Kamis, 30 Mei 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- EMPAT

 





Pangeran Wang So masih tersenyum penuh kemenangan bagi Sang Ratu, kata-katanya terucap, “Apakah Ibunda Ratu tahu, apa yang telah yang telah saya lakukan bagi seorang ibu?”keduanya bertatapan, seakan ingin menjenguk ke dalaman hati masing-masing. “Saya telah hapus semua jejak yang akan membahayakan ibu”, Wang So sangat berharap ia akan  mendapatkan pujian, maka terobati sudah segala kekecewaan hati.
Tetapi ....
Ratu Yoo tetap menatap wajah bertopeng itu dengan penuh kebencian, ia sungguh tak mengharapkan kehadiran ini, ia tak pernah perlu mengundang Wang So, ia ingin wajah bertopeng ini pergi dari hidupnya hari ini dan untuk selama-lamanya.”Jejak mana yang telah engkau hapus?”suara itu sama dingin dengan angin malam yang menggigit pori-pori.
“Kuil dan biksu dengan lidah terpotong itu, tak ada yang tersisa, tak seorang pun akan memiliki bukti ibu terlibat di dalamnya”, Wang So menatap wajah Ratu Yoo sepenuh harap, betapa ia rindu akan kasih sayang itu.
“Engkau memang sama seperti binatang, membantai manusia tanpa belas kasihan”wajah Ratu Yoo semerah darah, kecantikannya nyaris tak bersisa, yang ada kini adalah guratan kekecewaan dan kebencian. Mestinya Wang So tetap di Shinju, ia tak perlu terlibat hingga sejauh ini, bahkan tahu siapa sesungguhnya dirinya.  Ratu Yoo merasa bagian dari hidupnya yang paling rahasia dicabik cabik.
“Saya melakukan semua ini demi keselamatan ibu”, Wang So membela diri, harapan akan kasih sayang seorang ibu tampaknya benar kandas, bahkan setelah ia melakukan suatu hal yang mengerikan. Ia telah membunuh banyak biksu, membakar kuil, dan tak sepenuhnya setia terhadap Putra Mahkota.
“Seluruh tubuhku merinding, mendengarmu memanggilku,ibu. Lebih baik engkau tinggalkan ruangan ini”, kemarahan Ratu Yoo meluap bagai gemuruh air bah dan banjir bandang.
Seluruh peredaran darah Pangeran Wang So seakan membeku, ia telah melakukan segala-galanya bagi ibunda, sebelum Putra Mahkota mencium seluruh rencana jahat itu. Akan tetapi, betapa mengerikan tanggapan Sang Ratu, ia tetap dianggap seekor binatang yang tak pernah sekalipun diharapkan kehadirannya. Ibunda bahkan tak peduli dengan pedih luka yang menggores tubuhnya, “Benarkah Ratu adalah ibunda yang pernah melahirkan saya, tak sedikitpun Ratu merasa peduli, saya bahkan tidak pernah meminta dilahirkan. Tak seorang pun pernah meminta dilahirkan, mengapa tak sedikitpun ibu membuka pintu hati, setelah saya putus asa menunggu ....” suara Pangeran Wang So berubah menjadi rintihan, ia telah mengemis kasih sayang seorang ibu, sebuah mutlak tanggung jawab yang semestinya tidak perlu diminta.
“Wang So, engkau bukan putraku, engkau adalah putra Kang di Shinju”, Ratu Yoo membuang pandang.
“Ibunda mengutuki wajah yang buruk rupa, siapa yang  tak ingin memiliki wajah rupawan. Ibu berlaku tidak adil, lebih menyayangi Yo dan Jung, membiarkan saya terbuang di Shinju”,suara rintihan itu  berubah menjadi kemarahan, tangan Wang So yang terluka memecahkan sebuah guci hingga berkeping-keping, berserakan di atas lantai.Wang So tahu, ibunda benar telah mencampakkan, ia tak mungkin lagi berharap. Pangeran itu menjatuhkan diri, tersungkur ke lantai, tangisnya pecah, air matanya menyatu dega amis darah, bahunya yang kekar brguncang. Ia tak pernah memiliki seorang ibu.
“Tahukah ibu? Bagaimana saya mesti  menjalani kehidupan dengan keluarga Kang? Keluarga itu memasukkan saya ke dalam gua berisi serigala,sepanjang malam saya harus bertarung untuk membela diri. Saya membakar dan membunuh semua binatang itu, maka saya bisa kembali ke Songak. Saat ini, saya bahkan masih bisa merasakan bau hangus dari binatang buas yang terbakar....”di antara air mata yang berlinang tiba-tiba Wang So tertawa, kehidupannya seakan panggung sandiwara yang paling tragis. Dan Ratu Yoo, orang yang paling bertanggung jawab akan nasibnya tak pernah menatap walau hanya dengan sebelah mata.Wang So  merasa telah menjadi seorang yang ‘gila’.Iapun kembali berkata.
“Tahukah tentang perlakuan kejam Selir Kang? Ia tidak pernah membiarkan saya menghilang dari pandangan, mengira saya adalah putranya yang telah meninggal. Akan tetapi ketika Selir kang telah sadar, ia akan memukul saya dan mengunci di dalam kamar hingga tiga atau empat hari. Saya tak mendapatkan seteguk air, tak seorangpun datang melihatnya.Selir Kang bahkan memanggil saya sebagai monster yang tak sedap dipandang”, Wang So masih terisak, ia sungguh memerlukan tempat mengadu, ketika pangeran yang lain selalu hidup dalam kemuliaan, mengapa ia harus mengalami penistaan?
“Engkau memang kekacauan, maka selir Kang memperlakukanmu seperti itu. Tahukah? Seorang ibu hanya mengenali putra yang akan membuatnya bersinar, itu sebabnya saya mengirimmu pergi”, tak sedikit pun timbul rasa belas kasihan dalam diri Ratu Yoo ketika melihat Wang So putra yang dilahirkan tersungkur dan terisak. Hati permaisuri Wang Geon kiranya terbuat dari sebongkah batu, sepasang matanya yang licik hanya dapat melihat singgasana. Ia bahkan tak perlu merasa tersentuh, karena dari rahimnya telah terlahir Wang So yang malang.
Ratu Yoo, permaisuri dan seorang ibu yang kejam.
Air mata mata Wang So terus berlinang, ia sangat berharap kehadirannya di Songak, pertarungannya dengan biksu tanpa lidah akan membuka pintu kasih bagi ibunda. Akan tetapi, Ratu Yoo tetap menganggapnya binatang, ia hanya seonggok sampah yang mesti dibuang jauh-jauh, menanggung tragedi hidup yang menyengsarakan. Ratu Yoo bertindak melampaui batas, ia seorang ibu, akan tetapi kekejamannya melebihi selir Kang yang hilang ingatan. Kepedihan hati Wang So perahan berubah menjadi kemarahan, ia gagal mengulurkan upaya damai, ia gagal mendapatkan pengakuan. Akan tetapi, ia tetap seorang pangeran, ia pasti dapat melakukan sesuatu, dan ia memang akan melakukan sesuatu. Topeng di wajahnya bukanlah persoalan. Pelan-pelan pangeran itu bangkit berdiri dan berkata,“Ibu, ingat kata-kataku hari ini. Engkau memang  telah membuangku, tetapi rumah tinggalku sesungguhnya adalah Goryeo, saya tidak akan pernah kembali pergi ke tempat pembuangan. Mulai hari ini engkau hanya akan melihatku”, Wang So tidak menunggu jawaban, ia tahu permaisuri telah mengunci pintu hati. Kali ini saatnya untuk pergi.
Pangeran Wang So berjalan tertatih menuju ke kuil, dan menendang sebuah susunan batu, yang merupakan tempat doa para ibu untuk anak-anak mereka. Hae Soo kebetulan datang, melihat perilaku Pengeran ke-4. Ia pun berusaha menarik tubuh Wang So untuk mencoba menghentikannya, namun pangeran ke-4  mendorongnya.Gadis itu terkejut melihat darah di tangan Wang So,Pangeran ke-4 sadar akan keterkejutan itu.Ia kembali tertawa dalam suasana hati yang gamang,”Ya, itu darah. Darah dari mereka yang kubunuh hari ini.”
Pangeran Wang So kehilangan separuh kesadaran, ia berniat kembali mengobrak-abrik susunan batu yang menjadi tempat untuk berdoa.Hae Soo kembali menarik Pangeran Wang So, mencegah melakukan tindakan yang semakin jauh.Ia melihat pula luka di tangannya, gadis itu membelalakkan sepasang matanya, tetapi Pangeran ke-4 bahkan menarik kerah baju Hae Soo,”Saya benar telah membunuh orang”, suara itu terdengar putus asa, Wang So sengaja membunuh demi ibunda, tetapi Ratu Yoo tetap menyangkalnya. Ternyata ia tak pernah melakukan apa-apa.
“Engkau membunuh untuk bersenang-senang?”tiba-tiba Hae Soo tidak  merasa takut dengan segala sikap Pangeran Wang So. Pangeran ke-4 bukanlah sosok yang menakutkan, ia bahkan perlu dikasihani. Tampak sekali pangeran itu berada dalam  keadaan limbung.
Wang Soo melepaskan cengkeramannya, ia tak perlu menjawab pertanyaan itu, “Pergilah....“ia berharap gadis itu pergi berlalu, tetapi Hae Soo tetap terpaku.
“Untuk bertahan hidup di tempat seperti ini, setiap orang harus  menggunakan pedang di usia yang sangat muda. Bila ada pilihan untuk membunuh atau dibunuh seseorang pasti akan memilih untuk membunuh”, Hae Soo  merasa heran dengan kata-katanya, tetapi ia memang harus berucap, menguatkan hati seorang pangeran yang limbung, karena tangannya berlumuran darah.
Setelah kata-kata itu Hae Soo berniat pergi, ia tak ingin terlibat lebih jauh dengan duka hati  pangeran ini. Akan tetapi, ketika terdengar Pangeran ke-4 menangis  tersedu-sedu gadis itu membalikkan badan.Tampaknya ia harus melakukan suatu.’Siapa sesungguhnya Pangeran Wang So? Wajah bertopeng itu?’
                                                                                                                                      ***
Hari berikutnya Baginda Raja Taejo menggelar pertemuan di singgasana tempat ia bertahta. Jauh di selasar hati, di balik wajahnya yang tenang dan berwibawa Sang Raja menekan kegalauan diri.Pada saat yang paling genting sekalipun seorang kepala negara wajib bersikap tenang, ia pantang menunjukkan beragam perasaan yang berkecamuk seakan perang saudara tanpa kesudahan. Di sampingnya Ratu Yoo duduk dalam pakaian kebesaran, wajahnya yang cantik dan keyakinan diri menutupi segala gejolak hati. Sang Ratu terlalu pintar bersandiwara.
Raja Taejo perlu mendapatkan laporan perihal percobaan pembunuhan terhadap Putra Mahkota, sampai sejauh mana upaya para pangeran dalam menindaklanjuti masalah ini?  Pangeran Wang Wook terlebih dahulu melaporkan dengan sikapnya yang bijak ,”Beribu ampun, saya menemukan bukti, bahwa dalang pelaku pembunuhan telah membantai seluruh pembunuh bayaran. Demikian pula dengan kuil yang menjadi markas, seluruhnya hangus dibakar”.
“Bukankah kuil itu sesungguhnya milik Ratu Yoo?”Putra Mahkota bertanya, sepasang matanya menatap Ratu Yoo, curiga.
 “Bukti meragukan untuk sengaja menuduhku sebagai dalang”, Ratu Yoo memang pandai bersandiwara, ia harus mengelak dari semua tuduhan.
Pangeran Wang So segera maju ke depan, “Saya yang telah membantai seluruh biksu kemudian membakar kuil”,Pangeran ke-4 masih berusaha melindungi permaisuri, ia masih berharap ibunda akan membuka pintu hati.
“Adakah Wang So yang telah berniat untuk membunuh Putra Mahkota?”mata tajam Raja Goryeo itu menatap Wang So dalam-dalam, tak mudah mengetahui isi hati seraut wajah di balik topeng.
Pangeran Wang Wook segera berlutut di depan raja, membela So,”Mohon maaf Yang Mulia, semua ini hanya tipu muslihat yang direncanakan oleh pembunuh bayaran  di kuil Ratu Yoo untuk mengadu domba anggota keluarga kerajaan supaya menyerang satu sama lain”, Pangeran Wang Wook menghendaki kedamaian dalam kehidupan istana.Adakah ia yakin kejadian yang sesungguhnya?
Pageran Wang So pun berlutut di depan raja, “Saya pun curiga jika ibunda ratu sengaja dijebak”, Pangeran ke-4 kembali memberikan pembelaan, andai ia tahu akibat setelah berlutut di depan raja hari ini.
Di sisi Raja, Ratu Yoo menghela napas lega, mendengar pembelaan Wang Soo, sekilas matanya melirik tubuh kekar yang tengah berlutut itu.Pangeran ke-4 wajib membelanya, akan tetapi apakah hal itu berarti ia akan membuka pintu hati sebagai putra tercinta. Sang Ratu membuang pandang, bagaimanapun perasaannya terhadap Wang So, yang penting ia selamat di depan raja dari semua tuduhan.
***
Usai pertemuan Pangeran ke-4 menyepi, ia duduk seorang diri di batas tebing menatap megah istana Goryeo. Dari atas bukit kediaman Sang Raja tampak sebagai bangunan kokoh yang menakjubkan. Andai ia adalah penghuni syah istana itu dengan segala restu dan kasih permaisuri, bukan sosok mengerikan yang harus dijauhi? Ia seorang pangeran, akan tetapi betapa hampa suasana hati. Wang So terlupa untuk menyantap hidangan makan siang, ia terlalu hanyut dalam kesendirian.
Tak jauh dari tebing tempat Wang So menyepi dalam kehampaan, Nyonya Hae mendapati para pelayan  enggan  membawakan menu dan perlengkapan makan siang bagi Pangeran ke-4. Wajah dingin di balik topeng itu sungguh menakutkan, para pelayan lebih baik menghindari hal yang tidak diinginkan di atas bukit. Perlengkapan makan yang telah disusun rapi dalam wadah bersusun itu diberikan kepada pelayan yang satu kemudian diberikan kembali kepada pelayan yang lain.
“Lantas, siapa yang berani mengantar menu makan siang bagi Pangeran ke-4?” Nyonya Hae bertanya.
Dengan serentak para pelayan, termasuk Chae Ryung melirik ke arah Hae Soo.Gadis itu berniat mengelak, akan tetapi Nyonya Hae menganggukkan kepala, “Antarkan untuk Pangeran ke-4”, tatapan Nyonya Hae selalu lembut, Hae Soo tak pernah berani menentang tatapan itu.
Hae Soo seorang diri mendaki bukit, pakaian yang dikenakan sungguh merepotkan, sementara tempat makanan itu terasa berat. Gadis itu berbicara seorang diri, “Mengapa Pangeran ke-4 harus makan siang di atas bukit? Mengapa pula harus aku yang mengantar?”mendaki bukit dengan beban di tangan kiranya bukan pekerjaan yang mudah.
Napas gadis itu tersengal sengal ketiba sampai di atas bukit, sejenak langkahnya terhenti. Pangeran ke-4 tampak duduk sendiri menatap megah Istana Goryeo dengan pemandangan indah di sekitarnya.Tanpa sadar gadis itu bergumam,  “Kemarin pangeran membuat kekacauan, tetapi kini ia tampak seakan tidak bersalah.Dia seperti kesepian.”
Pangeran Wang Soo tetap duduk tak bergeming menatap ke depan, andai ia bisa membuka pintu hati ibunda ratu, apa sesungguhnya masalah dalam hidup ini? Ia telah melakukan tindakan yang sangat berbahaya bagi keselamatan diri. Akan tetapi, hati Ratu Yoo tampaknya terbuat dari sebongkah batu. Watak permaisuri terlalu keras, ia menjadi ragu untuk terus berusaha membuka pintu hati itu. Ia harus menyadari, betapa menakutkan rasa sunyi.Sekilas Pangeran Wang So melirik bayangan Hae Soo berkelebat datang dengan bekal makanan di tangan.
“Saya antar menu makan siang, sudah saatnya. Saya harus menunggu untuk membawa kembali semua perlengkapan”, Hae Soo membuka pembicaraan, ia menempatkan diri tak jauh dari Pangeran ke-4, tetap menjaga jarak.
“Saya harap engkau tidak pernah mengingat kejadian malam tadi, anggaplah engkau tak melihat apa-apa.Tak perlu pula bercerita kepada orang lain”, Wang So tak dapat membayangkan apa  yang akan terjadi pada dirinya, bila anggota kerajaan mendengar kabar dari Hae Soo. Ia tersungkur, terisak di dekat tumpukan batu dengan tangan berlumuran darah? Sementara iapun sudah merasa lapar, kedatangan gadis ini menjadi semacam bantuan, kali ini ia makan siang dalam suasana berbeda.
“Tak sedikit pun saya berminat membicarakan masalah orang lain. Mengapa setiap  kali bertemu, Pangeran selalu meminta saya melupakan semua yang saya   lihat dalam pertemuan itu?” sepasang mata Hae Soo melirik Pangeran ke-4 dengan tatapan aneh, Wang So menyembunyikan banyak hal dari orang kebanyakan.
Hae Soo diam-diam memperhatikan ketika Pangeran ke-4 tampak nyaman mengunyah makanan di tempatnya duduk, di atas bukit sambil melihat Istana Goryeo dari kejauhan. Gadis itu tak dapat menahan diri untuk tidak bertanya, “Goryeo adalah rumah tinggal pangeran, mengapa pula harus menatap dari kejauhan?”
“Jika Goryeo adalah rumah tinggal,mestinya saya memiliki pula keluarga”, Pangeran ke-4 masih terus mengunyah makanan sambil meneguk minuman, pandangan matanya menerawang jauh pada wilayah tak bertuan.Ia memang memiliki seorang ayah, Raja Besar Wang Geon, tetapi kemana pengakuan ibunda?
Jawaban itu menyebabkan Hae Soo membalikkan badan, ia memberanikan diri bertanya, “Mengapa tiba-tiba Pangeran meruntuhkan tumpukan batu tempat ibu-ibu berdoa bagi anak yang dilahirkan?”
“Mengapa pula engkau tiba-tiba menyusup ke kolam pemandian?” Pangeran Wang So balik bertanya, ia merasa canggung dengan pertanyaan Hae Soo. Gadis itu akan sulit memahami bila ia mengatakan hal yang sebenarnya , lebih baik ia balik bertanya.
Hae Soo terdiam, bagaimana ia bisa menjawab pertanyaan itu, dapatkan Pangeran Wang So memahami ceritanya atau ia akan terpingkal-pingkal seakan mendengar lelucon paling dungu? Gadis itu tak kalah canggung, berulang kali ia bertemu dengan Pangeran Wang So dalam keadaan aneh dan penuh ketegangan. Kini mereka hanya berdua menatap pemadangan indah dan semakin mempesona kala senja perlahan jatuh,langit merah tembaga.
“Ayam ....” Hae Soo menawarkan sepotong ayam, ia merasa senang ketika Pangeran ke-4 menerima.Ternyata Wang So tak menakutkan seperti yang ia sangka.
Waktu pun terus berpacu, mereka tak dapat terus bersama di atas bukit menyaksikan megah istana Goryeo. Tiba saatnya kembali ke kediaman Pangeran ke-8, atau ia akan kembali dicari dengan segala rasa bimbang. Keduanya berjalan beriringan seakan dua sahabat menuruni bukit. Hae Soo nampak kewalahan saat membawa pulang bakul berisi piring kotor, gadis itu mengangkat sedikit pakaiannya  yang menutup mata kaki, langkahnya akan lebih mudah saat menentang baku. Pangeran Wang So berjalan di bekakang Hae Soo, ia tak pernah memiliki pengalaman seperti ini, berjalan beriringan bersama seorang gadis di batas senja ketika langit menjelang padam, di sebelah barat bola matahari bersiap tenggelam. Tanpa sadar tangan Pangeran Wang So terulur, ia berniat membantu Hae Soo membawa beban, tetapi gadis itu tak menyadari niat baik seorang pangeran.Hae Soo terus berjalan dengan tangan semakin pegal tanpa mengeluh, ia harus menyelesaikan tugas hari ini, ia harus melepaskan diri dari segala kekacauan.
Hae Soo tak pernah menyadari, di mata Pangeran Wang So tingkahnya tampak lucu. Pangeran ke-4 telah melupakan pertemuan pertama dan seterusnya dengan gadis ini dalam keadaan yang aneh. Kali ini, ia mulai mengenal sosok Hae Soo sesungguhnya, seorang gadis manis bertingkah laku polos, bersedia melakukan tugas ‘berat’ bagi seorang pangeran tanpa mengeluh. Untuk yang  pertama kali setelah menginjakkan kaki di Songak, Wang So tersenyum.Raut wajahnya yang dingin dan nyaris menakutkan berganti menjadi wajah tampan tertutup topeng.   Saat menatap kembali sosok Hae Soo, tiba-tiba hati Pangeran ke-4 merasa damai.
                                                                                                                                               ***
Usai menyelesaikan ‘tugas’mengantar menu makan siang bagi Pangeran ke-4, Hae Soo sebenarnya ingin sejenak melepas lelah, sekurang-kurangnya hari ini ia telah berhasil memperbaiki hubungan baik dengan Pangeran Wang So, Pangeran Bertopeng yang dikenal menyeramkan. Ia berniat menyapa Nyonya Hae,akan tetapi,  kesehatan Nyonya Hae, wanita agung itu memburuk, ia tengah berbaring di peraduan, badannya tampak ringkih dan lemah. Wajahnya yang lembut memucat bagai helai kertas, Pangeran Wang Wook nampak prihatin dengan keadaan Nyonya Hae . “Kembali ke kamarmu ....”samar Nyonya Hae menganggukan kepala bagi Soo, ia ingin sendiri bersama Pangeran Wook di peraduan. Ia tak ingin meratapi nasibnya yang ‘malang’, akan tetapi, dapatkah ia terus  merasa teguh dalam keadaan lunglai seperti ini?
Hae Soo menganggukkan kepala, perlahan kakinya melangkah keluar, tetapi sebelum mencapai daun pintu tiba-tiba Soo harus mendengar kata-kata itu, “Kesehatanku semakin memburuk, aku tak dapat menjalankan tugas selaku istri dengan baik. Tidak menjadi persoalan, andai engkau dapat memilih istri kedua “, suara itu terdengar seakan rintihan. Pangeran Wang Wook tertegun, ia tak pernah  menduga, bahwa istri yang sangat mencintai akan mengucapkan kata-kata itu. ‘Adakah seorang istri yang merelakan suami kembali menikah, kecuali terdapat suatu alasan berat?
Hae Soo menghentikan langkah, sesaat suasana diam tanpa suara. Bahkan angin tampaknya enggan berkesiur.”Bila merasa berat memilih istri kedua, engkau dapat terlebih dahulu menceraikanku. Perkawinan ini cuma sandiwara bagimu, aku harus menebus kesalahan, supaya dapat berpulang dalam damai”, suara Nyonya Hae teramat halus, tetapi Hae Soo dapat merasakan ketegasannya.
“Aku tidak akan memilih istri kedua dan tidak akan pernah menceraikanmu”, jawaban Pangeran Wang Wook sama lembut dan tegas seperti halnya kata-kata Nyonya Hae.
“Tak ada seorang pun yang dapat memaksamu mencintaiku, sejak hari pernikahan hingga sekarang. Dan tak perlu engkau tahu, bagaimana harus menjalani perkawinan tanpa dicintai ....” Nyonya Hae masih terus berucap, akan tetapi Hae Soo tak berminat lebih lanjut mendengarkan kata-kata itu.
Kabut tebal seakan berarak turun menyelimuti seluruh pandangan mata gadis itu, semakin lama semakin tebal. Hae Soo menghela napas panjang, kehidupan di istana ini ternyata berselubung kabut misteri. Segala sesuatu yang tampak tidak sama persis seperti yang terlihat. Mengapa Nyonya Hae meminta Pangeran Wang Wook menceraikan,  ketika sadar, ia terlalu mencintai Pangeran ke-8? Tampaknya Nyonya tak ingin kehadirannya menjadi beban bagi satu-satunya pangeran yang dicintai. Ia lebih memillih kedamaian dari pada sandiwara kehidupan, meski harus dicampakkan.
Hae Soo duduk termenung di pelataran, apakah ia masih terlalu muda untuk memahami semua ini, atau ia memang dituntut untuk bersikap lebih dewasa? Ia sangat menyayangi Nyonya Hae. Bagaimana nasibnya andai perceraian itu benar terjadi? Pandangan gadis itu tampak kosong, menerawang jauh, jauh sekali.
“Hae Soo, adakah engkau senang bermain?”Pangeran Eun tiba-tiba muncul, ia melihat kegalauan dalam diri Hae Soo, ia tahu harus melakukan sesuatu untuk membuat gadis manis itu kembali gembira.
Sikap Pangeran Eun selalu kekanak-kanakan, tatapan sepasang mata yang jenaka, jauh dari keinginan serakah dan tercela. Ia gembira dengan kehadiran Hae Soo di lingkungan istana, meski perkenalan dengan gadis itu berawal dengan segala kekacauan. Hae Soo ternyata sosok gadis yang menyenangkan. “Aku punya beragam permainan”, masih dengan sikapnya yang ceria Pangeran Eun memberikan berbagai beragam permainan anak-anak kepada Soo, mulai dari gasing, kartu, begitu pula katapel dan bahkan bola sutra.
Hae Soo menatap Pangeran Eun dan seluruh permainan itu dengan aneh, ia sudah jauh meninggalkan masa kanak-kanak, ia tak memerlukan semua permainan itu, “Pangeran, engkau masih saja berlaku seakan kanak=kanak dengan semua permainan itu”, Hae Soo membuang pandang, hatinya gundah. Semua kata-kata Nyonya Hae terus terngiang di telinga, ia harus mengerti arti takut akan kehilangan.
“Ada yang bimbang di hatimu?”Pangeran Eun menatap wajah itu, wajah  yang tetap mnarik meski dalam suasana hati yang galau.
“Tiba-tiba aku merasa putus asa ....”tanpa sadar Soo berkata, kepada siapa ia dapat berkeluh kesah? Saat ini yang berada di dekatnya Pangeran Eun.
“Apa yang membuatmu putus asa?”Pangeran Eun bertanya, ia sangat menikmati sekejab waktu bersama Hae Soo.
“Apa engkau sudah menikah?”tiba-tiba Soo mengalihkan pembicaraan, suatu hal yang membuat sikap kekanak-kanakan Pangeran Eun berubah menjadi canggung dan kikuk. Mengapa gadi ini bertanya tentang pernikahan?  Pangeran Eun kehilangan kata-kata yang tepat untuk menjawab.  
“Jika engkau telah menikah dan istrimu sakit, apakah engkau akan wanita lain?”sikap canggung Pangeran Eun menyebabkan Hae Soo kembali bertanya.
“Tidak, aku tidak akan menyusahkan diri dengan memiliki banyak istri seperti ayahanda. Aku akan menemukan wanita sempurna dan bersamanya selama seratus tahun,”Pangeran Eun menjawab dengan sepenuh keyakinan.
“Kalau benar demikian, engkau memang seorang pria sejati”, Hae Soo menanggapi jawaban Pangeran Eun yang sekaligus menunjukkan sikapnya. Ia tak pernah menyadari, bila jawaban itu menyebabkan Pangeran ke-10 tersenyum manis. Pangeran menduga Hae Soo telah jatuh hati lebih cepat dari perkiraannya.
Hae Soo tak bisa terus berlama-lama bersama dengan Pangeran Eun, ia berpamit menyudahi percakapan ini. Ada hal lain yang harus dikerjakan berkaitan dengan hiasan rambut Pangeran ke-4 yang terjatuh, ia harus mengembalikan benda itu. Ia tak berani berhadapan secara langsung dengan Pangeran Wang So, ia mencari satu cara. Hae Soo melakukan tindakan gegabah, meminta kesediaan  Chae Ryung, pelayan lugu yang sekaligus menjadi sahabat sejati. Ryung akan mengerjakan semua permintaannya.
***
Chae Ryung melakukan tindakan yang sama gegabah dengan Hae Soo, mengikuti permitaan Soo, pelayan itu diam-diam menyelinap ke kamar Pangeran ke-4 untuk mengembalikan hiasan rambut milik Pangeran Wang So yang terjatuh. Sesaat itu pelayan itu bimbang, dimana sebaiknya hiasan rambut itu diletakkan, sehingga Pangeran ke-4 bisa mendapatkanya kembali. Dengan cemas dan tergesa Chae Ryung meletakkan hiasan rambut itu di dalam peti. Akan tetapi, tiba-tiba Putri Yeon Hwa telah berada di depan pintu. Perasaan pertama yang muncul ketika melihat Chae Ryung berada di dalam kamar Pangeran Wang So adalah kemarahan. Mengapa pelayan Hae Soo harus berada di kamar ini?
Putri Yeon Hwa semakin marah ketika ia melihat peti terbuka dan sebuah hiasan rambut terjatuh dari tangan Chae Ryung, “Engkau mencuri perhiasan milik Pangeran Wang So?”suara Putri Yeon Hwa gemetar,  karena amarah, wajahnya  yang jelita merah padam. Istana adalah tempat tinggal yang aman bagi pangeran, tak seorangpun pencuri lolos dari hukuman.
Di pihak lain Chae Ryung terkejut bagai di sambar petir, ia tahu siapa Putri Yeon Hwa, di balik wajahnya nan jelita, pakaiannya yang indah, perhiasannya yang gemerlap. Yeon Hwa adalah seorang yang angkuh dan tak kenal ampun. “Maafkan, saya .... saya ....” pelayan itu tergagap, ia kesulitan menjelaskan, dan ia memang tak perlu menjelaskan kepada seorang putri. Yeon Hwa bukan seorang putri yang berfikir panjang sebelum menarik suatu kesimpulan. Ia selalu tega menjatuhkan hukuman badan, tanpa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.Ia selalu merasa benar.
Wajah jelita itu telah berubah sekeras batu kali ketika meminta dayang-dayang mengikat Chae Ryung pada sebuah tiang. “Cambuk ....!”sepasang mata indah putri Wang Geon menatap Chae Ryung dengan dendam, bibirnya yang mungil terpoles gincu semerah darah dengan yakin memerintah.
Maka Chae Ryung berulang kali menjerit, karena lecutan cambuk betubi-tubi. Ia hanya seorang gadis muda yang mempertaruhkan hidup selaku dayang istana, di  hadapan seorang putri, dayang tidak berarti apa-apa. Ia bahkan bisa dihukum gantung, karena fitnah atau tuduhan tanpa bukti. Nasib seorang dayang demikian mudah diputar balik seakan daun kering ditiup angin.Chae Ryung terus menjerit ketika luka mulai menganga dan meneteskan darah, tak seorang pun mampu meredakan amarah Sang Putri, kecuali Yeon Hwa berkehendak.
Maka sepasang mata Hae Soo kembali terbelalak lebar, mulutnya menganga ketika mendapati Chae Ryung tengah dihukum cambuk. Pelayan itu tak berdaya, kedua tangannya terikat, air matanya berlinang, pakainnya cabik-cabik berlumuran darah. Jeritan gadis itu semakin lirih, seolah telah dekat dengan maut.  
“Apa kesalahannya? Hentikan!”suara Hae Soo nyaris menjerit, ia harus kembali berhadapan dengan wajah jelita yang angkuh itu, wajah Putri Yeon Hwa.
“Chae Ryung telah mencuri benda penting Pangeran ke-4”, jawab Yeon Hwa, sepasang mata putri itu kini menatap Hae Soo dengan geram.
“Tidak. Chae Ryung tidak mencuri, saya memintanya mengembalikan hiasan rambut milik Pangeran ke-4”, Hae Soo menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tidak seharusnya seorang pelayan dihukum keji seperti ini. Andai Putri Yeon Hwa terlebih dahulu bertanya dengan bijak, apakah hukuman cambuk mesti terjadi?
“Bagaimana hiasan rambut milik Pangeran Wang So bisa berada di tanganmu?” Yeon Hwa merasa tak punya alasan untuk mempercayai kata-kata Hae Soo. Bibirnya yang tipis, semerahh darah kembal memerintah, “Cambuk!!”
“Biarkan aku yang menggantikan hukuman itu, aku  yang meminta Chae Ryung”, Hae Soo merasa harus bertanggung jawab atas permintaannya, mestinya ia yang dicambuk, bukan Chae Ryung.
“Baik, ikat gadis itu!”wajah jelita Yeon Hwa masih merah padam, ia harus kembali berhadapan dengan gadis ini, gadis yang kehilangan ingatan dan berlaku aneh, tak seperti gadis keturunan bangsawan. Kali ini, tangannya yang halus dan mungil yang menggenggam gagang cambuk, ia mengayunkan sekuat tenaga. Cambukan pertama melecut di punggung Hae Soo, gadis itu menjerit, punggungnya terasa pedih dan panas. Cambukan kedua melecut, Hae Soo kembali menjerit.Pandangan mata gadis itu berkunang-kunang, ia melihat ribuan bintang bersliweran. Ia kini merasakan kesakitan yang sesungguhnya. Sampai kapan ia harus menjerit?  
Pangeran Eun, Yo, dan Wook tengah berjalan beriringan, ketiganya tertegun saat melihat Yeon Hwa tengah mencambuk punggung Hae Soo. “Hentikan ....”Pangeran Eun mendesak Pangeran Wook. Apa yang telah terjadi sehingga Hae Soo yang manis menerima hukuman semacam itu?
“Biarkan ....” Pageran Yo melihat kesengsaraan Hae Soo, tetapi ia merasa tak harus peduli, pelayan yang salah memang harus mendapat pelajaran.  
Pangeran Wang Wook menyetujui desakan Pangeran Eun, ia  mengabaikan pendapat Pangeran Yo. Pangeran Wang Wook berniat menghentikan tindakan keji Putri Yeon Hwa, tetapi gerakannya kalah cepat. Pangeran Wang So tiba-tiba muncul, tangannya yang kekar segera mencengkeram lengan Putri Yeon Hwa. “Hentikan!”ucapan Wang So bernada perintah, ia kembali mendapati Hae Soo dalam keadaan tidak biasa. Ada apa sesugguhnya dengan gadis yang satu ini?  
“Aku bertugas mendisiplinkan orang-orang di istana ini!” Yeon Hwa menolak.
“Dia milikku,”Pangeran Wang So menatap Yeon Hwa dalam-dalam, ia tidak sedang ermain-main dengan ucapannya.
Kata-kata itu menyebabkan Yeon Hwa membelalakkan sepasang mata, mulutnya setengah menganga tak percaya. “Dia milikku, hiasan rambut itu milikku, aku yang berhak memutuskan, apa yang harus kulakukan terhadap Soo”, Pangeran Wang So mengulang kata-katanya, bukan suatu persoalan andai Yeon Hwa mesti terkejut.
Yeon Hwa akhirnya terpana ketika Pangeran Eun maju berdiri di depan Hae Soo, membela gadis itu. Demikian pula dengan Pangeran Wook,”Lepaskan ikatan itu”, suara Wang Wook yakin ketika memerintahkan pelayannya.
Ikatan Hae Soo segera dilepas, wajah gadis itu nyata ketakutan dan kesakitan. Pangeran Wang Wook kembali hadir sebagai penyelamat, demikian pula Pangeran Eun. Hae Soo tidak sendiri, ia ada bersama dengan tiga orang Raja Wang Geon yang membela bagi kekejaman Yeon Hwa. Hae Soo segera  membawa Chae Ryung menyingkir, ia tak menduga Putri Yeon Hwa yang berpenampilan jelita dan anggun dapat berlaku sekejam ini.
Sementara Pangeran Wang Wook menatap adik kandung yang sangat dikasihi, Putri Yeon Hwa dengan segala penyesalan, “Engkau bertindak terlalu jauh, mestinay engkau fahami duduk persoalannya, sebelum melecut cambuk”, ucapan itu amat hati-hati dan bijak, akan tetai di telinga Putri Yeon Hwa terdengar seakan cemeti yang melecut punggungnya. Pangeran Wang Wook berani menegur adik kandung di depan pangeran yang lain?
Tanpa menunggu jawaban Pangeran Wook berlalu pergi, hatinya miris memikirkan nasib Hae Soo. Gadis yang manis dan lugu itu mengambil alih hukuman seorang pelayan. Putri Yeon Hwa terkenal keras hati, ia tak bermain-main saat mengayunkan cambuk. Mengapa hukuman ini harus terjadi? Sesaat Pangeran Wang Wook memejamkan mata.
Semua pangeran akhirnya berlalu pergi, tinggal Pangeran Wang So, wajah bertopeng itu menatap Putri Yeon Hwa dengan geram. Tangan Pangeran itu terulur, “Kembalikan hiasan rambut itu”.
Putri Yeon Hwa terhenyak, sulit mempercayai sikap Wang So, sekejab putri itu tertawa sinis.”Engau merasa kasihan kepadanya?”suara itu terdengar halus, tetapi penuh keraguan. Bagaimana tiga orang pangeran Goryeo, termasuk Wang So dapat membela gadis kacau seperti Hae Soo? Keturunan keluarga Hae yang hilang ingatan dan melupakan tata cara kerajaan.
Wang So tidak menjawab pertanyaan dan sikap sinis Yeon Hwa, ia tetap mengulurkan tangan, meminta kembali hiasan rambut yang sedianya akan diberikan kepada ibunda. Maka Putri Yeon Hwa kembali bertanya, “Apakah engkau memiliki perasaan kepadanya?” sekali lagi Putri Yeon Hwa bertanya, kemarahan belum mereda.
Adalah sebuah pertanyaan yang  tak perlu dijawab Wang So, pangeran itu meraih hiasan rambut dengan sikap dingin, tak mempedulikan perasaan Yeon Hwa yang bergejolak. “Maaf ....”kemudian Wang So berlalu pergi, ia merasa tidak harus melibatkan diri lebih lama dengan Putri Yeon Hwa.
Pada sisi istana yang lain, Pangeran Wang Wook tampaknya telah menunggu Pangeran Wang Soo, ada suatu hal yang harus diucapkan. “Saya harus sampaikan suatu hal, sepertinya engkau keliru. Baik Yeon Hwa atau Hae Soo, semua bukan milikmu. Yeon Hwa adalah adik kandungku, Hae Soo adalah sepupuku istriku. Sesungguhnya engkau tak memiliki apa-apa di tempat ini”, Pangeran Wang Wook selalu mengutamakan sikap halus, akan tetapi  kata-kata cukup sebagai teguran bagi Wang So.
Benarkah ia tak memiliki apa-apa di istana ini? Sekejab Pangeran Wang So menatap saudara satu ayah, Wang Wook dengan tatapan dingin. Ia tak perlu menjawab pernyataan itu, Pangeran ke-4 berlalu pergi.
Sementara di kamarnya Hae Soo berbaring di tempat tidur, air matanya berlinang, ia  mengerang kesakitan.Putri Yeon Hwa memberikan pengalaman yang sangat buruk, tatapan putri itu terhadap dirinya selalu menunjukkan kebencian. Kecantikan Putri Yeon Hwa berbeda jauh dengan kekejaman sikapya.
Setelah memberi teguran bagi Pangeran Wang So, Pangeran Wang Wook mencari obat untuk menyembuhkan luka di punggung Hae Soo. Pangeran berdiri di depan pintu kamar, meletakkan obat, berpesan agar, “Lupakan hukuman cambuk itu, anggaplah tak pernah terjadi apa-apa”, suara Wang Wook lembut, menggetarkan hati.
Hae Soo yang tengah merintih, mendengar pesan Pangeran Wang Wook, gadis itu  berpura-pura tidur,ketika mengira Pangeran Wang Wook telah pergi.Hae Soo bergegas keluar dari kamar,mencari-cari.Ternyata Pangeran Wang Wook masih menunggu di luar. Pangeran ke-8 menghampiri Hae Soo, ia memberi sesuatu, meskipun Soo tampak menolaknya.Sesaat Hae Soo memandangi pemberian Wang Wook, ia terdiam tak berani menerima, hingga akhirnya Pangeran Wang Wook meraih tangan Hae Soo bagi pemberan itu.
“Saya mohon maaf untuk persoalan ini, saya malu bertemu dengan Pangeran, saya hanya ingin tidur”,dengan susah payah Hae Soo berucap, ia sungguh merasa malu, telah merepotkan pangeran yang tampan dan bijak ini.
“Saya tahu kamu merasa sengsara, tabahlah”Pangeran Wang Wook berusaha menghibur, wajah  manis itu ini tamak pucat dan kesakitan.
”Tempat seperti apa sebenarnya Istana Goryeo? Mestinya Putri Yeon Hwa bertanya terlebih dahulu sebelum menjatuhkan hukuman”, Hae Soo tidak dapat menutupi sesal, bagaimana seseorang dapat diikat seakan hewan kemudian dicambuk di zaman Ryeo.
Pangeran Wang Wook memegang pundak Hae Soo setulus hati, “Maafkan, saya berjanji tidak akan ada orang yang bisa mengulang hukuman cambuk. Percayalah”, sepasang mata Pangeran Wang Wook menatap bening mata Hae Soo.
Diam-diam Hae Soo merasa hatinya bergetar, Pangeran Wang Wook selalu memperlakukan dengan istimewa. Ia tidak terlalu dungu sekedar untuk menterjemahkan bahsa tubuh itu. Tiba-tiba terbayang wajah pucat dan tubuh ringkih Nyonya Hae, bila ia membiarkan hubungan dengan Pangeran Wang Wook semakin dekat, ia akan melukai wanita yang berhati lembut itu.Hae Soo melepaskan tangan Wang Wook dari pundaknya, kemudian berlalu pergi, ia harus memasang jarak.
Di tempatnya berdiri, Pangeran Wang Wook terpaku. Adakah Hae Soo tidak merasakan getaran hati? Atau.... gadis itu memang memiliki alasan kuat mengakhiri pertemuan ini.
                                                                   ***
Hae Soo tak dapat menipu diri, ia terlalu berkesan dengaan kehadiran Pangeran Wang Wook, akan tetapi pangeran itu adalah suami tercinta Nyonya Hae. Ia tak akan pernah sanggup melukai sepupu yang yang budiman itu. Ia harus mampu menempatkan diri antara Nyonya Hae dan Pangeran Wang Wook. Tanpa kehadiran Nyonya Hae di istana ini, apa sebenarnya arti keberadaannya di tempat ini? Hae Soo berfikir terlalu jauh, ia tidak menyadari Pangeran Wang So telah berdiri di depannya, tanpa sadar ia menabrak Pangeran ke-4. Ia demikian terkejut dan merasa malu dengan kekeliruannya, tak ada pilihan, kecuali berpura-pura kepalanya sakit, karena benturan kecil. “Aduh .... sakit....Pangeran menabrakku.”
“Hae Soo, engkau selalu menciptakan kesalahpahaman, tidakkah seharusnya engkau mengucap terima kasih, aku telah menyelamatkanmu dari hukum cambuk”, Wang So menatap Hae Soo dengan pandangan aneh, ia telah nyata-nyata menyelamatkan gadis itu dari tangan besi Putri Yeon Hwa, tetapi tak sekalipun ia mendapatkan ucapan terima kasih.Ah, Hae Soo gadis manis yang aneh.
Hae Soo berbalik menatap sepasang mata Pangeran Wang So satu hal yang tak berani dilakukan seorang gadis pun di istana ini. Sesungguhnya ia merasa heran, mengapa Pangeran Wang So yang berwajah dingin tiba-tiba berbaik hati menolongnya. Selama ini, Pangeran ke-4 selalu mengancam hendak membunuhnya. Hae Soo tidak pernah mengerti, sejak pertemuan di atas bukit kala mengantar hidangan makan siang. Pandangan Pangeran Wang So terhadap dirinya telah berubah.Wang So tak pernah mengenal gadis semanis Ha Soo, sosok yang menyebabkan dirinya merasa damai.
“Baiklah, terima kasih untuk kebaikan hati telah menyelamatkanku dari hukuman cambuk”, nada suara Hae Soo datar, ia ingin segera beralu, tak ingin mengalami masalah dengan Pangeran ke-4.
“Tapi, bagaimana engkau bisa mendapatkan hiasan rambut itu?”Pangeran Wang So bertanya, tak ada keinginan untuk  membunuh gadis itu. Hatinya diam-diam teriris saat mengingat lidah cambuk melecut punggung Hae Soo. Bahkan Si Jelita Yeon Hwa bisa berlaku amat kejam, jauh berbeda dengan penampilannya sebagai gadis keturunan bangsawan.
“Pangeran menjatuhkan saat berendam di kolam permandian, saya berniat menyerahkan, tetapi Panageran sudah pergi berlalu”, tiba-tiba Hae Soo tersadar, Pangeran Wang So bukanlah sosok yang menakutkan. Saat menatap ke wajah bertopeng itu Hae Soo mengerti. Pangeran ke-4 sesungguhnya memiliki wajah yang tampan, andai luka tak pernah tergores, Wang So tak kalah tampan dengan pangeran yang manapun. Dan topeng itu, bukanlah suatu hal yang menyeramkan, Wang So menyembunyikan jiwa yang rapuh dan kesepian. Ia adalah Pangeran Terbuang. Sikap dingin pada raut wajah itu sesungguhnya menutupi kesunyian hati.”O ya, saya akan tetap diam untuk pertemuan tak sengaja di kolam itu”, Hae Soo merasa perlu memegang janji.
”Tidakkah engkau selalu merasa takut padaku?”Pangeran Wang So bertanya, nadanya terdengar bersahabat, ia memang memerlukan seorang sahabat.
“Sekarang saya tidak takut pagi. Atau, Pangeran masih berniat membunuhku? Dan jangan pernah berkata, aku adalah milikmu. Saya adalah manusia, bukan benda mati atau mahluk hidup yang lain”, Hae Soo tidak sadar, raut wajahnya demikian mempesona ketika mengucap kata-kata itu dengan leluasa.Ia tak pernah sadar Pangeran Wang So terpana.
“Kalau benar demikian, saya akan memanggilmu dengan sebutan, orangku”, Pangeran Wang So tak mau menyerah, ia menikmati percakapan kecil ini. stelah terbuang di Shinju, bertarung antara hidup dan mati, kebencian ibunda ratu, bahkan setelah ia menghapus jejak kejahatannya. Sosok Hae Soo tiba-tiba menjadi seorang yang memberikan rasa damai. Perasaan terindah yang tak mampu dicapai selama ini.
                                                                                                                      ***
Pangeran Wang Jung acapkali menyamar di keramaian, ia ingin menetahui keadaan masyarakat yang sesungguhnya, tanpa mereka mengetahui jati diri yang sebenarnya. Pangeran tidak menyadari, bahaya mengintai di setap sudut, penyamaran tidak selalu berhasil. Sementara perselisihan dengan seorang warga membawanya pada sebuah perkelahian. Seorang warga pada hakekatnya memiliki kelompok, ia bukan menetap seorang diri. Tak lama setelah perkelahian  itu, anggota kelompok berdatangan, menatap dengan siapa anggotanya berkelahi?
“Ia seorang Pangeran”, sebuah suara berbisik. Ia mengenali Pangeran Wang Jung yang manis di balik pakaian sederhana. Ia adalah kepala kelompok yang menatap Pangeran Wang Jung dengan wajah penuh dendam.Dengan paksa kepala kelompok itu membawa Pangeran Jung menjauh dari keramaian dengan paksa. Andai berkelahi satu lawan satu, Pangeran Jung belum tentu kalah. Akan tetapi, ia seorang diri di antara banyak orang yang tampak beringas. Diam-diam Pangeran Jung merasa gemetar. Hari inikah akhir hidupnya?
Pada waktu dan tempat yang sama Hae Soo dan Chae Ryung tengah berjalan-jalan, keduanya tampak seakan sahabat tak terpisahkan. Hae Soo terkejut ketika melihat Pangeran Wang Jung diculik sekelompok orang meninggalkan keramaian, menuju tempat yang jauh. Pangeran ke-4 dalam bahaya, Hae Soo bertindak cepat, “Pergilah meminta bantuan ke istana, saya akan mengikuti Pangeran Wang Jung”, Hae Soo tak perlu menyampaikan lebih kata-kata. Sementara Chae Riung mendengar kata-kata itu dengan bimbang. Hae Soo setengah berlari mengikuti jejak Pangeran Jung, ia tak akan membiarkan seorang pangeran dalam bahaya.
Hae Soo terlalu sibuk dengan kecemasan akan keadaan Pangeran Wang Jung, ia tak menyadari Pangeran Wang So tengah duduk di atas punggung kuda hitam, di tempat dan wktu yang sama. Pangeran ke-4 merasa heran, mengapa Hae Soo mengabaikannya? Kemana gadis itu tergesa pergi? Pangeran ke-4 merasa tidak memiliki alasan untuk tidak mengikuti kemana arah Hae Soo tergesa pergi?
Langkah kaki Hae Soo akhirnya sampai di hutan bambu, mata gadis itu terbelalak.Pangeran Wang Jung tampak tengah dikeroyok sekawanan perompak, pangeran itu mencoba membela diri, ”Tahukah dengan siapa kalian berhadapan, Tidakkah kalian masih perduli dengan kehidupan ini?”
“Tanganku buntung, karena ulang Wang Jung”, suara kepala perompak geram, ia tak akan pernah melupakan suatu hari ketika tangan sebelahnya terpenggal dan ia menderita cacat hingga hari ini.
 “Aku tak memenggal lenganmu”, Pangeran Wang Jung menyangkal, ia tak menyangka akan dikepung banyak orang yang berniat mencelaikainya.Diam-diam ia mulai merasakan arti takut, andai ia berkelahi satu lawan satu.
“Engkau mengalahkanku pada sebuah pertandingan.Atau, ibumu yang melakukan hal ini kepadaku”, perompak itu menatap Pangeran Wang Jung dengan bara api dendam yang semakin membakar. Kehilangan lengan adalah kesulitan seumur hidup, hutang nyawa bayar nyawa, hutang lengan bayar lengan.
“Aku tak mengerti apa maksudmu?”wajah Pangeran Wang Jung memucat, apa yang akan terjadi setelah ini? Kecuali mereka, di hutan ini tapa sesiapa.
“Berikan kapak, aku  harus memenggal lengan Wang Jung”, tangan kepala perompak itu kini menggenggam kapak besi, degan mata yang berkilat. Perompak yang lain memegang tangan Wang Jung. Pangeran ke-14 mencoba melawan, tetapi tak berdaya dengan banyak tenaga yang memegang tubuh dan lengannya.Pangeran Wang Jung tergagap, ia tak bertenaga untuk menolong diri sendiri. Apakah kehidupan akan berakhir hari ini? Seluruh tubuh pangeran itu terasa lunglai.
Sementara Hae Soo yang mengikuti jejak Pangeran Wang Jung merasakan ketakutan yang sama. Ia memang tak pernah akrab dengan Pangeran Jung, akan tetapi ia juga penghuni istana Goryeo. Akankah ia membiarkan Pangeran Wang Jung kehilangan lengan? Ia tak pernah belajar ilmu diri, tetapi ia harus melakukan sesuatu untuk Pangeran Jung atau Pangeran ke-14 itu akan kehilangan lengannya. Hae Soo melawan rasa takut, juga cemas andai ia celaka, karena melakukan pembelaan di  luar kemampuannya. Akan  tetapi, apa arti cemas? Apa arti takut? Sekarang saatnya bertindak. Gadis itu menyambar ranting kering mengejutkan semua yang bertikai di tempat itu,”Saya akan menarik usus kalian dan merebusnya.Kalian akan mati jika mendekat”, dengan berani Hae Soo  berusaha membuat para perompak itu menjauh dari Wang Jung.
Teriakan Hae Soo menyebabkan para perompak terkejut dan tiba-tiba menjauhkan diri dari Pangeran Wang Jung. Di pihak lain Pangeran Wang Jung tak kalah terkejut, ia tak pernah menyangka dalam keadaan genting, akan ada seorang gadis datang menyelamatkan lengannya. Sesaat kemudian Wang Jung terpana, ia terlupa tengah berhadapan dengan musibah besar. Sepasang matanya menatap Hae Soo tak berkedip, gadis itu memiliki tubuh mungil dengan pinggang yang teramat ramping, kulit wajahnya seputih mutiara, bibirnya indah bak buah delima merekah, sepasang matanya mengingatkan pada embun yang tergenang pada pucuk-pucuk daun. Ia tak pernah mengenal dekat gadis ini, tetapi tiba-tiba Hae Soo datang mempertaruhkan keselamatan diri demi kehidupannya. Adakah gadis manis itu memiliki kemampuan bela diri untuk mengalahkan sekawanan perompak?
Adakah Pangeran Wang Jung tahu, bahwa kejadian hari ini akan mengubah seluruh hidupnya? Sekali lagi Pangeran ke-14 terpana. Apa yang bisa dilakukan gadis mungil itu untuk menyelamatkannya?
                                                                                                                                    ***
Di istana Ratu Hwangboo tengah bertemu dengan Pangeran Wang Wook dan Putri Yeon Hwa, dua anak kerajaan yang dicintainya. Ratu Hwangboo tengah mengunjungi  Nyonya Hae, menantunya sedang sakit. “Nyonya Hae meminta kepada Pangeran Wang Wook untukmenceraikan”, suara Putri Yeon Hwa dingin, seolah perceraian adalah suatu hal biasa dalam sebuah perkawinan.
“Benar demikian?”Ratu Hwangboo menatap wajah Pangeran Wang Wook meminta kepastian, wajah menawan itu terlihat galau.
“Saya tidak akan pernah berpaling dari seorang istri,tidak ada kata-kata cerai dalam perkawinan ini.Lebih baik ibunda ratu bersikap seolah tak pernah mendengar kata-kata itu”, sekilas Pangeran Wang Wook melirik wajah jelita Putri Yeon Hwa, ia sangat mengasihi putri itu, ia mengerti akan sikapnya yang keras dan lebih tetap disebut kaku. Yeon Hwa kerap tak mempertimbangkan perasaan orang lain saat berucap.
“Lebh baik engkau kembali menikah  demi masa depan”, Yeon Hwa mendesak Pangeran Wang Wook, ia tidak tahu bagaimana perasaan Pangeran ke-14. Wang Wook tak pernah mencintai Nyonya Hae, tetapi ia tak pernah memiliki alasan untuk bercerai atau kembali menikah. Ia tak berniat lebih lanjut menyakiti wanita ini.
“Pernikahan bagimu hanya sekedar  kepentingan politik, aku tak ingin bertempur untuk memperebutkan tahta”, nada suara Pangeran Wang Wook menjadi tinggi, ia tahu isi hati Yeon Hwa, adinda Sang Putri selalu berharap dekat tahta. Yeon Hwa hanya melihat kekuasan dan kemuliaan, ia tak pernah mampu bahaya besar yang selalu mengancam.
“Sudahlah, jangan bertikai, keluarga ini bisa berpijak di tanah Songak karena perjuangan keluarga Nyonya Hae.Kita berhutang budi, tak boleh melupakan”, Ratu Hwangboo menengahi, ia tak pernah tahu apa yang akan terjadi pada dirinya tanpa kebaikan keluarga besar Hae?
Percakapan keluarga itu masih akan berlangsung, akan tetapi tiba-tiba  Chae Ryung menerobos masuk dengan wajah ketakutan, “Nona Hae Soo berada dalam bahaya dengan para perompak”, kata-kata singkat, diucapkan dengan tergagap.Pangeran Wang Wook bagai disambar petir, ia segera berdiri dengan sigap. Ia tak perlu mendengar ucapan selanjutnya untuk bertindak. Percakaan itu berakhir, ia harus menuju ke tempt Hae Soo dalam bahaya.
Di hutan bambu Hae Soo dan Pangeran Wang Jung berdiri berdekatan menghadapi bahaya, “Maafkan, aku sudah melibatkanmu dalam kesulitan”, suara itu bergetar. Akan tetapi, yang bergetar hebat sesungguhnya hati Pangeran Wang Jung, ia tak pernah mendapati seorang gadis istana dengan keberanian seperti ini. Seorang gadis manis yang berlaku nekat menyelamatkan hidupnya tanpa memperdulikan keselamatan diri.
“Lebih baik kita berdua lari ....” Hae Soo menjawab, ia tahu tak akan selamat menghadapi sekawanan perompak yang dibakar dendam.
Sigap Pangeran Wang Jung melindungi Hae Soo dengan tubuhnya dari balok yang dihujamkan pada gadis itu,”Jangan khawatir, saya berjanji akan menyelamatkanmu”, ucapan Pangeran Jung setulus hati, ia adalah orang yang paling bersalah, bila gadis ini celaka.
Dalam keadaan genting tiba-tiba Pangeran Wang Wook datang, dengan berani Pangeran ke-8 bertarung menghadapi para perompak, menghindarkan Pangeran Wang Jung dan Hae Soo dari celaka, meski ia tak luput dari sasaran balok. Pangeran Wang Wook berhasil menghadapi para perompak itu,  akan tetapi kepala perompak yang terbakar dendam masih tegak berdiri, sikapnya mengancam.
”Percaya diri adalah musuh terbesarmu. Apa kamu tak tahu yang kukatakan?”kepala perompak berucap dengan geram, maka perompak lain kembali bermuncul.
Kini Pangeran Wang Jung, Hae Soo, dan Pangeran Wang Wook terkepung rapat, tiga orang itu saling bertatapan. Adakah ketiganya akan selamat di tangan sekawanan perompak yang dibakar dendam? Pangeran Wang Wook bahkan tak yakin dengan kemampuannya bela diri, tetapi yang lebih membuatnya cemas adalah Hae Soo. Mengapa gadis ini selalu dalam bahaya?
Tiba-tiba Pangeran Wang So muncul di tempat yang sama, wajah bertopeng itu tampak dingin, siap menyebar maut. Semula Wang So bertanya-tanya, mengapa Hae Soo tergesa pergi ke hutan bambu. Kini ia mengerti,  gadis itu tampaknya mengikuti Pangeran Wang Jung. Pangeran Wang Wook beserta keduanya, tetapi jumlah perompak itu terlalu banyak. Ia tahu apa yang harus dilakukan terhadap  perompak itu. Pangeran itu mengacungkan pedang, “Apa kalian semua berani?!” Wang So tak pernah ragu dengan tantangannya, ia pernah berkelahi dengan sekawanan srigala, ia tak gentar berhadapan dengan perompak.
Kawanan perompak itu terdiam saling bertatapan, mereka telah mendengar perihal pageran ke-4, pangeran bertopeng dengan kemampuan bela diri yang menakjubkan. Pangeran yang mampu membantai lawan dengan kepala dingin. Kawanan perompak itu menjadi ketakutan ketika wajah bertopeng itu menatap tajam, ”Apa kalian semua mau mati?”.
Tanpa menunggu kata-kata berikut kawanan perompak itu segera berlari menyelamatkan diri. Tak ada keberanian lagi untuk memenggal tangan Pangeran Wang Jung, Pangeran ke-4 akan membantai mereka dalam sekejab bila terus melanjutkan tantangan.Perkelahian itu selesai.
Pangeran Wang So  menghela napas panjang, ia akan melakukan segalanya termasuk mambantai seluruh kawanan perompak tanpa ampun untuk melindungi keluarga kerajaan. ”Apakah kamu terluka?”Pangeran ke-4 menatap Hae Soo, ia kembali bertemu dengan gadis ini dalam keadaan genting. Ah, Hae Soo ....
”Tidak...”Pangeran Wang Jung menjawab, ia menghela napas panjang untuk nasib mujur hari ini.
”Sungguh mengejutkah So datang pada saat yang genting....”sekilas Pangeran Wang Wook mengangguk, ia tak yakin nasb hari ini tanpa kehadiran Pangeran Wang So dengan citra dirinya yang menakutkan, terbukti kawanan perompak itu berlari lintang pukang.
“Aku akan selalu kebaikan hatimu hari ini Wang So  serta Wang Wook”, Pangeran Wang Jung mengangguk, adakah ia akan tetap memiliki kehidupan tanpa kehadiran dua orang pangeran.
Selanjutnya Pangeran Wang Jung menatap Hae Soo dengan sikap penuh terima kasih, “Saya berjanji akan menjaga kehidupanmu seperti kehidupannya sendiri. meskipun harus mati”, Pangeran ke-14 tak pernah ragu dengan kata-katanya, andai Hae Soo tidak segera datang dengan ranting kering di tangan, adakah ia masih pula memiliki lengan?
Aigoo, Pengeran Muda,  Pangeran sungguh kuat, Pangeran akan menjadi manusia yang hebat, segera....”Hae Soo merasa demikian lega, ia telah  berhasil menyelamatkan Pangeran Wang Jung dengan bantuan Pangeran Wang Wook dan Pangeran Wang So. Pangeran ke-24 masih selamat tanpa harus kehilangan lengan.tanpa sadar Hae Soo sambil memeluk dan menepuk punggung Pangeran ke 14 Wang Jung.Satu hal yang tak berani dilakukan gadis yang  manapun, karena ia adalah seorang pangeran.
Adakah Hae Soo tahu, bahwa kebaikan hatinya hari ini, akan membantunya kelak pada suatu hari?
Akan tetapi, Hae Soo segera sadar, ia telah bertindak dengan tidak semestinya , saat melihat ke arah Pangeran Wang Wook dan Wang So, gadis itu menjadi salah tingkah.Wajahnya semburat merah,karena malu, meski Pangeran Wang Jung tak merasa berkeberatan dengan sikap gadis ini. hatinya masih bergetar.”Engkau mengingatkanku pada akan seorang saudara. Saya harus kembali ke istana....”Pangeran  Wang Jung tidak bisa berlama-lama di hutan ini, ada hal lain yang harus dikerjakan.
”Pangeran....Fighting .... Fighting....”sebutan ‘saudara’ bagi Hae Soo menyebabkan gadis  itu merasa gembira. Setelah ketakutan Hae Soo kembali tertawa, ia telah terbebas dari lubang jarum.
Pangeran Wang Wook melangkah bersama dengan Hae Soo, akan tetapi raut wajahnya menunjukkan kemarahan, tak sepatah kata pun terucap.Hae Soo sadar akan kejangalan ini, ia perlu melakukan sesuatu. Gadis itu berteriak, pura-pura kakinya sakit, sehingga tak bisa berjalan. Dan tiba-tiba Pangeran Wang Wook telah berada  di hadapan Hae Soo.
Wajah pangeran itu tampak demikian galau, ”Saya pikir saya sudah kehilanganmu, tak akan pernah melihatmu....”, suara Pangeran Wang Wook setengah berbisik,tetapi cukup mengejutkan Hae Soo. Ketika Pangeran ke-8 menatap sedemikian dekat, Hae Soo berkeputusan menyingkir. Akan tetapi, pangeran itu segera memeluk Hae Soo erat-erat.Sungguh, ia takut kehilangan gadis ini.
Wang Wook bertindak seakan hendak mencium Hae Soo, ada keinginan hebat dalam diri pangeran itu untuk menyatakan cinta. Akan tetapi Pangeran ke-8 mengurungkan niatnya, sementara pelayan terdengar cemas mencari sambil memanggil nama Hae Soo.Apa yang terjadi andai para  pelayan tahu, ia tengah mencium  sepupu Nyonya Hae? Wajah Wang Wook semburat merah, ada jarak terentang sedemikian lebar antara ia dengan Hae Soo, meski gadis itu dapat diraih dalam satu langkah ke depan. Diam-diam pangeran itu mengeluh, ia tak pernah merasa galau seperti ketika ia tengah mengenal Soo yang berbeda. Apa sesungguhnya yang terjadi pada dirinya?
Sementara Chae Ryung tergesa datang bersama pelayan yang lain, wajahnya cemas, hamper-hampir berurai air mata, “Bagaimana keadaan Agassi dan Pangeran ke-14?”pelayan itu menatap Hae Soo dalam-dalam, gadis ini bukan sekedar keturunan bangsawan yang harus dilayani, akan tetapi sahabat sehari-hari.
Hae Soo tidak menjawab, tiba-tiba kemampuannya berpikir seakan terhenti, mengapa Pangeran Wang Wook berlaku sepeti itu? Ia bukan lagi gadis kecil yang dungu. Apakah …?  Hae Soo tak berani terus berpikir, Nyonya Hae datang, wajah lembut itu memandangi Pangeran Wang Wook dengan sayu. Ia pun tidak dungu, seorang yang teramat dekat dan dapat membaca isi hati Sang Pangeran tanpa sepatah kata. Pangeran Wang Wook tak dapat menyembunyikan kecemasan hebat akan keselamatan Hae Soo. Nyonya Hae membuang pandang kemudian menghela napas panjang.  
Putri Yeon Hwa datang  pula, menatap Pangeran Wang Wook, hatinya tak kalah cemas, “Ibunda Ratu sangat khawatir, adakah engkau baik-baik saja?”suara itu tak dapat menyembunyikan rasa takut. Apa yang terjadi, sehingga Wang Wook seakan harus bertaruh antara hidup dan mati?  Yeon Hwa berharap Pangeran Wang Wook akan menjawab, tetapi wajah jelita itu berubah diliputi segala rasa heran, ketika tiba-tiba Wang Wook melangkah pergi, menjauh dari segala rasa cemas. Sesungguhnya ia yang paling khawatir bila nasib buruk menimpa Hae Soo, ia akan merasa sangat kehilangan. 
Yeon Hwa menatap punggung tegap Pangeran Wang Wook yang berlalu dalam perasaan galau, kemudian ia menatap wajah bimbang Hae Soo. Putri Goryeo itu menangkap ada benang lembut tak tampak mata yang terentang antara Wang Wook dan Hae Soo di tempat ini. Wajah jelita itu tampak terpengarah seakan tak  percaya, tak percaya …
                                                                                                                               ***
Di dalam kamar yang indah dan tertata rapi Pangeran Wang Jung dan Wang So tampak bercakap-cakap, Pangeran ke-14 sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk mengucapkan terima kasih. Apa yang akan terjadi, bila Pangeran Wang So tidak hadir tepat pada waktunya? Ia, Hae Soo, dan Pangeran Wang Wook akan celaka, “Tak ada kata-kata yang paling tepat untuk mengucap terima kasih”, suatu keajaiban, bahwa Pangeran Wang So hadir pula di Songak. 
“Seharusnya engkau memahami keadaan sekitar sebelum turun menyatu dengan masyarakat”, Pangeran Wang So memberikan saran, andai ia tidak melihat bayangan si manis Hae Soo berjalan tergesa, adakah ia akan dapat  menyelamatkan Wang Jung, seorang adik kandung?
“Saya sedang tidak beruntung”, Pangeran Wang Jung mengeluh, terbayang kembali ketika mata golok nyaris memenggal lengannya. Sesaat wajahnya yang manis tampak gundah, sepasang matanya memejam.
“Apa maksudmu tidak beruntung?”Pangeran Wang So bertanya, ia nyaris tak memiliki waktu untuk bersama dengan Wang Jung, saudara satu ibu dan satu ayah.
“Saya sama sekali tidak tahu dengan lengan buntung yang menimpa perompak tadi”, Pangeran Wang Jung mencoba mengingat-ingat, kapan ia bertindak semena-mena, sehingga ia harus menuai beban hari ini.
“Adakah engkau akan  melepaskan tangan? Seorang pangeran harus bertanggung jawab dengan segala hal yang telah dikerjakan”, Wang So mengingatkan, mengapa tiba-tiba sekawanan perompak berniat mencelakakan Wang Jung? Benarkah semua itu danpa sebab?
“Pangeran …?” sebutan ‘pangeran’ menyebabkan Pangeran Wang Jung tertawa, Wang So melebih lebihkan dirinya dalam menuntut tanggung jawab. Apakah karena ia tidak pernah mendapatkan cinta seorang ratu? Dengan setengah geram kemudian Jung kembali  berucap, “Sesungguhnya engkau marah padaku, karena Ibunda Ratu menutup pintu. Adakah suatu hal yang memalukan  bila saya mesti terlahir dari rahim ibu yang sama”,
Kata-kata itu cepat dan singkat tanpa rencana, tetapi bagi Wang So terdengar seakan bilah bambu yang riuh bergesekan, mengiris. Ia harus tahu apa arti tersinggung dan marah, Pangeran Jung tak  mengucap terima kasih setulus hati, bahkan menyudutkan dengan kata-kata yang tidak semestinya. Dengan cepat tangan Wang So terangkat tinggi-tinggi, dan “Plakk…!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi Pangeran Wang Jung.
Pangeran ke-14 terpekik, ia tak menyangka kata-kata itu berakibat fatal, menyebabkan Wang So tega melayangkan tangan.Dalam jarak yang tidak terlalu jauh Ratu Yoo melihat kejadian itu. Wajah permaisuri segera berubah merah padam,  karena geram, ia tak menginginkan kehadiran Pangeran Bertopeng di Songak, terlebih kelancangannya menggampar pipi putra tersayang, Wang Jung.Dengan penuh kebencian Ratu Yoo mendorong Wang So menjauh dari Wang Jung, “Engkau selalu menjadi sumber persoalan, mestinya engkau menjauh dari tempat ini”,suara Ratu Yoo tegas. 
Pangeran Wang Jung menyadari kesalahannya, mengapa Pangeran Wang So mesti bertindak kasar, ia berusaha melerai. “Ibunda Ratu, Wang So adalah orang yang  menyelamatkan saya”, Wang Jung sesungguhnya tidak menghendaki pertikaian ini, sesungguhnya pula ia menyesal, mengapa ibunda selalu menolak kehadiran Pangeran Wang So.
“So hanya membawa ketidakberuntungan bagi sesiapapun yang mendekatinya. Jika  dekat dengan So, maka engkau akan mengalami hal yang sama”, Ratu Yoo benar ingin Wang So tidak berada di sekitarnya, ia telah menggagalkan rencana pembunuhan terhadap Putra Mahkota, mengacaukan seluruh rencana jahatnya.Wang So bukan sekutu, “Jangan pernah mendekati Pangeran Wang Jung”, Ratu Yoo mengancam.
“Saya tidak akan pernah mendekati siapa-siapa, kecuali seseorang meminta saya  melakukanya”, Pangeran Wang So melirik Pangeran Wang Jung, seorang anak manis yang selalu berada di bawah perlindungan  seorang ratu. Sementara Pangeran Wang Jung menahan tangis,luka serta memah di sekujur tubuhnya menimbulkan rasa sakit. Maka Ratu Yoo berkuasa memerintah semua tabib untuk menyembuhkan putra tercinta.
***
Dalam jarak yang terentang cukup jauh dari tempat Pangeran Wang So bertikai kemudian mendapatkan amarah Sang Ratu. Bayangan Pangeran Wang Wook tampak berkelebat memacu kuda, mengepulkan debu kering di sekitarnya. Sang Pangeran tak tahu dengan pasti kemana arah  yang harus dituju, akan tetapi ia harus menjauh dari seseorang yang menimbulkan perasaan galau. Di  bawah sebatang pohon rindang, berdaun lebat, menghijau Pangeran ke-8 terhenti. Ia seorang pangeran, keturunan langsung dari Raja Besar Taejo, ia hidup bergelimang kemuliaan pada sebuah megah istana berhiaskan taman raja-raja. Ia memiliki kediaman yang kukuh, didampingi seorang wanita agung berwajah lenbut berhati santun. Akan tetapi, apa arti semua itu, ia tidak memiliki kebebasan memilih untuk hidup dengan seorang wanita yang dicintai.
Hae Soo …
Mengapa gadis itu kini hadir dalam jarak terlampau dekat, ketika ijin pernikahan  harus diberikan seorang raja. Sungguhpun Nyonya Hae memberikan kerelaan bagi perkawinan kedua, ia tak akan pernah sanggup melakukanya. Ia terjebak dalam tanggung jawab seorang anggota kerajaan, seorang suami dengan akibat bersedia kehilangan ketika merasa sanggup mencintai. Wang Wook kini seorang bocah yang hilang arah, terseret gelombang hidup yang menghantam  perasaan hingga berdebur ke tengah-tengah lautan.
Sementara di dalam  kamar, Hae Soo mengalami kegalauan yang sama. Tanpa kata-kata pasti ia bisa memahami perasaan Pangeran Wang Wook, bukankah ia memiliki perasaan serupa? Gadis mana yang tidak jatuh cinta dengan wajah tampan serta sikap bijak seorang Pangeran Goryeo. Akan tetapi, ia tidak mungkin menyusup di dalam celah menganga antara Sang Pangeran dan Nyonya Hae. Wanita agung itu tidak memiliki kesalahan apa-apa, kecuali ia sungguh mencintai Pangeran ke-8.Ia menyadari cintanya bertepuk sebelah tangan, akan tetapi bagaimana ia bisa mengakhiri perkawinan itu, kecuali Pangeran Wang Wook menginginkannya?
Gadis itu tak mampu memejamkan sepasang mata. Tubuhnya yang ramping berbalik ke kanan dan ke kiri, tak mudah mendapatkan jawaban. Mengapa ia terjebak dalam 1000 tahun kehidupan di masa lalu. Sementara seluruh perasaan terseret sedemikian jauh? 
Adapun Pangeran Wang So terguncang pula oleh perasaan galau dari sebab yang berbeda. Terlalu menyakitkan ketika harus menyadari, bahwa Ibunda Ratu mengancam supaya menjauh dari Pangeran Wang Jung. Bukankah ia adalah suadara kandung? Pangeran malang itu menyepi di depan altar, ia memerlukan waktu untuk merenung, menata kembali kekuatan diri setelah sadar Sang Ratu berulang kalimenolak kehadirannya. Ia tak memiliki tempat yang kebih tepat kecuali Goryeo, sekalipun seorang Ibu kandung tak menginginkan kehadirannya. Pangeran Wang So tahu, bagaimana ia harus bersikap.
                                                                                                                                ***
Keesokan harinya Putra Mahkota dan Wang So mengatur waktu untuk bertemu dengan ayahanda raja  mengajukan sebuah permintaan,”Ijinkan Pangeran Wang So menetap di Songak sebagai orang kepercayaan saya”, permintaan itu terdengar bersungguh-sungguh, Putra Mahkota tahu, ia tak dapat memanggul mahkota seorang diri. Ia memerlukan sekutu yang bisa dipercayai.
“Bintang Pangeran Wang So tengah bersinar di atas istana Songak dan hendak bergabung dengan bintang Putera Mahkota”, Ji Mong, si ahli bintang yang selalu dekat dengan raja mendukung keinginan Putra Mahkota. Ia tahum, Pangeran Wang So adalah sekutu yang tidak bisa dianggap ringan.
“Akan tetapi, ibu Wang So mencoba membunuh putra mahkota dan saudara kandungmu, Wang Yo menginginkan pula kedudukan Putra Mahkota. Dapatkah aku mempecayaimu?” Raja Taejo memandang Putra Mahkota dan Pangeran Wang So berganti-ganti, sepasang matanya yang tajam menatap kedua pangeran dalam-dalam seakan ingin menembus seluruh isi hati. Ia tak akan membiarkan Putra Mahkota mempercayai orang yang salah.Musuh besar itu begitu dekat, bersembunyi di dalam selimut. Pangeran Mo selalu berada dalam bahaya, di bawah ancaman seorang permaisuri.
“Saya berjanji tidak akan pernah bergabung dengan keluarga saya”, Pangeran Wang So membungkukkan badannya dalam-dalam, ia sungguh memerlukan ijin seorang raja untuk menetap di Songak, meninggalkan segala penderitaan di Shinju.
”Bukankah engkau telah diangkat sebagai salah satu anggota keluarga Kang?”Raja Taejo merasa perlu  mengingatkan kedudukan Wang So sebagai anak angkat keluarga Kang di Shinju.
“Saya tidak pernah dianggap sebagai seorang putra oleh selir Kang”, Wang So tak ragu dengan jawaban itu.Selir Kang seorang yang sakit jiwa, karena kehilangan seorang putera, kehadirannnya di Shinju tak pernah mengobati rasa sakit itu, pedih perih bahkan berbalik menyakitinya.
“Apa yang rela engkau korbankan demi Putra Mahkota?” Yang Mulia Raja masih memerlukan jawaban, tatapan sepasang matanya setajam mata pisau.
“Saya berjanji di depan Yang Mulia Raja tidak  akan tunduk serta setia kepada siapapun, kecuali kepada Putra Mahkota. Tidak pula kepada saudara atau keluarga”, Pangeran Wang So telah menetapkan pilihan, ia harus membaktikan diri  kepada pihak yang memerlukan atau kembali kepada Selir Kang yang sakit jiwa.
“Jika Pangeran Wang So tetap berada di Songak, maka bintangnya akan bersinar bersama bintang Putra Mmahkota, akan membawa keberuntungan besar bagi Dinasti Goryeo”, Ji Mong yang mampu menatap jauh tak pernah ragu dengan kemampuan Panageran Wang So. Putra Mahkota tak akan pernah menjadi kuat hingga menduduki tahta, kecuali didukung sekutu  yang bersetia.
Sesaat suasana di balai singgasana hening, hingga Yang Mulia Raja akhirnya bertitah, “Baiklah, Wang So mendapatkan ijin untuk tetap tinggal di Songak”, maka Pangeran Wang So dan Putra Mahkota segera bersujud di depan Raja,  berterima kasih atas kemurahannya.
Diam-diam Pangeran Wang So tersenyum, ia telah memulai suatu hari untuk menebus segala sakit hati dan kekecewaan, karena hidup di bawah penindasan orang lain. Hari ini ia akan memulai suatu kehidupan, karena keinginannya sendiri. Ia adalah manusia merdeka yang tidak bisa ditindas siapapun dengan semena-mena.
                                                                                                                                 ***
Sementara Pangeran Wang Wook masih berada dalam suasana hati yang galau, ia   kehilangan selera di meja makan, ada yang berkecamuk di dalam diri seakan perang saudara tak berkesudahan. Ia menatap  Nyonya Hae dengan gamang, “Tak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja”, Pangeran Wook tahu isi hati wanita ini, tetapi apa yang harus diungkapkan? Dapatkah seorang  seorang mengatakan “ya”bila hal itu adalah kebohongan, atau “tidak” dan ia akan dianggap melakukan kesalahan. Adat kerajaan bisa  mengatur setiap perilaku, tetapi bukan seluruh kata hati.
Nyonya Hae mengerti suasana hati Sang Pangeran, ia mengira akan berbahagia bila bersanding di dalam kehidupan istana dengan satu-satunya Putra Goryeo yang dicintainya. Akan tetapi, sikap bungkam Pangeran Wang Wook diam-diam semakin menyakiti hati. Andai Pangeran ke-8 dengan tegas mengambil sikap mencampakkan. Tanggung jawab yang diberikan sebagai suami dengan perlahan, tetapi pasti telah berubah menjadi sebilah pisau yang tajam berkilat melukai. Nyonya Hae menunggu suatu waktu untuk membebaskan diri dari semua “kesalahan.
Suasana di ruang makan terasa kaku, hingga  Hae Soo muncul dalam sikapnya yang polos. Nyonya Hae sengaja memanggil Hae Soo supaya bisa makan bersama Pangeran Wang Wook, meskipun gadis ini berusaha menghindar. Kini, mereka duduk bertiga, Hae Soo dapat merasakan suasana kaku dalam perjamuan ini, “Lain kali engkau mesti berhati-hati bila hendak menyelamatkan pangeran”, Nyonya Hae menatap Hae Soo dengan lembut, ia selalu terhibur kala gadis ini hadir, karena mengisi kekosongan akan ketiadaan seorang anak.
“Saya ucapkan terima kasih atas pertolongan  Pangeran Wook”, Hae Soo mengangguk perlahan kepada Pangeran Wang Wook, ia tidak tahu bagaimana nasibnya bila Pangeran ke-8 tidak hadir pada waktu yang tepat dengan mempertaruhkan keselematan pula.
“Aku hanya melakukan tugasku”, Pangeran Wook menjawab sekilas, ia berusaha bersikap tenang, akan tetapi kehadiran Hae Soo selalu memacu degub jantung lebih kencang. Gadis leluasa bersikap, tidak kaku seperti gadis bangsawan, sepasang matanya sejernih embun. Andai ia dipertemukan pada waktu dan keadaan yang tepat? Dengan perlahan dan hati-hati Pangeran ke-8 menghela napas panjang, ia tak ingin tahu Nyonya Hae memahami seluruh isi hati, ia telah cukup menyakiti hati wanita ini.
“Soo lebih baik engkau belajar menjahit dan merajut di rumah, keadaan di luar terlalu berbahaya bagi keselamatanu”, Nyonya Hae memberikan saran, ia tak akan bisa memafakan diri sendiri apabila sepupunya harus mengalami nasib buruk karena kelalaiannya pula.
“O ya, aku mau membaca buku”, Pangeran Wang Wook mengundurkan diri dengan sikap dingin, seolah-olah tidak menghendaki kehadiran Hae Soo. Sekilas Soo melirik pangeran itu, ia tak mau berpikir lebih jauh, ada sesuatu yang mengganjal di hati. Akan tetapi ia ragu mengartikannya.Ia menikmati kebersamaan dengan Nyonya Hae yang selalu bersikap tulus sebelum akhirnya berpamit menuju ke halaman yang ditata sebagai taman-taman  yang indah dan menakjubkan.
Hae Soo menghentikan langkah ketika melihat Pangeran Wang So tengah menyusun batu sebagai perlambang permohona kepada Yang Maha Agung.”Apa sesungguhnya  keinginan Pangeran Wang So?”gadis itu bertanya, ia tak perlu lagi menatap wajah bertopeng dengan ketakutan. Wang So adalah seorang pangeran yang kesepian, dari hati yang paling tulus tumbuh keinginan untuk mengasihi.
“Aku ingin dan akan tinggal di Istana Songak, hal itu berarti akan jarang bertemu denganmu”, jawab Pangeran Wang So, ia telah menetapkan sebuah rencana dengan menumpuk batu bagi Sang Penguasa supaya segala keinginan terpenuhi pada saatnya.
“Hal itu berarti pula, bahwa saya tidak akan selalu mengantarkan makanan buat pangeran,semoga Pangeran Wang So mendapatkan kedamaian di istana. Tidak perlu mengancam setiap orang  dengan menghunus pedang, tidurlah dengan nyenyak, dan  makanlah dengan enak”, Hae Soo berpesan seakan memberikan salam perpisahan.
Perlahan sepasang mata Pangeran Wang So menatap Hae Soo, ia tersadar gadis itu  bersikap leluasa tanpa rasa takut, tampaknya keduanya telah memahami arti pertemanan. “Engkau tak lagi takut kepadaku?”Pangeran Wang So tiba-tiba terpana menatap wajah Hae Soo, tetapi ia kesulitan membahasakan suara hati.
“Aku takut kepada diriku sendiri, tiba-tiba aku merasa risau. Kemana sesungguhnya arah perasaannya ini?”Hae Soo bergumam lirih seolah Pangeran Wang So tak mampu mendengar kata-katanya. Andai Pangeran ke-4 tahu siapa dirinya, adakah ia juga akan merasa risau? Tetapi bagaimana pula ia mampu menceritakan kisah yang sulit dimengerti dengan akal sehat?
Sepasang mata yang bening itu menatap langit, musim gugur sampai di penghujung tanggal. Sesaat kerlip bintang masih kemilau seakan batu berlian yang berserakan, kemudian angin semakin dingin berkesiur. Hae Soo dan Pangeran Wang So masih berdiri dalam jarak dekat tanpa berkata-kata, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.Angin terus berhembus menceraikan daun dari ranting, menghalau kerlip bintang di balik mendung tebal yang kian tebal seakan beku dalam udara dingin.
Pandangan Hae Soo  menerawang jauh, ia ingin kembali ke tempatnya bermula sebagai Ko Ha Jin, tetapi mana jalan yang harus ditempuh? Sementara Pangeran Wang So merasakan kehangatan dalam selubung udara yang semakin lama semakin membeku. Kehadiran Hae Soo menciptakan suasana damai, meski keduanya tak lagi  berkata-kata, gadis itu memahami kesunyian hatinya.Keduanya masih bersama, namun terdiam tanpa sepatah kata ketika musim gugur berakhir dan menuju suhu yang paling dingin.
Malam telah jatuh ketika salju perlahan turun bagai lembut gumpalan kapas yang tercurah dari langit. Hae Soo dan Pangeran Wang So sejenak terpukau dengan kebesaran alam dalam warna yang murni dan menyentuh, salju pertama. Putih yang terputih. Dalam jarak tidak terlalu jauh Pangeran Wang Wook menatap bayangan Hae Soo dan Pangeran Wang So, tak ada yang salah, keduanya tampak bersahabat. Dan lembut butiran salju itu membawa pikiran Pangeran ke-8 menerawang semakin jauh menuju wilayah tanpa peta, tanpa akhir.
Hae Soo … Seluruh tubuh Pangeran Wang Wook kembali bergetar.    

   
Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...