Untuk yang ketiga kali Hae Soo bertemu dengan
Sanggung Oh, kali ini bukan sebagai calon pengantin atau seorang yang
bersiap menerima hukuman. Ia memasuki hari pertama selaku dayang.
Sanggung Oh tetap cantik dan dingin, kulit wajahnya putih disangga leher
yang lembut dan jenjang. “Meskipun pernah menjadi calon istri raja,
kini engkau seorang dayang istana.Tak ada pilihan kecuali bekerja dengan
baik”, Sanggung Oh menatap wajah belia itu, ada banyak hal yang ingin
terucap, tetapi kali ini ia harus membatasi diri.
“Saya berjanji akan bekerja dengan baik”, perasaan pertama yang
berkembang dalam diri Hae Soo ketika berhadapan dengan Sanggung Oh
adalah takut, tatapan dingin wanita ini menyimpan beribu misteri.
“Apakah engkau dapat menyajikan teh? Membedakan obat herbal? Memahami tata rias?”sekali lagi Sanggung Oh bertanya.
“Ya, saya dapat melakukan semuanya itu”, Hae Soo berusaha menguasai rasa takut.
“Apakah engkau dapat membaca dan menulis?” pertanyaan masih berlanjut.
“Maaf, saya tak bisa”, wajah Hae Soo tersipu.Berat untuk
mengakui bahwa ia tidak mampu membaca dan menulis, tetapi ia tidak bisa
berbohong. Sanggung Oh tampak terkejut, pikirannya bekerja keras,
mengapa seorang gadis manis dari keluarga Hae, calon pengantin raja
tidak mampu membaca dan menulis?
Pertemuan ini selesai, Sanggung Oh menyimpan beragam
pertanyaan. Ia tahu setelah beberapa lama di tempat ini, jati diri Hae
Soo pasti akan diketahui. Ia harus menunggu. Hae Soo mengundurkan diri
dari Istana Damiwon, di halaman tampak Pangeran Wang So.Pangeran ke-4
menatap wajah manis Hae Soo, setelah melukai tangannya sendiri,
menggagalkan pernikahan raja, dihukum dengan bekerja sebagai dayang
gadis itu tak tampak sedih. Sementara kehadiran Pangeran Wang So
menyebabkan senyum di bibir Hae Soo mengembang, ia perlu berterima kasih
kepada Pangeran ke-4 yang telah menunjukkan kebaikan ketika ia terjebak
dalam kesulitan.
“Terima kasih atas perhatian pangeran waktu itu”, Hae Soo membuka pembicaraan.
Pangeran Wang So memegang tangan Hae Soo yang terluka,”Bila
luka lebih dalam, engkau bisa tak tertolong”, Pangeran ke-4 tak dapat
menyembunyikan kekhawatiran. Ia masih terhenyak dengan tindakan berani
Hae Soo, melukai pergelangan tangan sebagai alasan pembatalan
pernikahan. Gadis ini cerdas sekaligus terlalu berani.
”Kenyataannya saya tertolong”, Hae Soo membela diri, menyatakan tindakannya benar.
“Mengapa engkau lebih senang menjadi seorang dayang dari pada
istri raja, engkau bisa terkurung selamanya di istana?”Pangeran Wang So
tidak bisa menutupi rasa heran, mengapa harus seorang gadis menolak
kemuliaan, memilih bekerja keras untuk kehidupan.
“Aku harus memilih dengan langkah yang memang harus kutempug.
Tidak ada yang dapat menyelamatkan seorang pun kecuali diri kita
sendiri”, Hae Soo tak pernah ragu dengan tindakannya, meski bisa
berakibat cacat dan kematian. Ia mencatat ucapan Sanggung Oh, bahwa
seorang wanita dengan bekas luka pada tubuhnya tidak bisa menjadi istri
seorang raja. Dengan memecah guci, menggores pada pergelangan tangan
hingga mengucurkan darah, maka ia telah memiliki alasan.
“Entah pintar atau bodoh, tetapi engkau seorang yang terlalu
berani. Berjanjilah tidak akan pernah mengulang tindakan semacam itu”,
jauh dalam hati Pangeran Wang So dicekam ketakutan tiada terperi, ia
terlalu takut hingga tak mampu bertindak apa-apa. Ketika Pangeran Wang
Wook dengan panik merengkuh tubuh lunglai Hae Soo, Pangeran Wang So
tetap terpaku. Dua orang pangeran telah berlutut untuk menggagalkan
perkawinan, tanpa pernah diperhitungkan. Hae Soo berhasil memiliki
alasan tepat, alasan yang membuatnya ketakutan.
Tanpa sadar langkah pangeran Wang So membawa Hae Soo ke Danau Dongji. Permukaan air danau amat tenang seakan bidang
cermin raksasa dibentangkan. Di tepi danau adalah bunga-bunga mekar,
hijau daun terayun lembut dihembus angin musim, serta udara yang segar.
Hae Soo tak pernah menduga di lingkungan istana ada tempat seindah ini.
Menatap permukaan air selalu memberikan rasa tenang.Kini ia seorang
dayang, tetapi sikap seorang pangeran ternyata tidak berubah, Pangeran
Wang Soo tetap bersikap baik selayak sahabat.
“Tak mudah bagi siapapun masuk ke dalam istana dan lebih sulit
lagi untuk meninggalkan. Seorang akan mati sia-sia bila percaya begitu
saja terhadap orang-orang di sekitarnya. Satu hal yang aku tahu, istana
adalah tempat orang merasa sepi”, Pangeran Wang So telah tahu apa yang
terjadi pada diri seseorang ketika ia menjadi bagian dari kehidupan di
dalam istana. Bangunan itu tampak megah, dengan ujung setiap atap
menjulang menatap langit, pada setiap sudut adalah taman yang selalu
dijaga bagi aneka kembang mekar dalam cantik warna kelopak, hijau daun
yang selalu segar, dayang dan peleyan yang selalu tunduk pada perintah
raja. Akan tetapi, iri dengki, adat isti adat memaksa setiap orang tetap
sendiri tanpa harus percaya kepada siapapun. Atau ia harus pandai
mencari sekutu sebelum menjadi korban bagi persekutuan orang-orang
didekatnya.
“Benar, tetapi bukankah saya tidak sendiri. Pangeran ke-4 ada
bersama saat ini”, Hae Soo menjawab, ia belum lagi memahami rumitnya
hidup di dalam istana. Ketika setiap langkah seakan memijak lapisan
kaca, sedikit guncangan dan kelebihan beban akan menyebabkan lapisan
tipis itu memecah. Seorang akan mati beku di dalamnya.
“Tetaplah berhati-hati, jangan pernah bertindak ceroboh.
Selamatkan hidupmu”, Pangeran Wang So menatap wajah manis itu, ia tak
pernah mengenal seorang gadis yang mampu bersikap leluasa tanpa
kehilangan rasa hormat di lingkungan Kerajaan Goryeo. Ia selalu merasa
nyaman di dekat gadis ini.
“Orang-orang yang ditakdirkan tinggal di istana adalah juga
manusia,saya akan mencoba bertahan”, Hae Soo berjanji, ia maklum akan
kekhawatiran Pangeran ke-4.
“Istana bukan pula tempat yang membosankan bila engkau memang
memilih tinggal”, lega rasa hati Pangeran Wang So setelah menyampaikan
pesan, sehingga Hae Soo tidak akan mengalami kejadian yang menakutkan di
istana. Pangeran Wang So belum mampu sepenuhnya menterjemahkan
perasaan, tetapi diam-diam ia takut akan kehilanga.
Keduanya masih bercakap-cakap selayaknya dua orang sahabat yang
saling menyayangi. Air Danau Dongji tetap sejernih permukaan kaca,
berkilau ditimpa cahaya matahari. Dedaunan masih segar menghijau,
bunga-bunga memberikan warna alam terindah.Hae Soo masih menikmati
datangnya hari ini.
***
Di kediamannya yang sunyi Pangeran Wang Wook duduk bersama
Putri Yeon Hwa.Suara Putri halus tetapi tegas, “Aku berjanji akan
mencari jodoh buatmu”, Pangeran Wang Wook bisa kembali menikah setelah
masa berkabung usai, yang telah tiada berurusan dengan Sang Pencipta,
yang hidup harus kembali meneruskan kewajiban.
“Cukup bagiku dengan perjodohan yang diatur”, senyum di bibir
Pangeran Wang Wook terasa pahit, apakah ia bahagia dengan perkawinannya?
Ia selalu bersikap baik, tetapi Nyonya Hae tetap menunggu hingga hari
terakhir tiba. Ia tak mampu memberikan hal yang paling dirindukan Nyonya
Hae, karena ia terlambat memberi. Setelah upacara pembakaran jenazah
Wang Wook terlambat menyadari, ia kehilangan, ia terlambat menyatakan,
betapa ia mencintai istri dari perjodohan itu.
“Bila tidak menikah atas dasar keuntungan, maka engkau akan
membiarkan Ratu Yoo mengatur keluarga kita di istana. Bukankah
pernikahanmu adalah pernikahan politik? Jika Ratu Yoo berwenang
mengendalikan Putra Mahkota, masa depan kita sudah pasti, dilempar atau
mati. Apa yang harus kita lakukan?”diam-diam Putri Yeon Hwa
mengkhawatirkan nasih keluarga ini, Yang Mulia semakin tua, adakah Putra
Mahkota yang menggantikan duduk di singgasana akan bersikap bijak
terhadap keluarganya, atau sebaliknya?
“Apakah engkau merasa sesuai dengan So?” Pangeran Wang Wook
balik bertanya, nasib seorang putri raja akan sangat tergantung dengan
seorang yang dinikahinya.
“Aku lebih memilih seorang yang bisa mengangkat derajat di
istana, tak mudah memutuskan. Apakah So pilihan yang tepat? Meskipun
aku harus menerima perjodohan,bahkan menjual diri, aku takkan menikah
bila tak bisa membantu kedudukanmu di istana.Engkau, Wang Wook bisa
menjadi seorang raja”, Yeon Hwa mengasihi Wang Wook lebih dari apapun,
ia merasa sedih ketika Pangeran ke-8 harus menjadi seorang duda. Ia
memikirkan kedudukan yang baik bagi kakanda, tahta seorang raja.Putri
Yeon Hwa melupakan satu hal mendasar, Yang Mulia Raja telah lama
menetapkan Putra Mahkota. Apa yang akan terjadi bila para pangeran
berebut tahta? bukankah perang saudara selalu berlumuran darah?
***
Sang Putra Mahkota, yang kedudukannya banyak diinginkan para
pangeran tengah bertemu Ji Mong sambil mengobati penyakit kulit yang
lama diderita. ”Saya sudah melewatkan pertemuan dengan Yang Mulia Raja.
Saya khawatir akan turun dari tahta”, Putra Mahkota tak dapat
menyembunyikan kekhawatiran, ia tahu arti kehilangan tahta. Adakah raja
yang duduk di singgasana masih tetap memperhitungkan atau membuangnya
jauh-jauh di luar dinding istana?
“Putra Mahkota terlahir di bawah bintang raja, pada saatnya
pasti akan menjadi raja. Tetaplah berupaya menyembuhkan penyakit”, Ji
Mong selalu berusaha menghibur Putra Mahkota, ia tahu akan kekhawatiran
itu. Ditetapkan sebagai Putra Mahkota memang suatu anugrah dan
kemuliaan, akan tetapi tidak mudah kiranya menjaga anugrah dan
kemuliaan itu.
***
Tak jauh dari luar dinding istana, Park Soon Duk seorang gadis
berperawakan tegap selayaknya prajurit wanita tampak tengah berjalan
bersama jenderal utama Park Soo Kyung, sesaat keduanya terpana
memandangi gerbang istana Goryeo. Park Soon Duk datang membawa sebuah
mantel bulu srigala yang hendak diberikan kepada seseorang di istana
–mungkinkah Wang So? Tak lama kemudian langkah keduanya telah menembus
pintu gerbang istana atas seijin penjaga, Sang Jenderal perlu bertemu
Yang Mulia Kaisar.
Raja Taejo mengamati pakaian yang dikenakan Jenderal Soo Kyung,
Soo Kyung mengerti, ia tak sempat singgah ke suatu tempaat untuk
membersihkan diri sebelum menghadap seorang raja besar,”Mohon ampun
saya tidak m embersihkan diri terlebih dahulu datang ke istana”,
Jenderal Soo Kyung membungkukkan badan dalam-dalam.
“Aku yang harus meminta maaf sudah merepotkan seorang jenderal
mengajari Wang So, putraku yang tak berbakat”, Raja Taejo menyadari
kekeliruan Jenderal Soo Kyung dalam tata cara menghadap seorang raja, ia
perlu mengucapkan terima kasih pada Sang Jenderal yang telah mengajari
Wang So berperang.
“Saat-saat mengajari Wang So bagi saya adalah hal yang
menyenangkan, bakat bela diri pangeran luar biasa. Wang So pantas
menjadi putra mahkota bila tidak memiliki bekas luka pada wajahnya.
Putra Mahkota kurang memiliki kemampuan bela diri yang tangguh, dunia
politik amat berbahaya”, Jenderal Soo Kyung melangkah semakin jauh dalam
agenda pertemuan dengan Yang Mulia, layakkah ia mergaukan kemampuan
seorang raja dalam memilih Putra Mahkota?
Pertemuan berlangsung singkat, Raja Taejo memiliki terlalu
banyak tugas yang harus dikerjakan, ia tidak bisa berlama-lama
meneruskan percakapan dengan Jenderal Soo Kyung, terlebih setelah
jenderal itu meragukan kemampuan Putra Mahota.
”Ada banyak tata cara yang harus ditempuh bila berada di
istana.Terlebih saat menghadap seorang raja, kebijaksanaan dan
perasaan,”Ji Mong m enanggapi pernytaan Jenderal Soo Kyung, kemudian
iapun berlalu meninggalkan singgasana. Jenderal Soo Kyung termangu, ia
mendapatkan banyak pengalaman selama mengajar Wang So. Singgasana
seorang raja buka sekedar diwariskan kepada salah satu pangeran, kecuali
pangeran bersangkutan memiliki kemampuan bela diri melebihi pangeran
yang lain. Betapa mengerikan panggung politik, betapa sosok tanggung
sangat diperlukan ketika bermain di atasnya. Akn tetapi, betapa seorang j
enderal pun sebenarnya tak pernah memiliki kewenangan menentukan
pilihan, meskipun ia bisa.
Sementara di arena latihan, suasana tampak riuh, Pangeran Wang Jung dan Wang Eun bertempur seakan kuda, tubuh mereka
diangkat oleh beberapa pangeran. Pangeran Wang Eun menantang Wang Jung
menghampiri pertahanan kuda-kudanyanya. Pangeran Wang Jung merasa kesal,
ingin sekali ia menghancurkan Pangeran Wang Eun.
Sementara Pangeran Wang Wook meminta Wang Jung untuk bertahan
sekuat tenaga. Para pangeran pun saling serang dan mempertahankan
kuda-kuda masing-masing. Pangeran Wang Jung dan Wang Eun saling
menyerang, pengeran yang lain sekuat tenaga berusaha mempertahankan
kuda-kuda. Suasana riuh rendah oleh jeritan dan sorak sorai. Anak-anak
Raja Wang Geon tengah mendapatkan kegembiraan pada suatu hari ketika
Yang Mulia masih bertahta.
Sementara Jenderal Soo Kyung segera meninggalkan ruang
singgasana, melupakan suasana riuh rendah di tempat berlatih saat para
pangeran tampak bergembira, saling menyerang, di atas kuda-kuda
pangeran yang lain. Ia perlu menemui pula Pangeran Wang So. “Saya
dengar engkau lebih banyak membaca buku dari pada berlatih ilmu perang “, Jenderal Soo Kyung membuka pembicaraan.
“Cukup kiranya berlatih ilmu perang, saatnya untuk lebih banyak membaca di perpustkaan”, Pangeran Wang So menjawab.
“Bukankah engkau sudah mampu memilah orang yang layak hidup
atau mati?”Jenderal Soo menyindir, ia tahu benar kemampuan Pangeran Wang
So, juga rasa sakit, karena penolakan ibunda ratu.“Tak ada yang
cuma-cuma, segalanya harus dibayar”, Jenderal Wang So meneruskan
kata-kata yang tidak mudah difahami maknanya.
”Adalah anda yang mengajariku untuk membunuh,”Pangeran Wang So
telah memutuskan untuk tidak membuat kekacauan di lingkungan keluarga
kerajaan, ia wajib melindungi Negara ini.
“Mengapa engkau memilih tinggal di Songak?”satu pertanyaan
dalam diri Jenderal Soo Kyung tak terbendung, mengapa Pangeran ke-4
meninggalkan Shinju? “Seorang pangeran harus apa yang dilakukan anggota
kerajaan”, Pangeran Wang So belum lagi memahami arah pembicaraan
Jenderal Soo Kyung yang telah melatihkan bela diri dan kehebatan ilmu
perang termasuk kemampuannya membunuh.
“Apakah pangeran akan kembali lagi ke Shinju?” pertanyaan masih berlangsung.
”Apakah aku harus kembali?”Pangeran Wang So membalik pertanyaan.
“Nanti, hanya satu pangeran yang akan bertahan tinggal di
Songak, adalah pangeran yang berhasil menduduki singgasana. Pangeran
perlu berpikir dua kali andai masih memiliki rencana untuk menetap di
Songak”, Jenderal Soo Kyung telah cukup tua untuk menatap sejarah suatu
kerajaan, siapa yang dapat bertahta selanjutnya, karena Yang Mulia Raja
memiliki banyak pangeran dari banyak ratu dan selir. Hanya pangeran yang
mampu mengatur strategi kuat yang dapat bertahan.
***
Tak jauh dari tempat Pangeran Wang So bercakap-cakap, berbatas
dinding dan jarak, Ratu Hwangboo tengah dirawat oleh para dayang . Ia
merasa lebih baik setelah meminum teh chrysanthemum, namun
setelah hari berlalu Sang Ratu tak merasakan lagi perubahan. Sanggung Oh
memberikan ramut obat herbal lain kepada Ratu Hwangboo agar sakit pada
kepala Sang Ratu dapat terobati. Tiba-tiba muncul Hae Soo, gadis itu tak
lagi mengenakan pakaian keturunan bangsawan. Ia mengenakan pakaian
serupa Sanggung Oh, hanya berbeda corak atasan berwarna kuning dengan
motif bundar berwarna gelap serta bawahan panjang menyentuh mata kaki
dengan warna hijau dan motif serupa. Penampilannya tampak lebih
sederhana.
“Soo, engkau baik-baik saja? Kehidupan di istana tidaklah
mudah, engkau tak boleh lelah belajar tata cara”, suara Ratu Hwangboo
lembut.
“Saya baik-baik selama berada di istana, saya berjanji akan
memberikan sabun herbal yang lain jika Ratu menginginkan”, Hae Soo
berniat hendak merias wajah Ratu Hwangboo, namun Sanggung Oh tampak
marah, sepasang mata wanita itu sekilas berkilat, menyuruhnya keluar.
“Soo sesuai untuk tinggal di istana Damiwon”, Ratu Hwangboo
mengamati gadis belia itu, ia masih tersanjung dengan pemberian sabun
wangi pada waktu yang lalu.
“Saya akan selalu mengawasi Hae Soo dengan baik”, Sanggung Oh berjanji.
”Apa Ratu Yoo masih memperlakukanmu dengan buruk seperti
biasanya?”Ratu Hwangboo bertanya, ia tahu tentang kebencian permaisuri
terhadap wanita cantik ini.
”Perlakuan permaisuri sama sekali tidak mengganggu. Yang Mulia
Ratu tidak perlu khawatir,”diam-diam wajah Ratu Yoo terbayang pada
sepasang mata Sanggung Oh, wajah yang selalu menatapnya dengan benci dan
akan tetap benci sekalipun ia harus mati.
“Sakit di kepalaku sama dengan sakit seperti di perutmu. Kita
memiliki penyakit parah yang sama.Engkau perlu pergi ke tabib,”Ratu
Hwangboo telah tahu perihal penyakit yang diderita Sanggung Oh, ahli
herbal ini tak sepenuhnya sehat.
”Terima kasih atas saran Ratu,”Sanggung Oh selalu merasa nyaman
dengan kehadiran Ratu Hwangboo, sosok wanita ini memberikan rasa
nyaman. Sangat berbeda dengan kehadiran Ratu Yoo yang selalu tega
melukai.
Sementara Hae Soo telah meninggalkan ruangan tempat Ratu
Hwangboo dan Sanggung Oh bercakap-cakap. Telinganya mendengar ada
jeritan seseorang meminta es.Gadis itu melangkah mendekati muasal suara
dengan rasa ingin tahu. Tak lama kemudian pada sebuah ruangan, tampak
Putra Mahkota menjerit kesakitan, karena penyakit kulit tak tertahankan.
”Itu seperti atopic eczma,”Hae Soo berbisik.
Seorang dayang membawakan Putra Mahkota semangkuk es, namun Hae
Soo melarangnya. Putra Mahkota menjadi sangat marah, dengan kalap
Pangeran Yo mencekik kerah baju Hae Soo. Hae Soo,”Bukankah rasa
gatal semakin menjadi saat pangeran makan kacang atau dingin? Juga
saat pangeran lelah dan berkeringat. Pangeran tak bisa menggunakan
selimut”.
“Bagaimana engkau tahu gejala penyakit kulitku?”Putra Mahkota merasa heran.
“Gunakan air hangat untuk membasuh diri, bukan air dingin”, Hae
Soo menempuh langkah tanpa persetujuan Sanggung Oh.”Bawakan dauh teh
hijau, daun pohon garu, serta daun peppermint”, Hae Soo memerintah
dayang yang lain. Sekali lagi tanpa persetujuan Sanggung Oh, Hae Soo
lalu memandikan tubuh Putra Mahkota dengan air hangat, mengambil daun
herbal, peppermint dicampur air hangat kemudian mengoleskan daun itu ke
tubuh Putra Mahkota untuk meredakan rasa gatal.
Hae Soo membalut luka Putra Mahkota dengan perban, gadis itu
tak manyadari tiba-tiba Sanggung Oh telah berdiri di depan pintu,
menatapnya dengan marah. “Keluar, bukan di sini tempatmu !”kata-kata
Sanggung Oh tak memberikan pilihan lain bagi Hae Soo kecuali ia memang
harus keluar. Ia tak dapat melakukan tindakan apa-apa, kecuali atas
persetujuan Sanggung Oh. Tak lama kemudian seorang kasim tergesa datang,
merawat putra mahkota.
Sanggung Oh perlu mengambil tindakan disiplin supaya Hae Soo
tidak berlaku ceroboh. Hae Soo berlutut, Sanggung Oh meletakkan buku-
buku tentang herbal di atas tangan gadis itu.”Ini buku adalah yang
ditulis oleh ahli herbal Lu Yu pada Dinasti Tang tentang penggunaan 100
obat. Jika engkau membaca semua buku ini,kesalahan hari ini tak akan
terjadi,”Sanggung Oh menahan rasa geram, mengapa dayang baru ini
berani mengambil tindakan ceroboh.
“Saya hanya menolong Putra Mahkota yang menjerit kesakitan,
karena rasa kasihan”, Hae Soo membela diri, setiap manusia selalu
memiliki alasan untuk menolong.
“Engkau mengaku tidak mampu membaca, bagaimana tahu daun
peppermint bisa mengobati rasa gatal di kulit?”Sanggung Oh tak dapat
menahan rasa heran.
“Ibu saya mengalami penyakit yang sama,saya pernah melihat ibu menggunakan perawatan semacam itu”, Hae Soo menjawab jujur.
“Bila masih ingin melihat matahari terbit esok hari, jangan
pernah membicarakan penyakit Putra Mahkota. Mengerti?”Sanggung Oh
memberi peringatan. Seorang harus bertindak sangat hati-hati di
lingkungan istana, hukuman mati bagi setiap kesalahan selalu menanti.
Hari ini Hae Soo mendapatkan satu pelajaran sekaligus hukuman
untuk tidak mengulang tindakan ceroboh. Ia harus mengerti tata cara
hidup di lingkungan istana selaku dayang. Gadis itu memejamkan mata,
menghela napas dalam-dalam.Ternyata ia tidak mendapatkan perlakuan
istimewa di Istana Damiwon, ia juga harus menerima teguran dan hukuman
sama seperti dayang yang lain. Sanggung Oh bukan hanya cantik, tetapi
tegas dan keras. Hae Soo harus melewati hukuman ini, setelah itu ia
harus mengerjakan tugas yang lain.
Tangan mungil gadis itu kini bergerak menyiram aneka bunga dan
tanaman herbal di halaman istana. Ketika merasa haus ia memecah tempat
air kemudian meneguknya, tenggorokannya yang kering terasa basah
kembali. Pangeran Wang So yang tengah tertidur di sekitar kebun istana,
terbangun, karena gerakan Hae Soo. Samar ia mendengar suara Hae Soo
berucap dengan dirinya . “Lebih baik aku melarikan diri dari pada hidup
seperti ini …”
“Engkau berniat melarikan diri? Adakah engkau terlupa, kita
hidup di zaman Goryeo?” suara Pangeran Wang So secara tiba-tiba
mengejutkan Hae So, sosok pangeran itu menampakkan diri dari arah
belakang.
“Siapa yang berniat melarikan diri?” Hae Soo balik bertanya, ia tak mengira Pangeran Wang So ada di sekitarnya.
”Adakah engkau telah menunjukkan bakat di Istana
Damiwon?”Pangeran Wang So ingin mengetahui bagaimana kabar Hae Soo di
tempat tinggalnya yang baru.
Hae Soo ingin segera menjawab pertanyaan itu, kabar bahwa Putra
Mahkota sakit telah sampai di ujung lidah, tetapi ia segera menelannya
kembali.Atopic, gatal pada kulit Putra Mahkota bukan tak
tersembuhkan dan bukan alasan untuk mempercepat kematian. Pangeran Wang
Mo hanya perlu menjaga pola makan dan keadaan untuk tetap sehat. Hae Soo
masih ingin menatap sinar keemasan matahari esok pagi.Tiang gantung
bukanlah akhir kehidupan di istana in, ia lebih baik menutup mulut.
”Bagaimana jika pertolonganmu bahkan menyebabkan penyakit Putra
Mahkota semakin memburuk? Engkau pasti mendapatkan hukuman
mati,”Pangeran Wang So telah mendengar kabar tentang pertolongan Hae Soo
kepada Putra Mahkota saat pangeran itu menjerit kesakitan.
“Benar, tetapi saat ini aku masih dapat menyiram bunga”, Hae Soo menjawab.
“Tetapi sepertinya engkau tidak memiliki bakat merawat tanaman,
gerakanmu canggung. Atau, bagaimana bila engkau memberikan nama sebuah
tanaman?” Pangeran Wang So memberikan pendapat sekaligus saran.
“Aku bingung nama apa yang harus kuberikan”, Hae Soo tampak
bosan dengan keadaan hari ini, ia telah beberapa kali ditegur Sanggung
Oh, bahkan dihukum pula. Ia merasa seakan seorang gadis bodoh.
”Cemara adalah sebuah nama yang baik. O ya, pohon yang besar
itu, buahnya meninggalkan bau membusuk …”Pangeran Wang So berusaha
bersikap lucu untuk mencairkan suasana kaku.
“Mengapa pula engkau harus berlagak lucu?” Hae Soo menegur, Pangeran Wang So menjadi salah tingkah.
“Saat masih menetap di Shinju, aku terkadang ia memberikan nama
sebuah pohon dengan nama Pat2. Aku pernah membakar diri beberapa tahun
lalu”, Pangeran Wang So teringat kembali masa lalu, tanpa sadar ia
berbagi cerita.Sepasang mata Hae Soo terbelalak lebar, demikian
sengsarakah nasib seorang pangeran saat menetap di Shinju?
“Saat itu udara terlalu dingin, sekawanan srigala dengan buas
menyerangku”, Pangeran Wang So terseret kembali pada kejadian mengerikan
beberapa tahun silam saat srigala menyerang matanya di tengah kobaran
api. “Tapi, lupakan saja cerita itu. Dan jangan pernah melarikan diri,
engkau pernah memutuskan untuk tidak menjadi istri seorang raja. Artinya
engkau telah memilih menjadi seorang dayang istana. Tetaplah bekerja
keras untuk hidup, untuk mempertahankan hidup”, Pangeran Wang So
memberikan saran, ia dapat menangkap rasa sedih pada wajah sendu Hae
Soo.
Sejenak Hae Soo terdiam sebelum akhirnya ia menyadari kebenaran
kata-kata Pangeran Wang So. Ia telah menolak menikah dengan raja,
berarti nasibnya masih lebih baik dengan menjadi seorang dayang,
meskipun harus ditegur dan dihukum. Adakah pilihan hidup yang
benar-benar mudah? Hae Soo tahu ia harus tetap bangkit membuktikan
kemampuannya hidup di Istana Damiwon, hukuman dan teguran adalah
pelajaran pahit yang harus dimengerti.
Maka, Hae Soo meneruskan kebiasaan sehari-hari sebagai seorang
dayang, meskipun setiap hari adalah rasa lelah yang tak pernah berhenti.
Alangkah senang saat Nyonya Hae masih hidup, ia masih bisa menikmati
hari-hari sebagai gadis keturunan bangsawan dengan Chae Ryung di
sampingnya. Segalanya berlalu dengan cepat menyisakan kenangan. Kini,
Hae Soo harus menghidangkan teh bagi Pangeran Wang So yang disambut
dengan senyum, ia sempat terjatuh saat menghidangkan teh bagi Pangeran
Wang Yo. Pangeran Wang Wook diam-diam meraih Hae Soo dalam pelukan saat
gadis itu tengah berjalan bersama sekalian dayang. Sekejab keduanya
tersenyum, sebelum Hae Soo kembali bergabung dengan rombongan dayang.
Ketika Sanggung Oh menoleh ke belakang, Hae Soo telah kembali ke dalam
barisan. Sanggung Oh tak pernah tahu apa yang telah terjadi antara
Pangeran Wang Wook dan Hae Soo, keduanya seakan kekasih yang tengah
dirundung rindu hingga seribu tahun.
Hae Soo juga merawat jari Pangeran Wang Eun dengan mengoleskan
ramuan obat, Pangeran ke-10 merasa tak nyaman dengan jemarinya yang
terasa kesemutan. Kemudian Hae Soo meramu jenis obat yang
lain, “Sabarlah menunggu, maka cinta pertama akan menghampiri”.Keduanya
tampak seakan sahabat yang saling mengasihi, Pangeran Wang Eun tak
pernah bersikap seolah Hae Soo Cuma seorang dayang, tutur katanya tetap
santun.
Pada waktu yang berbeda Hae Soo menyempatkan diri belajar
menulis aksara China kuno. Pangeran Wang Wook ada bersamanya, selalu
menyenangkan berada di dekat gadis ini. Sekejab pangeran ke-8 melihat
bekas luka di lengan Hae Soo, jauh dalam hati ia memuji keberanian gadis
ini. Sang Pangeran tetap berada di tempat yang sama saat Hae
Soo mengeja beberapa aksara China kuno, ”Bong artinya
bermunculan.Adalah bunga yang mekar pada hangat udara musim
semi,”Pangeran Wang Wook menjelaskan.
Ketika menatap tulisan nama Wang Wook, Hae Soo tersenyum,
demikian pula Pangeran Wang Wook. Akan tetapi, ketika kembali melihat
goresan bekas luka pada pergelangan tangan Hae Soo, senyum Pangeran ke-8
menghilang.gerakan tangan Sang Pangeran terama lembut, saat menyingkap
lengan baju Hae Soo kemudian menutupnya kembali sambil melingkarkan
sebuah gelang bertali merah. “Tali merah adalah pelindung dari
ketidakberuntungan sekaligus perlambang hubungan yang
bahagia.Berjanjilah, engkau tak akan pernah melepaskan," Pangeran Wang
Wook bersungguh-sungguh denga ucapannya.Hae Soo menatap gelang pemberian
itu dengan haru, mengangguk. Seorang bocah pun tahu arti sesungguhnya
pemberian itu.
“Aku berjanji akan mencari cara untuk mengeluarkanmu dari
tempat ini. tetaplah menunggu”, Pangeran Wang Wook masih
bersungguh-sungguh dengan ucapannya, mesksi ia tak sepenuhnya
yakin.Adakah ia akan mampu membebaskan gadis ini dari kehidupan seorang
dayang?
Sejenak Hae Soo merasa hari-harinya sebagai dayang tak lagi
membosankan, ia masih memiliki harapan pada diri seorang pangeran.
Seorang yang akan mampu membayar seluruh kekalahannya. “Aku akan
baik-baik di tempat ini, tak usah terlalu terburu-buru”, Hae Soo merasa
seakan dirinya melayang, terlebih ketika Pangeran Wang Wook
tersenyum,mendekat kemudian mengecup lembut keningnya. Ia tidak sedang
bermimpi.
Hae Soo masih merasa dirinya seakan melayang saat malam tiba,
ia terus menatap tulisan nama Wook dan menggumamkan arti nama itu.
Gelang pemberian Pangeran ke-8 yang melingkar di pergelangan tangan
menjadi harapan. Alangkah bahagia ketika pangeran itu memintanya
menunggu, bahkan tanpa penjelasan akhir batas waktu.Tak ada yang lebih
indah, kecuali saat bersama Pangeran ke-8, seorang yang santun berucap
dan berperi laku. Dalam hal ini gadis itu lebih memilih menjadi Hae Soo
dari pada Ko Ha Jin.
***
Waktupun semakin cepat berpacu, Hae Soo terus menjalani
peranan sebagai dayang Istana Damiwon, dengan suka dan duka yang silih
berganti seakan siang menjadi malam. Demikian juga dengan sehari-hari
para pangeran, masing-masing memiliki kesibukan yang tidaka bisa
ditinggalkan. Pangeran Baek Ah meneruskan kegemaran melukis, ia selalu
dapat memindahkan kenyataan hidup atau sosok seseorang di atas kertas
dengan nilai seni yang tinggi dan menakjubkan. Kali ini ia membaur
dengan kehidupan ramai masyarakat biasa, jemarinya bergerak setelah
matanya yang jeli mengamati keadaan di sekitarnya. Tiba-tiba seorang
gadis datang tanpa disangka, dengan geram merampas buku gambar Pangeran
Baek Ah kemudian menyobeknya.
“Mengapa engkau menyobek gambarku?!” Pangeran Baek Ah tak dapat menahan rasa marah.
“Engkau merendahkan orang tak bersalah dengan menjadikan sosok
hiburan di atas kertas!” dari logat bicaranya gadis itu tampak berasal
dari kerajaan yang telah dikalahkan Goryeo dan saat ini tengah menderita
kekeringan.
“Aku tidak bermaksud meremehkan siapapun!”Pangeran Baek Ah membela diri.
“Orang-orang Goryeo telah merendahkan rakyat jelata!”suara itu
masih diliputi kemarahan. Tanpa menunggu jawaban gadis itu berlalu pergi
meninggalkan Pangeran Baek Ah yang berdiri terpana. Gadis itu terlalu
cantik untuk berada di pihak rakyat jelata, pakaiannya terbuat dari kain
pilihan dilengkapi dengan perhiasan dari logam mulia yang berkilau
menyilaukan. Dua orang pria tiba-tiba mendekati, memanggilnya, "Tuan
Putri, perdana menteri ingin bertemu”.
“Agaknya si pengkhianat sudah naik pangkat menjadi perdana
menteri”, suara itu sinis, ia sudah cukup tahu rasanya dikhianati.
“Tapi, baiklah …”
“Siapakah gadis itu?” Pangeran Baek Ah
bertanya dalam hati, ketika langkah kaki pangeran itu pergi
mencari-cari, bayangan gadis itu telah berkelebat pergi. “Apakah gadis itu pengungsi dari kerajaan Hubaekje?”Pangeran
Baek Ah ternyata kini hanya seorang diri, suasana disekitarnya telah
sunyi, hanya hijau daun serta desir angin yang teramat lembut tersisa.
***
Hari ulang tahun Pangeran Wang Eun pun tiba, para pangeran dan
dan Putri Yeon Hwa berkumpul di istana untuk merayakan. Sang Putri
bertindak selaku penyelenggara. Pangeran Wang Eun mulai meneguk arak
dari cawan pertama,sementara Pangeran Wang Wook diam-diam mencari
bayangan Hae Soo, “Dimana gerangan gadis itu?”akan tetapi,
bayangan Soo tak juga berkelebat. Putra Mahkota diam-diam memberi
isyarat pada para pangeran lain, Wang Jung dan Baek Ah segera
mengeluarkan dua guci arak secara diam-diam. Para pangeran sengaja
menyediakan arak sebanyak-banyaknya, pada hari ulang tahun Pangeran
Wang Eun akan dibuat mabuk.
“Aku senang menjadi penyelenggara pesta ulang tahun Eun,
setelah menikah dan meninggalkan istana, aku tidak akan bisa
menyelenggarakan pesta lagi”, Yeon Hwa membuka pembicaraan, ia masih
dapat tersenyum, meski hatinya galau. Kehidupan seperti apa yang harus
dijalani di luar dinding istana?
Pangeran Wang Wook dan Wang Yo mengerutkan keningnya, benarkah
Yeon Hwa akan menempuh kehidupan berbeda di luar dinding istana?
Sementara pangeran yang lain tidak terlibat dalam percakapan ini, mereka
tengah memanjakan Pangeran Wang Eun dengan bercawan-cawan arak.
“Apa yang engkau maksud dengan pernikahan?” Pangeran Wang Wook bertanya, mampukah ia berpisah dengan adinda tercinta?
“Yang Mulia Raja tengah mencari pria bangsawan dari keluarga
berkuasa sebagai calon mempelai”, lidah Putri Yeon Hwa terasa pahit
saat menjawab.jauh di dasar hati ia merasa gentar menghadapi kehidupan
di dunia luar.
“Keluarga bangsawan? Mengapa bukan keluarga kerajaan?”Pangeran
Wang Yo tampak keberatan, bagaimana nasib Yeon Hwa setelah pernikahan
itu?
Suara canda ria para pangeran menyatu dengan udara, satu kali
dalam satu tahun mereka berhak bergembira pada hari ulang tahun
Pangeran Eun yang bersifat jenaka. Sementara Pangeran Wang Yo diam-diam
menyeret Putri Yeon Hwa menjauh dari riuh canda ria. “Bagaimana bila
engkau lebih baik menjadi milikku? Engkau akan menjadi seorang ratu
bukan sekedar nyonya keluarga bangsawan”, Pangeran Wang Yo tahu,
pernikahan Yeon Hwa dengan keluarga bangsawan adalah demi membuka jalan
bagi Pangeran Wang Wook menjadi raja.
“Ingat, apabila Wang Wook menjadi raja, engkau akan tetap
menjadi putri. Bila menikah denganku, engkau akan menjadi Ratu, tahta
Goryeo”, tanpa sengaja Pangeran Wang Yo membuka sebuah rahasia.
“Aku bukan istri pertama bagimu, tetap saja tetap saja tak akan
menjadi ratu. Atau, engkau bersedia membatalkan pernikahan sebelumnya
untukku?" Putri Yeon Hwa menantang, ia tidak bersedia bertaruh menjadi
orang kedua.
“Aku tidak mungkin melepaskan segala yang menjadi hak milik
demi mendapatkan seorang wanita”, Pangeran Yo menolak, ia menarik paksa
Yeon Hwa kedalam pelukan, menatap wajah jelita dan berniat menciumnya.
Sebelum bibir bertemu bibir, Pangeran Wang So tiba-tiba telah
berada di tempat yang sama, ia telah mengenal tabiat buruk Wang Yo.
Dengan sigap Pangeran ke-4 menjauhkan tubuh Pangeran Wang Yo dari Putri
Yeon Hwa. “Yo, engkau cuma seorang pengecut”, suara Pangeran Wang So
tajam.
“Dan engkau, selalu ikut campur urusan orang lain”, Pangeran
Wang Yo terkejut, ia tidak menyangka tiba-tiba Pangeran Wang So telah
berada di tempat ini. Ia tidak ingin lebih lama berdebat, pangeran
itupun memutuskan pergi.
“Lupakan Wang Yo, engkau tidak akan mendapatkan apa-apa dari pangeran itu”, Wang So memberikan saran. .
"Setelah saranmu itu, adakah engkau dapat memberikan pilihan
yang lebih baik? Apakah engkau masih menjadi salah satu pilihanku?"
Putri Yeon Hwa balik bertanya, matanya yang jeli menatap wajah Pangeran
Wang So. Alangkah tampan wajah itu bila tak perlu mengenakan topeng?
Sementara Hae Soo masih sibuk bekerja di dapur, ia harus
menyelesaikan tugas hari ini, sebelum Sanggung Oh akhirnya mengizinkan
pergi ke pesta ulang tahun Pangeran Wang Eun atas perintah Putra
Mahkota. Tergesa langkah gadis itu kembali ke kamar untuk berhias dan
bertukar pakaian. Hae Soo telah menyediakan pesta tersendiri untuk
Pangeran Wang Eun. Ia menata satu tempat pesta dengan berbagai dekorasi,
kartun Pangeran Wang Eun, buket bunga, dan kue. Segalanya selesai
sudah, maka tiba saatnya mencari Pangeran ke-10. Dengan galau gadis itu
mendapatkan Sang Pangeran tengah berjalan limbung dengan aroma arak
yang keras menyeruak dari setiap ruas tubuhnya.
Pangeran Wang Eun meneguk arak dengan berlebihan, ia tak lagi
memiliki sepenuhnya kesadaran. Dalam pandangannya tubuh Hae Soo berubah
jadi tiga sosok. Hae Soo menggeleng-gelengkan kepala, demikiankah
perayaan pesta seorang pangeran Goryeo? Gadis itu menghela napas
panjang kemudian menuntut Pangeran Wang Eun ke khusus yang telah
disiapkan.
Sementara Pangeran Wang Jung, Pangeran Baek Ah telah
meninggalkan tempat Panageran Wang Eun meneguk arak hingga berlebihan.
Di tengah jalan tiba-tiba keduanya melihat seekor beruang, benarkah?
Kedua pangeran itu terkejut, berdiri tak bergerak di tempat. Akan
tetapi, beruang itu ternyata bukan hewan buas yang sesungguhnya. Adalah
Park Soon Duk, putrid jenderal yang mengenakan bulu beruang. Park Soon
Duk menatap kedua pangeran itu dengan kesal kemudian pergi berlalu tanpa
sepatah kata, ada yang harus ia temukan.
Tak jauh dari tempat Park Soon Duk merasa kesal, Hae Soo
meletakkan topi ulang tahun di kepala Pangeran Wang Eun. Kehadiran gadis
ini secara tiba-tiba menyebabkan Sang Pangeran kembali mendapatkan
kesadaran setelah meneguk arak secara berlebihan. Pangeran ke-10 selalu
merindukan kehadiran Hae Soo, gadis yang berani menantangnya
berkelahi.Wang Eun merasa kagum dengan pesta kecil yang khusus
diselenggarakan Hae Soo, dan gambar kartun itu.
“Terima kasih, Pangeran Eun telah menjadi teman pertama di
Goryeo dan menghibur setelah Nyonya Hae tiada.ada hadiah khusus untuk
Pangeran, sebuah lagu ulang tahun”, tanpa menunggu jawaban, Hae Soo
segera menyanyi sambil menari-nari.Pangeran Wang Eun tak dapat
menyembunyikan rasa gembira, ia menikmati hadiah ini.
Pangeran Wang So yang tengah melintas di tempat itu tertawa
melihat gerakan Hae Soo, gadis itu tampak seakan seorang penyanyi yang
tengah beraksi di atas panggung, memberikan hiburan bagi seorang yang
istimewa.Putri Yeon Hwa melintas tak lama setelah Pangeran Wang So
tertawa, ia merasa kesal, mengapa Wang So mesti terhibur pula dengan
penampilan Hae Soo, gadis hilang ingatan yang kini cuma seorang dayang.
Suara Hae Soo merdu, gerakannya indah, dengan cepat gadis itu
menyelesaikan lagu ulang tahun. Tiba-tiba semua pangeran hadir,
ternyata diam-diam semua pangeran menikmati penampilan Hae Soo, kecuali
Pangeran Wang Won, “Soo lebih tepat menjadi gisaeng, “ suara itu sinis.
“Tidak perlu berpendapat seperti itu, Soo memiliki suara yang merdu”, terdengar suara menentang pendapat Pangeran Wang Won.
“Nyanyikan kembali sebuah lagu”,semua pangeran yang hadir meminta Hae Soo kembali menyanyi.
“Mestinya Soo hanya menyanyi untukku”, Pangeran Wang Eun
berkeberatan, ia hanya ingin berdua dengan Hae Soo, tetapi bagaimana ia
bisa meminta pangeran yang lain berlalu, hari ini ulang tahunnya.
Sesaat suasana diam, sebelum akhirnya Hae Soo kembali
menyanyikan sebuah lagu. Suara gadis itu melantun indah menyatu dengan
lembut desau angin, menyapa aneka kelopak bunga, sinar matahari yang
berkilau seakan cahaya emas. Lagu indah yang tak pernah didengar
siapapun di Goryeo, tidak pula Pangeran Wang Eun. Suasana kembali diam,
terhanyut dalam irama merdu, meski tak seorang pun mengerti makna dari
lagu itu. Sepasang mata Pangeran Wang So menatap sosok Hae Soo nyaris
tak berkedip, gadis itu tampak seakan peri yang turun ke bumi, kini
tengah bermandi cahaya matahari. Ada yang berdesir di dada pangeran itu.
Sesaat seteluh lagu itu berakhir, Pangeran Wang So tersadar, ia telah
menatap Hae Soo terlalu lama. Ia harus mengakhiri tatapan itu, ketika
semua pangeran bertepuk tangan, Pangeran ke-4 berlalu pergi.Pangeran itu
tak pernah tahu Hae Soo masih tetap menatap punggungnya, hingga
bayang-bayangnya menghilang dari batas pandang.
Adapaun Par Soon Duk mengikuti pesta kecil itu dari kejauhan,
wajahnya tampak sendu, matanya tak pernah berkedip menatap setiap
gerakan Pangeran Wang Eun. Adakah Sang Pangeran mengetahui isi hatinya?
Ia telah menanti, telah lama menanti saat yang tepat untuk bertemu. Akan
tetapi, hingga hari ulang tahun pangeran itu tiba, Wang Eun seakan
menutup pintu. Ia putri seorang jenderal, ia tidak jelita seperti Putri
Yeon Hwa, akan tetapi salahkah menunggu?
Sementara para pangeran kemudian melangkah pergi diikuti Putri
Yeon Hwa dan Hae Soo. Ketika langkah para pangeran sudah cukup jauh di
depan keduanya, Putri Yeon Hwa berbalik, menatap Hae Soo dengan
pandangan benci, “Tugasmu sebagai dayang menghibur Wang Eun sudah
selesai.Sekarang, saatnya pergi”, andai mampu, seakan Putri Yeon Hwa
hendak menelan gadis ini.
“Aku melakukan semua ini bukan karena sekarang aku seorang
dayang, tetapi karena berteman dengan Pangeran Wang Eun”, Hae Soo
membela diri, sekalipun Putri Yeon Hwa tak pernah bersikap ramah,
mengapa pula putri jelita itu harus membencinya?
“Seorang dayang tak akan pernah berteman dengan pangeran”,
suara Putri Yeon Hwa tegas, ia selalu merasa tidak nyaman dengan
kehadiran gadis ini. gadis hilang ingatan yang tetap mendapatkan
perhatian dari para pangeran sekalipun telah dihukum menjadi seorang
dayang.
“Sikapmu tak pernah berubah, seorang putri raja yang harus
membenci orang lain tanpa alasan”, dengann berani Hae Soo menatap mata
Putri Yeoh Hwa, tak sedikitpun terbersit rasa takut dalam diri gadis
ini. ia adalah seorang manusia merdeka yang leluasa menempatkan diri.
“Aku yang mengijinkan Soo bergabung ke pesta ulang tahun Eun,
Pangeran ke-10 senang dengan kehadirannya”, tiba-tiba sosok Putra
Mahkota berkelebat, ia memang mengundang Hae Soo hadir pada ulang tahun
ini.
Dengan hormat Putri Yeon Hwa membungkukkan badan, ia harus
memaksakan diri tersenyum, kemarahannya tertahan di tenggorokan. Putri
jelita itu segera berlalu meninggalkan Hae Soo. Gadis itu masih
menatapnya, Hae Soo dapat bersaksi sepasang mata Putri Yeon Hwa berubah
seakan dua bilah pisau yang siap menikam ulu hati ketika meliriknya.
“Terima kasih telah memberi ijin pada pesta kecil ini”, Hae Soo
membungkukkan badan, ia sangat bersyukur dengan kehadiran Putra
Mahkota.
“Aku yang harus berterima kasih, engkau telah membantu ketika
aku menjerit kesakitan”, Putra Mahkota tak dapat melupakan hari itu,
ketika Hae Soo tiba-tiba datang saat ia menjerit kesakitan.
“Semua yang terjadi pada hari itu tak pernah menjadi cerita di
tempat lain”, Hae Soo merasa tenang ketika melihat Putra Mahkota
tersenyum,calon raja ini berbeda sikap dengan Putri Yeon Hwa.
Adapun Pangeran Wang Eun mulai membuka beragam hadiah yang
rata-rata berisi mainan. Semua hadiah membuatnya tertawa, ia menikmati
kegembiraan hari ini. Ia hanya merasa aneh dengan hadiah dari Pangeran
Wang Jung yang berisi buku. Mengapa Pangeran ke-14 mesti memberinya
buku?
Pangeran Wang Eun tidak mampu berpikir lebih lama, karena ia
merasa bahunya tersntuh bulu-bulu lebat.Ketika menoleh Pangeran Wang Eun
menjerit ketakutan, dari mana asalnya? Di tempat ia duduk kini terdapat
seekor beruang. Semua pangeran yang hadir juga menjerit terkejut.
Mengapa di lingkungan istana terdapat pula seekor beruang? Ketika
akhirnya Park Soon Duk memperlihatkan wajah dari balik kepala beruang
kemudian menyapa Pangeran Wang Eun,semua pangeran mengerti. Putrid
jenderal itu rupanya tengah memberikan kejutan. “Rupanya engkau Park
Soon Duk”, Pangeran Wang Jung terlebih dahulumengenali sosok yang
bersembunyi di balik bulu beruang.
Putri jenderal itu tersipu ketika melepas bulu beruang kemudian
memberikan kepada Pangeran Wang Eun sebagai hadiah ulang tahun.Akan
tetapi, Pangeran Wang Eun tidak berkenan dengan pemberian itu, “Setiap
tahun bulu beruang itu menimbulkan ketakutan…!”
“Saya tak pernah bermaksud menakuti pangeran”, suara Park Soon
Duk terbata-bata, ia berusaha membela diri. Tampaknya putrid jenderal
itu tak berhasil mecuri hati sang pangeran. Ketika Park Soon Duk
mendekat Pangeran Wang Eun berjalan undur, menjauh. Bulu beruang itu
benar menakutkan. Wajah putri jenderal itu menjadi sayu, kehadirannya
tak diperlukan di tempat ini. Dengan galau iapun pergi berlalu.
Sementara Pangeran Wang So tengah menatap jernih air danau
seorang diri. Pada permukaan air danau yang tampak adalah sosok Hae Soo,
ia pernah bersama dengan gadis itu pada saat yang mengesankan. Adakah
ia akan selalu bersama? Tak lama kemudian Pangeran Baek Ah datang
mendekat, “Mengapa menyendiri, ayo bergabung kembali”, Pangeran Wang So
seakan tak mendengar kata-kata itu, maka Pangeran Baek Ah segera
menariknya.
“Hadiah apa dari So untuk Eun?” Pangeran Wang Yo bertanya.
“Kehadiran So sudah cukup membuatku senang”, Pangeran Wang Eun menjawab.
“Sebenarnya ada hadiah khusus bagi Eun dari So”, Pangeran Wang
Yo berbisik ke telinga Wang Eun.Pangeran ke-10 tampak ragu-ragu,
kemudian berlari ke arah Hae Soo, meminta bantuan gadis itu untuk
mendapatkan hadiah dari Pangeran Wang So. Bukankah keduanya berteman
baik?
Tepat saat itu juga, Baek Ah kembali dengan mengiring Pangeran
Wang So. Semula Pangeran ke-4 merasa terpaksa, akan tetapi ketika
melihat Hae Soo tersenyum ia sang pangeran membalas dengan senyum.
“Adakah hadiah yang engkau berikan untuk Eun?” Pangeran Wang Yo
menyindir.
“Aku belum menyediakan hadiah”, Pangeran Wang So merasa tidaka
nyaman dengan pertanyaan itu.”Tapi, apapun yang Eun minta sebagai
hadiah, akan kuberikan”.
“Pangeran So pasti akan mengabulkan permintaan Pangeran Eun”, Hae Soo merasa yakin.
“Benar, apa yang engkau minta Eun?” Pangeran Wang So bertanya.
Pangeran Wang Yo tersenyum licik ketika Pangeran Wang Eun
dengan lugu berucap sesuai bisikannya "Lepaskan topengmu dan perlihatkan
wajahmu".
Permintaan itu mengejutkan semua pangeran yang hadir termasuk
Hae Soo, suasana menjadi canggung. Akan tetapi, Pangeran Wang Eun tidak
menyadari kesalahannya, “Mengapa engkau harus menyembunyikan wajahnya di
balik topeng? Seberapa parah sebenarnya luka itu?” Pangeran Wang Eun
tak pernah menyadari, ketika seseorang menyembunyikan sesuatu, adalah
suatu bahasa bahasa, bahwa ia tak ingin orang lain melihatnya.Pangeran
ke-10 bahkan meminta hal yang sebaliknya, ia tak pernah mempertimbangkan
terlebih dahulu bisikan Pangeran Wang Yo.
“Adakah permintaan lain?” Hae Soo berusaha menyela.
“Lebih baik engkau diam!” Pangeran Wang Yo membentak Hae Soo.
“Tak perlu engkau peduli dengan permintaan itu”, Pangeran Beak
Ah merasa suasana sudah tidak lagi bersahabat. Mengapa Pangeran Wang Eun
harus meminta hadiah yang tidak lazim?
“Permintaan aneh…” Putra Mahkota tampak pula tidak senang.
“Aku hanya menuntut janji”, Pangeran Wang Eun membela diri. Di
tempatnya berdiri Hae Soo tampak bersalah, ia telah berucap, bahwa
Pangeran So pasti akan mengabulkan keinginannya.
Pangeran Wang So tahu, ia telah sengaja dipermalukan atas nama
hadiah ulang tahun Pangeran Wang Eun. Adakah ia memiliki pilihan lain?
Atau perdebatan akan berlangsung semakin sengit? Pangeran ke-4 terpaksa
mengalah, perlahan ia melepas topeng, membuka aib. Ketika topeng terbuka
semua yang hadir terpana, bekas luka itu meninggalkan bekas yang
mengerikan. Semua pangeran mengalihkan pandangan, kecuali Pangeran Wang
Yo. Ia menikmati kemenangan telah mempermalukan Pangeran ke-4 pada saat
yang tepat.
Hanya Hae Soo yang tetap menatap Pangeran Wang So tanpa
mengubah perasaan, goresan itu tidak berarti apa-apa dan tidak mengubah
pandangannya.Pangeran Wang So merasa telah cukup memenuhi permintaan
Pangeran Wang Eun, tak ada lagi yang perlu disampaikan di tempat ini.
lebih baik ia pergi. Tergesa Hae Soo menyusul langkah pangeran itu.
Pangeran Wang Yo tergelak, ia tak pernah menghendaki saudara kandungnya
di tempat ini, kesuali membuatnya merasa kalah.
“Eun, engkau harus meminta maaf kepada So”, Putri Yeon Hwa
tampak marah, permintaan Pangeran Eun sebagai hadiah ulang tahun tidak
pantas.
“Yo yang menyuruhku”, Pangeran Eun menjawab.
Putra Mahkota merasa darahnya mendidih, ia melampiaskan amarah dengan menggerak meja. “Yo, perbuatanmu melampaui batas!”
“Kalau berkeberatan, mestinya So tidak perlu membuka topeng”,
Pangeran Wang Yo menjawab dingin, ia senang telah berhasil menyakiti
hati Pangeran ke-4.
.
Bersambung …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar