Jumat, 31 Mei 2019

SCARLET HEART, RYEO --Roman di Bawah Absolut Monarki-- DELAPAN





Dengan geram Pangeran Wang So mencengkram tangan Hae Soo, mendorong gadis itu merapat pada sebuah tiang sepasang matanya semerah bara api ketika menatap wajah manis itu lekat-lekat, “Pandanglah wajahku dengan cermat “, suara Pangeran ke-4 seakan suara ular mendesis, ia telah dipermalukan oleh Pangeran Wang Eun atas bisikan Wang Yo pada pesta ulang tahun ini Hae Soo mengikuti permintaan Pangeran Wang So, menatap wajah tanpa topeng itu, ia pernah melihatnya tanpa sengaja di kolam pemandian istana. Pada sekitar mata sebelah kiri Pangeran ke-4 terdapat goresan yang menyebabkan wajah tampan itu menjadi cela. Maka Wang So harus selalu menutupnya dengan topeng. Pandangan matamu ... Aku sangat membenci. Jangan pernah melihatku dengan pandangan seperti itu ...” kata-kata Pangeran Wang So tak ubahnya seperti ancaman.Ia tak perlu dikasihani seperti orang yang tak berdaya apa-apa. 
“Bagaimana sebenarnya cara saya memandang Yang Mulia?” kali ini Hae Soo kembali merasa takut, ternyata benar sebutan srigala bagi Pangeran Wang So, kemarahnnya mendatangkan rasa takut.
“Bukankah engkau merasa kasihan padaku? Kasihan kepadaku! Apakah engkau mengira aku suka dikasihani? Apa engkau tahu bagaimana rasanya dikasihani  orang sepertimu? Menjauhlah dari pandanganku. Lain kali aku tidak akan membiarkanmu!”masih dalam kemarahan Pangeran Wang So melepaskan cengkeraman tanganya, membiarkan Hae Soo terdiam seribu bahasa, berdiri pada tiang istana yang kukuh menjulang tanpa kata. Pesta ulang tahun ini berakhir dengan tidak menyenangkan. Pangeran Wang So membuang pandang, melangkah pergi tak pernah menoleh lagi, Hae Soo hanya dapat menatap punggung pangeran itu.
Pangeran Wang So masih memendam amarah hingga malam tiba, ia berbaring dengan pikiran galau di balkon menara bintang, tempat Ji Mong bekerja sambil memandang bulan purnama. Langit cerah bertabur beribu bintang, sinarnya kemilau seakan batu mulia berserakan. Cahaya purnama menyempurnakan langit, kali ini malam bukan berarti hitam kelam. Ketika Pangeran Baek Ah datang, Pangeran Wang So berpura-pura tertidur.
“Maafkan, aku tidak mampu bertindak apa-apa atas permintaan Eun. Mestinya ia tidak perlu memintanya”, Pangeran Baek Ah meminta maaf, ia tahu betapa sangat tidak  nyaman perasaan Wang So, karena bisikan Pangeran Wang Yo ke telinga Wang Eun.  
“Aku perhatikan  engkau tidak melihat pada cacat di wajahku,” jawab Pangeran Wang So, ia tahu Baek Ah berbeda dengan Wang Yo.  
“Mengapa pula engkau harus menutup mata,tidak melihat wajahku?”Wang So bertanya.
“Kukira Hyungnim  memang tidak ingin aku melihatnya. Apakah aku menyakitimu?”Baek Ah berusaha menenangkan hati Wang So, ia memang harus  menghibur dan memberikan dorongan. Pangeran ke-4 tak sendiri di istana ini.
“Perasaan manusia terkadang sulit dikendalikan. Aku kesal dengan satu orang yang melihatku dan aku juga kesal dengan orang lain yang tidak melihatku. Aku bahkan tidak mengerti, bagaimana sesungguhnya perasaan itu,” Pangeran Wang So masih tetap menatap bintang dan cemerlang cahaya bulan, suasana malam berbeda dengan perasaannya yang gelap dan gulana. Ia tidak tahu harus berbuat apa dalam suasana hati yang limbung, kecuali diam. Kehadiran Baek Ah seakan menambah kemilau cahaya bintang. Tak seorang pun sesungguhnya yang tersisih di dalam dinding istana dan benar-benar sebatang kara. Apapun yang pernah dan akan terjadi, demikianlah wajah Wang So.aku tak mampu menyangkal demikian pula pangeran yang lain. Senang, engkau bersedia datang pada malam yang penuh bintang,”akhirnya Pangeran Wang So menghela napas panjang, ia tak akan pernah dapat menolak takdir, seburuk apapun bawah cemerlang cahaya purnama, kedua pangeran itu tersenyum. Di atas langit semakin hanyut dalam suasana,seakan helai kain beludru maha hitam yang membentang bertabur tak terbilang kemilau bintang. Pun rembulan menjadi satu-satunya yang menawan dari segala yang ditampilkanYang Mulia Raja hari ini duduk tenang seperti bertahun-tahun yang telah terjadi saat Sanggung Oh melakukan tugas rutin sebagai ahli tata rias istana.Hae Soo bersiap membantunya, “Soo, engkau telah menjadi Hae Soo sudah jadi wanita Damiwon”, suara Sang Raja berat dan dalam.
“Semua karena kemurahan  hati Yang Mulia”, Hae Soo membungkukan badan, tak menyangka Sang Raja akan berucap tentang dirinya.
“Apakah engkau masih sering bertemu dengan para pangeran?”suara Raja Taejo  berubah menjadi sinis.
“Mohon maaf, akhir-akhir ini saya jarang bertemu,” jawab Hae Soo.
“Engkau memang gadis yang pandai dan tahu dimana tempatmu,” jauh dalam hati Raja Taejo mengakui kecerdikan gadis ini.
“Sudah waktunya menyisir rambut Yang Mulia,” ucap Sanggung Oh, Hae Soo pun berjalan mundur keluar dari ruangan. 
Dengan hati-hati Sanggung Oh menyisir rambut Sang Raja yang cukup panjang, mengikatnya di bagian atas sambil menyertakan hiasaan rambut dari kayu. Tiba-tiba terdengar suara pelayan, “Ratu Yoo datang.” Ratu Yoo masuk ke dalam ruangan, senyumnya berubah sinis saat melihat Sanggung Oh tengah  menata rambut Sang Raja.Sanggung Oh tak akan pernah dapat mengenakan pakaian kebesaran seorang ratu, ia tak akan pernah memiliki kekuasaan seakan permaisuri. Akan tetapi, Ratu Yoo tahu dimana sesungguhnya Yang Mulia Raja meletakkan hati. Ia adalah orang pertama yang berwenang setelah Wang Geon, tetapi Sang Raja hanya menganggapnya sebagai seorang wanita serakah. Mengapa harus ada Sanggung Oh di istana ini? 
“Biarkan aku yang akan yang menata rambut Yang Mulia”, sepasang mata Ratu Yoo berubah menjadi merah saga saat menatap Sanggung Oh. Wanita ini cuma seorang ahli herbal, namun jarak dengan Yang Mulia teramat dekat, bahkan seorang ratu tak mampu menyusup pada celah-celahnya.”Apakah engkau harus menggunakan hiasan rambut dari kayu yang tidak berharga untuk Yang Mulia?” bara di ulu  hati Ratu Yoo berkobar menjadi lidah api, ia selalu tidak nyaman dengan kehadiran Sanggung Oh, ia ingin wanita ini menjauh pada jarak tak terukur dari istana, tetapi ahli herbal ini selalu dekat dengan Sang Raja.
“Goryeo tengah dilanda kekeringan. Aku yang menyuruhnya supaya penampilanku terlihat biasa saja.” Raja Taejo menjawab, ia tahu benar kebencian Sang Ratu terhadap Sanggung Oh. Iapun tahu dari mana muasal kebenciana itu. Ratu Yoo tak dapat melawan kehendak raja, ia memasangkan hiasan rambut di atas kepala Sang Raja, supaya ikatanya tidak terlepas. 
Sementara Hae Soo segera mengerjakan tugas lain setelah membantu Sanggung Oh menata penampilan Sang Raja. Ia menyiapkan teko berisi jahe moxa bagi Ratu Hwang Bo, teh putih bagi Pangeran Wang Wook, Pangeran ke-4 menerima dengan senyum, “Terima kasih”, ia sempat pula  berucap, selalu menyenangkan bertemu dengan Hae Soo, meski kini ia seorang dayang.
Hari ini semua Pangeran berkumpul untuk minum teh bersama, Pangeran Wang Eun bahkan tak dapat menutupi rasa senang saat meminum jus pir yang disediakan Hae Soo. Pangeran Wang Jung juga terlihat bahagia, ia mendapatkan teh hijau yang paling disukainya.Akan tetapi,  Pangeran Wang So menolak sepoci teh dengan nada sinis, “Saat ini bukan waktunya minum teh. Goryeo dilanda kekeringan, pantaskah kita bersenang-senang?” Pangeran ke-4 prihatin dengan nasib rakyat jelata yang harus bersusah payah untuk mendapatkan satu guci air. Lama hujan tak pernah tercurah, langit seakan marah, udara melepuh dibakar terik.
“Pangeran ke-4 benar, kekeringan semakin parah sejak musim dingin lalu. Rakyat Goryeo telah memohon kepada langit. Kita harus hidup sederhana dan menahan diri,” Ratu Hwang Bo membenarkan kata-kata Pangeran Wang So, maka semua pangeran terdiam, semua tahu arti kekeringan, ketika air bersih amat sulit didapat, bahkan  untuk satu cawan teh panas sekalipun.
Suasana perjamuan tiba-tiba terasa hambar.
                                 ***
Usai perjamuan Hae Soo bertemu dengan Pangeran Baek Ah, ia perlu bertanya, “Benarkah jawaban pangeran, bahwa minuman kesukaan Pangeran ke-4 adalah daun teh segar dan makanan kesukaannya kue madu?”Hae Soo memerlukan kepastian, Pangeran Wang So tampak tidak senang dengan teh yang dihidangkan.
“Benar, aku selalu mencari tahu minuman dan makanan kesukaan pangeran. Pertanyaan itu pernah aku jawab”, Pangeran Baek Ah berucap singkat.  
“Tetapi, mengapa Pangeran Wang So tidak berkenan meneguknya? Aku masih kesulitan membaca, meski sudah belajar keras untuk itu,” Hae Soo bingung, ia kecewa karena Pangeran Wang So tidak bersikap ramah seperti biasanya.
“Lebih baik engkau bertanya kepada yang bersangkutan. Apa sebaiknya yang harus engkau lakukan supaya dia tidak marah lagi,” Pangeran Baek Ah melirik wajah manis Hae Soo meski ia hanya mengenakan pakaian seorang dayang. Rupanya dayang ini merasa galau dengan sikap dingin Wang So.
“Andai Pangeran ke-4 melihat supaya aku bisa bertanya.Pangeran Wang So telah kembali bersikap baik dengan pangeran lain, tetapi ia masih membuang muka kepadaku?”Hae Soo perlu merasa heran dengan sikap aneh Pangeran ke-4.
“Benar juga ... So sudah memaafkan Pangeran ke-10. Atau antara So Hyungnim dan engkau ada sesuatu yang khusus ....”Pangeran Baek Ah menatap Hae Soo dalam-dalam, wajah gadis itu tampak berubah, bersemu merah.
“Lebih baik aku pergi sekarang, ada pelayan datang”, Hae Soo bergegas pergi, ia tak ingin ada pelayan istana yang melihatnya tengah bercakap-cakap selaku teman baik dengan seorang pangeran. Akan tetapi, Pangeran Baek Ah menahan langkahnya dengan sengaja. Hae Soo menjadi gusar, sepasang mata gadis itu tampak melotot.
“Engkau nampak lebih cantik dengan mata melotot?” Pangeran Baek Ah tidak merasa bersalah sedikit bersikap nakal, Pangeran itu tak pernah mengerti, bila Hae Soo menganggapnya telah gila.
“Ini hukumanmu karena tidak bisa meredakan amarah saudara, Pangeran ke-4,”  Baek Ah berbisik, dari jauh Sanggung Oh dapat melihat, betapa tampak akrab  Hae Soo seorang dayang ketika bercakap-cakap dengan seorang pangeran.  
Kali ini Hae Soo tak berdaya, ia  menampakkan wajah masam, maka Baek Ah  mendorong tubuh  gadis itu ke arah semua pelayan, iapun berlalu pergi.”Maaf, pangeran hanya bercanda”, Hae Soo mencoba membela diri di depan semua pelayan. Tiba-tiba salah satu pelayan dengan sengaja menjegal kaki Hae Soo, hingga gadis itu terjatuh. Seorang pelayan yang lain menumpahkan pakaian kotor ke seluruh tubuh Hae Soo.
“Apa yang terjadi?!” tiba-tiba Sanggung Oh datang, menengur keras semua  pelayan.
Hae Soo tergesa memungut kembali pakaian kotor yang berserakan disekitarnya, ia telah diperlakukan semena-mena oleh pelayan istana, ternyata di tempat ini ia bukan apa-apa. Sementara pelayan yang lain segera pergi meninggalkan tempat sebelum kemarahan Sanggung Oh menjadi-jadi. Para pelayan merasa aneh dengan sehari-hari Hae Soo yang bersikap terlalu akran dengan Pangeran Goryeo. Suatu hal yang tidak boleh terjadi antara seorang dayang dan  keturunan Yang Mulia Raja.
Akhirnya Hae Soo bertatapan dengan sepasang mata dingin Sanggung Oh. Hukuman kembali diteruskan, Hae Soo mengangkat tangan, Sanggung Oh meletakkan buku di atasnya, "Revisi Terbaru Perihal Kesehatan: Edisi Tang", yang berisi catatan kesehatan mengenai penggunaan berbagai macam obat-obatan. Selanjutnya buku berjudul  "Perihal Kesehatan Tambahan."
“Buku mengenai berbagai tanaman obat yang ditulis oleh Chen Cang Qi dari Dinasti Tang, semua sudah saya baca,” Hae Soo bersuara, mengapa pula ia harus  dihukum dengan cara seperti ini?  
Sanggung Oh  menatap Hae Soo tak percaya, bukankah gadis ini tak mampu membaca huruf Cina?“Kalau benar demikian, akan kutambah lagi buku yang harus engkau baca. Renungkanlah kesalahanmu selama empat jam,” Sanggung Oh menempatkan diri di balik meja. Sepasang matanya dingin menatap Hae Soo, di depannya gadis itu masih tetap mengangkat buku.”Semua ini, karena salahmu”.
“Apa kesalahan saya?” Hae Soo bahkan tidak pernah  mengerti apa sebenarnya kesalahannya?
“Kesalahan akan timbul, ketika seorang dayang atau pelayan istana dekat dengan seorang pangeran. Jangan pernah melihat atau bicara dengan pangeran, maka engkau takkan menderita seperti ini,” Sanggung Oh memberi peringatan.
“Saya sudah lama mengenal para pangeran, bahkan sebelum masuk ke istana. Saya tidak pernah menggoda atau merayu mereka seperti yang dipikirkan siapapun,”  Hae Soo masih sulit menerima, bahwa bersahabat dengan seorang pangeran adalah kesalahan.
“Engkau keliru, bila harus tetap berteman baik dengan pangeran. Lihatlah bekas luka di tanganmu.Engkau membatalkan perkawinan Raja dengan meneteskan darah. Aku tak mau melihat Damiwon kacau karenamu. Jauhilah pangeran.” Sanggung Oh memberikan penegasan, ia tahu akibat buruk hubungan seorang dayang dengan Pangeran Goryeo. Benarkan cinta seorang pangeran tanpa perhitungan? Tanpa memerlukan dukungan kuat dari seorang perempuan di sekitar tahta? Hae Soo tak pernah mengerti, ia terlalu mungil untuk sekedar mengerti. Ia harus menunggu suatu waktu untuk mengerti.
Sanggung Oh kini meneruskan kebiasaan menyantap semangkuk bubur sebagai menu sehari-hari. Hae Soo tak pernah melihat ahli herbal ini menyantap makanan sehari-hari, kecuali bubur.”Aku hanya bisa makan bubur, aneka menu serta tepung akan  menyebabkan lidah sulit membedakan rasa teh”, Sanggung Oh seakan mengerti tanda tanya dalam diri Hae Soo, ia merasa perlu menjawab.
Adapun Hae Soo merasa lelah, ia ingin menurunkan tangan,tetapi Sanggung Oh mendelik, “Angkat kembali tanganmu sesuai perintahku”, suara itu tegas. Hae Soo tak mampu melawan. Ia harus menurut, atau hukuman akan menjadi  lebih berat lagi. Ternyata tidak mudah hidup di dalam dinding istana, ada terlalu banyak aturan yang tidak mungkin dilanggar.
                                *** 
Pangeran Wang Eun keluar dari istana sambil mengeluh, kekeringan memberikan akibat yang sulit dalam banyak hal, terutama pemenuhan kebutuhan akan air serta udara yang semakin panas. Menu makanan menjadi kurang beragam, suasana di meja makan kurang seru seperti pada hari-hari biasa. Pangeran ke-10 berniat mencari udara segar. Ia tak pernah menyadari, Park Soon Duk mengikuti dari belakang, putri jenderal itu bersembunyi di balik pilar. Wajah itu selalu terlihat bahagia ketika ia bisa melihat Pangeran Wang Eun.Pangeran yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi. Tiba-tiba Park Soon Duk telah berdiri di depan Pangeran Wang Eun, mengejutkan pangeran itu.
“Bukankah engkau perempuan yang mengenakan bulu beruang itu? Mengapa pula harus selalu ada di tempat ini?” Pangeran Wang Eun kesal, ia tak pernah menghendaki kehadiran Park Soon Duk dalam hidupnya.
“Aku... Aku... Aku...”Park Soon Duk gugup, ia selalu kesulitan merangkai kata bila bercakap-cakap dengan Pangeran Wang Eun.
“Apa sebenarnya yang ingin engkau katakan? Apakah engkau tahu sekarang tidak ada hal seru yang bisa  dikerjakan di sini?” Pangeran Wang Eun mengeluh, ia merasa kesal.
Park Soon Duk tersenyum, “Ada hal seru  yang bisa kita kerjakan. Mari …”putri Jenderal itu tersenyum ia akan menunjukkan suatu tempat, sehingga bisa berada di dekat Pangeran ke-10.   
Tak lama kemudian keduanya sudah berada pada sebuah padang ilalang, Soon Duk duduk sebelah Wang Eun. Hati gadis itu merasa damai, ia merasa seluruh dunia seakan menjadi miliknya. “Kapan burung pipit akan datang?” Pangeran Wang Eun tak sabar menunggu.
“Lebih baik jangan bersuara”, Par Soon Duk meletakkan telunjuk di bibirnya, suasana tenang diperlukan untuk menghadirkan seekor burung.
Pangeran Wang Eun tak sabar lagi menunggu, ia berniat pergi, tetapi Park Soon Duk menarik tangannya. “Jangan berisik, lihat ada seekor burung yang akan masuk perangkap”, puteri Jenderal itu kembali mengingatkan.
Pangeran Wang Eun ingin menarik tali, tetapi Park Soon Duk menahanya, gadis itu merasa seluruh tubuhnya melayang saat tangannya memegang tangan Pangeran ke-10.Ketika akhirnya seekor burung terperangkap di dalam sangkar, Soon Duk segera menarik talinya. “Ya, dapat. Aku menangkapnya! Apakah kita akan memasak dan menyantap burung ini?” Pangeran Wang Eun bertanya sambil mendekati perangkap.
Park Soon Duk memungut burung dari perangkap, “Berapa burung lagi yang harus kita tangkap?” Park Soon Duk bertanya, dengan santai tangannya mematahkan leher burung hingga mati. Puteri Jenderal itu tak pernah menyadari, Pangeran Wang Eun terkejut melihat tindakannya. Suasana indah terobek tak lagi  berbentuk.  
“Dasar Pembunuh! Teganya engkau mematahkan leher burung kecil yang lucu! Benarkah engkau seorang manusia?” hati lembut Pangeran Wang Eun tercabik saat melihat seekor burung yang lucu telah mati dengan leher terkulai. Mengapa seorang perempuan tega membunuh mahluk tak bersalah? Pangeran ke-10 menjadi sangat marah, iapun pergi meninggalka Park Soon Duk seorang diri. 
Dari kejauhan Jenderal Park melihat bayangan Pangeran Wang Eun dengan tatapan sedih. Pangeran itu tampak meninggalkan anak gadisnya yang tercinta dengan sikap marah.Sementara Park Soon Duk terduduk lesu, apakah Pangeran Wang EUn harus menelan burung itu hidup-hidup? Lembut  hembusan angin berubah seakan lidah pisau yang menggores kulitnya. Ia tak bisa mengerti dengan sikap Pangeran Wang Eun, Putra Wang Geon itu tak pernah mengetahui isi hatinya. Adakah cintanya bertepuk sebelah tangan? Ia adalah putri seorang Jenderal, seorang yang memiliki kekuatan untuk ikut serta menentukan tahta seorang raja dengan kekuatan pasukannya. Akan tetapi, Pangeran Wang Eun menatapnya dengan sebelah mata. Putri siapa yang pernah menempati hatinya?
Jenderal Park menghela napas panjang, ia tahu apa yang harus dilakukan. Langkahnya yang tegap bergerak mendekati anak gadisnya. Akhirnya ayah dan anak itu duduk bersisihan, menyalakan api kemudian membakar burung di atas bara. Soon Duk bersyukur memiliki seorang ayah yang mencintai, tetapi apa artinya bila Pangeran Wang Eun,satu-satunya orang yang dicintai memilih pergi. Lidahnya terasa pahit, tak  mudah ditinggalkan. Adakah satu cara untuk memanggil kembali kehadiran pangeran itu? Pandangan Park Soon Duk menerawang sedemikian jauh, hatinya terasa hampa.
“Yah, burung itu hangus”, Jenderal Park terkejut, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing tak menyadari bila burung hasil jebakan telah hangus dan  pastinya terasa pahit, tetapi Park Soon Duk bahkan tak peduli. Ia tak dapat melihat apa-apa, juga burung yang hangus, wajah yang membayang di depan mata adalah senyum manis Pangeran Wang Eun.
“Pria seperti apa sesungguhnya bila menangkap burung saja tidak bisa? Apa yang bisa dia kerjakan?”Jenderal Park menyesal, mengapa putri tercintanya harus mengharap kehadiran Pangeran Wang Eun.
“Aku bisa menangkapnya,” Soon Duk memberikan pembelaan.
“Lalu, bagaimana caranya dia akan melindungi istri dan anak-anaknya?” Jenderal Park bertanya, ia seorang suami, ia tak akan mampu melindungi keluarga tanpa kemampuan memberikan menu setiap hari.
“Benar, aku seorang perempuan. Akan tetapi, tetap bisa melindungi keluarga”, Park Soon Duk tak pernah ragu dengan niat dan kemampuannya. BUkankah ia juga seorang prajurit tempur?
“Apakah seorang ayah tak dapat mengubah keputusan anak gadisnya?”Jenderal Park menatap wajah sendu anak gadisnya, hatinya tercabik. Ia tahu apa arti seorang wanita yang tidak dicintai.Ia akan selalu diabaikan, satu  hal yang lebih mengerikan dari kebencian.
“Aku sudah pasti dengan satu keputusan”, suara Park Soon Duk dingin, sama lunglai dengan angin yang terjungkal. Ia tak akan pernah melepaskan Pangeran Wang Eun dari hidupnya.
Tiba-tiba tangan Jenderal Park bergerak cepat seakan hendak melayangkan pukulan ke arah Park Soon Duk. Secepat kilat gadis itu mengelak, kemudian siap m enempatkan diri pada satu jurus.“Hei… engkau pikir ayah mengajarimu bertarung untuk menyerangku demi pangeran itu? Atau, sudahlah...” Jenderal  Park menundukkan wajahnya, ia pernah muda. Seorang yang tengah jatuh cinta, ia akan melakukan apa saja demi seorang yang dicintainya. Demikian juga dengan Park Soon Duk, satu-satunya anak gadisnya.
                              ***
Pangeran Wang Wook berniat pergi menemui Hae Soo, akan tetapi di depan pintu terlihat kertas merah berbentuk tanda silang. Suatu symbol, peringatan Sang Raja bagi ritual permintaan hujan setelah musim kering yang berkepanjangan. Hal itu berarti untuk sementara ia tidak boleh menghampiri Damiwon.
Tak lama kemudian Hae Soo masuk ke dalam kamar, ia  merasa sangat lelah setelah keseharian berkerja di Damiwon. Dayang itu terkejut ketika melihat selembar kertas, ia perlu melirik ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tak ada seorang dayangpun yang melihatnya. Pada helai kertas itu tertulis "Yok Hyul." Hae Soo perlu mengingat-ngingat tulisan kanji yang  pernah dipelajari."Yok" berarti "pemandian" dan "Hyul" berarti "gua".Mulut gadis itu perlahan berbisik sebelum akhirnya tersenyum bahagia. 
Pangeran Wang Wook sudah menunggu di dalam gua, ia tak perlu menanti lebih lama. Wajah tampan pangeran itu tersenyum ketika tampak sosok Hae Soo datang dengan wajah riang.”Saya nyaris melupakan tempat ini”, Hae Soo berbisik, tak ada yang lebih mendebarkan kecuali harus berdua dengan seorang pangeran yang paling terkenal di Goryeo.
“Chae Ryung pernah menyampaikan perihal tempat ini, bila ada kesulitan tak mampu menjumpaimu. Ada satu tempat untuk dituju. Ternyata di lingkungan istana ada satu tempat  yang mengesankan”, seolah telah seribu tahun Pangeran Wang Wook tak pernah menjumpai Hae Soo, gadis manis yang selalu hadir dalam mimpi.
Keduanya duduk berdampingan di dalam gua, tanpa kehadiraan siapa-siapa, angin demikian bersahabat menampilkan bentuknya pada riak air yang mengombak kecil. “Kukira engkau akan pergi meninggalkan istana. Adakah engkau akan senang selamanya tinggal di tempat ini?” Pangeran Wang Wook bertanya.Istana adalah dinding megah yang penuh dengan tata cara dan adat isti adat, tak seorang pun dapat melawan kecuali dengan keberanian menentang hukuman mati.
“Saya harus melakukan beberapa langkah untuk itu.O ya, saya rindu Chae Ryung,  rindu pergi ke pasar, ziarah ke makam Unni Myung Hae,”pandangan Hae Soo menerawang jauh, kini ia tahu apa arti menjadi dayang istana.Ada banyak hal menyenangkan yang tak bisa dilakukan.“Pangeran ke-4 sempat berpesan saat saya pertama kali masuk ke istana. Dimana pun berada, saya pasti akan berada di bawah pengawasan Raja. Saya tidak bisa melarikan diri dari Goryeo dan sembunyi dari Raja,” Hae Soo harus  menerima kenyataan pahit tentang keberadaannya di istana ini. Betapa berkuasa seorang raja, ia bahkan tidak berarti apa-apa. 
“Benar, seluruh Goryeo berada dalam kekuasaan Raja,” Pangeran Wang Wook membenarkan.
“Saya sudah mulai terbiasa dengan kehidupan di Damiwon sekarang.Semoga  semuanya akan baik-baik saja hingga tiba saat untuk pergi dari istana. Dan semoga pangeran tidak akan melupakan pula saya,” Hae Soo seakan tidak ingin waktu terus berpacu, ia ingin selalu berdua dengan Pangeran Wang Wook.
“Sebentar lagi akan dilaksanakan ritual permintaan hujan. Bila hujan turun setelah ritual selesai, maka Raja akan mengabulkan permintaan apapun. Raja akan memaafkan penjahat atau mengizinkan acara pernikahan kerajaan atau mengadakan pesta untuk tetua. Raja juga memperbolehkan seorang dayang bebas dari pekerjaannya,” Pangeran Wang Wook merasa perlu menyampaikan kabar baik, atau sesungguhnya ia tengah menegaskan kabar itu bagi dirinya sendiri.
“Bebas dari pekerjaan?”Hae Soo bertanya. Benarkah?
“Bila hujan turun, aku akan memohon pada Raja supaya engkau bisa meninggalkan istana,” Pangeran Wang Wook membangun sebuah harapan.
“Dengan demikian, apakah saya bisa kembali ke rumah pangeran?” Hae Soo bertanya, ia teringat kembali saat-saat mengesankan ketika menetap di kediaman Pangeran Wang Wook.  
“Saat engkau kembali... Aku akan mencari semua tanaman obat di Songak dan membelikan semua yang engkau butuhkan agar engkau bisa membuat garam mandi. Aku akan mengisi rumah dengan semua tanaman itu,”Pangeran Wang Wook tersenyum penuh harapan, ia akan mengulang masa-masa indah ketika Hae Soo kembali di kediamannya. Dengan berani ia menggenggam tangan Hae Soo.
“ Pasti Chae Ryung dan Tuan Puteri Yeon Hwa akan sangat marah. Semoga nanti akan turun hujan,” Hae Soo sangat berharap, ia ingin segera menyudahi pekerjaan sebagai dayang kembali ke tempat  yang nyaman di kediaman Pangeran Wang Wook. Gadis itu merasa seluruh tubuhnya melayang ketika tangan halus Pangeran Wang Wook menggenggamnya. Ia segera  merasakan aroma mewangi ketika dengan sengaja menyandarkan kepala di bahu Pangeran Wang Wook. Adapun Sang Pangeran terdiam, keduanya terhanyut menyatu pada sebuah kebersamaan yang teramat dalam. Pangeran Wang Wook ia tak akan pernah mampu kehilangan.
                                 ***
Kebersamaan dengan Pangeran Wang Wook adalah celah yang bisa dicuri Hae Soo di sela-sela kesibukan sebagai dayang. Kini, ia harus kembali pada tugas rutin sebagai dayang istana. Di sebuah tempat tertutup, Hae Soo datang menyampaikan suatu hak kepada  Putra Mahkota, “Mohon maaf, Putra Mahkota tidak boleh menggaruk kulit serta mandi dengan air dingin”, Hae Soo membungkukkan badan.
“Aku akan pergi menangkap segerombolan pencuri yang datang ke Songak sejak kekeringan ini, mungkinkah ada waktu untuk mandi?” dengan mudah Putra Mahkota menjawab kekhawatiran Hae Soo, menyebabkan gadis itu berdiri melonggo.  
“Nona Hae Soo, aku yakin engkau sudah tahu akan hal ini, engkau harus merahasiakannya,” Ji Mong mengingatkan Hae Soo, penyakit yang menyebabkan rasa gatal pada kulti seorang Putra Mahkota adalah suatu kelemahan dan harus dirahasiakan.  
“Aku juga menyelinap ke tempat ini. Jangan khawatir,” Hae Soo mengangguk, berjanji.
“Aku meletakkan kalung di meja kamarmu di Damiwon, sebagai rasa terima kasih atas bantuanmu,” Putra Mahkota berucap, ia wajib berterima kasih dengan kebaikan hati gadis ini.
Pangeran Wang So datang tak lama kemudian dengan mengucap kalimat, “Semua sudah siap berangkat”.
“Baik, saatnya kita berangkat”, Ji Mong pun menyediakan diri untuk  berangkat. Hae Soo berjalan keluar dengan menenteng keranjang, Pangeran Wang So sebenarnya ingin memanggil dayang itu, tetapi ia mengurungkan niatnya.Seakan tak ada celah waktu sekedar untuk memanggil.
Hae Soo baru menyeberangi jembatan, ketika tiba-tiba dengan paksa ia dibawa oleh dua pelayan lain pergi ke suatu tempat. Seketika gadis itu panik, kea rah mana ia harus menuju? Dari kejauhan Pangeran Wang So melihat kejadian itu, ia tak mampu berbuat apa-apa, ia memiliki sebuah alasan. Aliran darah Hae Soo seakan membeku, ternyata ia dipaksa menghadap Ratu Yoo dan Pangeran Wang Yo. Dengan sinis Ratu Yoo bertanya, “Kau dari mana?”di telinga suara itu terdengar seakan bilah bambo yang bergesekan, mengiris.
“Saya masih dengan pekerjaan sehari-hari”, gagap suara Hae Soo, sikap sinis Ratu Yoo selalu mendatangkan suasana gerah.  
“Bukankah engkau bersama Putra Mahkota?” tatapan Ratu Yoo setajam lidah pisau.
“Saya hanya menyampaikan ucapan selamat jalan, sebelum Putra Mahkota pergi untuk menumpas segerombolan pencuri,” tak ada pilihan lain bagi Hae Soo kecuali berbohong, ia harus merahasiakan penyakit Putra Mahkota.
“Tapi, mengapa isi keranjangmu banyak sekali, bukankah engkau hanya mau mengucapkan selamat jalan?” Ratu Yoo tahu, dayang ini merahasiakan sesuatu. Pelayan Ratu Yoo tiba-tiba telah membuka isi keranjang Hae Soo. 
“Semua barang-barang berharga ini seharusnya tidak berada di luar Damiwon. Apa Putra Mahkota tahu kau membawa barang-barang ini?” Ratu Yoo belum berhenti bertanya.  
“Saya tadi disuruh membeli sesuatu, kemudian singgah untuk mengucap selamat jalan kepada Putra Mahkota,”Hae Soo tidak kehilangan jawaban.  
“Untuk apa  obat-obatan berharga ini?”Perlahan Sang Ratu berjalan mendekati Hae Soo, “Apakah Putra Mahkota sedang sakit?”
“Mohon maaf, saya tidak tahu”, Hae Soo tahu ia  harus menutup mulut untuk hal yang satu ini. Penyakit Putra Mahkota adalah alasan Sang Ratu untuk tertawa.
Dengan geram Ratu Yoo menjambak rambut Hae Soo, ia tahu dayang itu berbohong. Ratu tetap  menjambak rambut itu meski Hae Soo menjerit kesakitan.Dari kejauhan Pangeran Wang So ingin menolong, tetapi ia kembali mengurungkan niatnya.
“Lepaskan dia!” tiba-tiba Sanggung Oh telah berada di tempat itu. Dalam hal ini memiliki kewenangan membela Hae Soo. Suara itu menyebabkan Ratu Yoo  melepas tangannya. “Tadi saya menyuruhnya  pergi ke Istana Cheondeokjeon,” tatapan Sanggung Oh sedingin bongkahan es yang membatu.Ratu Yoo adalah seorang permaisuri, tetapi tak satu pun sikapnya layak diteladani.Ia lebih mirip roh jahat yang bersembunyi di balik megah pakaian kebesaran.
“Istana Cheondeokjeon? Engkau meremehkanku Sanggung Oh?” darah Ratu Yoo mendidih. Betapa cantik wanita ini, dan betapa ia sanggup merampas hati seorang raja meskipun tak akan pernah menjadi permaisuri.
“Lutut Yang Mulia Raja terluka, karena ritual permohonan hujan. Saya menyuruh dayang Hae Soo membelikan obat. Adalah aturan di Damiwon untuk tidak  membicarakan persoalan Raja. Saya hanya menjelaskan untuk menghentikan kesalahpahaman,” suara Sanggung Oh tegas. Sekilas Hae Soo melirik wajah cantik Sanggung Oh, ia tak menyangka wanita cantik ini harus membelanya. 
“Kenapa kau menyuruh dayang ini? Dia belum lama berada di Damiwon, tapi kau sudah mengizinkan mengobati Raja?” wajah cantik Ratu Yoo tampak gusar, ia menganggap kehadiran Hae Soo di istana sebagai suatu kesalahan.
“Apakah saya harus lebih dahulu bertanya, Ratu keberatan atau tidak apabila saya mengobati Raja?”Sanggung Oh tahu Ratu Yoo sangat membenci, bahkan mengharap kematiannya, akan tetapi ia tak perlu merasa takut dalam hal ini. ia bekerja di bawah wewenang seorang raja, bukan permaisuri yang dibakar rasa  benci.
“Damiwon ada di bawah wewenang saya seperti yang telah diperintahkan Yang Mulia, hanya saya yang bisa menghukum seorang dayang Damiwon”, Sanggung Oh berdiri dengan kaku, ia akan bertindak dengan segala macam cara untuk menghentikan kesewenangan ini. wanita itu tetap berdiri kaku dengan tatapan dingin hingga Ratu Yoo pergi  berlalu tanpa sepatah kata.
Langkah Sang Ratu membawanya kembali masuk ke dalam kamar, ia kembali merasa geram ketika melihat Pangeran Wang So tengah duduk menunggu. Suaranya tetap sinis ketika bertanya, “Mengapa harus datang ke kamar ini?”
“Ibu tidak perlu terlalu kaku, sudah lama kita tidak bertemu”.
“Aku tak pernah ingin melihatmu, lebih baik tinggalkan tempat ini”.
“Mengapa? Apakah ibu mengira keadaan yang sekarang sama dengan saat biksu-biksu mati terbunuh?”
“Tidak, hari ini engkau tidak berbau amis darah, tetapi aku mencium bau seeekor binatang. Cepat katakan, apa maumu sekarang.” tak sedikitpun Ratu Yoo berniat menatap wajah bertopeng Pangeran Wang So, cinta dan harapnnya telah  tertumpah pada Pangeran Wang Yo.  
“Meski tidak menyukai Dayang Oh,  ibu seharusnya tetap berperilaku sebagai seorang Ratu. Jika ibu terus marah-marah di seputar Damiwon,akan muncul pembicaraan, Ratu memarahi  seorang dayang muda, karena memiliki seorang anak sepertiku,  demikianlah hukum karma,”kata-kata Pangeran Wang So menyebabkan sepasang mata Ratu Yoo terbelalak. “Tetaplah rendah hati. Jangan memarahi orang yang tak bersalah. Tak ada gunanya mempermalukan diri sendiri,”setelah kata-kata itu Pangeran Wang So berpamit pergi. Untuk kata-kata ini sebenarnya ia memerlukan menemui ibunda, seorang ratu harus bersikap adil. Ia tak  perlu bertindak aniaya dengan menyiksa seorang dayang, andaikan dayang itu bukan Hae Soo.
Di tempat berbeda, Hae Soo berniat mengucap terimakasih kepada Sanggung Oh, akan tetapi sebelum kata terucap, pipiya terasa panas dan sakit. Gadis itu menatap Sanggung Oh tak percaya. Wanita yang telah membelanya dari tekanan Ratu Yoo benar telah menamparnya. “Telah berulang kali kuperingatkan, jauhi Putra Mahkota, tetapi engkau melawan. Sekarang sudah tahu akibatnya? Aku menyesal, pernah menerimamu bekerja di tempat ini”, wajah cantik Sanggung Oh dilumuri penyesalan, ia melewatkan seluruh hidup di lingkungan istana, ia tahu akibat mengerikan ketika seorang dayang berdekatan dengan seorang pangeran atau Putra Mahkota.  
“Apa salahku? Apa beda obat yang Sanggung Oh buat dan obat yang aku buat? Aku tahu obat bagi Putra Mahkota. Mengapa aku harus selalu menjauhinya? Aku lebih sering dihukum dan diberi ceramah. Apa alasan semua ini?” Hae Soo menatap Sanggung Oh, ia sungguh merasa binggung kini.
“Engkau tidak pernah tahu kehidupan istana yang sesungguhnya sekalipun telah diperingatkan,” sepasang mata Sanggung Oh melotot. Istana selalu dekat dengan kekuasaan, kekuasaan dapat menelan korban.
“Kalau aku tidak tahu, mestinya bukan ditampar, tetapi diberi tahu. Perlakuan semacam ini tidak adil. Engkau selalu menunjukkan rasa benci dengan cara menganiaya,” mata Hae Soo berkaca-kaca. Ia terjebak pada sebuah relung kehidupan yang penuh rahasia serta asing tata cara, ketika martabat seorang dayang bukanlah apa-apa.
Beberapa saat suasana diam, sepasang mata jeli Sanggung Oh  menerawang jauh kembali kepada suatu masa yang tidak bisa dikunjungi siapapun. Kemudian perlahan bibir  indah itu kembali berucap,“Saat melihatmu, aku teringat pada diriku sendiri. Engkau mudah percaya, bersikap baik kepada semua orang, dan tidak mengenal takut. Seorang gadis sepertimu seharusnya tidak berada di istana. Engkau bisa mati, sesungguhnya aku mengkhawatirkanmu...” Sanggung Oh tidak bisa meneruskan kata-kata, tiba-tiba wajahnya memucat. Sebilah pisau seakan membenam di bagian perut, ia tidak mampu lagi menahan rasa sakit. Suasana benderang tiba-tiba berubah menjadi gelap seakan  berlumur jelaga, kunang-kunang riuh berseliweran. Selebihnya kabut yang semakin lama semakin putih menebarkan udara beku. Tubuh semampai itupun terkulai tak sadarkan diri.
Dengan panik Hae Soo menjelang tubuh lunglai itu, ia tak menyangka Sanggung Oh akan pingsan. Ia perlu menyadarkan atau Sanggung Oh akan memejamkan mata untuk selamanya.Beberapa dayang datang membantu, memondong Sanggung Oh ke dalam kamar. Tak berapa lama kemudian ketika  Hae Soo masuk ke dalam kamar dengan  nampan di tangan, Sanggung Oh telah tersadar. “Sudah merasa lebih baik?”Hae Soo bertanya.
“Apa yang telah terjadi?”Sanggung Oh merasa seluruh tubuhnya lunglai, ia melupakan saat terakhir sebelum ia kembali terbaring di dalam kamar.
“Tadi engkau merasakan sakit di bagian perut, tiba-tiba pingsan.Tabib menyelinap keluar dari Istana Cheondeokjeon untuk memeriksamu,” Hae Soo menjawab.
“Pastikan tidak akan orang yang tahu kehadiran tabib ke Damiwon”, suara Sanggung Oh lemah. 
“Jangan khawatir.... Aku akan menutup mulut, bahwa engkau pingsan, karena cuma makan bubur. Aku membuat bubur kacang pinus, menurut tabib bubur ini aman ,” Hae Soo membawakan semangkuk bubur.
“Aku baik-baik saja, letakkan bubur di meja dan pergilah,” Sanggung Oh membuang pandang, ia tak berminat makan, bahkan untuk bubur yang paling lezat sekalipun.
“Aku akan tetap di sini menyuapkan bubur sampai habis, barun keluar dari kamar,” Hae Soo menolak perintah Sanggung Oh.
“Engkau tak perlu bersikap keras kepala, pergilah”, Sanggung Oh menahan rasa sakit pada bagian perut, ia menghitung hari sampai kapan ia bisa tetap berkeras seperti ini.
“Aku akan tetap di sini, menyuapkan satu mangkuk bubur kemudian pergi, karena sudah tahu alasan mengapa selama ini mesti diperlakukan dengan keras. Engkau  khawatir bila aku akan membuat kesalahan kemudian  mati.Lihatlah tanganku pernah terluka, ternyata aku masih  hidup. Bukankah engkau  melihat dirimu pada diriku?”Hae Soo tak memperhitungkan kata-kata Sanggung Oh.“Aku akan berhati-hati menjaga sikap untuk hidup lebih baik. Jadi, mulailah belajar bersandar pada orang lain jika menderita sakit seperti ini. Suatu hal wajar yang harus dilakukan,” Hae Soo mulai menyuapkan satu sendok bubur ke mulut Selir Oh sambil mengeluh, “Tanganku pegal, karena harus menggiling kacang pinus”.
Selir Oh akhirnya menelan sesendok bubur yang dibuat Hae Soo, “Sebenarnya yang engkau buat ini bukan bubur”, lalu keduanya tersenyum. 
                                    ***
Lagit kian terik bagai dibakar bara api, hujan  yang selalu ditunggu tiada turun menitik. Yang Mulia Raja harus melakukan sesuatu, ritual doa meminta hujan sambil bersujud ditemani oleh Pangeran Wang Jung. Tahun terdahulu Wang Geon melakukan ritual seperti biasa, akan tetapi kali ini lututnya terasa ngilu, ia tak mampu bersujud lebih lama di bawah terik matahari.  
“Kita harus mencari orang yang bisa memimpin ritual permohonan hujan, lututku tak sanggup lagi. Putra Mahkota masih pergi, belum juga kembali,” Yang Mulia mengeluh, usianya semakin tua, ritual semacam ini terasa menyusahkan.  
“Yang Mulia, bukankah kita bisa memilih salah seorang pangeran saja? Jika salah seorang pangeran mampu memimpin ritual permohonan hujan rakyat pasti akan merasa tenang,” Ji Mong memberikan saran, mencari jalan keluar bagi keluhan seorang raja.
Saran Ji Mong diterima dengan senang hati oleh Yang Mulia Raja. Semua pangeran  kini berbaris, Ji Mong melihat pula Pangeran Wang  Won di dalam barisan, iapun berkata, “Pangeran lahir di tahun anjing”.
“Benar, tetapi untuk apa semua ini”, Pangeran Wang Won mengeluh sambil  memberikan papan nama.
“Saya tidak perlu memberikan papan nama, saya tidak terlibat sebagai calon pemimpin ritual permohonan hujan”, Pangeran Wang Eun mendekati Ji Mong “Bagaimana kalau aku yang terpilih dan rakyat mentertawakan? Pasti akan menjadi hari yang mengerikan,” Pangeran Wang Eun tak dapat menyembunyikan rasa cemas.  
“Wang Eun, mengapa engkau selalu berharap hidup itu mudah? Massukkan papan nama, berharap hujan akan turun,” Pangeran Wang Wook memasukan nama Wang Eun di dalam guci,
Hyungnim, apa yang akan terjadi jika setelah ritual ternyata hujan tidak turun?” Pangeran Wang Jung merasakan kecemasan yang sama.
“Hal itu berarti engkau harus mati. Sebelum bangsa ini didirikan, rakyat  terlebih dahulu membunuh Yang Mulia Raja. Konon, darah raja bisa dijadikan sebagai tumbal permohonan hujan,” suara Pangeran Wang Yo dingin, mengejutkan semua pangeran yang mendengar.
“Lebih baik namaku dikeluarkan dari guci”, Pangeran Wang Eun panic, ia masih ingin hidup, ia belum ingin mati.  
“Tidak, Aku yakin takkan ada yang membunuhmu,” Ji Mong mendorong tangan Pangeran Wang Eun menjauh dari guci.
“Kalau kata-kata Hyungnim  benar... Apakah seluruh negeri ini akan marah jika ritual permohonan telah dijalankan, tetapi hujan tidak juga turun? Bagaimana kita bisa mengatasi hal semacam itu?” Pangeran Wang Won bingung, maka semua pangeran terdiam, berpikir.
“Hujan tidak akan turun hanya karena ritual permohonan hujan. Kita harus melaksanakan ritual sampai hujan turun. Manusia tidak bisa menggerakkan kehendak langit, kita hanya perlu membuatnya terlihat seperti itu,” Pangeran Wang So meletakkan papan nama ke dalam guci dengan tenang. “Saya lahir di tahun ayam”.
Pangeran Wang Eun masih berusaha untuk mengambil papan nama, tetapi Ji Mong segera menutup guci, usaha Pangeran ke-10 sia-sia.Raja Taejo memilih secara acak papan nama di dalam guci yang dipegang Ji Mong, ia mendapatkan salah satu di antara semua papan nama pangeran.Sepasang matanya yang cerdik mengeja sebaris huruf kemudian berucap. “Pangeran Wang So”.
Pangeran Wang So nyaris terlonjak mendengar namanya disebut, ia tak pernah mengira akan dipilih secara acak untuk memimpin ritual permohonan hujan, menggantikan Putra Mahkota yang berhalangan. Pangeran yang lain merasakan kerterkejutan yang sama. Mengapa Pangeran ke-4? Semua yang hadir saling berbisik.
“Adalah kehendak langit, engkau akan memimpin ritual permohonan hujan,”suara Raja Taejo dalam, ia hanya memilih secara acak. Adakah nama Pangeran Wang So hanya sebuah kebetulan?
“Baik Yang Mulia, saya bersedia”, Pangeran Wang So membungkukkan badannya.Jauh di dalam hati sebenarnya iapun bertanya-tanya, megapa harus aku yang terpilih?
“Sepertinya langit membutuhkan Pangeran Wang So, apa yang perlu dikhawatirkan? Langit sudah memilih, adakah perlu meragukan diri sendiri?”Ji Mong nyaris tertawa saat menilik raut muka Pangeran ke-10, pangeran itu seakan tak mempercai pilihan Yang Mulia Raja. 
Ritual turun hujan pun dimulai, semua anggota kerajaan berdiri di pada sebuah tempat di bawah terik matahari. Pangeran Wang So telah mengenakan pakaian berwarna putih, ia harus duduk di atas joli yang terbuka, diarak melewati kerumunan rakyat di sepanjang jalan yang tengah memohon turun hujan. Saat Pangeran Wang So turun dari joli, ia tampak ragu. Ji Mong segera memberikan guci sebagai tanda ritual akan dimulai.
Kerumunan rakyat banyak mengharapkan seraut wajah tanpa cela sebagai pemimpin ritual turun hujan. Akan tetapi, mereka segera melihat sosok sang pemimpin adalah Pangeran ke-4 dengan topeng menutup wajahnya.  Salah seorang berteriak, “Seorang bertopeng memimpin upacara ritual hujan? Langit akan marah!”
“Dia itu monster, bukan manusia! Aigoo! Ini nasib buruk,” terdengar suara  lain dengan teriakan yang sama.
“Kita butuh seseorang untuk mendatangkan hujan, bukan monster!” salah seorang pria melemparkan segenggam tanah ke wajah Pangeran Wang So. Dua orang yang lain mengikuti hal serupa. Akhirnya semua orang ikut pula melemparkan tanah pada wajah Pangeran Wang So. Pengawal  kerajaan mencoba menghalangi, akan tetapi lemparan tanah bahkan semakin riuh. Pangeran Wang So  merasa langit seakan meledak menjadi bara api. Demikiankah nasibnya hari ini? 
Sementara di dalam istana suasana gelisah, terdengar suara ramai permintaan dari kejauhan “ Berikanlah kami seorang putera untuk mendatangkan hujan! Yang Mulia, apakah Sang Raja telah mengabaikan rakyat? Izinkan kami masuk!”
Di antara semua kerabat istana yang hadir hanya Ratu Yoo yang tersenyum licik, ia senang mendengar suara kemarahan, karena bukan Pangeran Wang Yo yang memimpin ritual turun hujan. Ia sama sekali tidak mengharapkan kehadiran Pangeran Wang So pada riuil ini. Ketika akhirnya tampak Pangeran Wang So datang terhuyung-huyung dengan pakaian putih berlepotan lumpur, semua yang hadir terkejut termasuk  Hae Soo yang berdiri pada barisan para dayang. Apa yang telah berlaku? Gadis itu tertunduk, ia tak memiliki sisa sedikitpun keberanian untuk memandang Pangeran Wang So. Pangeran itu tengah dilanda duka cita teramat dalam dan menyakitkan.
Guci yang dibawa Pangeran Wang So akhirnya pecah berkeping-keping tanpa bentuk. Pandangan Pangeran ke-4 menjadi nanar, ia tak mampu menatap sesiapapun, ia seakan tengah berada di dalam gua dikepung puluhan srigala lapar. Berpasang-pasang mata yang siap melahapnya seakan panas bara. Ia seorang pangeran, pada ritual yang sangat penting rakyat banyak bahkan memberikan penghinaan. Topeng di wajahnya memberikan kesan, bahwa ia seorang monster. Benarkah ia sejahat itu? Tak ada pilihan Pangeran Wang So akhirnya berlari meninggalkan tempat ini sejauh mungkin, ia ingin sendiri bersama angin dan reruntuhan hati. Pangeran Baek Ah berniat mengejar, tetapi ditahan oleh Pangeran Wang Jung. Di dalam kamar Pangeran Wang Soo meluapkan segala amarah, ia menanggalkan dengan kasar seluruh pakaian yang telah berlepotan tanah.ia telah melewatkan suatu hari yang mengerikan ketika khlayak ramai menolak kehadirannya dengan semena-mena.  
Sementara Ratu Yoo tersenyum bahagia bersama Pangeran Wang Yo anak kesayanganya. “Kesempatan akan datang bila sabar menunggu. Ritual turun hujan  adalah waktu yang tepat untuk mengganti Putera Mahkota. Yo, engkau tidak boleh tidak boleh kehilangan kesempatan ini”.
“Aku sudah mengutus pencuri untuk menghentikan Putra Mahkota agar ia tidak bisa segera kembali. Sepertinya dia sulit pulang untuk saat ini,” Pangeran Wang Yo menyahut.“Wang So tidak berkedip saat membunuh, tetapi kepercayaan dirinya runtuh tak bersisa saat orang banyak mencerca topeng pada wajahnya. Dia telah  memalingkan kehendak Langit. Terlalu kebetulan ia terpilih ketika aku sudah menyusun rencana?” wajah Pangeran Wang Yo sedingin gumpalan salju, kata-kata itu menyebabkan Ratu Yoo terdiam, sekilas terlintas wajah cacat Pangeran Wang So.
“Aku heran apa yang dipikirkan Yang Mulia Raja dan Choi Ji Mong saat memilih anak itu,” kata Ratu Yoo.  
“Bagaimana mereka bisa tahu siapa yang harus dipilih?” Pangeran Wang Yo tak percaya
“Apa kau percaya Langit bisa menggerakkan manusia? Semua kosong belaka. Manusialah yang menggerakkan kehendak Langit, demikian pula dengan ritual turun hujan. Siapa pun yang memimpin ritual itu bisa menjalaninya sampai hujan turun. Kali ini aku harus melihat Goryeo ada dalam genggaman tanganmu. Bukankah engkau  sanggup melakukannya?” Ratu Yoo berucap sepenuh  hati, ia selalu mencari celah untuk menampilkan Pangeran Wang Yo untuk menggantikan Putra Mahkota. Ritual turun hujan adalah salah satu cara.  
Adapun Hae Soo pergi mencari Pangeran Wang So ke taman, ia menarik napas lega saat tampak Pangeran ke-4 tengah berbaring di atas perahu di tepi danau.”Pangeran …” Hae Soo setengah menjerit memanggil, tetapi tak ada sahutan. Perlahana gadis itu mendekati perahu dengan satu pertanyaan, kapan Pangeran Wang Soo meletakkan perahu di tepi danau? Pangeran ke-4 tampak tengah tertidur.
Denga ragu Hae Soo naik ke atas perahu, keseimbangannya bergoyang, gadis itu nyaris memekik ketika tangan Pangeran Wang So dengan cepat menariknya hingga  keduanya berbaring di atas perahu,  saling menatap. Hae Soo bangun terlebih duhulu, “Rupanya pangeran  bersembunyi di tempat ini”, gadis itu mengeluh. “Sekarang Pangeran harus pergi, semua orang pasti khawatir”.
“Aku tidak akan pergi kemanapun”, Pangeran Wang So merasakan sakit di hati tak kunjung hilang, ia telah dipermalukan di depan semua orang. Keluarga istana dan khlayak ramai.
“Tidak usah terlalu dipikirkan. Semua orang selalu mencoba untuk bertahan hidup, semua pasti akan melupakan,” Hae Soo mencoba membujuk.
“Aku tidak memerlukan belas kasihanmu. Tahukah alasan, mengapa manusia harus dilahirkan?”pertanyaan Pangeran Wang So menyebabkan Hae So binggung. “Sampai kapan kita harus hidup di dunia seperti ini? Apa kita sudah tahu alasan  hidup seperti ini?” suara Pangeran Wang So sinis, topeng pada wajahnya menyebabkan segala sesuatu porak poranda.  
“Aku sudah memikirkan, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Aku tidak dilahirkan seperti ini, karena ingin menjadi seperti ini. Akan tetapi, aku selalu berhak menentukan pilihan, untuk bahagia atau sebaliknya. Dan satu hal, tak seorangpun kuijinkan mengendalikan hidup yang menjadi pilihan”, kata-kata Hae Soo  menyebabkan Pangeran Wang So terdiam. “Tak seorang pun menjalani kehidupan dengan mudah. Masing-masing dengan beban dan persoalan yang berbeda, mungkin engkau belum lagi menyadarinya. Sebentar lagi ritual turun hujan akan dilaksanakan, Pangeran ke-4 tak bisa mengelak. Apa yang sudah terjadi akan segera dilupakan, akan berlalu,” kata-kata Hae Soo  panjang dan lebar.
“Engkau masih terlalu muda, tetapi pura-pura tahu seluruh isi dunia.  Menyebalkan!”Pangeran Wang So  membuang pandang, hatinya masih terasa perih, kehadirannya telah ditolak dengan sangat kejam. Orang yang menyayangi hanya akan merasa kasihan, sebaliknya yang membenci akan riuh mentertawakan. Nasibnya sungguh malang. Kata-kata Hae Soo tak berguna apa-apa.
Hae Soo merasa percakapan inipun berakhir, ia berpamit pulang kemudian berbaring di tempat tidur. Pertanyaan Pangeran Wang So membebani pikirannya, ia mencoba membangun kembali semangat dan kepercayaan diri pangeran itu, tetapi berakhir dengan jawaban menyebalkan. Ia harus menemukan satu jalan keluar –harus.
Perlahan Hae Soo membuka buku catatan tentang herbal, meramu dalam sebuah mangkuk.  Ia teringat manfaat krim sebagai penunjang tata rias wajah, ia  memerlukan beberapa saat dengan tekun sebelum akhirnya tersenyum setelah mendapatkan warna yang sesuai. Ia harus melakukan sesuatu.
Hari berikutnya Choi Ji Mong merasa panik, ritual turun hujan akan kembali dilaksanakan, tetapi Putra Mahkota belum juga kembali. Apa gerangan yang  telah terjadi? “Tunggulah Putra Mahkota sebentar lagi”, Pangeran Wang So meminta Ji Mong bersabar.
“Rakyat tidak akan merasa bisa tenang bila ritual turun hujan tertunda. Adakah aku  harus pergi mencari Putra Mahkota”, Ji Mong tahu arti cemas, ia harus m encari jalan keluar.“Tenangkanlah rakyat semampu, Yang Mulia,” Ji Mong membujuk Pangeran Wang So.
“Tidak, aku sudah tak sanggup harus berhadapan dengan rakyat,” tegas suara Pangeran Wang So, nyeri di hati masih terasa.Mungkinkah ia harus mengulang kesalahan yang sama?
“Putra Mahkota membelamu, engkau bahkan tidak mengalami persoalan apa-apa saat membunuh biksu-biksu itu. Apakah seorang Pangeran Goryeo harus menyerah, karena persoalan kecil seperti hari kemarin?”Ji Mong masih berusaha membujuk.
“Penghinaan itu terlalu berlebihan, bukan masalah kecil”, Pangeran Wang So menyanggah.  
“Pangeran terlalu mengkhawatirkan bekas luka. Tanpa kemampuan mengatasi kekhawatiran pangeran tidak bisa menjadi kekuatan bagi Putra Mahkota. Lebih dari itu Pangeran tak akan pernah dapat menyelesaikan dendam terhadap ibunda ratu”.
“Jadi, engkau sengaja memilih namaku untuk mempermalukan? Mengapa? Apa engkau kira aku bisa mengatasinya?” Pangeran Wang So menjadi marah, bukankah namanya dengan sengaja dipilih?
“Pangeran harus lebih percaya diri, maka lemparan akan semakin berkurang.” ucap Ji Mong santai.  
“Apakah engkau pernah dilempar dengan batu dengan keyakinan sebagai kehendak langit?" Pangeran Wang So merasa geram, Ji Mong mengira dirinya bodoh, karena  bekas luka di wajahnya. “Ketika saudara-saudaraku diperlakukan sebagai pangeran, maka aku diperlakukan tak lebih seperti anak pembunuh.  Sekarang, aku harus menjadi pemimpin upacara ritual turun hujan. Andai engkau memerlukan  seorang budak yang harus tetap duduk di sana sampai turun hujan. Mungkinkah  aku dipilih?” sepasang mata Pangeran Wang So kini semerah bara api.
“Jika turun hujan karena si budak, maka budak itu akan menjadi seperti seorang raja. Bagaimana cara kerja kehendak Langit? Kukira Pangeran harus berdiri tegak di depan semua orang. Maka, Putra Mahkota bisa duduk di atas takhta, kerajaan ini akan bersatu. Mohon maaf, hanya sampai di sini aku bisa menyampaikan.Aku tidak bisa memaksa siapapun melakukan hal ini,” suara Ji Mong tegas.
Pangeran Wang So menatap ahli bintang itu dalam-dalam, di pihak lain Ji Mong  mengerti, Pangeran ke-4 hanya sanggup melangkah sampai sejauh ini. Iapun mengakhiri percakapan, pergi meninggalkan ruangan. Sesaat Pangeran Wang So terdiam, ia memerlukan jeda sebelum menyiapkan pakaian  ritual. Tiba-tiba tampak Hae Soo datang terburu,”Andai Pangeran tidak meluangkan sedikit waktu”, suara Hae Soo sepenuh harap.
“Aku mau memimpin upacara ritual turun hujan, tidak ada waktu”, Pangeran Wang So menyahut dengan suara dingin.
“Bisakah aku melepas topengmu?”pertanyaan Hae Soo menyebabkan Pangeran Wang So terdiam, apa maksud dayang ini? 
Hae Soo telah meramu perlengkapan  tata rias, ia harus  menyelamatkan Pangeran ke-4 dari lemparan tanah khalayak ramai. Perlahan tangan dayang itu membuka topeng yang menutupi wajah Pangeran Wang Soo. Sesaat kemudian terlihat bekas luka yang menggores di seputar mata, cacat wajah yang tak akan pernah hilang bila ditangani seorang tabib paling lihai sekalaipun. Pangeran Wang Soo menahan tangan Hae Soo, ia tidak yakin apa yang akan dikerjakan gadis ini. Kali ini bahkan untuk yang pertama ada seorang yang berani meraba bekas luka di wajahnya.
“Apakah engkau tidak merasa takut melihat wajah yang buruk rupa ini? Apa Kau kasihan padaku?” suara Pangeran Wang So sinis.
“Apakah aku harus kasihan dengan seorang yang selalu ingin membunuhku? Wajah dengan atau tanpa bekas luka tidaklah penting, bagiku engkau seorang Pangeran yang  baik. Luka ini tidak terlalu parah, mengapa harus menjalani hidup yang panjang dan kelam, karena alasan yang tidak masuk akal?” tak ada sedikitpun rasa takut dalam diri Hae Soo ketika meraba bekas luka gores itu.
“Apakah aku harus mempercayaimu? Kehadiranmu sebenarnya selalu menimbulkan tanda tanya.”
“Dulu, aku orang yang selalu dipercayai kemudian dikhianati. Akhirnya aku sadar, ternyata sulit mempercayai seseorang, itu sebabnya aku takkan berubah. Jika  Yang Mulia percaya, aku berjanji.” 
“Maka, aku bisa percaya kepadamu? Kerjakan apa yang bisa engkau kerjakan. Sekarang aku adalah milikmu,” Pangeran Kata Wang So menyerah, ia  tidak yakin apa yang akan dikerjakan gadis itu, tetapi bukankah kehadiran Hae Soo selalu memberikan rasa damai?
                                     *** 
Sementara di tempat ritual turun hujan disiapkan, semua sudah menunggu. “Apakah Putra mahkota belum datang juga?”Raja Taejo bertanya, kejadian yang menimpa Pangeran ke-4 tak pernah diinginkan, tetapi segalanya telah terjadi. Apa yang akan terjadi hari ini? Adakah kesalahan akan terulang?
“Harap Yang Mulia bersabar  menunggu”, Ji Mong menjawab, ia bahkan tidak yakin dengan  kehadiran Pangeran ke-4, segalanya meleset dari rencana.
Sementara Perdana Menteri Park Young Gyu merasa gelisah, semua pihak tidak bisa menunggu selamanya. Jika waktu ritual turun hujan berlalu, tak seorangpun  tahu apa yang akan terjadi kemudian. “Mengapa Yang Mulia tidak menunjuk Pangeran ke-3 untuk memimpin ritual ini? Dia pangeran tertua setelah Putra Mahkota, tak seorangpun akan melempar tanah andai Pangeran ke-3 memimpin”, Perdana Menteri itu memberikan usul. Wajah Ji Mong terlihat tegang, sementara Ratu Yoo melirik Yang Mulia dengan harapan yang meluap. 
Pangeran Wang Yo dengan sepenuh keyakinan berjalan ke bagian belakang istana, joli sudah disiapkan sebagai kendaraan pemimpin ritual. Ji Mong berpura-pura keberatan membawa guci sampai membungkukan badanya, ia perlu mengulur waktu.Pangeran ke-4 tak bisa melewatkan kesempatan emas ini. “Apapun yang engkau lakukan, Putra Mahkota takkan bisa pulang saat ini,” Pangeran Wang Yo menatap Ji Mong dengan nada sinis.“Kakakku biasanya suka kalah dalam mencari peluang,”  senyum sinis Pangeran ke-3 masih terpulas, ia yakin rencananya akan berhasil. 
Sementara Hae Soo telah selesai memberikan sentuhan tata rias pada bekas goresan luka di wajah Pangeran Wang So. Hatinya bergetar ketika menyiapkan cermin, “Silakan membuka  mata”, cermin telah berada persis di depan wajah Pangeran ke-4.Sesaat setelah membuka kelopak mata Pangeran Wang So merasa darahnya tersirap, ia tidak sedang bermimpi. Ia tidak sedang menatap wajah monster yang ditakuti serta dikutuk banyak orang. Ia telah menatap seraut wajah tampan tanpa bekas luka gores, ia tak kalah tampan dengan penampilan Pangeran ke-8. Ketika mengerjabkan mata, bayangan di dalam cermin tetap sama, tampak seraut wajah menawan yang akan membuat jatuh cinta seluruh gadis di Goryeo. Pangeran Wang So merasa seluruh tubuhnya melayang, ia tak mengira seorang dayang bisa menciptakan keajaiban. Hae Soo, wajah manis dayang itu telah menyelematkan seluruh hidup, juga ritual turun hujan yang maha penting ini. Pangeran Wang So  menatap Hae soo, ia tahu, ia tak akan pernah melepaskan gadis itu. Ia tidak salah menentukan pilihan. 
“Masih ingat kata-kata yang pernah kuucap?  Engkau adalah milikku, dulu, sekarang atau di saat engkau pertama kali menyentuh wajahku. Aku sudah memutuskan. Aku akan membuatmu menjadi milikku. Persiapkanlah dirimu mulai sekarang, aku takkan pernah melepaskanmu,” tegas suara Pangeran Wang So, ia memang tak pernah ragu mengucapkan.Di lain pihak Hae Soo terpaku, ia hanya bisa terdiam seribu bahasa.Pangeran Wang So tak akan pernah tahu suara hati yang paling tersembunyi. Ia memang tidak perlu tahu.
Sementara Pangeran Wang Yo sudah siap duduk di dalam joli, tiba-tiba ia merasa  tanga ditahan seseorang. Pangeran Wang So telah berada di tempat yang sama datang dengan mengenakan topeng. Seketika Pangeran Wang Yo merasa dadanya mengombak. “Aku masih berhak memimpin upacara, hanya Putra Mahkota dan aku yang berhak duduk di dalam joli,” Pangeran Wang So tidak pernah ragu pada setiapa kata, ia telah siap untuk itu.
“Engkau hanya seekor binatang,” suara Pangeran Wang Yo mendesis, tinjunya melayang ke wajah Pangeran Wang So.  
Topeng Pangeran ke-4 terjatuh, Pangeran Wang So mengangkat wajah. Pangeran Wang Yo membelalakkan sepasang mata, benarkah ia tengah berhadapan dengan Pangeran ke-4? Wajah itu demikian rupawan tanpa bekas goresan luka yang menakutkan. Apa yang telah berlaku? Pangeran Wang Yo merasa lututnya gemetar, ia akan tersingkir dari ritual turun hujan.
Wajah Pangeran ke-4 semakin menawan ketika ia tersenyum tipis menunjukkan kemenangan. Choi Ji Mong tak kalah terkejut, ia perlu mengerjabkan mata berulang kali sebelum akhirnya menyadari sosok yang berdiri di depannya benar Pangeran ke-4. Alangkah tampan wajah itu, dimana bekas goresan luka yang menakutkan itu? Apa yang telah terjadi? Benarkah keajaiban memang ada? “Silakan …” Choi Ji Mong tak membuang waktu, ia segera mempersilakan Pangeran Wang So duduk di atas joli.Ia merasa tidak  perlu memperhitungkan kemarahan Pangeran Wang Yo. “Langit telah memilih  Pangeran ke-4”, Choi Ji Mong menegaskan.  
“Jalan …” perintah Pangeran Wang So setelah duduk di dalam joli, kemarahan Pangeran Wang Yo tidak berarti apa-apa.  
Di sepanjang jalan rakyat Goryeo telah menunggu, “Pemimpin rituai, berikan kami hujan, berikan kami hujan…” permintaan itu berubah  menjadi ratapan, bahkan putus asa.
Ketika Pangeran Wang So turun dari joli, dua orang pengacau berniat melempar tanah. Akan tetapi, salah seorang menahan, ia tak lagi mendapatkan wajah bertopeng yang memberikan kesan mengerikan. Sosok yang turun dari joli adalah pangeran berwajah tampan dengan senyum kemenangan.    
“Kata orang, ada belatung juga di wajahnya,” terdengar seorang wanita berucap, tetapi dimana kini belatung itu? Tak lagi terdengar suara amarah, karena pangeran yang sama hadir sebagai pemimpin upacara.
Dengan tenang Pangeran Wang So mulai memercikan air dari guci dengan daun yang tergenggam di tangan.“Putera naga! Karuniailah kami hujan!!” seorang pria nyaris menjerit  kemudian bersujud. Semua orang pun akhirnya ikut berrsujud, dua orang pengacau tampak binggung saat melihat semua orang bersujud meminta hujan. Keduanya tak lagi memiliki kemampuan dan alasan untuk melempar tanah.
Pangeran Wang So mengenal wajah-wajah itu, adalah orang yang melemparnya dengan tanah pada hari kemarin, karena ia hadir dengan m enegenakan topeng. Tata rias sentuhan tangan mungil Hae Soo menyebabkan topeng itu tertanggal, ia hadir sebagai sosok gagah tanpa cacat yang berwibawa untuk memimpin ritual turun hujan. Hati Pangeran Wang So bergetar ketika semua orang bersujud,  memberikan hormat, dan memohon.Tidak susah ternyata membayar kekalahan.  
Pada jarak terukur Pangeran Wang Yo merasa seluruh tubuhnya dibakar amarah, ia telah kehilangan peristiwa penting untuk menunjukkan kemampuannya sebagai pemimpin. Siapa yang telah menyelamatkan wajah buruk Pangeran ke-4? Darah Pangeran Wang Yo mendidih ketika semua orang bersujud, memohon kepada Pangeran ke-3. 
Adapun Hae Soo segera bergabung ke dalam barisan pelayan setelah memberikan sentuhan tata rias pada wajah Pangeran ke-4. Sekilas Pangeran Wang Wook melirik kehadiran dayang muda itu, iapun tersenyum. Tak lama kemudian Pangeran Wang So dengan gagah tiba di tempat ritual. Orang pertama yang terhenyak dengan kehadiran itu adalah Ratu Yoo, semula ia amat yakin dengan kehadiran Pangeran Wang Yo. Sang Ratu perlu membelalakkan sepasang mata untuk mengenali sosok yang pemimpin upacara. Dengan pahit Permaisuri harus menerima kenyataan, bahwa sosok gagah tanpa topeng itu adalah Pangeran Wang So. Adakah keajaiban benar telah terjadi pada diri Pangeran ke-4? “Dimana Pangeran Wang Yo?”suara Ratu Yoo risau. 
“Kendalikan dirimu, yang lebih penting sekarang adalah menyelesaikan ritual hujan,” suara Raja Taejo tegas, ia sadar betapa penting upacara ini bagi kepercayaan rakyat luas. Ratu Yoo pun terdiam, kemarahan menggelegak hingga ke ubun-ubun kepala.
Seluruh keluarga kerajaan yang hadir bagai tersihir dengan penampilan Pangeran Wang So. Wajah itu tak lagi cacat oleh bekas luka, dimana topeng itu? Kiranya Pangeran ke-4 tak lagi memerlukannya. Apa yang telah terjadi? Semua orang bertanya-tanya, hanya Pangeran Wang Wook yang tahu jawabannya. Hae Soo telah melakukan sesuatu pada wajah Pangeran ke-4.
Hae Soo bernafas lega ketika melihat Pangeran Wang So tiba di halaman istana dengan pakaian tetap bersih, langkah tegap, dan wajah itu tak kalah tampan dengan Pangeran ke-8. Sebaliknya Ratu Yoo merasa napasnya sesak, ia bisa melihat dari dekat wajah Pangeran Wang So, tanpa bekas luka.Dada Sang Ratu bergemuruh seakan retakan gempa yang mengguncang seluruh dinding istana. Bagaimana bekas luka gores itu dapat sembuh secra tiba-tiba?
Pangeran Wang So tengah membayar kekalahan, ia menapaki anak tangga tanpa sedikitpun keraguan. Ia bukan hanya tengah memimpin ritual turun hujan, ia tengah menunjukkan pada seluruh Goryeo, bahwa dirinya bukan lagi monster bertopeng. Ia adalah Pangeran ke-4 yang berwajah tampan dan mampu melakukan sesuatu.Sampai di anak tangga teratas Pangeran ke-4 menoleh ke belakang, ia mencari-cari sosok Hae Soo. Ketika melihat gadis pilihannya itu tengah berdiri di antara barisan dayang Damiwon,  Pangeran wang So tersnyum. Tata rias Hae Soo bukan hanya telah menyelamatkan tugasnya sebagai pemimpin ritual, tetapi telah membangkitkan seluruh hidup yang pernah berkeping-keping.
Mestinya Hae Soo merasa bahagia, ia berhasil membantu Pangeran Wang So mencari jalan keluar bagi persoalan yang paling sulit. Akan tetapi, bulu kuduknya tiba-tiba meremang, ia tidak sedang melihat Pangeran ke-4 dalam pakaian serba putih sebgai pemimpin rituil turun hujan. Sosok Pangeran Wang So tiba-tiba berubah menjadi Raja Gwangjong, raja keempat Goryeo setelah Taejo. Raja inikah yang akan tega membunh saudaranya? Bagaimana nanti nasib Pangeran Wang Wook? Benarkah ia telah melakukan tindakan yang tepat. Hae Soo terpaku di tempatnya berdiri, udara gerah tiba-tiba berubah menjadi dingin bagai lidah belati yang menggigit pori-pori.
Kemudian keajaiban terjadi, gerimis perlahan merinai semakin lama semakin deras menjadi hujan, sebelum Pangeran Wang So membaca ritual supaya musim kering berakhir. Raja Taejo terhenyak, ia menatap Pangeran Wang So dengan dada bergetar. Ia tak akan pernah menyangka setelah wajah yang senantiasa bersembunyi di balik topeng, akhirnya Wang So akan sampai pada hari ini. Hari yang mampu menunjukkan ia dapat melakukan sesuatu yang sangat ditunggu seisi Goryeo. Sesuatu yang sesungguhnya tak masuk akal, menurunkan hujan. Benarkah? Atau sesungguhnya Langit telah menunjukkan satu sosok terpilih? Ratu Yoo membelalakkan mata, seluruh kerabat kerajaan dan pejabat yang hadir bersorak  gembira. Setelah musim kering yang panjang, akhirnya Pangeran Wang So berhasil memanggil Langit, mencurahkan hujan.  
Pangeran Wang So mengangkat tangan, ia perlu meyakinkan  diri hujan benar turun setelah ia mencapai anak tangga penghabisan. Seluruh tubuhnya seakan melayangm setelah luka gores yang tertutupi tata rias. Ia berhasil membuktikan di depan Yang Mulia Raja dan seluruh Goryeo, ia bisa dipercaya sebagai pemimpin ritual turun hujan.  Choi Ji Mong tersenyum, kini ia tahu arti bahagia, rencana untuk menampilkan Pangeran Wang So berhasil.Masih dengan  dada terasa sesak Ratu Yoo akhirnya bisa melihat Pangeran Wang Yo, putra kesayangannya itu tengah berdiri di bagian atas istana menatap hujan dengan wajah kacau. Tak lama kemudian Pangeran Ke-3 bergegas pergi.Ia kalah telak hari ini. 

Bersambung ke epsiode 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...