Rabu, 17 Juli 2019

A S M A T: Jalur Wisata








Ewer: Gerbang Wisata

Posisi Kabupaten Asmat  sebagai  destinasi wisata minat khusus terletak di antara dua kabupaten, Merauke dan Mimika. Secara geografis posisi Wilayah Asmat lebih mudah dicapai dari Kabupaten Mimika, sekitar 12 jam pelayaran atau 45 penerbangan. Sedangkan dari Kabupaten Merauke diperlukan sekitar 36 jam pelayaran atau 1 jam 30 menit penerbangan.Posisi Dermaga Pomako, Timika adalah sekitar satu jam perjalanan melalui jalan licin beraspal, tanpa hambatan kemacetan. Jadwal kapal Putih, Tatamalau, Leuser, Sirimau atau kapal putih yang lain tidak dapat ditentukan. Kecepatan kapal sangat tergantung dengan keadaan laut serta cuaca, bila gelombang besar menghantam disertai angin kencang, praktis kecepatan kapal melambat.Penumpang atau wisatawan dalam rangka kunjungan atau mobilitas harus pandai mengatur waktu, sehingga tidak terlambat mencapai tangga kapal. Bila kapal putih sandar di dermaga pada pukul 02.00, maka tepat pukul 12.00 yang bersangkutan sudah bersiap meninggalkan hotel, menumpang  taksi, menyusuri jalan yang sunyi, melewati pemukiman yang tertidur serta rimbun hutan yang teramat luas. Kepercayaan terhadap driver sangat diperlukan  bagi perjalanan singkat yang aman dan nyaman.
Di dalam kapal penumpang tersedia kamar dengan harga yang relativ tinggi, sekitar Rp. 1,000,000,00 hingga tiba di dermaga baru Agats, atau tiket ekonomi Rp. 100,000,00.Kantin yang menyediakan minuman panas, nasi dengan ayam goreng, pop mie serta makanan ringan yang lain tersedia bagi seluruh penumpang. Sekitar 12 jam kemudian kapal akan berbelok ke arah kiri mengikuti posisi lampu suar yang berdiri tegak mengukuhkan jalur yang harus ditempuh. Kapal putih adalah sarana perjalanan laut yang tepat waktu dan aman.
Pada situasi mendesak perjalanan Agats – Timika dapat pula ditempuh dengan menggunakan speed boat menyusuri sepanjang garis tepi Laut Arafura. Keberanian dan perhitungan yang cermat amat diperlukan dalam menempuh perjalanan ini, akan lebih nyaman bila perjalanan dimulai pada pagi hari sebelum ombak bergelombang serta angin kencang menghantam.
Jalur lain yang dapat ditempuh dalam rangka destinasi wisata Asmat adalah penerbangan pesawat perintis. Jumlah serta kapasitas pesawat sangat terbatas, adalah sebuah keberuntungan bila seorang penumpang dapat memperoleh tiket penerbangan Bandara Moses Kilangin, Timika menuju Bandara Ewer – Agats atau dari Bandara Mopah, Merauke - Ewer. Sementara landasan pacu Bandara Ewer telah selesai, tes landing telah dilakukan. Ke depan diharapkan pesawat jenis ATR atau Fokker dapat landing secara rutin di atas landasan pacu Bandara Ewer, sehingga mobilitas wisatawan dapat ditangani dengan baik.Sarana transportasi yang tersedia saat ini dari Ewer ke Timika adalah pesawat Dimonim, jenis Twin Otter dengan kapasitas 18 penumpang, harga tiket berkisar antara Rp. 335,000,00, jadwal penerbangan hari Senin dan Sabtu. Pesawat Skycab Aviation jenis Twin Otter pula terbang setiap hari Sabtu, dengan harga tiket Rp. 1,980,000,00 untuk rute penerbangan Ewer-Merauke-Ewer. Pesawat yang sama  menempuh rute Ewer-Timika-Ewer setiap Senin, Kamis, Sabtu dengan harga tiket Rp.1,430,000. Sedangkam pesawat MAF jenis Pilatus terbang dari Timika ke Ewer sesuai dengan jadwal penerbangan yang diperlukan pihak Missionaris dengan  harga tiket Rp. 1,400,000,00. Penerbangan pesawat yang sama rute Merauke –Ewer setiap hari Jumat dengan harga tiket Rp. 2,600,000,00.Pesawat Susi Air terbang Merauke- Ewer lima hari dalam satu minggu, dengan harga tiket Rp. 260,000,00. Susi Air menempuh pula penerbangan Merauke-Kamur Setiap tahun jenis serta jadwal pesawat berubah sesuai dengan situasi serta kondisi yang berubah pula.Rute berikut Susi Air adalah Ewer- Kamur dan Ewer – Suru-Suru dengan harga tiket subsidi berkisar antara Rp. 260,000,00. Adapun pesawat AMA menempuh rute penerbangan Timika-Ewer dengan harga tiket Rp. 1,700,000,00 setiap hari Selasa dan Jumat.Sementara landasan pacu bandara Ewer telah siap untuk 
Penerbangan Timika – Ewer selama kurang lebih 45 menit adalah pengalaman khusus yang sensasional. Beberapa saat setelah pesawat jenis Twin Otter, Pilatus atau Cessna mengudara, Kota Timika akan tampak sebagai konsentrasi pemukiman yang semakin lama tampak semakin mengecil dengan atap berkilau ditimpa cahaya matahari. Limbah beracun PT. Freeport Indonesia sesungguhnya adalah “sungai” raksasa yang berhulu pada tempat yang sangat jauh sulit dikunjungi, lebar hilir “sungai” bahkan melebihi lebar tata kota Timika.
Pesawat terus meraung, limbah beracun PT. Freeport Indonesia tak tampak lebih lama, dari balik  jendela kaca terlihat rimbunan hutan hujan yang menghijau dialiri sungai-sungai kecoklatan yang saling memotong, meliuk-liuk. Tak tampak konsentrasi pemukiman selama penerbangan. Sementara biru langit dapat sekejab berubah menjadi mendung, bahkan hujan. Akan tetapi pesawat terus melaju menembus mendung, biru langit kembali tampil dalam warna yang cerah, mega-mega mengapung berarak dalam tiupan angin, seputih kapas. Jauh di bawah jendela pesawat, tepi pantai tampak sebiru batu safir. Pesawat terus meraung sesekali berguncang kemudian kembali tenang. Sekitar 45 menit kemudian landasan pacu Bandara Ewer mulai terlihat dari ketinggian, pesawat memutar, menempatkan diri pada posisi yang tepat sebelum meluncur turun, mendarat di atas landasan pacu dengan sedikit guncangan.
Ewer, adalah gerbang wisata Asmat. Fasilitas bandara dan landasan pacu menempatkan Ewer sebagai awal jalur wisata di wilayah ini sebelum menempuh jalur-laur lain yang berkaitan dengan destinasi wisata minat khusus, seni budaya wisata, ekologi wisata, dan kampung wisata.Sebagai gerbang wisata Ewer tengah bersiap sebagai bandara bagi kehadiran pesawat jenis ATR atau Fokker. Satu prasarana dan sarana yang mutlak diperlukan dalam destinasi wisata Asmat.
Di Kampung Ewer, tak jauh dari landasan pacu berdiri jew –rumah bujang, sebagai bangunan tradisionil terbesar di kampung ini. Pada tiang jew terukir roh leluhur, di teras jew yang panjang tanpa sekat,di atas lantai dari kulit kayu, tampak beberapa orang tengah mengukir dengan tekun atau sekedar duduk melewatkan waktu. Jew adalah rumah adat tempat seluruh anggota komunal berkumpul di bawah kendali pemimpin adat. Jumlah pintu di dalam jew menandakan jumlah fam yang tinggal di kampung termaksud. Lurus dari pintu masuk tanpa daun adalah tungku, tempat masing-masing fam dapat membakar sagu atau ikan. Jew tak pernah sunyi, setiap hari selalu ada kehadiran anggota komunal di dalamnya, terlebih ketika musyawarah bagi pesta adat dan pesta termaksud diselenggarakan. Jew berfungsi untuk memelihara struktur social budaya pada kehidupan komunal, sehingga satu individu tetap menjadi bagian individu yang lain, tak terpisahkan.
Ewer dan kampung pemekaran di seberang landasan pacu, Sau adalah kampung pertama di Kabupaten Asmat yang memiliki fasilitas solar sell, sehingga listrik dapat menyala selama 24 jam sehari.Listrik telah menyala pula di rumah bujang, malam tak lagi bersuasana gelap, sementara aktivitas dengan menggunakan peralatan elektronik dapat digunakan dengan baik. Tak jauh dari perkampungan, setelah melewati jembatan kayu, tiba-tiba berdiri pula jembatan beton menyebrangi Sungai Kamborep. Di antara alam yang hijau dan sunyi tanpa suara hingar bingar kecuali deru mesin pesawat yang datang dan pergi, keberadaan jembatan Sungai Kamborep menjadi suatu nilai tambah bagi Kampung Ewer sebagai gerbang wisata.
Tak jauh dari aliran Sungai Kamborep rumah panggung masyarakat berdiri, sebagian adalah rumah tradisionil berdinding gaba-gaba, beratap ilalang, sebagian yang lain rumah rakyat, rumah permanen bantuan dari Pemerintah Daerah. Di seputar rumah tumbuh tanaman pangan, umbi-umbian, rica –lombok rawit, sayur mayur, rimbun daun kelapa meneduhi pemukiman dari terik matahari. Sehari-hari suasana lengang, gemuruh mesin pesawat serta mobilitas penumpang yang menyebabkan Ewer sebagai gerbang wisata menjadi hidup.


Agats: Kota di Atas Jembatan

Dari dermaga Ewer selalu bersiap speed boat ojek dengan biaya Rp. 100,000,00 per orang hingga sampai di dermaga Agats. Sekitar 15 menit perjalanan ditempuh dengan menyusuri sungai, pada dua tepinya adalah rimbun hutan bakau. Lepas muara wisatawan harus memiliki keberanian, speed boat demikian kecil, adapun lautan amat  luas berbatas cakrawala. Driver telah berpengalaman melewati tempat ini dengan baik, maka speed boat dapat terus meraung mencapai dermaga feri. Di lingkungan dermaga feri telah dikukuhkan Patung Pastor Yan Smith pada pergantian tahun 2012 menuju 2013.
Pastor Yan Smith adalah sebuah legenda, Pada Tanggal 17 Agustus 1951 Pastor Yan Smith  masuk Orde Salib Suci, Pada Tanggal 25 Juli 1957  ditahbiskan menjadi imam, tahun 1958-1959 Pastor Yan Smit pergi ke Amerika Serikat untuk mengambil studi theologi di Fort Wayne dan Hastings. Tanggal 24 Oktober 1959 Pastor Yan Smit tiba di Asmat. Lima tahun lebih setelah kerja keras memulai sebuah proses pendidikan bagi anak-anak Asmat, terjadi konflik dengan KPS --Kepala Pejabat Setempat dan berakhir dengan tragis. Tanggal 28 Januari 1965 bertempat tak jauh dari ikon pastor didirikan, perselisihan terjadi KPS mengacungkan senjata ke arah Pastor Yan Smtih, menarik pelatuknya, pada tembakan pertama pastor masih berdiri, demikian pula pada tembakan kedua. Pada tembakan ketiga Pastor Yan Smith  roboh berlumuran darah,  dan tak pernah bangkit lagi. Pastor Yan Smith berpulang dengan memilukan   pada usia 34 Tahun, status waktu itu  sebagai Pastor Paroki Yamas-Yeni dan  Pemilik Sekolah  Daerah untuk seluruh Persekolahan Khatolik di wilayah Asmat.
Text Box:                               Pada hari kematian itu muncul mitos, beberapa detik sebelum tembakan menyalak, sukma terlepas dari badan, Pastor Yan Smith sempat berucap, “Bila badanku rusak, maka tanah di tempat ini akan rusak pula”. Hujan turun teramat deras tercurah dari langit selama berhari-hari, setelah penembakan itu, seakan menangisi kematian seorang pengabdi kemanusiaan, nyawa manusia tak berdosa yang direnggut dengan semena-mena. Bertepatan dengan kejadian tragis penembakan seorang pastor, maka wilayah Asmat semakin dikenal oleh kalangan luas. Para pendatang perlahan-lahan hadir untuk menetap di wilayah Asmat, membangun situs ekonomi. Kebutuhan akan kayu sebagai prasarana tempat tinggal, jembatan, perahu, dan kayu bakar terus meningkat tak terbilang. Pohon-pohon yang menjulang di seputar Agats ditebang dan terus ditebang. Air laut pasang sepajang tahun, maka erosi mulai terjadi tak bisa dihentikan dari waktu ke waktu. Agats yang semula berupa daratan tanah gambut akhirnya hancur menjadi tanah rawa yang tak bisa lagi dipijak. Kerusakan tanah di kota Agats, seakan membenarkan ucapan Pastor Yan Smtih, sebelum ia roboh berlumuran darah, “Bila badanku rusak, maka tanah di tempat ini akan rusak” (Linggasari, 2015: 8 – 9)
Lebih lima dekade setelah peristiwa penembakan itu. Pator Yan Smith tetap menjadi legenda. Sementara orang percaya, bahwa kondisi tanah rawa berlumpur di wilayah Asmat adalah benar, karena disebabkan oleh kutukan. Pada pergantian tahun 2012 – 2013 setelah patung Pastor Yan Smith diresmikan sebagai bukti pengampunan  akan kematiannya yang tragis, air pasang di kota Agats tidak lagi terjadi sepanjang tahun. Air naik hingga ke wilayah pemukiman hanya terjadi saat pergantian tahun ketika bulan purnama, ketika gaya tarik bulan menyebabkan air pasang hingga setinggi-tingginya.
Akan tetapi, jalan pengerasan tetap mustahil dibangun di wilayah ini, terlebih di ibu kota Agats yang terletak persis di muara sungai dengan tingkat erosi yang tinggi, karena gempuran arus. Maka prasarana transportasi yang mungkin dibangun adalah jembatan kayu yang tak mampu bertahan lama, karena hujan dan terik matahari. Terhitung sejak pemekaran kabupaten periode ke dua, jalan komposit mulai dibangun sebagai solusi untuk memperkuat, memperlebar kunstruksi jembatan, memberi keleluasaan bagi pejalan kaki, pengendara sepeda serta motor listrik dalam rangka mobilitas local.Jalan komposit telah merubah hampir 100% tata kota, suatu keadaan yang sebelum pemekaran kabupaten hanya mimpi, kini bisa menjadi kenyataan.
Jalan komposit telah dibangun pula di seputar dermaga baru dan dermaga feri.Tak jauh dari dermaga ojek motor listrik telah menunggu, biaya perjalanan adalah Rp. 20,000,000 untuk jarak dekat dan Rp. 50,000,00 untuk jarak panjang. Seorang wisatawan dapat menuju hotel sebagai tempat istirahat, terdapat Hotel Assedu milik Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat, Hotel Anggrek, Asmat Bersinar, Juan dikelola pihak swasta, Hotel Surya milik Missionaris. Terdapat pula penginapan sederhana yang dikelola masyarakat sebagai sarana tinggal sementara.
Berbeda dengan suasana di kota besar, ketika di jalan raya setiap individu nyaris tak mengenal antara yang satu dengan yang lain. Maka dinamika di sepanjang jalan komposit sungguh berbeda, hampir semua orang mengenal, melambai, tersenyum, mengucap salam, “Selamat pagi ....”, “Apa kabar?”, “Kapan datang?” Sementara orang  menyempatkan diri berhenti untuk membicarakan hal penting, bahkan mendasar.
Pada dua tepi jalan komposit adalah rumah-rumah panggung berdiri berdekatan. Jalan Yos Sudarso membujur hingga ke dermaga baru, tempat kapal putih sandar, adalah jalan utama yang menjadi ramai, karena konsentrasi kios, pasar, serta fasilitas social yang lain. Pada ketinggian menara Telkomsel tampak menjulang berfungsi sebagai prasarana connecting people. Survey telah dilakukan pada 14 Maret 2017 bagi peningkatan fasilitas 3G, sehingga pengguna telepon seluler mengalami kemudahan dalam membina komunikas jarak jauh. Warung internet terbuka pada jam kerja, memudahkan pengguna berinteraksi dengan dunia maya. Indovisian, Orangevision adalah media komunikasi massa lain yang dapat memberikan informasi bagi masyarakat dengan dunia luar.
Perubahan telah banyak terjadi sejak 12 April 2003 ketika Asmat dikukuhkan sebagai pemekaran dari Kabupaten Induk Merauke dalam rangka mematahkan rentang kendali pelayanan masyarakat. Populasi penduduk yang semula jarang, sekitar 6.000 jiwa di Distrik Agats berkembang pesat menjadi 27.237 jiwa, terkonsentrasi di wilayah kota. Suasana kota Agats yang semula lengang, 13 tahun kemudian menjadi riuh oleh mutasi penduduk,gerak melaju motor listrik di sepanjang jalan komposit serta aktivitas sehari-hari sebagai strategi pertahanan hidup.
Akan tetapi, ada satu hal yang tak berubah. Kabupaten Asmat terdiri atas 23 distrik, 221 kampung yang tersebar di sepanjang aliran sungai. Seluruh kampung --desa selalu terletak di tepi aliran sungai, merupakan suatu strategi adaptasi perkembangan masyarakat dengan mempertimbangkan kebutuhan akan air sebagai faktor utama kelangsungan hidup.Sarana mobilitas lokal adalah ci –perahu lesung, dikayuh dayung yang terbuat dari kayu local dengan cara menggali bagian tengah kayu, sehingga menyerupai lesung. Lesung berfungsi sebagai tempat bagi pendayung yang menggerakkan perahu pada posisi berdiri, bukan duduk seperti pada posisi pendayung suku-suku bangsa yang lain.Suatu hal yang wajar bila pada ujung ci atau dayung terdapat ukiran leluhur yang menyebabkan penampilan perahu menjadi spesifik.Lingkungan sekitar adalah 23.000 hektar hutan hujan yang berpotensi mencurahkan air dari langit sepanjang tahun. Tanah rawa berlumpur tak menyediakan air jernih sebagai air yang sehat untuk dikonsumsi, kecuali kolam untuk berenang ikan-ikan dengan warna air seakan coklat susu. Setiap rumah memikiliki blong penampungan sebagai prasarana penyediaan air bersih dengan menampung cucuran hujan yang tercurah sepanjang tahun.
Pola kehidupan sungguh berbeda dengan kehidupan sehari-hari suku bangsa yang manapun, lingkungan alam membentuk perilaku manusia dalam rangka beradaptasi sebagai strategi pertahanan hidup. Wisatawan dapat menyaksikan hal-hal baru yang tak dapat disaksikan di wilayah lain. Ketika interaksi manusia dengan hujan demikian erat, bahkan tergantung secara total. Agats adalah kota hujan,atau, Asmat adalah wilayah hujan,  sewaktu-waktu air tercurah turun tercurah dari  langit atau persediaan air di dalam blong akan kosong sama sekali.Suatu kisah yang tidak mudah dipercaya, kecuali wisatawan menyaksikan sendiri. Ketika satu orang kesulitan air, terlebih bagi yang tengah berkunjung atau berwisata, maka yang bersangkutan bisa mendapatkan pada kerabat dekat atau kawan baik yang berkenan membukakan pintu.
Sementara suhu udara selalu berubah sesuai dengan gerak semu matahari serta curah hujan. Pada pertengahan tahun ketika posisi matahari berada di garis balik utara, belahan bumi selatan mengalami musin dingin, di Australia jatuh salju, udara dingin menghembus dari wilayah Merauke hingga ke wilayah Asmat. Ketika hujan turun udara semakin bertambah dingin. Menjelang akhir tahun ketika posisi matahari berada di garis balik selatan udara di wilayah Asmat mengalami suhu tertinggi, setiap hari udara semakin gerah, menurun beberapa saat ketika hujan turun.
Terhitung sejak 2016, lampu di ibu kota Agats telah menyala 24 jam. Suatu hal yang sungguh diharapkan sejak awal mula pemekaran kabupaten ini dimulai. Fasilitas ini memberikan kemudahan bagi kehidupan masyarakat, malam tak lagi gelap, lemari pendingin dapat menyala secara terus menerus, demikian pula dengan alat elektronik yang lain. Anjungan Tunai Mandiri milik Bank Papua dan Bank Rakyat Indonesia dapat terus beroperasi bagi pelayanan finansial. Wisatawan tak akan kesulitan mendapatkan uang tunai, warung makan menyediakan aneka hidangan,masakan panas, nasi kuning, bakso, soto, ayam lalapan, coto, konro, burger. Ikan bakar tak kalah lezat dengan hidangan lain.
Laut Arafura adalah habitat bagi segala jenis ikan, terutama ikan kakap, ikan bandeng, kuru, lasi,serta udang. Karaka –kepiting adalah hewan air yang tak kalah lezat dengan segala jenis ikan. Siput ada kalanya muncul di lingkungan pasar tradisionil yang  terletak tepat di sekitar muara, tempat nelayan membawa pulang kemudian menjual hasil tangkapan ikan. Sementara ikan jenis cakalang, lema,mujair serta cumi-cumi bisa diperoleh di pasar setelah kedatangan kapal putih yang membawa serta jenis ikan yang tidak diperoleh di perairan Arafura. Buah-buahan seperti apel, anggur, peer, naga, papaya dapat pula diperoleh dari pedagang di kapal putih dengan harga relative tinggi, karena distribusi yang tidak mudah.
Wisatawan tak akan mengalami kesulitan hadir di kota Agats, fasilitas public tersedia dengan baik. Demikian pula dengan tugas-tugas pemerintahan yang dilaksanakan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah di bawah kepemimpinan bupati dan wakil bupati. Perkantoran terkonsentrasi pada satu titik, memudahkan sekalian pegawai mengerjakan rutinitas.

Asmat: Jalur Wisata
Jalur termudah untuk  mencapai wilayah Asmat adalah dengan terlebih dahulu mengunjungi ibu kota Agats. Dari kota ini wisatawan dapat memutuskan kemana hendak menempuh jalur wisata selanjutnya. sebagai destinasi wisata minat khusus, Asmat memiliki potensi wisata seni budaya, wisata ekologi serta desa atau kampung wisata. Tiga paket wisata yang  tak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Seni budaya serta ekologi terdapat pada setiap kampung, sebaliknya pada setiap kampung terdapat potensi wisata seni budaya, meski dengan spesifikasi yang berbeda.
Kampung terdekat yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau motor listrik adalah Syuru dan Cemnes –Mbait, pecahan dari Kampung Syuru. Satu keluarga dengan fam Mbait memutuskan untuk membuka perkampungan jauh dari Syuru, membangun pula Jew tersendiri. Tahun 1996 Kampung Cemnes adalah sekelompok rumah tinggal sederhana, sehari-hari suasana sunyi, penghuni rumah sibuk menjaring ikan serta memangur sagu di hutan. Jempatan kayu yang menghubungkan Kampung Cemnes dari SMA Negeri I telah rusak total, setiap orang harus berjalan hati-hati untuk mencapai kampung ini, atau akan terjatuh ke dalam lumpur.
Pemekaran Kabupaten memberikan harapan-harapan baru, jembatan kayu yang telah rusak dibangun, demikian pula dengan rumah rakyat. Akhirnya Dermaga Baru dibangun pula untuk menggantikan dermaga lama yang telah roboh. Posisi Jew dan pemukiman  masyarakat berkembang semakin jauh ke bagian dalam hutan, kios-kios,rumah penduduk, dan fasilitas social berdiri seiring dengan waktu. Kini jembatan komposit telah kukuh berdiri pada seluruh ruas jalan termasuk jalan yang menuju ke dermaga baru. Pusat Pembangkit Listrik berdiri pula di seputar lingkungan itu. Suasana hening dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang dan hijau daun menyebabkan masyarakat setempat mengunjungi dermaga baru di luar hari-hari sibuk untuk menikmati wisata alam. Ketika air Sungai Aswetsy mengalir damai, sarana transportasi air melaju, batang-batang pohon serta hijau daun memberikan suasana tentram setelah hari-hari  yang melelahkan.
Pada sore hari selalu tampak sekelompok pemuda gembira bermain sepak bola, pelari berolah raga atau jalan santai menikmati suasana sekitar serta tegur sapa dengan handai taulan. Kota Agats adalah komunitas kecil, hampir setiap orang mengenal antara yang satu dengan yang lain, sehingga agenda ramah tamah, bahkan pembicaraan penting dapat terjadi pada setiap sudut kota, termasuk di Dermaga Baru. Posisi Jew yang berada di lingkungan dermaga akan  menjadi ramai oleh irama pukulan tifa, atraksi seni tari dengan tata rias adat yang unik dan spesifik pada acara pesta adat. Dua potensi terdapat pada Cemnes sebagai Kampung Wisata, ialah wisata alam dan wisata budaya.
Adapun Syuru sebagai kampung induk, atau sesungguhnya induk dari kehidupan di Kota Agats yang mengalami pemekaran hingga ke Kota Agats yang sekarang terhitung sejak kehadiran Missionaris sejak 4 Februari 1954,Irian Jaya terintegrasi ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 1963, pendirian kantor Pembantu Bupati Asmat tahun 1983, dan pemekaran kabupaten pada 12 April 2003, merupakan destinasi kampung wisata terdekat setelah Cemnes dengan potensi wisata alam dan wisata budaya. Kampung Syuru berbatasan dengan Sungai Fambrep, sungai kecil dengan kondisi sangat berbeda dibandingkan sungai-sungai di wilayah Asmat yang seakan sama luasnya dengan samudera. Lebar Sungai Fambrep dapat dicapai dengan kemampuan anak-anak berenang atau satu lemparan batu. Air sungai berwarna seakan coklat susu, mengalir perlahan tanpa gejolak. Pada dua tepi sungai adalah pohon-pohon yang tinggi  menjulang dengan hijau daun tumbuh lebat saling bersentuhan. Pagi hari sinar surya jatuh condong, ialah cahaya keemasan mewarnai hijau daun hingga tampak seindah batu zamrud. Suara air mericik, suara marga satwa, batang-batang pohon yang roboh bagai aral melintang, akar-akar bakau yang menjuntai, bunga-bunga liar, aneka tumbuhan liar yang menjalar tak beraturan, membawa wisatawan kembali kepada alam. Suasana yang sulit diperoleh pada kesibukan sehari-hari yang menekan.
Pada pagi yang berbeda ketika kabut embun menguap serupa kabut, Sungai Fambrep akan menjadi destinasi wisata yang berbeda. Hening suasana yang terpecah oleh binatang hutan tetap berlangsung, demikian pula dengan suara gemercik air dan suara pucuk-pucuk daun yang bersentuhan, karena sepoi angin. Kabut putih yang melilit menyebabkan seputar wilayah aliran sungai tampak samar. Nun jauh di ujung sana, aliran sungai seakan berhulu pada kabut misteri.
Suatu keharusan untuk bertegur sapa dengan pengendara speed boat atau long boat yang berpapasan, meski tak saling mengenal, sebagai bahasa bahwa di tempat yang hening sekalipun setiap orang tetap menjadi bagian dari orang yang lain. Di ujung sungai sebelum Fambrep kembali menyatu dengan sungai besar, terdapat sekelompok bevak. Sekelompok keluarga menetap pada rumah sederhana, menggantungkan hidup secara total dari hasil hutan.Kelompok ini menunjukkan awal mula masyarakat setempat berkembang sebelum akhirnya menjadi komunitas yang solid dengan jew sebagai rumah komunal yang berfungsi untuk memelihara tatanan social sesuai dengan adat setempat.
Sementara Syuru sebagai kampung induk yang mengawali perkembangan masyarakat hingga ke Kota Agats, memiliki jew yang berdiri kokoh sepanjang waktu. Tahun 1973 kapal wisata pertama yang menyertai turis asing telah sampai di kampung ini, dijemput dengan perahu adat, diselenggarakan pula pesta adat untuk memenuhi keinginan turis dalam rangka perjalanan wisata budaya. Tahun 1994 Mick Jeagger, bintak rock pernah pula bertandang ke Jew Kampung Syuru dalam rangka wisata budaya untuk menyaksikan tata cara serta adat isti adat masyarakat setempat yang telah tersohor, terlebih karena nilai seni ukir yang tinggi. Setiap tahun kapal wisata hadir menyertai turis asing dari berbagai Negara dalam perjalanan wisata budaya dan  wisata alam di Syuru sebagai salah satu kampung wisata.
Pada kunjungan wisata budaya di Kampung Syuru, biro perjalanan wisata telah bekerja sama dengan pemangku adat supaya dapat kiranya sebuah pesta  diselenggarakan, sehingga rasa ingin tahu terhadap ritual budaya setempat beserta seluruh aspek di dalamnya, termasuk tata rias, seni music, seni tari,seni dekorasi, dan seni ukir dapat disaksikan.Setelah menyaksikan upacara adat, turis akan berjalan menysuri sepanjang ruas jalan, menyaksikan kehidupan masyarakat yang sangat berbeda dengan  kehidupan pada destinasi wisata yang lain, mengambil gambar, merekam video, sebelum akhirnya kembali ke kapal pesiar. Sore hari, ketika langit cerah setiap wisatawan dapat menyaksikan matahari tenggelam di garis batas cakrawala. Ketika biru langit perlahan menjadi merah, sinar matahari yang menyilaukan berubah pula menjadi bola raksasa merah membara yang perlahan jatuh sebagai keindahan alam yang menakjubkan di kaki langit.
Dari Dermaga Feri, pintu gerbang Kota Agats, di seputar monuman Pastur Yan Smith berdiri, pemandangan serupa dapat disaksikan setiap pasang mata. Ialah saat-saat indah ketika suasana senja berubah menjadi rembang petang menuju malam. Ketika matahari tampil pada ujudnya yang paling sempurna, menunjukkan kebesaran Sang Maha Raya. Langit merah menaungi air Sungai Aswetsy menuju laut Arafura, perahu melaju memecahkan ombak, nelayan kembali setelah menjaring ikan dari perairan lepas. Senja hanya berlalu sesaat, akan tetapi cahaya sempurna pada  langit sebelah barat memberikan nuansa indah yang mengesankan.
Pada posisi yang berbeda, tetapi pada kurun waktu yang nyaris sama, sore hari di Jalan Frans Kaisiepo, di depan Sekolah Menengah Atas Yan Smith tampak anak-anak dan para remaja riang bermain sepatu roda. Bahkan kanak-kanak telah dibimbing ibunda tercinta sebagai pemain pemula supaya akhirnya lihai pula bermain sepatu roda. Sekalian pelari dan pajalan kaki memanfaatkan pula areal ini sebagai sarana olah raga.Kegembiraan di Jalan Frans Kaisiepo adalah fenoma yang tak pernah terbayangkan sebelum pemekaran kabupaten berlangsung. Di tempat yang jauh ini akhirnya anak-anak dan para remaja, bahkan seluruh lapisan masyarakat memiliki wahana untuk melakukan hal-hal positif yang berkontribusi secara langsung terhadap kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan serta fenomena tersendiri pada wajah tata kota.
Jalur dua arah jembatan komposit di Jalan Frans Kaisiepo pada prinsipnya adalah fasilitas publik dalam rangka mobilitas di dalam kota. Akan tetapi, karena ruas jalan dibangun dua arah dengan ukuran relative lebih lebar, sementara arus lalu lintas tidak terlalu sibuk seperti di jalan utama Yos Sudarso. Maka jalan ini akhirnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak dan remaja untuk bermain sepatu roda serta berolah raga.
Di sebelah kiri Sekolah Menengah Atas Yan Smith adalah Museum Pengembangan dan Kemajuan Asmat yang baru, diresmikan oleh Duta Besar Vatikan,MGR.Antonio Guido Filipazzi  pada Pesta Budaya yang ke-31 Oktober 2016, menggantikan Museum lama yang dibangun pada tahun 1973.Di dalam Museum tersimpan dengan baik beraneka jenis kerajinan tangan danukiran Asmat dari semua rumpun, Bismam, Joerat, Kenok, Becbup, Simai, dan Safan. Masing-masing ukiran memiliki spesifikasi dan cirri khas yang berbeda. Museum adalah salah satu destinasi wisata budaya di Kota Agats.
Di samping  Museum Kemajuan dan Pengembangan Asmat, destinasi wisata budaya di Kota Agats adalah Pesta budaya yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Oktober. Pesta Budaya berawal dari tahun 1980-an, ketika Missionaris menyelenggarakan lomba menggambar dan mengukir bagi para pelajar untuk membuka wawasan akan seni dan estetis. Akan tetapi, para pelajar justru menyertakan hasil ukiran dari orang tua, sebagai tindak lanjut dari penyertaan ukiran termaksud, maka Missionaris mengalihkan lomba menggambar dan mengukir bagi pelajar menjadi lomba mengukir bagi wowipits –pengukir. Lomba mengukir mendapat tanggapan positif dari sekalian para pengukir, setiap tahun selalu tampil ukir dalam nilai seni yang demikian tinggi dan menakjubkan. Tahun 1990-an, Bupati Merauke, R. Soekardjo memberi dukungan penuh bagi penyelenggaraan Pesta Budaya setiap bulan Oktober. Tahun 2004 sementara pemekaran Kabupaten Asmat dimulai penyelenggaraan Pesta Budaya dipindahkan dari Gedung Soska ke Lapangan Yos Sudarso sebagai ruang publik, sehingga seluruh komponen masyarakat dapat hadir untuk menyaksikan hasil kerja sekalian pengukir, menyaksikan pementasan tari tradisionil, lelang ukiran dan kerajinan tangan, beramah tamah dengan sesama handai taulan sekaligus menghibur diri. Turis-turis asing serta domestik, reporter hadir pula memadati lapangan, pada Pesta Budaya perhatian seluruh masyarakat tertumpah di Lapangan Yos Sudarso, tanpa kecuali.

Pada setiap Pesta Budaya tamu-tamu, turis, dan reporter berdatangan. Suasana Kota Agats menjadi lebih ramai bila dibandingkan dengan hari-hari biasa. Di samping lelang kerajinan tangan dan ukiran, diselenggarakan pula pasar seni, demontrasi mengukir, pertunjukan seni tari, dan lomba dayung. Tahun 2018 Pesta Budaya memasuki usia yang ke-33, dan tetap menjadi agenda setiap tahun dengan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat.

Agenda seni yang digelar setiap tahun kecuali Pesta Budaya adalah Festival Beorpit dan Teweraut yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Asmat. Pada Festival ini akan digelar beragam seni budaya Asmat menyangkut seni tari, seni  music, dan seni suara. Festival akan selalu mengundang keramaian, para peserta berkompetisi, penonton beramai-ramai datang ke Lapangan Yos Sudarso, menyaksikan aneka pertunjukan seni.

Lapangan Yos Sudarso akan ramai pula dikunjungi Bupati serta pejabat daerah dan segenap lapisan masyarakat pada malam pergantian tahun. Pesta kembang api akan berlangsung dalam waktu kurang lebih dua jam, sejak pukul 23.00 – 01.00 tahun berikutnya. Langit yang senantiasa gelap pada malam-malam biasa akan berpijar oleh aneka warna kembang api serta suara letusan terus menerus diiringi sorak sorai. Di seputar kota Agats sekelompok masyarakat akan berjalan beriringan sambil membunyikan sensor serta perlengkapan lain yang menimbulkan suara riuh. Tahun baru adalah saat-saat kebersamaan yang dalam bagi seluruh lapisan masyarakat Agats.

Tanggal 2 Januari setelah pesta kembang api berlangsung, sekelompok masyarakat akan meneruskan tradisi saling menggosok lumpur di jalan raya. Pihak-pihak yang menerima tradisi ini dapat ikut bergabung, sedangkan yang tidak berkenan bersiap dengan bahan persediaan pangan, menetap di dalam rumah atau waspada untuk hadir di tempat umum, menghindari kelompok yang tengah meneruskan tradisi saling menggosok lumpur, tanpa adanya tuntutan atau kemarahan.

Menyusuri Sungai – Melintasi Laut

Setelah sampai di Ewer atau menumpang kapal putih sandar di dermaga baru, menyusuri Kota Agats, Kampung Syuru, dan Cemnes, maka wisatawan masih dapat meneruskan perjalanan dengan menyusuri sungai-sungai atau  melintasi laut dalam rangka wisata minat khusus –mempelajari adat isti adat setempat,kehidupan sehari-hari, menjadi bagian dari ekologi yang berbeda, budaya yang berbeda serta kehidupan lebih dua ratus kampung yang beragam pula. Kampung-kampung yang berada di distrik Atsy, Becbamu, Ayip, Suator, Kolf Braza, Jitu, Korowai, Jetsy, Akat, Siret dapat ditempuh dengan menyusuri sungai-sungai. Dalam setiap perjalanan ke tingkat distrik atau kampung mengenakan pelampung sangat disarankan. Adapun sarana transportasi yang tersedia adalah speed boat milik pengusaha yang mesti disewa dengan standart harga tertentu, bahan bakar satu harga telah tersedia.   
Kampung-kampung yang berada di Distrik Joerat, Sawa Erma, Suru-suru, Pulau Tiga dapat ditempuh setelah melintasi muara kemudian berbelok kanan untuk kembali menyusuri sungai-sungai. Adapun kampung-kampung yang terdapat di Distrik Fayit, Pantai Kasuari, Safan, dan Kopay dicapai dengan menyusuri sepanjang tepian Laut Arafura setelah berbelok ke arah kiri dari dermaga.

Secara umum budaya masyarakat di seluruh distrik sama, setiap kampung selalu berada di tepi aliran sungai,memanfaatkan batang pohon untuk membuat perahu lesung sebagai sarana transportasi lokal untuk pergi menjaring ikan serta memangur sagu, dan mendapatkan kayu bakar. Kecuali Distrik Korowai yang disebut dengan Asmat darat, maka pada setiap kampung terdapat jew –rumah bujang, rumah komunal yang berfungsi untuk menata struktur sosial masyarakat, sehingga kebersamaan dapat tetap dipertahankan sesuai dengan tatanan nilai serta budaya setempat. Rumah tinggal masyarakat mulai berubah dari rumah berdinding gaba-gaba beratap ilalang menjadi rumah rakyat berdinding kayu beratap seng. Setiap  keluarga memanfaatkan blong, drum atau tempat penampungan air yang lain untuk menadah hujan dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih.Prasarana jalan raya adalah jembatan kayu, kebijakan Pemeritnah setempat secara bertahap, maka jembatan kayu di tingkat distrik akan ditingkatkan menjadi jembatan komposit untuk memudahkan mobilitas.

Semakin jauh dari Kota Agats kondisi tanah semakin baik, bermacam hasil bumi tumbuh subur, umbi-umbian, pisang, dan sayur mayur. Distrik Atsy dan Sawa Erma telah mendapatkan fasilitas Telkomsel serta listrik enam jam sehari. Fasilitas termksud secara bertahap akan diterapkan pada setiap distrik, sehingga komunikasi tidak lagi mengalami hambatan. Jembatan komposit secara bertahap juga dibangun di tingkat distrik secara bertahap dalam rangka kelangsungan mobilitas local.Penginapan layak huni telah lama pula berdiri di Distrik Atsy, wisatawan tak memiliki kesulitan untuk menginap di tempat ini dalam rangka wisata minat khusus. Posisi penginapan adalah tepat di depan tambatan perahu, di tepi sungai. Satu destinasi khusus di Distrik adalah Sanggar Seni yang telah dikelola dengan baik, di dalam sanggar seni tersedia aneka kerajinan tangan –noken, tas tradisional yang terbuat dari anyaman pucuk daun sagu serta  beragam ukiran Asmat. Seni tari yang dikembangkan oleh Pastur Eko menggenapi destinasi wisata akan fenomena budaya local yang tidak akan ditemukan pada komunitas lain.

Sepanjang tepian sungai dalam rangka menuju kampung wisata adalah hutan bakau yang teramat luas seakan tiada berkesudahan. Lebar sungai di atas rata-rata tak akan mampu diseberangi oleh juara renang kelas dunia sekalipun. Wisatawan akan mengalami pengalaman berbeda ketika speed boat meraung, memecah ombak kemudian melaju di sepanjang aliran sungai, sesekali melambai ketika berpapasan dengan pengendara speed boat yang lain, melewati perkampungan, singgah, bertegur sapa dengan orang-orang yang baru dikenal.Perjalanan ke kampung-kampung memberikan suasana berbeda, hiruk pikuk suasana kota tak lagi terdengar, yang membentang di depan mata adalah alam teramat luas, wisatawan menyatu pula di dalamnya.  

Secara khusus kampung-kampung di Wilayah Asmat memiliki spesifikasi yang membedakan satu kampung dengan kampung yang lain.Omor, ibu kota Distrik Pulau Tiga  yang terletak di tepi pantai, lebih tiga jam perjalanan dari Kota Agats, memiliki tanah subur. Di seputar perkampungan pohon pisang dan singkong tumbuh subur menjadi makanan pokok sehari-hari. Keluarga-keluarga yang menetap di kampung ini tak perlu memangur sagu ke hutan, Karena hasil kebun cukup sebagai konsumsi rutin. Adapun ikan selalu tersedia di laut lepas, kemampuan setiap keluarga dalam menjaring ikan melengkapi pula kebutuhan akan lauk pauk.

Kampung Munu yang  terletak di tepi sungai, Distrik Unir Sirau, merupakan kampung sentra gaharu. Para pencari mendapatkan gaharu jauh ke dalam hutan, menjualnya kepada plasma, hasil penjualan gaharu sangat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jalan utama di Kampung Munu membujur mengikuti aliran sungai, kios-kios terbuka lebar menawarkan aneka barang kebutuhan hidup, parabola tampak berdiri di halaman rumah, warung makan dan penginapan ada pula di kampung ini. wisatawan tak akan mendapatkan kesulitan menginap atau memenuhi konsumsi sehari-hari.

Kampung Mumugu Distrik Sawa Erma terletak pada posisi sebelah utara Asmat --berbatasan dengan Kabupaten Nduga, empat jam perjalanan dari Kota Agats dengan menyusuri sungai yang semakin lama semakin menyempit.Di kampung ini kondisi tanah telah benar-benar keras, jembatan kayu tak lagi diperlukan, jalan aspal lebih memenuhi syarat dalam rangka mobilitas local. Tanah keras mendukung pula upaya peternakan dan pertanian, sehingga bahan pangan tidak terlalu sulit diperoleh. Kondisi serupa terdapat pula di Distrik Suru-suru yang berbatasan pula dengan Kabupaten Nduga, enam jam perjalanan dari Kota Agats. Merupakan suatu hal menyenangkan untuk dapat menginjakkan kaki di atas tanah ketika posisi seorang personil secara geografis berada di Wilayah Asmat dengan prosentase terbesar kondisi tanah rawa berlumpur.

Kampung Binam, ibu kota Distrik Suator yang terletak empat jam perjalanan dari Ibu Kota Agats adalah fenomena spesifik dari seluruh kampung yang ada di Kabupaten Asmat. Jalan utama Kampung Binam membujur sesuai dengan aliran sungai.Di ujung sebelah kiri adalah perumahan rakyat yang dibangun Dinas Sosial dalam rangka pembinaan Komunitas Adat Terpencil. Dengan jarak satu tarikan rokok, di sebelah kanan perumahan rakyat adalah Kantor Perhubungan. Pintu kantor langsung menghadap ke sungai, dengan hijau daun yang membentang, seputar lingkungan adalah tanah keras, dipenuhi daun kering yang gugur. Segala macam jenis unggas dapat berkembang menjadi bahan konsumsi yang bergizi. Tahun 2017 jembatan komposit akan dibangun sepanjang 750 meter, tahun berikutnya akan terus dibangun sehingga wajah tata kota akan menjadi semakin cantik. Pada dua tepi jembatan kayu, pemukiman penduduk, warung makan,dan kios-kios berderet rapi, ramai menawarkan aneka barang kebutuhan sehari-hari yang diperlukan. Warung internet telah pula berdiri, memfasilitasi komunikasi di dunia maya. Kampung Binam cukup jauh dari ibu kota, akan tetapi koneksi internet menyebabkan komunikasi tetap berjalan dengan baik.

Di halaman rumah digali pula sumur berdinding beton, ketika air hujan susah diperoleh, air sumur menjadi jawaban bagi kesulitan itu. Di tepi sungai anak-anak tampak riang bermain pasir dan bermain bola tanpa membedakan suku, ras, dan golongan.Kegembiraan anak-anak bermain menandakan suasana damai di tempatnya tinggal. Sore hari, di halaman rumah tampak sekelompok pemuda bermain sepak takrauw. Setiap lima waktu adzan Magrib berkumandang, memanggil jemaat menunaikan sholat, sementara gereja berdiri dengan megah dalam rangka pembinaan jemaat dan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Jenjang pendidikan telah berdiri hingga ke tingkat Sekolah Lanjutan Pertama.tegur sapa di sepanjang jembatan, “Selamat pagi …” atau “Selamat siang …” sudah menjadi cirri khas kehidupan social.Andai terdapat sarana transportasi reguler ke ibu kota Agats, Kampung Binam, Suator adalah destinasi wisata minat khusus yang tidak susah dikunjungi.

Sekitar tiga puluh menit dari Kampung Binam adalah Distrik Kolf Braza, semakin jauh ke dalam hulu sungai, sekitar satu jam tiga puluh menitdari Kolf Braza maka sampailah perjalanan pada ditrik terjauh yang berbatasan dengan Kabupaten Kepi, ialah Distrik Korowai. Satu perjalanan berjalan kaki dari ibu kota distrik, sampailah turis di rumah pohon. Rumah masa lampau Suku Asmat Darat –Korowai yang semula tinggal di rumah pohon sebagai suatu strategi pertahanan hidup. Semakin tinggi status social seseorang semakin tinggi pula posisi rumah yang dibangun. Pada ketinggian tertentu, seorang kepala perang dapat mengintai musuh yang dating menyerang, sehingga dapat mengambil tindakan cepat, perlawanan dan pertahanan diri. Rumah pohon juga melindungi penghuni dari serangan binatang jahat.

Perlahan-lahan Pemerintah Daerah Kabupaten /Asmat memberikan  bantuan rumah rakyat, meskipun tidak mudah. Akan tetapi, adaptasi dari bermukim di rumah pohon menuju rumah sehat tetap dilaksanakan. Perang telah lama usai.Binatang jahat dapat dihadapi dengan kemampuan manusia melindungi diri dari beragam bahaya.  

Kampung Kawen, lokasi terjauh di Distrik Kopay adalah sebuah destinasi yang berbeda.Dari dermaga feri Agats hingga ke Pirimapun, Ibu Kota Distrik Safan perjalanan ditempuh berbelok kiri menyusuri tepian Laut Arafura yang bergelombang menjelang siang. Pelampung sangat disarankan bagi siapapun yang menempun perjalanan di jalur ini. Lampu suar akan menjadi alat penunjuk arah, driver berpengalaman  akan tahu kemana arah yang mesti dituju. Empat jam kemudian, sebelum mencapai Distrik Kopay, Pirimapun adalah tempat persinggahan untuk sekedar beristirahat, mengisi bahan bakar serta melengkapi perbekalan. Pirimapun terletak tepat di muara sungai menghadap ke arah horizon, membuka pemandangan matahari terbenam setiap senja.

Perjalanan dapat diteruskan dengan menyusuri anak sungai yang semakin jauh semakin mengecil. Di sepanjang sungai tampak penduduk setempat mendayung ci ----perahu lesung untuk menangkap ikan atau memangur sagu. Ketinting adalah perahu sederhana didorong kekuatan motor tempel dengan bahan bakar bensin yang menjadi sarana utama masyarakat dalam rangka mobilitas di wilayah sungai. Sepanjang hari sepanjang aliran sungai tak pernah sunyi dari suara menderu motor temple, maka ketinting terus melaju menuju hilir atau hulu.

Distrik Kopay terdiri atas sepuluh kampung, keseluruhan kampung terdapat di sepanjang aliran sungai, ialah Sasime, Wagasu, Heiyaram, Senepit,Sapem, Kaipom, Sanem, Aikut, Hahare, dan Kawem. Semakin ke bagian hulu sungai anak sungai semakin mengecil berwarna keclokatan seakan teh di dalam gelas, tanpa rasa garam. Sampai di pertengahan distrik kondisi alam mulai berubah, batang-batang pohon bakau semakin berkurang berubah menjadi jenis pohon berbeda, dengan batang berwarna putih yang biasa disebut dengan pohon bus, jenis pohon yang banyak tumbuh di wilayah Kabupaten Merauke.

Setiap melalui pemukiman tangan-tangan akan melambai,mengucap selamat datang meski tak mengenal secara personal.Ketika speed boat terus melaju anak sungai semakin mengecil, pada dua tepi sungai tumbuh alang-alang, komposisi pohon bus semakin rapat. Anak sungai bahkan menjadi sedemikian kecil, sehingga bisa diseberangi dengan berenang. Akhirnya pemukiman Kampung Kawem tampak sebagai sekumpulan atap terhalau hijau pepohonan. Jauh di bagian ujung batang putih kayu bus berjajar rapi seakan benteng alam yang membatasi Kampung Kawem dengan wilayah tetangga. Kawem adalah kampung terjauh di wilayah selatan Asmat.Di dalam sungai tampak ibu-ibu mengajari anaknya yang paling kecil berenang, beradaptasi dengan lingkungan alam. Keseluruhan suasana kampung dengan sikap masyarakat yang lugu menyebabkan wisatawan dapat sejenak kembali kepada alam serta adat isti adat menyarakat setempat yang relative murni tanpa intervensi terlalu dalam dari budaya luar.

Menyangkut seni ukir, maka masing-masing wilayah memiliki bentuk dan motif ukiran yang berbeda yang berbeda. Kampung Kawem dan Sembilan kampung yang lain di Distrik Kopay serta kampung-kampung di Distrik Safan, Fayit,dan Pantai Kasuari adalah wilayah pemukiman rumpun Safan dan Simai. Jenis ukiran adalah solawaku –perisai dengan ornament segala jenis satwa yang berada di seputar lingkungan hidup dihias dengan tiga warna dasar, merah, putih, dan hitam. Warna merah berasal dari tanah liat, putih dari kulit siput, dan hitam dari arang.

Rumpun Kenok mendiami wilayah di seputar Atsy hingga Suator memiliki motif ukiran kerawang s ukiran manusia, patung legenda serta patung  bis. Rumpun Joerat bertempat di wilayah Distrik Sawa Erma menghasilkan panel. Semula panel adalah perwujudan perisai, dari waktu ke waktu  mengalami perubahan bentuk menjadi perisai berukuran kecil dengan motif serta keindahan seni ukir erta ukiran dinding, dan patung bis. Rumpun Bismam mendiami wilayah Agats menghasilkan yang menakjubkan.

Jalur wisata lain  yang layak dikunjungi adalah Rawa Baki, satu genangan air yang memberikan kesan sejuk terletak di seputar Kampung Buetkuar, Distrik Akat, sekitar dua jam perjalanan dari ibu kota Agats dengan menumpang speed boat. Di seputar rawa adalah hutan lebat tanpa suara, genangan air dan keheningan serta hijau daun adalah suatu destinasi khusus yang mengesankan bagi wisatawan.

Jalur wisata Asmat ditempuh dalam jarak yang sedemikian jauh dari ibu kota Agats tanpa adanya sarana transportasi umum. Kecuali speed boat dinas, pribadi atau menyewa milik pengusaha jasa. Dengan daftar tarip sewa speed boat 85 Pk dari ibu kota Agats ke 22 ibu kota distrik yang lain terlampir pada table berikut:

 
No.
Distrik Tujuan
Satuan Harga
Waktu Tempuh
1.
Akat
Rp.  2.500,000,00
         30 Menit
2.
Jetsy
Rp.  3,000,000,00
         45 Menit
3.
Siret
Rp.  4,000,000,00
   1 Jam 30 Menit
4.
Atsy
Rp.  4,000,000,00
   1 Jam 30 Menit
5.
Ayip
Rp.  7,000,000,00
   2 Jam 30 Menit
6.
Awiyu
Rp.  8,500,000,00
   3 Jam
7.
Bectbamu
Rp.  4,000,000,00
   1 Jam  40 Menit
8.
Fayit
Rp.  5,000,000,00
   2 Jam
9.
Aswi
Rp.  6,000,000,00
   2 Jam  30 Menit
10.
Pantai Kasuari
Rp.  8,000,000,00
   3 Jam
11.
Derkomur
Rp.  9,000,000,00
   3 Jam 30 Menit
12.
Safan
Rp.  7,000,000,00
   2 Jam 30 Menit
13.
Kopai
Rp.  8,000,000,00
   3 Jam
14.
Joutu
Rp.  8,000,000,00
   4 Jam
15.
Suator
Rp.  8,000,000,00
   6 Jam
16.
Kolf Braza
Rp. 10,000,000,00
   7 Jam
17.
Korowai
Rp. 12,000,000,00
   8 Jam
18.
Joerat
Rp.  3,000,000,00
   1 Jam
19.
Sawa Erma
Rp.  4,000,000,00
   2 Jam
20.
Pulau Tiga
Rp.  3,000,000,00
   2 Jam 30 Menit
21.
Unir Sirau
Rp.  3,500,000,00
   1 Jam
22.
Suru-Suru
Rp. 10,000,000,00
   6 Jam

*Biaya carter untuk speed boat 40 pk separuh dari harga carter speed boat 85 pk.























 












DAFTAR PUSTAKA

Linggasari, Dewi,  Realitas di Balik Indahnya Ukiran, Potret Keseharian Suku
                  Asmat, Yogyakarta, Kunci Ilmu, 2004

                  Wanita Asmat, Dimensi Potret Kehidupan, Bigraf Publishing,
                 Yogyakarta, 2008

                  Asmat –Dari Balik Lensa,Kunci Ilmu, 2015

Manmak, Kaspar, Folklore pada Komunitas Rumpun Bisman, Asmat, Yogyakarta, Bigraf Publishing, 2008

Rumkorem, Yosias et all, Jew, Tinjauan Sosio Kultural Rumah Adat Asmat, Dinas  
                  Kebudayaan dan PariwisataKabupaten Asmat, 2009

Verlag, B. Kuhlen, Asmat, Mencerap Kehidupan dalam Seni, Museum
                  Kebudayaan dan Kemajuan Asmat, Agats, Papua, Indonesia, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

--Korowai Buluanop, Mabul: Menyusuri Sungai-sungai

Pagi hari di bulan akhir November 2019, hujan sejak tengah malam belum juga reda kami tim Bangga Papua --Bangun Generasi dan ...