauh dari tempat ini”,suara Ratu
Yoo tegas.
Pangeran Wang Jung menyadari kesalahannya, mengapa Pangeran
Wang So mesti bertindak kasar, ia berusaha melerai. “Ibunda Ratu, Wang
So adalah orang yang menyelamatkan saya”, Wang Jung sesungguhnya tidak
menghendaki pertikaian ini, sesungguhnya pula ia menyesal, mengapa
ibunda selalu menolak kehadiran Pangeran Wang So.
“So hanya membawa ketidakberuntungan bagi sesiapapun yang
mendekatinya. Jika dekat dengan So, maka engkau akan mengalami hal yang
sama”, Ratu Yoo benar ingin Wang So tidak berada di sekitarnya, ia
telah menggagalkan rencana pembunuhan terhadap Putra Mahkota,
mengacaukan seluruh rencana jahatnya.Wang So bukan sekutu, “Jangan
pernah mendekati Pangeran Wang Jung”, Ratu Yoo mengancam.
“Saya tidak akan pernah mendekati siapa-siapa, kecuali
seseorang meminta saya melakukanya”, Pangeran Wang So melirik Pangeran
Wang Jung, seorang anak manis yang selalu berada di bawah perlindungan
seorang ratu. Sementara Pangeran Wang Jung menahan tangis,luka serta
memah di sekujur tubuhnya menimbulkan rasa sakit. Maka Ratu Yoo berkuasa
memerintah semua tabib untuk menyembuhkan putra tercinta.
***
Dalam jarak yang terentang cukup jauh dari tempat Pangeran Wang
So bertikai kemudian mendapatkan amarah Sang Ratu. Bayangan Pangeran
Wang Wook tampak berkelebat memacu kuda, mengepulkan debu kering di
sekitarnya. Sang Pangeran tak tahu dengan pasti kemana arah yang harus
dituju, akan tetapi ia harus menjauh dari seseorang yang menimbulkan
perasaan galau. Di bawah sebatang pohon rindang, berdaun lebat,
menghijau Pangeran ke-8 terhenti. Ia seorang pangeran, keturunan
langsung dari Raja Besar Taejo, ia hidup bergelimang kemuliaan pada
sebuah megah istana berhiaskan taman raja-raja. Ia memiliki kediaman
yang kukuh, didampingi seorang wanita agung berwajah lenbut berhati
santun. Akan tetapi, apa arti semua itu, ia tidak memiliki kebebasan
memilih untuk hidup dengan seorang wanita yang dicintai.
Hae Soo …
Mengapa gadis itu kini hadir dalam jarak terlampau dekat,
ketika ijin pernikahan harus diberikan seorang raja. Sungguhpun Nyonya
Hae memberikan kerelaan bagi perkawinan kedua, ia tak akan pernah
sanggup melakukanya. Ia terjebak dalam tanggung jawab seorang anggota
kerajaan, seorang suami dengan akibat bersedia kehilangan ketika merasa
sanggup mencintai. Wang Wook kini seorang bocah yang hilang arah,
terseret gelombang hidup yang menghantam perasaan hingga berdebur ke
tengah-tengah lautan.
Sementara di dalam kamar, Hae Soo mengalami kegalauan yang
sama. Tanpa kata-kata pasti ia bisa memahami perasaan Pangeran Wang
Wook, bukankah ia memiliki perasaan serupa? Gadis mana yang tidak jatuh
cinta dengan wajah tampan serta sikap bijak seorang Pangeran Goryeo.
Akan tetapi, ia tidak mungkin menyusup di dalam celah menganga antara
Sang Pangeran dan Nyonya Hae. Wanita agung itu tidak memiliki kesalahan
apa-apa, kecuali ia sungguh mencintai Pangeran ke-8.Ia menyadari
cintanya bertepuk sebelah tangan, akan tetapi bagaimana ia bisa
mengakhiri perkawinan itu, kecuali Pangeran Wang Wook menginginkannya?
Gadis itu tak mampu memejamkan sepasang mata. Tubuhnya yang
ramping berbalik ke kanan dan ke kiri, tak mudah mendapatkan jawaban.
Mengapa ia terjebak dalam 1000 tahun kehidupan di masa lalu. Sementara
seluruh perasaan terseret sedemikian jauh?
Adapun Pangeran Wang So terguncang pula oleh perasaan galau
dari sebab yang berbeda. Terlalu menyakitkan ketika harus menyadari,
bahwa Ibunda Ratu mengancam supaya menjauh dari Pangeran Wang Jung.
Bukankah ia adalah suadara kandung? Pangeran malang itu menyepi di depan
altar, ia memerlukan waktu untuk merenung, menata kembali kekuatan diri
setelah sadar Sang Ratu berulang kalimenolak kehadirannya. Ia tak
memiliki tempat yang kebih tepat kecuali Goryeo, sekalipun seorang Ibu
kandung tak menginginkan kehadirannya. Pangeran Wang So tahu, bagaimana
ia harus bersikap.
***
Keesokan harinya Putra Mahkota dan Wang So mengatur waktu untuk
bertemu dengan ayahanda raja mengajukan sebuah permintaan,”Ijinkan
Pangeran Wang So menetap di Songak sebagai orang kepercayaan saya”,
permintaan itu terdengar bersungguh-sungguh, Putra Mahkota tahu, ia tak
dapat memanggul mahkota seorang diri. Ia memerlukan sekutu yang bisa
dipercayai.
“Bintang Pangeran Wang So tengah bersinar di atas istana Songak
dan hendak bergabung dengan bintang Putera Mahkota”, Ji Mong, si ahli
bintang yang selalu dekat dengan raja mendukung keinginan Putra Mahkota.
Ia tahum, Pangeran Wang So adalah sekutu yang tidak bisa dianggap
ringan.
“Akan tetapi, ibu Wang So mencoba membunuh putra mahkota dan
saudara kandungmu, Wang Yo menginginkan pula kedudukan Putra Mahkota.
Dapatkah aku mempecayaimu?” Raja Taejo memandang Putra Mahkota dan
Pangeran Wang So berganti-ganti, sepasang matanya yang tajam menatap
kedua pangeran dalam-dalam seakan ingin menembus seluruh isi hati. Ia
tak akan membiarkan Putra Mahkota mempercayai orang yang salah.Musuh
besar itu begitu dekat, bersembunyi di dalam selimut. Pangeran Mo selalu
berada dalam bahaya, di bawah ancaman seorang permaisuri.
“Saya berjanji tidak akan pernah bergabung dengan keluarga
saya”, Pangeran Wang So membungkukkan badannya dalam-dalam, ia sungguh
memerlukan ijin seorang raja untuk menetap di Songak, meninggalkan
segala penderitaan di Shinju.
”Bukankah engkau telah diangkat sebagai salah satu anggota
keluarga Kang?”Raja Taejo merasa perlu mengingatkan kedudukan Wang So
sebagai anak angkat keluarga Kang di Shinju.
“Saya tidak pernah dianggap sebagai seorang putra oleh selir
Kang”, Wang So tak ragu dengan jawaban itu.Selir Kang seorang yang sakit
jiwa, karena kehilangan seorang putera, kehadirannnya di Shinju tak
pernah mengobati rasa sakit itu, pedih perih bahkan berbalik
menyakitinya.
“Apa yang rela engkau korbankan demi Putra Mahkota?” Yang Mulia
Raja masih memerlukan jawaban, tatapan sepasang matanya setajam mata
pisau.
“Saya berjanji di depan Yang Mulia Raja tidak akan tunduk
serta setia kepada siapapun, kecuali kepada Putra Mahkota. Tidak pula
kepada saudara atau keluarga”, Pangeran Wang So telah menetapkan
pilihan, ia harus membaktikan diri kepada pihak yang memerlukan atau
kembali kepada Selir Kang yang sakit jiwa.
“Jika Pangeran Wang So tetap berada di Songak, maka bintangnya
akan bersinar bersama bintang Putra Mmahkota, akan membawa keberuntungan
besar bagi Dinasti Goryeo”, Ji Mong yang mampu menatap jauh tak pernah
ragu dengan kemampuan Panageran Wang So. Putra Mahkota tak akan pernah
menjadi kuat hingga menduduki tahta, kecuali didukung sekutu yang
bersetia.
Sesaat suasana di balai singgasana hening, hingga Yang Mulia
Raja akhirnya bertitah, “Baiklah, Wang So mendapatkan ijin untuk tetap
tinggal di Songak”, maka Pangeran Wang So dan Putra Mahkota segera
bersujud di depan Raja, berterima kasih atas kemurahannya.
Diam-diam Pangeran Wang So tersenyum, ia telah memulai suatu
hari untuk menebus segala sakit hati dan kekecewaan, karena hidup di
bawah penindasan orang lain. Hari ini ia akan memulai suatu kehidupan,
karena keinginannya sendiri. Ia adalah manusia merdeka yang tidak bisa
ditindas siapapun dengan semena-mena.
***
Sementara Pangeran Wang Wook masih berada dalam suasana hati
yang galau, ia kehilangan selera di meja makan, ada yang berkecamuk di
dalam diri seakan perang saudara tak berkesudahan. Ia menatap Nyonya
Hae dengan gamang, “Tak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja”,
Pangeran Wook tahu isi hati wanita ini, tetapi apa yang harus
diungkapkan? Dapatkah seorang seorang mengatakan “ya”bila hal itu
adalah kebohongan, atau “tidak” dan ia akan dianggap melakukan
kesalahan. Adat kerajaan bisa mengatur setiap perilaku, tetapi bukan
seluruh kata hati.
Nyonya Hae mengerti suasana hati Sang Pangeran, ia mengira akan
berbahagia bila bersanding di dalam kehidupan istana dengan
satu-satunya Putra Goryeo yang dicintainya. Akan tetapi, sikap bungkam
Pangeran Wang Wook diam-diam semakin menyakiti hati. Andai Pangeran ke-8
dengan tegas mengambil sikap mencampakkan. Tanggung jawab yang
diberikan sebagai suami dengan perlahan, tetapi pasti telah berubah
menjadi sebilah pisau yang tajam berkilat melukai. Nyonya Hae menunggu
suatu waktu untuk membebaskan diri dari semua “kesalahan.
Suasana di ruang makan terasa kaku, hingga Hae Soo muncul
dalam sikapnya yang polos. Nyonya Hae sengaja memanggil Hae Soo supaya
bisa makan bersama Pangeran Wang Wook, meskipun gadis ini berusaha
menghindar. Kini, mereka duduk bertiga, Hae Soo dapat merasakan suasana
kaku dalam perjamuan ini, “Lain kali engkau mesti berhati-hati bila
hendak menyelamatkan pangeran”, Nyonya Hae menatap Hae Soo dengan
lembut, ia selalu terhibur kala gadis ini hadir, karena mengisi
kekosongan akan ketiadaan seorang anak.
“Saya ucapkan terima kasih atas pertolongan Pangeran Wook”,
Hae Soo mengangguk perlahan kepada Pangeran Wang Wook, ia tidak tahu
bagaimana nasibnya bila Pangeran ke-8 tidak hadir pada waktu yang tepat
dengan mempertaruhkan keselematan pula.
“Aku hanya melakukan tugasku”, Pangeran Wook menjawab sekilas,
ia berusaha bersikap tenang, akan tetapi kehadiran Hae Soo selalu memacu
degub jantung lebih kencang. Gadis leluasa bersikap, tidak kaku seperti
gadis bangsawan, sepasang matanya sejernih embun. Andai ia dipertemukan
pada waktu dan keadaan yang tepat? Dengan perlahan dan hati-hati
Pangeran ke-8 menghela napas panjang, ia tak ingin tahu Nyonya Hae
memahami seluruh isi hati, ia telah cukup menyakiti hati wanita ini.
“Soo lebih baik engkau belajar menjahit dan merajut di rumah,
keadaan di luar terlalu berbahaya bagi keselamatanu”, Nyonya Hae
memberikan saran, ia tak akan bisa memafakan diri sendiri apabila
sepupunya harus mengalami nasib buruk karena kelalaiannya pula.
“O ya, aku mau membaca buku”, Pangeran Wang Wook mengundurkan
diri dengan sikap dingin, seolah-olah tidak menghendaki kehadiran Hae
Soo. Sekilas Soo melirik pangeran itu, ia tak mau berpikir lebih jauh,
ada sesuatu yang mengganjal di hati. Akan tetapi ia ragu
mengartikannya.Ia menikmati kebersamaan dengan Nyonya Hae yang selalu
bersikap tulus sebelum akhirnya berpamit menuju ke halaman yang ditata
sebagai taman-taman yang indah dan menakjubkan.
Hae Soo menghentikan langkah ketika melihat Pangeran Wang So
tengah menyusun batu sebagai perlambang permohona kepada Yang Maha
Agung.”Apa sesungguhnya keinginan Pangeran Wang So?”gadis itu bertanya,
ia tak perlu lagi menatap wajah bertopeng dengan ketakutan. Wang So
adalah seorang pangeran yang kesepian, dari hati yang paling tulus
tumbuh keinginan untuk mengasihi.
“Aku ingin dan akan tinggal di Istana Songak, hal itu berarti
akan jarang bertemu denganmu”, jawab Pangeran Wang So, ia telah
menetapkan sebuah rencana dengan menumpuk batu bagi Sang Penguasa supaya
segala keinginan terpenuhi pada saatnya.
“Hal itu berarti pula, bahwa saya tidak akan selalu
mengantarkan makanan buat pangeran,semoga Pangeran Wang So mendapatkan
kedamaian di istana. Tidak perlu mengancam setiap orang dengan
menghunus pedang, tidurlah dengan nyenyak, dan makanlah dengan enak”,
Hae Soo berpesan seakan memberikan salam perpisahan.
Perlahan sepasang mata Pangeran Wang So menatap Hae Soo, ia
tersadar gadis itu bersikap leluasa tanpa rasa takut, tampaknya
keduanya telah memahami arti pertemanan. “Engkau tak lagi takut
kepadaku?”Pangeran Wang So tiba-tiba terpana menatap wajah Hae Soo,
tetapi ia kesulitan membahasakan suara hati.
“Aku takut kepada diriku sendiri, tiba-tiba aku merasa risau.
Kemana sesungguhnya arah perasaannya ini?”Hae Soo bergumam lirih seolah
Pangeran Wang So tak mampu mendengar kata-katanya. Andai Pangeran ke-4
tahu siapa dirinya, adakah ia juga akan merasa risau? Tetapi bagaimana
pula ia mampu menceritakan kisah yang sulit dimengerti dengan akal
sehat?
Sepasang mata yang bening itu menatap langit, musim gugur
sampai di penghujung tanggal. Sesaat kerlip bintang masih kemilau seakan
batu berlian yang berserakan, kemudian angin semakin dingin berkesiur.
Hae Soo dan Pangeran Wang So masih berdiri dalam jarak dekat tanpa
berkata-kata, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.Angin terus
berhembus menceraikan daun dari ranting, menghalau kerlip bintang di
balik mendung tebal yang kian tebal seakan beku dalam udara dingin.
Pandangan Hae Soo menerawang jauh, ia ingin kembali ke
tempatnya bermula sebagai Ko Ha Jin, tetapi mana jalan yang harus
ditempuh? Sementara Pangeran Wang So merasakan kehangatan dalam selubung
udara yang semakin lama semakin membeku. Kehadiran Hae Soo menciptakan
suasana damai, meski keduanya tak lagi berkata-kata, gadis itu memahami
kesunyian hatinya.Keduanya masih bersama, namun terdiam tanpa sepatah
kata ketika musim gugur berakhir dan menuju suhu yang paling dingin.
Malam telah jatuh ketika salju perlahan turun bagai lembut
gumpalan kapas yang tercurah dari langit. Hae Soo dan Pangeran Wang So
sejenak terpukau dengan kebesaran alam dalam warna yang murni dan
menyentuh, salju pertama. Putih yang terputih. Dalam jarak tidak terlalu
jauh Pangeran Wang Wook menatap bayangan Hae Soo dan Pangeran Wang So,
tak ada yang salah, keduanya tampak bersahabat. Dan lembut butiran salju
itu membawa pikiran Pangeran ke-8 menerawang semakin jauh menuju
wilayah tanpa peta, tanpa akhir.
Hae Soo … Seluruh tubuh Pangeran Wang Wook kembali bergetar.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar