Jumat, 31 Mei 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- TUJUH

 




  

Untuk yang ketiga kali Hae Soo bertemu dengan Sanggung Oh, kali ini bukan sebagai calon pengantin atau seorang yang bersiap menerima hukuman. Ia memasuki hari pertama selaku dayang. Sanggung Oh tetap cantik dan dingin, kulit wajahnya putih disangga leher yang lembut dan jenjang. “Meskipun pernah menjadi calon istri raja, kini engkau seorang dayang istana.Tak ada pilihan kecuali bekerja dengan baik”, Sanggung Oh menatap wajah belia itu, ada banyak hal yang ingin terucap, tetapi kali ini ia harus  membatasi diri.
“Saya berjanji akan bekerja dengan baik”, perasaan pertama yang berkembang dalam diri Hae Soo ketika berhadapan dengan Sanggung Oh adalah takut, tatapan dingin wanita ini menyimpan beribu misteri.
“Apakah engkau dapat menyajikan teh? Membedakan obat herbal? Memahami tata rias?”sekali lagi Sanggung Oh bertanya.
“Ya, saya dapat melakukan semuanya itu”, Hae Soo berusaha menguasai rasa takut.
“Apakah engkau dapat membaca dan menulis?” pertanyaan masih berlanjut.
“Maaf, saya tak bisa”, wajah Hae Soo tersipu.Berat untuk mengakui bahwa ia tidak mampu membaca dan menulis, tetapi ia tidak bisa berbohong. Sanggung Oh tampak terkejut, pikirannya bekerja keras, mengapa seorang gadis manis dari keluarga Hae, calon pengantin raja tidak mampu membaca dan menulis?
Pertemuan ini selesai, Sanggung Oh menyimpan beragam pertanyaan. Ia tahu setelah beberapa lama di tempat ini, jati diri Hae Soo pasti akan diketahui. Ia harus menunggu. Hae Soo mengundurkan diri dari Istana Damiwon, di halaman tampak Pangeran Wang So.Pangeran ke-4 menatap wajah manis Hae Soo, setelah melukai tangannya sendiri, menggagalkan pernikahan raja, dihukum dengan bekerja sebagai dayang gadis itu tak tampak sedih. Sementara kehadiran Pangeran Wang So menyebabkan senyum di bibir Hae Soo mengembang, ia perlu berterima kasih kepada Pangeran ke-4 yang telah menunjukkan kebaikan ketika ia terjebak dalam kesulitan.  
“Terima kasih atas perhatian pangeran waktu itu”, Hae Soo membuka pembicaraan.
Pangeran Wang So memegang tangan Hae Soo yang terluka,”Bila luka lebih dalam, engkau bisa tak tertolong”, Pangeran ke-4 tak dapat menyembunyikan kekhawatiran. Ia masih terhenyak dengan tindakan berani Hae Soo, melukai pergelangan tangan sebagai alasan pembatalan pernikahan. Gadis ini cerdas sekaligus terlalu berani.
”Kenyataannya saya tertolong”, Hae Soo membela diri, menyatakan tindakannya  benar.
“Mengapa engkau lebih senang menjadi seorang dayang dari pada istri raja, engkau bisa terkurung selamanya di istana?”Pangeran Wang So tidak bisa menutupi rasa heran, mengapa harus seorang gadis menolak kemuliaan, memilih bekerja keras untuk kehidupan.
“Aku harus memilih dengan langkah  yang memang harus kutempug. Tidak ada yang dapat menyelamatkan seorang pun kecuali diri kita sendiri”, Hae Soo tak pernah ragu dengan tindakannya, meski bisa berakibat cacat dan kematian. Ia mencatat ucapan Sanggung Oh, bahwa seorang wanita dengan bekas luka pada tubuhnya tidak bisa menjadi istri seorang raja. Dengan memecah guci, menggores pada pergelangan tangan hingga mengucurkan darah, maka ia telah memiliki alasan.
“Entah pintar atau bodoh, tetapi engkau seorang yang terlalu berani. Berjanjilah tidak akan pernah mengulang tindakan semacam itu”, jauh dalam hati Pangeran Wang So dicekam ketakutan tiada terperi, ia terlalu  takut hingga tak mampu bertindak apa-apa. Ketika Pangeran Wang Wook dengan panik merengkuh tubuh lunglai Hae Soo, Pangeran Wang So tetap terpaku. Dua orang pangeran telah berlutut untuk menggagalkan perkawinan, tanpa pernah diperhitungkan. Hae Soo berhasil memiliki alasan tepat, alasan yang membuatnya ketakutan.
Tanpa sadar langkah pangeran Wang So membawa Hae Soo ke Danau Dongji.  Permukaan air danau amat tenang seakan  bidang cermin raksasa dibentangkan. Di tepi danau adalah bunga-bunga mekar, hijau daun terayun lembut dihembus angin musim, serta udara yang segar. Hae Soo tak pernah menduga di lingkungan istana ada tempat seindah ini. Menatap permukaan air selalu memberikan rasa tenang.Kini ia seorang dayang, tetapi sikap seorang pangeran ternyata tidak berubah, Pangeran Wang Soo tetap bersikap baik selayak sahabat.
“Tak mudah bagi siapapun masuk ke dalam istana dan lebih sulit lagi untuk meninggalkan. Seorang akan mati sia-sia bila percaya begitu saja terhadap orang-orang di sekitarnya. Satu  hal yang aku tahu, istana adalah tempat orang merasa sepi”, Pangeran Wang So telah tahu apa yang terjadi pada diri seseorang ketika ia menjadi bagian dari kehidupan di dalam istana. Bangunan itu tampak megah, dengan ujung setiap atap menjulang  menatap langit, pada setiap sudut adalah taman yang selalu dijaga bagi aneka kembang mekar dalam cantik warna kelopak, hijau daun yang selalu segar, dayang dan peleyan yang selalu tunduk pada perintah raja. Akan tetapi, iri dengki, adat isti adat memaksa setiap orang tetap sendiri tanpa harus percaya kepada siapapun. Atau ia harus pandai mencari sekutu sebelum menjadi korban bagi persekutuan orang-orang didekatnya. 
“Benar, tetapi bukankah saya tidak sendiri. Pangeran ke-4 ada bersama saat ini”, Hae Soo menjawab, ia belum lagi memahami rumitnya hidup di dalam istana. Ketika setiap langkah seakan memijak lapisan kaca, sedikit guncangan dan kelebihan beban akan menyebabkan lapisan tipis itu memecah. Seorang akan mati beku di dalamnya.
“Tetaplah berhati-hati,  jangan pernah bertindak ceroboh. Selamatkan hidupmu”, Pangeran Wang So menatap wajah manis itu, ia tak  pernah mengenal seorang gadis yang mampu bersikap leluasa tanpa kehilangan rasa hormat di lingkungan Kerajaan Goryeo. Ia selalu merasa nyaman di dekat gadis ini.
“Orang-orang yang ditakdirkan tinggal di istana adalah juga manusia,saya akan mencoba bertahan”, Hae Soo berjanji, ia maklum akan kekhawatiran Pangeran ke-4.
“Istana bukan pula tempat yang membosankan bila engkau memang memilih tinggal”, lega rasa  hati Pangeran Wang So setelah menyampaikan pesan, sehingga Hae Soo tidak akan mengalami kejadian yang menakutkan di istana. Pangeran Wang So belum mampu sepenuhnya menterjemahkan perasaan, tetapi diam-diam ia takut akan  kehilanga.
Keduanya masih bercakap-cakap selayaknya dua orang sahabat yang saling menyayangi. Air Danau  Dongji tetap sejernih permukaan kaca, berkilau ditimpa cahaya matahari. Dedaunan masih segar menghijau, bunga-bunga memberikan warna alam terindah.Hae Soo masih menikmati datangnya hari ini.  
                                    ***
Di kediamannya yang sunyi Pangeran Wang Wook duduk bersama Putri Yeon Hwa.Suara Putri halus tetapi tegas, “Aku berjanji akan mencari jodoh buatmu”, Pangeran Wang Wook bisa  kembali menikah setelah masa berkabung usai, yang  telah tiada berurusan dengan Sang Pencipta, yang hidup harus kembali meneruskan kewajiban.
“Cukup bagiku dengan perjodohan yang diatur”, senyum di bibir Pangeran Wang Wook terasa pahit, apakah ia bahagia dengan perkawinannya? Ia selalu bersikap baik, tetapi Nyonya Hae tetap menunggu hingga hari terakhir tiba. Ia tak mampu memberikan hal yang paling dirindukan Nyonya Hae, karena ia terlambat memberi. Setelah upacara pembakaran jenazah Wang Wook terlambat menyadari, ia kehilangan, ia terlambat menyatakan, betapa ia mencintai istri dari perjodohan itu.
“Bila tidak menikah atas dasar keuntungan, maka engkau akan membiarkan Ratu Yoo mengatur keluarga kita di istana. Bukankah pernikahanmu adalah pernikahan  politik? Jika Ratu Yoo berwenang mengendalikan  Putra Mahkota, masa depan kita sudah pasti, dilempar atau mati. Apa yang harus kita lakukan?”diam-diam Putri Yeon Hwa mengkhawatirkan nasih keluarga ini, Yang Mulia semakin tua, adakah Putra Mahkota yang menggantikan duduk di singgasana akan bersikap bijak terhadap keluarganya, atau sebaliknya?
“Apakah engkau merasa sesuai dengan So?” Pangeran Wang Wook balik bertanya, nasib seorang putri raja akan sangat tergantung dengan seorang yang dinikahinya.
“Aku lebih memilih seorang yang bisa mengangkat derajat di istana, tak mudah  memutuskan. Apakah So pilihan  yang tepat? Meskipun aku harus menerima perjodohan,bahkan menjual diri, aku takkan menikah bila tak bisa membantu kedudukanmu di istana.Engkau, Wang Wook bisa menjadi seorang raja”, Yeon Hwa mengasihi Wang Wook lebih dari apapun, ia merasa sedih ketika Pangeran ke-8 harus menjadi seorang duda. Ia memikirkan kedudukan yang baik bagi kakanda, tahta seorang raja.Putri Yeon Hwa melupakan satu hal mendasar, Yang Mulia Raja telah lama menetapkan Putra Mahkota. Apa yang akan terjadi bila para pangeran berebut tahta? bukankah perang saudara selalu berlumuran darah?
***
Sang Putra Mahkota, yang kedudukannya banyak diinginkan para pangeran tengah bertemu Ji Mong sambil mengobati penyakit kulit yang lama diderita. ”Saya sudah melewatkan pertemuan dengan Yang Mulia Raja. Saya khawatir akan turun dari tahta”, Putra Mahkota tak dapat menyembunyikan kekhawatiran, ia tahu arti kehilangan tahta. Adakah raja yang duduk di singgasana masih tetap memperhitungkan atau membuangnya jauh-jauh di luar dinding istana?
“Putra Mahkota terlahir di bawah bintang raja, pada saatnya pasti akan menjadi raja. Tetaplah berupaya  menyembuhkan penyakit”, Ji Mong selalu berusaha menghibur Putra Mahkota, ia tahu akan kekhawatiran itu. Ditetapkan sebagai Putra Mahkota memang suatu anugrah dan kemuliaan, akan tetapi tidak  mudah kiranya menjaga anugrah dan kemuliaan itu.
                               ***
Tak jauh dari luar dinding istana, Park Soon Duk seorang gadis berperawakan tegap selayaknya prajurit wanita tampak tengah berjalan bersama jenderal utama Park Soo Kyung, sesaat keduanya terpana memandangi gerbang istana Goryeo. Park Soon Duk datang membawa sebuah mantel bulu srigala yang hendak diberikan kepada seseorang di istana –mungkinkah Wang So? Tak lama kemudian langkah keduanya telah menembus pintu gerbang istana atas seijin penjaga, Sang Jenderal perlu bertemu Yang Mulia Kaisar.
Raja Taejo mengamati pakaian yang dikenakan Jenderal Soo Kyung, Soo Kyung  mengerti, ia tak sempat singgah ke suatu tempaat untuk membersihkan diri sebelum  menghadap seorang raja besar,”Mohon ampun saya tidak m embersihkan diri terlebih dahulu datang ke istana”, Jenderal Soo Kyung membungkukkan badan dalam-dalam.
“Aku yang harus meminta maaf sudah merepotkan seorang jenderal mengajari Wang So, putraku yang tak berbakat”, Raja Taejo menyadari kekeliruan Jenderal Soo Kyung dalam tata cara menghadap seorang raja, ia perlu mengucapkan terima kasih pada Sang Jenderal yang telah  mengajari Wang So berperang.
“Saat-saat mengajari Wang So bagi saya adalah hal yang menyenangkan, bakat bela diri pangeran luar biasa. Wang So pantas menjadi putra mahkota bila tidak memiliki bekas luka pada wajahnya. Putra Mahkota kurang memiliki kemampuan bela diri yang tangguh, dunia politik amat berbahaya”, Jenderal Soo Kyung melangkah semakin jauh dalam agenda pertemuan dengan Yang Mulia, layakkah ia mergaukan kemampuan seorang raja dalam memilih Putra Mahkota?
Pertemuan berlangsung singkat, Raja Taejo memiliki terlalu banyak tugas yang harus dikerjakan, ia tidak bisa berlama-lama meneruskan percakapan dengan Jenderal Soo Kyung, terlebih setelah jenderal itu meragukan kemampuan Putra Mahota.
”Ada banyak tata cara yang harus ditempuh bila berada di istana.Terlebih saat menghadap seorang raja, kebijaksanaan dan perasaan,”Ji Mong m enanggapi pernytaan Jenderal Soo Kyung, kemudian iapun berlalu meninggalkan singgasana. Jenderal Soo Kyung termangu, ia mendapatkan banyak pengalaman selama mengajar Wang So. Singgasana seorang raja buka sekedar diwariskan kepada salah satu pangeran, kecuali pangeran bersangkutan memiliki kemampuan bela diri melebihi pangeran yang lain. Betapa  mengerikan panggung politik, betapa sosok tanggung sangat diperlukan ketika bermain di atasnya. Akn tetapi, betapa seorang j enderal pun sebenarnya tak pernah memiliki kewenangan menentukan pilihan, meskipun ia bisa.
Sementara di arena latihan, suasana tampak riuh, Pangeran Wang Jung dan Wang Eun bertempur seakan kuda, tubuh  mereka diangkat oleh beberapa pangeran. Pangeran Wang Eun menantang Wang Jung menghampiri pertahanan kuda-kudanyanya. Pangeran Wang Jung merasa kesal, ingin sekali ia menghancurkan Pangeran Wang Eun.
Sementara Pangeran Wang Wook meminta Wang Jung untuk bertahan sekuat tenaga. Para pangeran pun saling serang dan mempertahankan kuda-kuda masing-masing. Pangeran Wang Jung dan Wang Eun saling menyerang, pengeran yang lain sekuat tenaga berusaha mempertahankan kuda-kuda. Suasana riuh rendah oleh jeritan dan sorak sorai. Anak-anak Raja Wang Geon tengah mendapatkan kegembiraan pada suatu hari ketika Yang Mulia masih bertahta.
Sementara Jenderal Soo Kyung segera meninggalkan ruang singgasana, melupakan suasana riuh rendah di tempat  berlatih saat para pangeran tampak bergembira, saling menyerang, di atas kuda-kuda pangeran  yang lain. Ia perlu menemui pula Pangeran Wang So. “Saya dengar   engkau lebih banyak membaca buku dari pada berlatih ilmu perang “, Jenderal Soo Kyung membuka pembicaraan.
“Cukup kiranya berlatih ilmu perang, saatnya untuk lebih banyak membaca di perpustkaan”, Pangeran  Wang So menjawab.
“Bukankah engkau sudah mampu memilah orang yang layak hidup atau mati?”Jenderal Soo menyindir, ia tahu benar kemampuan Pangeran Wang So, juga rasa sakit, karena penolakan ibunda ratu.“Tak ada yang  cuma-cuma, segalanya harus dibayar”, Jenderal Wang So meneruskan kata-kata yang tidak mudah difahami maknanya.
”Adalah anda yang mengajariku untuk membunuh,”Pangeran Wang So telah memutuskan untuk tidak membuat kekacauan di lingkungan keluarga kerajaan, ia wajib melindungi Negara ini.
“Mengapa engkau memilih tinggal di Songak?”satu pertanyaan dalam diri Jenderal Soo Kyung tak terbendung, mengapa Pangeran ke-4 meninggalkan Shinju? “Seorang pangeran harus apa yang dilakukan anggota kerajaan”, Pangeran Wang So belum lagi memahami arah  pembicaraan Jenderal Soo Kyung yang telah melatihkan bela diri dan kehebatan ilmu perang termasuk kemampuannya membunuh.
“Apakah pangeran akan kembali lagi ke Shinju?” pertanyaan  masih berlangsung.
”Apakah aku harus kembali?”Pangeran Wang So membalik pertanyaan.
“Nanti, hanya satu pangeran yang akan bertahan tinggal di Songak, adalah  pangeran yang berhasil menduduki singgasana. Pangeran perlu berpikir dua kali andai masih memiliki rencana untuk menetap di Songak”, Jenderal Soo Kyung telah cukup tua untuk menatap sejarah suatu kerajaan, siapa yang dapat bertahta selanjutnya, karena Yang Mulia Raja memiliki banyak pangeran dari banyak ratu dan selir. Hanya pangeran yang mampu mengatur strategi kuat yang dapat bertahan.
                                  ***
Tak jauh dari tempat Pangeran Wang So bercakap-cakap, berbatas dinding dan jarak, Ratu Hwangboo tengah dirawat oleh para dayang . Ia merasa lebih baik setelah meminum teh chrysanthemum, namun setelah hari berlalu Sang Ratu tak merasakan lagi perubahan. Sanggung Oh memberikan ramut obat herbal lain kepada Ratu Hwangboo agar sakit pada kepala Sang Ratu dapat terobati. Tiba-tiba muncul Hae Soo, gadis itu tak lagi mengenakan pakaian keturunan bangsawan. Ia mengenakan pakaian serupa Sanggung Oh, hanya berbeda corak atasan berwarna kuning dengan motif bundar berwarna gelap serta bawahan panjang menyentuh mata kaki dengan warna hijau dan motif serupa. Penampilannya tampak lebih sederhana.
“Soo, engkau baik-baik saja?  Kehidupan di istana tidaklah mudah, engkau tak  boleh lelah belajar tata cara”, suara Ratu Hwangboo lembut.
“Saya baik-baik selama berada di istana, saya berjanji akan memberikan   sabun herbal yang lain jika Ratu menginginkan”, Hae Soo berniat hendak merias wajah Ratu Hwangboo, namun Sanggung Oh tampak marah, sepasang mata wanita itu sekilas berkilat, menyuruhnya keluar.
“Soo sesuai untuk tinggal di istana Damiwon”, Ratu Hwangboo mengamati gadis belia itu, ia masih tersanjung dengan pemberian sabun wangi pada waktu yang lalu.
“Saya akan selalu mengawasi Hae Soo dengan baik”, Sanggung Oh berjanji.
”Apa Ratu Yoo masih memperlakukanmu dengan buruk seperti biasanya?”Ratu Hwangboo bertanya, ia tahu tentang kebencian permaisuri terhadap wanita cantik ini.
”Perlakuan permaisuri sama sekali tidak mengganggu. Yang Mulia Ratu tidak perlu khawatir,”diam-diam wajah Ratu Yoo terbayang pada sepasang mata Sanggung Oh, wajah yang selalu menatapnya dengan benci dan akan tetap benci sekalipun ia harus mati.
“Sakit di kepalaku sama dengan sakit seperti di perutmu. Kita memiliki penyakit parah yang sama.Engkau perlu pergi ke tabib,”Ratu Hwangboo telah tahu perihal penyakit yang diderita Sanggung Oh, ahli herbal ini tak sepenuhnya sehat.
”Terima kasih atas saran Ratu,”Sanggung Oh selalu merasa nyaman dengan kehadiran Ratu Hwangboo, sosok wanita ini memberikan rasa nyaman. Sangat berbeda dengan kehadiran Ratu Yoo yang selalu tega melukai.
Sementara Hae Soo telah meninggalkan ruangan tempat Ratu Hwangboo dan Sanggung Oh bercakap-cakap. Telinganya mendengar ada jeritan seseorang meminta es.Gadis itu melangkah mendekati muasal suara dengan rasa ingin tahu. Tak lama kemudian pada sebuah ruangan, tampak Putra Mahkota menjerit kesakitan, karena penyakit kulit tak tertahankan.
”Itu seperti atopic eczma,”Hae Soo berbisik.
Seorang dayang membawakan Putra Mahkota semangkuk es, namun Hae Soo melarangnya. Putra Mahkota menjadi sangat marah, dengan kalap Pangeran Yo mencekik kerah baju Hae Soo. Hae Soo,”Bukankah rasa gatal semakin menjadi saat pangeran makan kacang atau dingin?  Juga saat pangeran lelah dan berkeringat. Pangeran tak bisa menggunakan selimut”.
“Bagaimana engkau tahu gejala penyakit kulitku?”Putra Mahkota merasa heran.
“Gunakan air hangat untuk membasuh diri, bukan air dingin”, Hae Soo menempuh langkah tanpa persetujuan Sanggung Oh.”Bawakan dauh teh hijau, daun pohon garu, serta daun peppermint”, Hae Soo memerintah dayang yang lain. Sekali lagi tanpa persetujuan Sanggung Oh, Hae Soo lalu memandikan tubuh Putra Mahkota dengan air hangat, mengambil daun herbal, peppermint dicampur air hangat kemudian mengoleskan daun itu ke tubuh Putra Mahkota untuk meredakan rasa gatal.
Hae Soo membalut luka Putra Mahkota dengan perban, gadis itu tak manyadari tiba-tiba Sanggung Oh telah berdiri di depan pintu, menatapnya dengan marah. “Keluar, bukan di sini tempatmu !”kata-kata Sanggung Oh tak memberikan pilihan lain bagi Hae Soo kecuali ia memang harus keluar. Ia tak dapat melakukan tindakan apa-apa, kecuali atas persetujuan Sanggung Oh. Tak lama kemudian seorang kasim tergesa datang, merawat putra mahkota.
Sanggung Oh perlu mengambil tindakan disiplin supaya Hae Soo tidak berlaku ceroboh. Hae Soo berlutut, Sanggung Oh meletakkan buku- buku tentang herbal di atas tangan gadis itu.”Ini buku adalah yang ditulis oleh ahli herbal  Lu Yu pada Dinasti Tang tentang penggunaan 100 obat. Jika engkau membaca semua buku ini,kesalahan hari ini tak akan terjadi,”Sanggung Oh menahan rasa geram, mengapa dayang baru ini  berani  mengambil tindakan ceroboh.
“Saya hanya menolong Putra Mahkota yang menjerit kesakitan, karena rasa kasihan”, Hae Soo membela diri, setiap manusia selalu memiliki alasan untuk menolong.
“Engkau mengaku tidak mampu membaca, bagaimana tahu daun peppermint bisa mengobati rasa gatal di kulit?”Sanggung Oh tak dapat menahan rasa heran.
“Ibu saya  mengalami penyakit yang sama,saya pernah melihat ibu menggunakan perawatan semacam itu”, Hae Soo menjawab jujur.
“Bila masih ingin melihat matahari terbit esok hari, jangan pernah membicarakan penyakit Putra Mahkota. Mengerti?”Sanggung Oh memberi peringatan. Seorang harus bertindak sangat hati-hati di  lingkungan istana, hukuman mati bagi setiap kesalahan selalu menanti.
Hari ini Hae Soo mendapatkan satu pelajaran sekaligus hukuman untuk tidak mengulang tindakan ceroboh. Ia harus mengerti tata cara hidup di lingkungan istana selaku dayang. Gadis itu memejamkan mata, menghela napas dalam-dalam.Ternyata ia tidak mendapatkan perlakuan istimewa di Istana Damiwon, ia juga harus menerima teguran dan hukuman sama seperti dayang yang lain. Sanggung Oh bukan hanya cantik, tetapi tegas dan keras. Hae Soo harus melewati hukuman ini, setelah itu ia harus mengerjakan tugas yang lain.
Tangan mungil gadis itu kini bergerak menyiram aneka bunga dan tanaman herbal di  halaman istana. Ketika merasa haus ia memecah tempat air kemudian meneguknya, tenggorokannya yang kering terasa basah kembali. Pangeran Wang So yang tengah tertidur di sekitar kebun istana, terbangun, karena gerakan Hae Soo. Samar ia mendengar suara Hae Soo berucap dengan dirinya . “Lebih baik aku  melarikan diri dari pada hidup seperti ini …”
“Engkau berniat melarikan diri? Adakah engkau terlupa, kita hidup di zaman Goryeo?” suara Pangeran Wang So secara tiba-tiba mengejutkan Hae So, sosok pangeran itu menampakkan diri dari arah belakang.
“Siapa yang berniat melarikan diri?”  Hae Soo balik bertanya, ia tak mengira Pangeran Wang So ada di sekitarnya.
”Adakah engkau telah menunjukkan bakat di Istana Damiwon?”Pangeran Wang So ingin mengetahui bagaimana kabar Hae Soo di tempat tinggalnya yang baru.
Hae Soo ingin segera menjawab pertanyaan itu, kabar bahwa Putra Mahkota sakit telah sampai di ujung lidah, tetapi ia segera menelannya kembali.Atopic, gatal pada kulit Putra Mahkota bukan tak tersembuhkan dan bukan alasan untuk mempercepat kematian. Pangeran Wang Mo hanya perlu menjaga pola makan dan keadaan untuk tetap sehat. Hae Soo masih ingin menatap sinar keemasan matahari esok pagi.Tiang gantung bukanlah akhir kehidupan di istana in, ia lebih baik  menutup mulut.
”Bagaimana jika pertolonganmu bahkan menyebabkan penyakit Putra Mahkota semakin memburuk? Engkau pasti mendapatkan hukuman mati,”Pangeran Wang So telah mendengar kabar tentang pertolongan Hae Soo kepada Putra Mahkota saat pangeran itu menjerit kesakitan.
“Benar, tetapi saat ini aku masih dapat menyiram bunga”, Hae Soo menjawab.
“Tetapi sepertinya engkau tidak memiliki bakat merawat tanaman, gerakanmu canggung. Atau, bagaimana bila engkau  memberikan nama sebuah tanaman?” Pangeran Wang So memberikan pendapat sekaligus saran.
“Aku bingung nama apa yang harus kuberikan”, Hae Soo tampak bosan dengan keadaan hari ini, ia telah beberapa kali ditegur Sanggung Oh, bahkan dihukum pula. Ia merasa seakan seorang gadis bodoh.
”Cemara adalah sebuah nama yang baik. O ya, pohon yang besar itu, buahnya meninggalkan bau membusuk …”Pangeran Wang So berusaha bersikap lucu untuk mencairkan suasana kaku.
“Mengapa pula engkau harus berlagak lucu?” Hae Soo menegur, Pangeran Wang So menjadi salah tingkah.
“Saat masih menetap di Shinju, aku terkadang ia memberikan nama sebuah pohon dengan nama Pat2. Aku pernah membakar diri beberapa tahun lalu”, Pangeran Wang So teringat kembali masa lalu, tanpa sadar ia berbagi cerita.Sepasang mata Hae Soo terbelalak lebar, demikian sengsarakah nasib seorang pangeran saat menetap di Shinju?
“Saat itu udara terlalu dingin, sekawanan srigala dengan buas menyerangku”, Pangeran Wang So terseret kembali pada kejadian mengerikan beberapa tahun silam saat srigala menyerang matanya di tengah kobaran api. “Tapi, lupakan saja cerita itu. Dan jangan pernah melarikan diri, engkau pernah memutuskan untuk tidak menjadi istri seorang raja. Artinya engkau telah memilih menjadi seorang dayang istana. Tetaplah bekerja keras untuk hidup, untuk mempertahankan hidup”, Pangeran Wang So memberikan saran, ia dapat menangkap rasa sedih pada wajah sendu Hae Soo.
Sejenak Hae Soo terdiam sebelum akhirnya ia menyadari kebenaran kata-kata Pangeran Wang So. Ia telah menolak menikah dengan raja, berarti nasibnya masih lebih baik dengan menjadi seorang dayang, meskipun harus ditegur dan dihukum. Adakah pilihan hidup yang benar-benar mudah? Hae Soo tahu ia harus tetap bangkit membuktikan kemampuannya  hidup di Istana Damiwon, hukuman dan teguran adalah pelajaran pahit yang harus dimengerti.
Maka, Hae Soo meneruskan kebiasaan sehari-hari sebagai seorang dayang, meskipun setiap hari adalah rasa lelah yang tak pernah berhenti. Alangkah senang saat Nyonya Hae masih hidup, ia masih bisa menikmati hari-hari sebagai gadis keturunan bangsawan dengan Chae Ryung di sampingnya. Segalanya berlalu dengan cepat menyisakan kenangan. Kini, Hae Soo harus menghidangkan teh bagi Pangeran Wang So yang disambut dengan senyum, ia sempat terjatuh saat menghidangkan teh  bagi  Pangeran Wang Yo. Pangeran Wang Wook diam-diam meraih Hae Soo dalam pelukan saat gadis itu tengah berjalan bersama sekalian dayang. Sekejab keduanya tersenyum, sebelum Hae Soo kembali  bergabung dengan rombongan dayang. Ketika Sanggung Oh menoleh ke belakang, Hae Soo telah kembali ke dalam barisan. Sanggung Oh tak pernah tahu apa yang telah terjadi antara Pangeran Wang Wook dan Hae Soo, keduanya seakan kekasih yang tengah dirundung rindu hingga seribu tahun.  
Hae Soo juga merawat jari Pangeran Wang Eun dengan mengoleskan ramuan obat, Pangeran ke-10 merasa tak nyaman dengan jemarinya yang terasa kesemutan. Kemudian Hae Soo  meramu jenis obat yang lain, “Sabarlah menunggu, maka cinta pertama akan menghampiri”.Keduanya tampak seakan sahabat yang saling mengasihi, Pangeran Wang Eun tak pernah bersikap seolah Hae Soo Cuma seorang dayang, tutur katanya tetap santun.
Pada waktu yang berbeda Hae Soo menyempatkan diri belajar menulis aksara China kuno. Pangeran Wang Wook ada bersamanya, selalu menyenangkan berada di dekat gadis ini. Sekejab pangeran ke-8 melihat bekas luka di lengan Hae Soo, jauh dalam hati ia memuji keberanian gadis ini. Sang Pangeran tetap berada di tempat yang sama saat  Hae Soo mengeja beberapa aksara China kuno, ”Bong artinya bermunculan.Adalah bunga yang mekar pada hangat udara musim semi,”Pangeran Wang Wook menjelaskan.
Ketika menatap tulisan nama Wang Wook, Hae Soo tersenyum, demikian pula  Pangeran Wang Wook. Akan tetapi, ketika kembali melihat goresan bekas luka pada pergelangan tangan Hae Soo, senyum Pangeran ke-8 menghilang.gerakan tangan Sang Pangeran terama lembut, saat menyingkap lengan baju Hae Soo kemudian menutupnya kembali sambil melingkarkan sebuah gelang bertali merah. “Tali merah adalah pelindung dari ketidakberuntungan sekaligus perlambang hubungan yang bahagia.Berjanjilah, engkau tak akan pernah melepaskan," Pangeran Wang Wook bersungguh-sungguh denga ucapannya.Hae Soo menatap gelang pemberian itu dengan haru, mengangguk. Seorang bocah pun tahu arti sesungguhnya pemberian itu.
“Aku berjanji akan mencari cara untuk mengeluarkanmu dari tempat ini. tetaplah menunggu”, Pangeran Wang Wook masih bersungguh-sungguh dengan ucapannya, mesksi ia tak sepenuhnya yakin.Adakah ia akan mampu membebaskan gadis ini dari kehidupan seorang dayang?
Sejenak  Hae Soo merasa hari-harinya sebagai dayang tak lagi membosankan, ia  masih memiliki harapan pada diri seorang pangeran. Seorang yang akan mampu membayar seluruh kekalahannya. “Aku akan baik-baik di tempat ini, tak usah terlalu terburu-buru”, Hae Soo merasa seakan dirinya melayang, terlebih ketika Pangeran Wang Wook tersenyum,mendekat kemudian mengecup lembut keningnya. Ia tidak sedang bermimpi.
Hae Soo masih merasa dirinya seakan melayang saat malam tiba, ia terus menatap tulisan nama Wook dan menggumamkan arti nama itu. Gelang pemberian Pangeran ke-8 yang melingkar di pergelangan tangan menjadi harapan. Alangkah bahagia ketika pangeran itu memintanya menunggu, bahkan tanpa penjelasan akhir batas waktu.Tak ada yang lebih  indah, kecuali saat bersama Pangeran ke-8, seorang yang santun berucap dan berperi laku. Dalam hal ini gadis itu lebih memilih menjadi Hae Soo dari pada Ko Ha Jin.
                                  ***
Waktupun semakin cepat berpacu, Hae Soo terus  menjalani peranan sebagai dayang Istana Damiwon, dengan suka dan duka yang silih berganti seakan siang menjadi malam. Demikian juga dengan sehari-hari para pangeran, masing-masing memiliki kesibukan yang tidaka bisa ditinggalkan. Pangeran Baek Ah meneruskan kegemaran melukis, ia selalu dapat memindahkan kenyataan hidup atau sosok seseorang di atas kertas dengan nilai seni yang tinggi dan menakjubkan. Kali ini ia membaur dengan kehidupan ramai masyarakat biasa, jemarinya bergerak setelah matanya yang jeli mengamati keadaan di sekitarnya. Tiba-tiba seorang gadis datang tanpa disangka, dengan geram merampas buku gambar Pangeran Baek Ah kemudian menyobeknya.
“Mengapa engkau menyobek gambarku?!” Pangeran Baek Ah tak dapat menahan rasa marah.
“Engkau merendahkan orang tak bersalah dengan menjadikan sosok hiburan di atas kertas!” dari logat bicaranya gadis itu tampak berasal dari kerajaan yang telah dikalahkan Goryeo dan saat ini tengah menderita kekeringan.
“Aku tidak bermaksud meremehkan siapapun!”Pangeran Baek Ah membela diri.
“Orang-orang Goryeo telah merendahkan rakyat jelata!”suara itu masih diliputi kemarahan. Tanpa menunggu jawaban gadis itu berlalu pergi meninggalkan Pangeran Baek Ah yang berdiri terpana. Gadis itu terlalu cantik untuk berada di pihak rakyat jelata, pakaiannya terbuat dari kain pilihan dilengkapi dengan perhiasan dari logam mulia yang berkilau menyilaukan. Dua orang pria tiba-tiba mendekati, memanggilnya, "Tuan Putri, perdana menteri ingin bertemu”.
“Agaknya si pengkhianat sudah naik pangkat menjadi perdana menteri”, suara itu sinis, ia sudah cukup tahu rasanya dikhianati. “Tapi, baiklah …”
“Siapakah gadis itu?”  Pangeran Baek Ah bertanya dalam hati, ketika langkah kaki pangeran itu pergi mencari-cari, bayangan gadis itu telah berkelebat pergi. “Apakah gadis itu pengungsi dari kerajaan Hubaekje?”Pangeran Baek Ah ternyata kini hanya seorang diri, suasana disekitarnya telah sunyi, hanya hijau daun serta desir angin yang teramat lembut tersisa.
                                  ***
Hari ulang tahun Pangeran Wang Eun pun tiba, para pangeran dan dan Putri Yeon Hwa berkumpul di istana untuk merayakan. Sang Putri bertindak selaku penyelenggara. Pangeran Wang Eun mulai  meneguk arak dari cawan pertama,sementara Pangeran Wang Wook diam-diam mencari bayangan Hae Soo, “Dimana gerangan gadis itu?”akan tetapi, bayangan Soo tak juga berkelebat. Putra Mahkota diam-diam memberi isyarat pada para pangeran lain, Wang Jung dan Baek Ah segera mengeluarkan dua guci arak secara diam-diam. Para pangeran sengaja menyediakan arak sebanyak-banyaknya, pada hari ulang tahun Pangeran  Wang Eun akan dibuat mabuk.
“Aku senang menjadi penyelenggara pesta ulang tahun Eun, setelah menikah dan meninggalkan istana, aku tidak akan bisa menyelenggarakan pesta lagi”, Yeon Hwa membuka pembicaraan, ia masih dapat tersenyum, meski hatinya galau. Kehidupan seperti apa yang harus dijalani di luar dinding istana?
Pangeran Wang Wook dan  Wang Yo mengerutkan keningnya, benarkah Yeon Hwa akan menempuh kehidupan berbeda di luar dinding istana? Sementara pangeran yang lain tidak terlibat dalam percakapan ini, mereka tengah memanjakan Pangeran Wang Eun dengan bercawan-cawan arak.  
“Apa yang engkau maksud dengan pernikahan?” Pangeran Wang Wook bertanya, mampukah ia berpisah dengan adinda tercinta?
“Yang Mulia Raja tengah mencari pria bangsawan dari keluarga berkuasa sebagai calon mempelai”, lidah Putri Yeon Hwa terasa pahit saat  menjawab.jauh di dasar hati ia merasa gentar menghadapi  kehidupan di dunia luar.
“Keluarga bangsawan? Mengapa bukan keluarga kerajaan?”Pangeran Wang Yo tampak keberatan, bagaimana nasib Yeon Hwa setelah pernikahan itu?
Suara canda ria para pangeran menyatu dengan udara, satu kali dalam satu tahun mereka berhak bergembira pada  hari ulang tahun Pangeran Eun yang bersifat jenaka. Sementara Pangeran Wang Yo diam-diam menyeret Putri Yeon Hwa menjauh dari riuh canda ria. “Bagaimana bila engkau lebih baik menjadi milikku? Engkau akan menjadi seorang ratu bukan sekedar nyonya keluarga bangsawan”, Pangeran Wang Yo tahu, pernikahan Yeon Hwa dengan keluarga bangsawan adalah demi membuka jalan bagi Pangeran Wang Wook menjadi raja.
“Ingat, apabila Wang Wook menjadi raja, engkau akan tetap menjadi putri. Bila menikah denganku, engkau akan  menjadi Ratu, tahta Goryeo”, tanpa sengaja Pangeran Wang Yo membuka sebuah rahasia.
“Aku bukan istri pertama bagimu, tetap saja tetap saja tak akan menjadi ratu. Atau, engkau bersedia membatalkan pernikahan sebelumnya untukku?" Putri Yeon Hwa menantang, ia tidak bersedia bertaruh  menjadi orang kedua.
“Aku tidak mungkin melepaskan segala yang menjadi hak milik  demi mendapatkan seorang wanita”, Pangeran Yo menolak, ia menarik paksa Yeon Hwa kedalam pelukan, menatap wajah jelita dan berniat menciumnya.
Sebelum bibir bertemu bibir, Pangeran Wang So tiba-tiba telah berada di tempat yang sama, ia telah mengenal tabiat buruk Wang Yo. Dengan sigap Pangeran ke-4 menjauhkan tubuh Pangeran Wang Yo dari Putri Yeon Hwa. “Yo, engkau cuma seorang pengecut”, suara Pangeran Wang So tajam.
“Dan engkau, selalu ikut campur urusan orang lain”, Pangeran Wang Yo terkejut, ia tidak menyangka tiba-tiba Pangeran Wang So telah berada di tempat ini. Ia tidak ingin lebih lama berdebat, pangeran itupun memutuskan pergi.
“Lupakan Wang Yo, engkau tidak akan mendapatkan apa-apa dari pangeran itu”, Wang So memberikan saran. .
"Setelah saranmu itu, adakah engkau dapat memberikan pilihan yang lebih baik? Apakah engkau masih menjadi salah satu pilihanku?" Putri Yeon Hwa balik bertanya, matanya yang jeli menatap wajah Pangeran Wang So. Alangkah tampan wajah itu bila tak perlu  mengenakan topeng?
Sementara Hae Soo masih sibuk bekerja di dapur, ia harus menyelesaikan tugas hari ini, sebelum Sanggung Oh akhirnya mengizinkan pergi ke pesta ulang tahun Pangeran Wang Eun atas perintah Putra Mahkota. Tergesa langkah gadis itu kembali ke kamar untuk berhias dan bertukar pakaian. Hae Soo telah menyediakan  pesta tersendiri untuk Pangeran Wang Eun. Ia menata satu tempat pesta dengan berbagai dekorasi, kartun Pangeran Wang Eun, buket bunga, dan kue. Segalanya selesai sudah, maka tiba saatnya  mencari Pangeran ke-10. Dengan galau gadis itu mendapatkan Sang Pangeran tengah berjalan limbung dengan aroma arak yang keras menyeruak dari setiap ruas tubuhnya.
Pangeran Wang Eun meneguk arak dengan berlebihan, ia tak lagi memiliki sepenuhnya kesadaran. Dalam pandangannya tubuh Hae Soo berubah jadi tiga sosok. Hae Soo menggeleng-gelengkan kepala, demikiankah perayaan pesta seorang pangeran Goryeo?  Gadis itu  menghela napas panjang kemudian menuntut Pangeran Wang Eun ke khusus yang telah disiapkan.
Sementara Pangeran Wang Jung, Pangeran Baek Ah telah meninggalkan tempat Panageran Wang Eun meneguk arak hingga berlebihan. Di tengah jalan tiba-tiba keduanya melihat seekor beruang, benarkah? Kedua pangeran itu terkejut, berdiri tak bergerak di tempat. Akan tetapi, beruang itu ternyata bukan hewan buas yang sesungguhnya. Adalah Park Soon Duk, putrid jenderal yang mengenakan bulu beruang. Park Soon Duk menatap kedua pangeran itu dengan kesal kemudian pergi berlalu tanpa sepatah kata, ada yang harus ia temukan.
Tak jauh dari tempat Park Soon Duk merasa kesal, Hae Soo meletakkan topi ulang tahun di kepala Pangeran Wang Eun. Kehadiran gadis ini secara tiba-tiba menyebabkan Sang Pangeran kembali mendapatkan kesadaran setelah meneguk arak secara berlebihan. Pangeran ke-10 selalu merindukan kehadiran Hae Soo, gadis yang berani menantangnya berkelahi.Wang Eun  merasa kagum dengan pesta kecil yang khusus diselenggarakan Hae Soo, dan gambar kartun itu.
“Terima kasih, Pangeran Eun telah menjadi teman pertama di Goryeo dan menghibur setelah Nyonya Hae tiada.ada hadiah khusus untuk Pangeran, sebuah lagu ulang tahun”, tanpa menunggu jawaban, Hae Soo segera menyanyi sambil menari-nari.Pangeran Wang Eun tak dapat menyembunyikan rasa gembira, ia menikmati hadiah ini.
Pangeran Wang So yang tengah melintas di tempat  itu  tertawa melihat gerakan Hae Soo, gadis itu tampak seakan seorang penyanyi yang tengah beraksi di atas panggung, memberikan hiburan bagi seorang yang istimewa.Putri Yeon Hwa melintas tak lama setelah Pangeran Wang So tertawa, ia  merasa kesal, mengapa Wang So mesti terhibur pula dengan penampilan Hae Soo, gadis hilang ingatan yang kini cuma seorang dayang.
Suara Hae Soo merdu, gerakannya indah, dengan cepat gadis itu menyelesaikan lagu ulang  tahun. Tiba-tiba semua pangeran hadir, ternyata diam-diam semua pangeran menikmati penampilan Hae Soo, kecuali Pangeran Wang Won, “Soo lebih tepat menjadi gisaeng, “ suara itu sinis.
“Tidak perlu berpendapat seperti itu, Soo memiliki suara yang merdu”, terdengar suara menentang pendapat Pangeran Wang Won.
“Nyanyikan kembali sebuah lagu”,semua pangeran yang hadir meminta Hae Soo kembali menyanyi.
“Mestinya Soo hanya menyanyi untukku”, Pangeran Wang Eun berkeberatan, ia hanya ingin berdua dengan Hae Soo, tetapi bagaimana ia bisa meminta pangeran yang lain berlalu, hari ini ulang tahunnya.
Sesaat suasana diam, sebelum akhirnya Hae Soo kembali menyanyikan sebuah lagu. Suara gadis itu melantun indah menyatu dengan lembut desau angin, menyapa aneka kelopak bunga, sinar matahari yang berkilau seakan cahaya emas. Lagu indah yang tak pernah didengar siapapun di Goryeo, tidak pula Pangeran Wang Eun. Suasana kembali diam, terhanyut dalam irama merdu, meski tak seorang pun mengerti makna dari lagu itu. Sepasang mata Pangeran Wang So menatap sosok Hae Soo nyaris tak berkedip, gadis itu tampak seakan peri yang turun ke bumi, kini tengah bermandi cahaya matahari. Ada yang berdesir di dada pangeran itu.  Sesaat seteluh lagu itu berakhir, Pangeran Wang So tersadar, ia telah menatap Hae Soo terlalu lama. Ia harus mengakhiri tatapan itu, ketika semua pangeran bertepuk tangan, Pangeran ke-4 berlalu pergi.Pangeran itu tak pernah tahu Hae Soo masih tetap menatap punggungnya, hingga bayang-bayangnya menghilang dari batas pandang.
Adapaun Par Soon Duk mengikuti pesta kecil itu dari kejauhan, wajahnya tampak sendu, matanya tak pernah berkedip menatap setiap gerakan Pangeran Wang Eun. Adakah Sang Pangeran mengetahui isi hatinya? Ia telah menanti, telah lama menanti saat yang tepat untuk bertemu. Akan tetapi, hingga hari ulang tahun pangeran itu tiba, Wang Eun seakan menutup pintu. Ia putri seorang jenderal, ia tidak jelita seperti Putri Yeon Hwa, akan tetapi salahkah menunggu?  
Sementara para pangeran kemudian melangkah pergi diikuti Putri Yeon Hwa dan Hae Soo. Ketika langkah para pangeran sudah cukup jauh di depan keduanya, Putri Yeon Hwa berbalik, menatap Hae Soo dengan pandangan benci, “Tugasmu sebagai dayang menghibur Wang Eun sudah selesai.Sekarang, saatnya pergi”, andai mampu, seakan Putri Yeon Hwa hendak menelan gadis ini.
“Aku melakukan semua ini bukan karena sekarang aku seorang dayang, tetapi karena  berteman dengan Pangeran Wang Eun”, Hae Soo membela diri, sekalipun Putri Yeon Hwa tak pernah bersikap ramah, mengapa pula putri jelita itu harus membencinya?
“Seorang dayang tak akan pernah berteman dengan pangeran”, suara Putri Yeon Hwa tegas, ia selalu merasa tidak nyaman dengan kehadiran gadis ini. gadis hilang ingatan yang tetap mendapatkan perhatian dari para pangeran sekalipun telah dihukum menjadi seorang dayang.
“Sikapmu tak pernah berubah, seorang putri raja yang harus membenci orang lain tanpa alasan”, dengann  berani Hae Soo  menatap mata Putri Yeoh Hwa, tak sedikitpun terbersit rasa takut dalam diri gadis ini. ia adalah seorang manusia merdeka yang leluasa menempatkan diri.  
“Aku yang mengijinkan Soo bergabung ke pesta ulang tahun Eun, Pangeran ke-10 senang dengan kehadirannya”, tiba-tiba sosok Putra Mahkota berkelebat, ia memang mengundang Hae Soo hadir pada ulang tahun ini.
Dengan hormat Putri Yeon Hwa membungkukkan badan, ia harus memaksakan diri tersenyum, kemarahannya tertahan di tenggorokan. Putri jelita itu segera berlalu meninggalkan Hae Soo. Gadis itu masih menatapnya, Hae Soo dapat  bersaksi sepasang mata Putri Yeon Hwa berubah seakan dua bilah pisau yang siap menikam ulu hati ketika meliriknya. 
“Terima kasih telah memberi ijin pada pesta kecil ini”, Hae Soo membungkukkan badan, ia sangat bersyukur dengan kehadiran Putra Mahkota.
“Aku yang harus berterima kasih, engkau telah membantu ketika aku menjerit kesakitan”, Putra Mahkota tak dapat melupakan hari itu, ketika Hae Soo tiba-tiba datang  saat ia menjerit kesakitan.
“Semua  yang terjadi pada hari itu tak pernah menjadi cerita di tempat lain”, Hae Soo merasa tenang ketika  melihat Putra Mahkota tersenyum,calon raja ini berbeda sikap dengan Putri Yeon Hwa.
Adapun Pangeran Wang Eun mulai membuka beragam hadiah yang rata-rata berisi  mainan. Semua hadiah membuatnya tertawa, ia menikmati kegembiraan hari ini. Ia hanya merasa aneh dengan hadiah dari Pangeran Wang Jung yang berisi buku. Mengapa Pangeran ke-14 mesti memberinya buku?
Pangeran Wang Eun tidak mampu berpikir lebih lama, karena ia merasa bahunya tersntuh bulu-bulu lebat.Ketika menoleh Pangeran Wang Eun menjerit ketakutan, dari mana asalnya? Di tempat ia duduk kini terdapat seekor beruang. Semua pangeran yang hadir juga menjerit terkejut. Mengapa di lingkungan istana terdapat pula seekor beruang?  Ketika akhirnya Park Soon Duk memperlihatkan wajah dari balik kepala beruang kemudian menyapa Pangeran Wang Eun,semua pangeran mengerti. Putrid jenderal itu rupanya tengah memberikan kejutan. “Rupanya engkau Park Soon Duk”, Pangeran Wang Jung terlebih dahulumengenali sosok yang bersembunyi di balik bulu beruang.
Putri jenderal itu tersipu ketika melepas bulu beruang kemudian memberikan kepada Pangeran Wang Eun sebagai  hadiah ulang  tahun.Akan tetapi, Pangeran Wang Eun tidak berkenan dengan pemberian itu, “Setiap tahun bulu beruang itu menimbulkan ketakutan…!”
“Saya tak pernah bermaksud menakuti pangeran”, suara Park Soon Duk terbata-bata, ia berusaha membela diri. Tampaknya putrid jenderal itu tak berhasil mecuri hati sang pangeran. Ketika Park Soon Duk mendekat Pangeran Wang Eun berjalan undur, menjauh. Bulu beruang itu benar menakutkan. Wajah putri jenderal itu menjadi sayu, kehadirannya tak diperlukan di tempat ini. Dengan galau iapun pergi berlalu.
Sementara Pangeran Wang So tengah menatap jernih air danau seorang diri. Pada permukaan air danau yang tampak adalah sosok Hae Soo, ia pernah bersama dengan gadis itu pada saat yang mengesankan. Adakah ia akan selalu bersama? Tak lama kemudian Pangeran Baek Ah datang mendekat, “Mengapa menyendiri, ayo bergabung kembali”, Pangeran Wang So seakan tak mendengar kata-kata itu, maka Pangeran Baek Ah segera menariknya.   
“Hadiah apa dari So untuk Eun?” Pangeran Wang Yo bertanya.
“Kehadiran So sudah cukup membuatku senang”, Pangeran Wang Eun menjawab.
“Sebenarnya ada hadiah khusus bagi Eun dari So”, Pangeran Wang Yo berbisik ke telinga Wang Eun.Pangeran ke-10 tampak ragu-ragu, kemudian berlari ke arah Hae Soo, meminta bantuan gadis itu untuk mendapatkan hadiah dari Pangeran Wang So. Bukankah keduanya berteman baik?  
Tepat saat itu juga, Baek Ah kembali dengan mengiring Pangeran Wang So. Semula Pangeran ke-4 merasa terpaksa, akan tetapi ketika melihat Hae Soo tersenyum ia sang pangeran membalas dengan senyum. “Adakah hadiah yang engkau berikan untuk Eun?” Pangeran Wang Yo menyindir.
“Aku belum menyediakan hadiah”, Pangeran Wang So merasa tidaka nyaman dengan pertanyaan itu.”Tapi, apapun yang Eun minta sebagai hadiah, akan kuberikan”.
“Pangeran So pasti akan mengabulkan permintaan Pangeran Eun”, Hae Soo merasa yakin.
“Benar, apa yang engkau minta Eun?” Pangeran Wang So bertanya.
Pangeran Wang Yo tersenyum licik ketika Pangeran Wang Eun dengan lugu berucap sesuai bisikannya "Lepaskan topengmu dan perlihatkan wajahmu".
Permintaan itu mengejutkan semua pangeran yang hadir termasuk Hae Soo, suasana menjadi canggung. Akan tetapi, Pangeran Wang Eun tidak menyadari kesalahannya, “Mengapa engkau harus menyembunyikan wajahnya di balik topeng? Seberapa parah sebenarnya luka itu?” Pangeran Wang Eun tak pernah menyadari, ketika seseorang menyembunyikan sesuatu, adalah suatu bahasa bahasa, bahwa ia tak ingin orang lain melihatnya.Pangeran ke-10 bahkan meminta hal yang sebaliknya, ia tak pernah mempertimbangkan terlebih dahulu bisikan Pangeran Wang Yo.  
“Adakah permintaan lain?” Hae Soo berusaha menyela.
“Lebih baik engkau diam!” Pangeran Wang Yo membentak Hae Soo.
“Tak perlu engkau peduli dengan permintaan itu”, Pangeran Beak Ah merasa suasana sudah tidak lagi bersahabat. Mengapa Pangeran Wang Eun harus meminta  hadiah yang tidak lazim?
“Permintaan aneh…” Putra Mahkota tampak pula tidak senang.
“Aku hanya menuntut janji”, Pangeran Wang Eun membela diri. Di tempatnya berdiri Hae Soo tampak bersalah, ia telah berucap, bahwa Pangeran So pasti akan mengabulkan keinginannya.
Pangeran Wang So tahu, ia telah sengaja dipermalukan atas nama hadiah ulang tahun Pangeran Wang Eun. Adakah ia memiliki pilihan lain? Atau perdebatan akan berlangsung semakin sengit? Pangeran ke-4 terpaksa mengalah, perlahan ia melepas topeng, membuka aib. Ketika topeng terbuka semua yang hadir terpana, bekas luka itu meninggalkan bekas yang mengerikan. Semua pangeran mengalihkan pandangan, kecuali Pangeran Wang Yo. Ia menikmati kemenangan telah mempermalukan Pangeran ke-4 pada saat yang tepat.
Hanya Hae Soo yang tetap menatap Pangeran Wang So tanpa mengubah perasaan, goresan itu tidak  berarti apa-apa dan tidak mengubah pandangannya.Pangeran Wang So merasa telah cukup memenuhi permintaan Pangeran Wang Eun, tak ada lagi yang perlu disampaikan di tempat ini. lebih baik ia pergi. Tergesa Hae Soo  menyusul langkah pangeran itu. Pangeran Wang Yo tergelak, ia tak pernah menghendaki saudara kandungnya di tempat ini, kesuali membuatnya merasa kalah.
“Eun, engkau harus meminta maaf kepada So”, Putri Yeon Hwa tampak marah, permintaan Pangeran Eun sebagai hadiah ulang  tahun tidak pantas.
“Yo yang menyuruhku”, Pangeran Eun menjawab.
Putra Mahkota merasa darahnya mendidih, ia melampiaskan amarah dengan menggerak meja. “Yo, perbuatanmu melampaui batas!”
“Kalau berkeberatan, mestinya So tidak perlu membuka topeng”, Pangeran Wang Yo menjawab dingin, ia senang telah berhasil menyakiti hati Pangeran ke-4.
.
Bersambung …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...