Ewer: Gerbang Wisata
Posisi
Kabupaten Asmat sebagai destinasi wisata minat khusus terletak di
antara dua kabupaten, Merauke dan Mimika. Secara geografis posisi Wilayah Asmat
lebih mudah dicapai dari Kabupaten Mimika, sekitar 12 jam pelayaran atau 45
penerbangan. Sedangkan dari Kabupaten Merauke diperlukan sekitar 36 jam
pelayaran atau 1 jam 30 menit penerbangan.Posisi Dermaga Pomako, Timika adalah
sekitar satu jam perjalanan melalui jalan licin beraspal, tanpa hambatan
kemacetan. Jadwal kapal Putih, Tatamalau, Leuser, Sirimau atau kapal putih yang
lain tidak dapat ditentukan. Kecepatan kapal sangat tergantung dengan keadaan
laut serta cuaca, bila gelombang besar menghantam disertai angin kencang,
praktis kecepatan kapal melambat.Penumpang atau wisatawan dalam rangka
kunjungan atau mobilitas harus pandai mengatur waktu, sehingga tidak terlambat
mencapai tangga kapal. Bila kapal putih sandar di dermaga pada pukul 02.00,
maka tepat pukul 12.00 yang bersangkutan sudah bersiap meninggalkan hotel,
menumpang taksi, menyusuri jalan yang
sunyi, melewati pemukiman yang tertidur serta rimbun hutan yang teramat luas.
Kepercayaan terhadap driver sangat diperlukan
bagi perjalanan singkat yang aman dan nyaman.
Di
dalam kapal penumpang tersedia kamar dengan harga yang relativ tinggi, sekitar
Rp. 1,000,000,00 hingga tiba di dermaga baru Agats, atau tiket ekonomi Rp.
100,000,00.Kantin yang menyediakan minuman panas, nasi dengan ayam goreng, pop
mie serta makanan ringan yang lain tersedia bagi seluruh penumpang. Sekitar 12
jam kemudian kapal akan berbelok ke arah kiri mengikuti posisi lampu suar yang
berdiri tegak mengukuhkan jalur yang harus ditempuh. Kapal putih adalah sarana
perjalanan laut yang tepat waktu dan aman.
Pada
situasi mendesak perjalanan Agats – Timika dapat pula ditempuh dengan
menggunakan speed boat menyusuri
sepanjang garis tepi Laut Arafura. Keberanian dan perhitungan yang cermat amat
diperlukan dalam menempuh perjalanan ini, akan lebih nyaman bila perjalanan
dimulai pada pagi hari sebelum ombak bergelombang serta angin kencang
menghantam.
Jalur
lain yang dapat ditempuh dalam rangka destinasi wisata Asmat adalah penerbangan
pesawat perintis. Jumlah serta kapasitas pesawat sangat terbatas, adalah sebuah
keberuntungan bila seorang penumpang dapat memperoleh tiket penerbangan Bandara
Moses Kilangin, Timika menuju Bandara Ewer – Agats atau dari Bandara Mopah,
Merauke - Ewer. Sementara landasan pacu Bandara Ewer telah selesai, tes landing telah dilakukan. Ke depan
diharapkan pesawat jenis ATR atau Fokker dapat landing secara rutin di atas landasan pacu Bandara Ewer, sehingga
mobilitas wisatawan dapat ditangani dengan baik.Sarana transportasi yang
tersedia saat ini dari Ewer ke Timika adalah pesawat Dimonim, jenis Twin Otter dengan kapasitas 18
penumpang, harga tiket berkisar antara Rp. 335,000,00, jadwal penerbangan hari Senin
dan Sabtu. Pesawat Skycab Aviation jenis Twin
Otter pula terbang setiap hari Sabtu, dengan harga tiket Rp. 1,980,000,00
untuk rute penerbangan Ewer-Merauke-Ewer. Pesawat yang sama menempuh rute Ewer-Timika-Ewer setiap Senin,
Kamis, Sabtu dengan harga tiket Rp.1,430,000. Sedangkam pesawat MAF jenis
Pilatus terbang dari Timika ke Ewer sesuai dengan jadwal penerbangan yang
diperlukan pihak Missionaris dengan
harga tiket Rp. 1,400,000,00. Penerbangan pesawat yang sama rute Merauke
–Ewer setiap hari Jumat dengan harga tiket Rp. 2,600,000,00.Pesawat Susi Air
terbang Merauke- Ewer lima hari dalam satu minggu, dengan harga tiket Rp. 260,000,00.
Susi Air menempuh pula penerbangan Merauke-Kamur Setiap tahun jenis serta
jadwal pesawat berubah sesuai dengan situasi serta kondisi yang berubah pula.Rute
berikut Susi Air adalah Ewer- Kamur dan Ewer – Suru-Suru dengan harga tiket
subsidi berkisar antara Rp. 260,000,00. Adapun pesawat AMA menempuh rute
penerbangan Timika-Ewer dengan harga tiket Rp. 1,700,000,00 setiap hari Selasa
dan Jumat.Sementara landasan pacu bandara Ewer telah siap untuk
Penerbangan
Timika – Ewer selama kurang lebih 45 menit adalah pengalaman khusus yang
sensasional. Beberapa saat setelah pesawat jenis Twin Otter, Pilatus atau
Cessna mengudara, Kota Timika akan tampak sebagai konsentrasi pemukiman yang
semakin lama tampak semakin mengecil dengan atap berkilau ditimpa cahaya
matahari. Limbah beracun PT. Freeport Indonesia sesungguhnya adalah “sungai”
raksasa yang berhulu pada tempat yang sangat jauh sulit dikunjungi, lebar hilir
“sungai” bahkan melebihi lebar tata kota Timika.
Pesawat
terus meraung, limbah beracun PT. Freeport Indonesia tak tampak lebih lama,
dari balik jendela kaca terlihat
rimbunan hutan hujan yang menghijau dialiri sungai-sungai kecoklatan yang
saling memotong, meliuk-liuk. Tak tampak konsentrasi pemukiman selama
penerbangan. Sementara biru langit dapat sekejab berubah menjadi mendung,
bahkan hujan. Akan tetapi pesawat terus melaju menembus mendung, biru langit
kembali tampil dalam warna yang cerah, mega-mega mengapung berarak dalam tiupan
angin, seputih kapas. Jauh di bawah jendela pesawat, tepi pantai tampak sebiru
batu safir. Pesawat terus meraung sesekali berguncang kemudian kembali tenang.
Sekitar 45 menit kemudian landasan pacu Bandara Ewer mulai terlihat dari
ketinggian, pesawat memutar, menempatkan diri pada posisi yang tepat sebelum
meluncur turun, mendarat di atas landasan pacu dengan sedikit guncangan.
Ewer,
adalah gerbang wisata Asmat. Fasilitas bandara dan landasan pacu menempatkan
Ewer sebagai awal jalur wisata di wilayah ini sebelum menempuh jalur-laur lain
yang berkaitan dengan destinasi wisata minat khusus, seni budaya wisata,
ekologi wisata, dan kampung wisata.Sebagai gerbang wisata Ewer tengah bersiap
sebagai bandara bagi kehadiran pesawat jenis ATR atau Fokker. Satu prasarana
dan sarana yang mutlak diperlukan dalam destinasi wisata Asmat.
Di
Kampung Ewer, tak jauh dari landasan pacu berdiri jew –rumah bujang, sebagai bangunan tradisionil terbesar di kampung
ini. Pada tiang jew terukir roh
leluhur, di teras jew yang panjang
tanpa sekat,di atas lantai dari kulit kayu, tampak beberapa orang tengah
mengukir dengan tekun atau sekedar duduk melewatkan waktu. Jew adalah rumah adat tempat seluruh anggota komunal berkumpul di
bawah kendali pemimpin adat. Jumlah pintu di dalam jew menandakan jumlah fam yang tinggal di kampung termaksud. Lurus
dari pintu masuk tanpa daun adalah tungku, tempat masing-masing fam dapat
membakar sagu atau ikan. Jew tak
pernah sunyi, setiap hari selalu ada kehadiran anggota komunal di dalamnya,
terlebih ketika musyawarah bagi pesta adat dan pesta termaksud diselenggarakan.
Jew berfungsi untuk memelihara
struktur social budaya pada kehidupan komunal, sehingga satu individu tetap
menjadi bagian individu yang lain, tak terpisahkan.
Ewer
dan kampung pemekaran di seberang landasan pacu, Sau adalah kampung pertama di
Kabupaten Asmat yang memiliki fasilitas solar sell, sehingga listrik dapat
menyala selama 24 jam sehari.Listrik telah menyala pula di rumah bujang, malam
tak lagi bersuasana gelap, sementara aktivitas dengan menggunakan peralatan
elektronik dapat digunakan dengan baik. Tak jauh dari perkampungan, setelah
melewati jembatan kayu, tiba-tiba berdiri pula jembatan beton menyebrangi
Sungai Kamborep. Di antara alam yang hijau dan sunyi tanpa suara hingar bingar
kecuali deru mesin pesawat yang datang dan pergi, keberadaan jembatan Sungai
Kamborep menjadi suatu nilai tambah bagi Kampung Ewer sebagai gerbang wisata.
Tak
jauh dari aliran Sungai Kamborep rumah panggung masyarakat berdiri, sebagian
adalah rumah tradisionil berdinding gaba-gaba, beratap ilalang, sebagian yang
lain rumah rakyat, rumah permanen bantuan dari Pemerintah Daerah. Di seputar
rumah tumbuh tanaman pangan, umbi-umbian, rica –lombok rawit, sayur mayur,
rimbun daun kelapa meneduhi pemukiman dari terik matahari. Sehari-hari suasana
lengang, gemuruh mesin pesawat serta mobilitas penumpang yang menyebabkan Ewer
sebagai gerbang wisata menjadi hidup.
Agats: Kota di Atas Jembatan
Dari
dermaga Ewer selalu bersiap speed boat ojek
dengan biaya Rp. 100,000,00 per orang hingga sampai di dermaga Agats. Sekitar
15 menit perjalanan ditempuh dengan menyusuri sungai, pada dua tepinya adalah
rimbun hutan bakau. Lepas muara wisatawan harus memiliki keberanian, speed boat demikian kecil, adapun lautan
amat luas berbatas cakrawala. Driver
telah berpengalaman melewati tempat ini dengan baik, maka speed boat dapat terus meraung mencapai dermaga feri. Di lingkungan
dermaga feri telah dikukuhkan Patung Pastor Yan Smith pada pergantian tahun
2012 menuju 2013.
Pastor Yan Smith adalah sebuah legenda, Pada Tanggal 17 Agustus
1951 Pastor Yan Smith masuk Orde Salib Suci, Pada Tanggal 25 Juli
1957 ditahbiskan
menjadi imam, tahun 1958-1959 Pastor Yan Smit pergi ke
Amerika Serikat untuk mengambil studi theologi
di Fort Wayne dan Hastings. Tanggal 24 Oktober
1959 Pastor Yan Smit tiba di Asmat. Lima tahun lebih
setelah kerja keras memulai sebuah proses pendidikan bagi anak-anak Asmat,
terjadi konflik dengan KPS --Kepala Pejabat Setempat dan berakhir dengan
tragis. Tanggal
28 Januari 1965 bertempat tak jauh dari ikon pastor didirikan,
perselisihan terjadi KPS mengacungkan senjata ke arah Pastor Yan Smtih, menarik
pelatuknya, pada tembakan pertama pastor masih berdiri, demikian pula pada
tembakan kedua. Pada tembakan ketiga Pastor Yan Smith roboh berlumuran darah, dan tak pernah bangkit lagi. Pastor Yan Smith
berpulang dengan memilukan pada usia 34
Tahun, status waktu itu sebagai Pastor Paroki Yamas-Yeni
dan Pemilik Sekolah Daerah untuk seluruh Persekolahan Khatolik
di wilayah Asmat.
Pada hari kematian itu muncul mitos, beberapa detik sebelum tembakan
menyalak, sukma terlepas dari badan, Pastor Yan Smith sempat berucap, “Bila
badanku rusak, maka tanah di tempat ini akan rusak pula”. Hujan turun teramat
deras tercurah dari langit selama berhari-hari, setelah penembakan itu, seakan
menangisi kematian seorang pengabdi kemanusiaan, nyawa manusia tak berdosa yang direnggut dengan semena-mena. Bertepatan dengan kejadian tragis
penembakan seorang pastor, maka wilayah Asmat semakin dikenal oleh kalangan
luas. Para pendatang perlahan-lahan hadir untuk menetap di wilayah Asmat,
membangun situs ekonomi. Kebutuhan akan kayu sebagai prasarana tempat tinggal,
jembatan, perahu, dan kayu bakar terus meningkat tak terbilang. Pohon-pohon
yang menjulang di seputar Agats ditebang dan terus ditebang. Air laut pasang
sepajang tahun, maka erosi mulai terjadi tak bisa dihentikan dari waktu ke
waktu. Agats yang semula berupa daratan tanah gambut akhirnya hancur menjadi
tanah rawa yang tak bisa lagi dipijak. Kerusakan tanah di kota Agats, seakan
membenarkan ucapan Pastor Yan Smtih, sebelum ia roboh berlumuran darah, “Bila badanku rusak, maka tanah di tempat ini
akan rusak” (Linggasari,
2015: 8 – 9)
Lebih lima dekade
setelah peristiwa penembakan itu. Pator Yan Smith tetap menjadi legenda.
Sementara orang percaya, bahwa kondisi tanah rawa berlumpur di wilayah Asmat
adalah benar, karena disebabkan oleh kutukan. Pada pergantian tahun 2012 – 2013
setelah patung Pastor Yan Smith diresmikan sebagai bukti pengampunan akan kematiannya yang tragis, air pasang di
kota Agats tidak lagi terjadi sepanjang tahun. Air naik hingga ke wilayah
pemukiman hanya terjadi saat pergantian tahun ketika bulan purnama, ketika gaya
tarik bulan menyebabkan air pasang hingga setinggi-tingginya.
Akan tetapi, jalan
pengerasan tetap mustahil dibangun di wilayah ini, terlebih di ibu kota Agats
yang terletak persis di muara sungai dengan tingkat erosi yang tinggi, karena
gempuran arus. Maka prasarana transportasi yang mungkin dibangun adalah
jembatan kayu yang tak mampu bertahan lama, karena hujan dan terik matahari.
Terhitung sejak pemekaran kabupaten periode ke dua, jalan komposit mulai
dibangun sebagai solusi untuk memperkuat, memperlebar kunstruksi jembatan,
memberi keleluasaan bagi pejalan kaki, pengendara sepeda serta motor listrik
dalam rangka mobilitas local.Jalan komposit telah merubah hampir 100% tata
kota, suatu keadaan yang sebelum pemekaran kabupaten hanya mimpi, kini bisa
menjadi kenyataan.
Jalan
komposit telah dibangun pula di seputar dermaga baru dan dermaga feri.Tak jauh
dari dermaga ojek motor listrik telah menunggu, biaya perjalanan adalah Rp.
20,000,000 untuk jarak dekat dan Rp. 50,000,00 untuk jarak panjang. Seorang
wisatawan dapat menuju hotel sebagai tempat istirahat, terdapat Hotel Assedu
milik Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat, Hotel Anggrek, Asmat Bersinar, Juan
dikelola pihak swasta, Hotel Surya milik Missionaris. Terdapat pula penginapan
sederhana yang dikelola masyarakat sebagai sarana tinggal sementara.
Berbeda
dengan suasana di kota besar, ketika di jalan raya setiap individu nyaris tak
mengenal antara yang satu dengan yang lain. Maka dinamika di sepanjang jalan
komposit sungguh berbeda, hampir semua orang mengenal, melambai, tersenyum,
mengucap salam, “Selamat pagi ....”, “Apa
kabar?”, “Kapan datang?” Sementara orang menyempatkan diri berhenti untuk membicarakan
hal penting, bahkan mendasar.
Pada
dua tepi jalan komposit adalah rumah-rumah panggung berdiri berdekatan. Jalan
Yos Sudarso membujur hingga ke dermaga baru, tempat kapal putih sandar, adalah
jalan utama yang menjadi ramai, karena konsentrasi kios, pasar, serta fasilitas
social yang lain. Pada ketinggian menara Telkomsel tampak menjulang berfungsi
sebagai prasarana connecting people. Survey
telah dilakukan pada 14 Maret 2017 bagi peningkatan fasilitas 3G, sehingga
pengguna telepon seluler mengalami kemudahan dalam membina komunikas jarak
jauh. Warung internet terbuka pada jam kerja, memudahkan pengguna berinteraksi
dengan dunia maya. Indovisian, Orangevision adalah media komunikasi massa lain
yang dapat memberikan informasi bagi masyarakat dengan dunia luar.
Perubahan
telah banyak terjadi sejak 12 April 2003 ketika Asmat dikukuhkan sebagai
pemekaran dari Kabupaten Induk Merauke dalam rangka mematahkan rentang kendali
pelayanan masyarakat. Populasi penduduk yang semula jarang, sekitar 6.000 jiwa
di Distrik Agats berkembang pesat menjadi 27.237 jiwa, terkonsentrasi di
wilayah kota. Suasana kota Agats yang semula lengang, 13 tahun kemudian menjadi
riuh oleh mutasi penduduk,gerak melaju motor listrik di sepanjang jalan
komposit serta aktivitas sehari-hari sebagai strategi pertahanan hidup.
Akan
tetapi, ada satu hal yang tak berubah. Kabupaten Asmat terdiri atas 23 distrik,
221 kampung yang tersebar di sepanjang aliran sungai. Seluruh kampung --desa selalu terletak di tepi aliran sungai,
merupakan suatu strategi adaptasi perkembangan masyarakat dengan
mempertimbangkan kebutuhan akan air sebagai faktor utama kelangsungan
hidup.Sarana mobilitas lokal adalah ci –perahu
lesung, dikayuh dayung yang terbuat dari kayu local dengan cara menggali bagian
tengah kayu, sehingga menyerupai lesung. Lesung berfungsi sebagai tempat bagi
pendayung yang menggerakkan perahu pada posisi berdiri, bukan duduk seperti
pada posisi pendayung suku-suku bangsa yang lain.Suatu hal yang wajar bila pada
ujung ci atau dayung terdapat ukiran
leluhur yang menyebabkan penampilan perahu menjadi spesifik.Lingkungan sekitar
adalah 23.000 hektar hutan hujan yang berpotensi mencurahkan air dari langit
sepanjang tahun. Tanah rawa berlumpur tak menyediakan air jernih sebagai air
yang sehat untuk dikonsumsi, kecuali kolam untuk berenang ikan-ikan dengan
warna air seakan coklat susu. Setiap rumah memikiliki blong penampungan sebagai
prasarana penyediaan air bersih dengan menampung cucuran hujan yang tercurah
sepanjang tahun.
Pola
kehidupan sungguh berbeda dengan kehidupan sehari-hari suku bangsa yang
manapun, lingkungan alam membentuk perilaku manusia dalam rangka beradaptasi
sebagai strategi pertahanan hidup. Wisatawan dapat menyaksikan hal-hal baru
yang tak dapat disaksikan di wilayah lain. Ketika interaksi manusia dengan
hujan demikian erat, bahkan tergantung secara total. Agats adalah kota
hujan,atau, Asmat adalah wilayah hujan,
sewaktu-waktu air tercurah turun tercurah dari langit atau persediaan air di dalam blong
akan kosong sama sekali.Suatu kisah yang tidak mudah dipercaya, kecuali
wisatawan menyaksikan sendiri. Ketika satu orang kesulitan air, terlebih bagi
yang tengah berkunjung atau berwisata, maka yang bersangkutan bisa mendapatkan
pada kerabat dekat atau kawan baik yang berkenan membukakan pintu.
Sementara
suhu udara selalu berubah sesuai dengan gerak semu matahari serta curah hujan.
Pada pertengahan tahun ketika posisi matahari berada di garis balik utara,
belahan bumi selatan mengalami musin dingin, di Australia jatuh salju, udara
dingin menghembus dari wilayah Merauke hingga ke wilayah Asmat. Ketika hujan
turun udara semakin bertambah dingin. Menjelang akhir tahun ketika posisi
matahari berada di garis balik selatan udara di wilayah Asmat mengalami suhu
tertinggi, setiap hari udara semakin gerah, menurun beberapa saat ketika hujan
turun.
Terhitung
sejak 2016, lampu di ibu kota Agats telah menyala 24 jam. Suatu hal yang
sungguh diharapkan sejak awal mula pemekaran kabupaten ini dimulai. Fasilitas
ini memberikan kemudahan bagi kehidupan masyarakat, malam tak lagi gelap,
lemari pendingin dapat menyala secara terus menerus, demikian pula dengan alat
elektronik yang lain. Anjungan Tunai Mandiri milik Bank Papua dan Bank Rakyat
Indonesia dapat terus beroperasi bagi pelayanan finansial. Wisatawan tak akan
kesulitan mendapatkan uang tunai, warung makan menyediakan aneka
hidangan,masakan panas, nasi kuning, bakso, soto, ayam lalapan, coto, konro,
burger. Ikan bakar tak kalah lezat dengan hidangan lain.
Laut
Arafura adalah habitat bagi segala jenis ikan, terutama ikan kakap, ikan
bandeng, kuru, lasi,serta udang. Karaka
–kepiting adalah hewan air yang tak kalah lezat dengan segala jenis ikan. Siput
ada kalanya muncul di lingkungan pasar tradisionil yang terletak tepat di sekitar muara, tempat
nelayan membawa pulang kemudian menjual hasil tangkapan ikan. Sementara ikan
jenis cakalang, lema,mujair serta cumi-cumi bisa diperoleh di pasar setelah
kedatangan kapal putih yang membawa serta jenis ikan yang tidak diperoleh di
perairan Arafura. Buah-buahan seperti apel, anggur, peer, naga, papaya dapat
pula diperoleh dari pedagang di kapal putih dengan harga relative tinggi,
karena distribusi yang tidak mudah.
Wisatawan
tak akan mengalami kesulitan hadir di kota Agats, fasilitas public tersedia
dengan baik. Demikian pula dengan tugas-tugas pemerintahan yang dilaksanakan
setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah di bawah kepemimpinan bupati dan wakil
bupati. Perkantoran terkonsentrasi pada satu titik, memudahkan sekalian pegawai
mengerjakan rutinitas.
Asmat: Jalur Wisata
Jalur
termudah untuk mencapai wilayah Asmat
adalah dengan terlebih dahulu mengunjungi ibu kota Agats. Dari kota ini
wisatawan dapat memutuskan kemana hendak menempuh jalur wisata selanjutnya.
sebagai destinasi wisata minat khusus, Asmat memiliki potensi wisata seni
budaya, wisata ekologi serta desa atau kampung wisata. Tiga paket wisata
yang tak dapat dipisahkan antara yang
satu dengan yang lain. Seni budaya serta ekologi terdapat pada setiap kampung,
sebaliknya pada setiap kampung terdapat potensi wisata seni budaya, meski
dengan spesifikasi yang berbeda.
Kampung
terdekat yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau motor listrik adalah
Syuru dan Cemnes –Mbait, pecahan dari Kampung Syuru. Satu keluarga dengan fam
Mbait memutuskan untuk membuka perkampungan jauh dari Syuru, membangun pula Jew tersendiri. Tahun 1996 Kampung
Cemnes adalah sekelompok rumah tinggal sederhana, sehari-hari suasana sunyi,
penghuni rumah sibuk menjaring ikan serta memangur sagu di hutan. Jempatan kayu
yang menghubungkan Kampung Cemnes dari SMA Negeri I telah rusak total, setiap
orang harus berjalan hati-hati untuk mencapai kampung ini, atau akan terjatuh
ke dalam lumpur.
Pemekaran
Kabupaten memberikan harapan-harapan baru, jembatan kayu yang telah rusak
dibangun, demikian pula dengan rumah rakyat. Akhirnya Dermaga Baru dibangun
pula untuk menggantikan dermaga lama yang telah roboh. Posisi Jew dan pemukiman masyarakat berkembang semakin jauh ke bagian
dalam hutan, kios-kios,rumah penduduk, dan fasilitas social berdiri seiring
dengan waktu. Kini jembatan komposit telah kukuh berdiri pada seluruh ruas
jalan termasuk jalan yang menuju ke dermaga baru. Pusat Pembangkit Listrik
berdiri pula di seputar lingkungan itu. Suasana hening dengan pohon-pohon yang
tinggi menjulang dan hijau daun menyebabkan masyarakat setempat mengunjungi
dermaga baru di luar hari-hari sibuk untuk menikmati wisata alam. Ketika air
Sungai Aswetsy mengalir damai, sarana transportasi air melaju, batang-batang
pohon serta hijau daun memberikan suasana tentram setelah hari-hari yang melelahkan.
Pada
sore hari selalu tampak sekelompok pemuda gembira bermain sepak bola, pelari
berolah raga atau jalan santai menikmati suasana sekitar serta tegur sapa
dengan handai taulan. Kota Agats adalah komunitas kecil, hampir setiap orang
mengenal antara yang satu dengan yang lain, sehingga agenda ramah tamah, bahkan
pembicaraan penting dapat terjadi pada setiap sudut kota, termasuk di Dermaga
Baru. Posisi Jew yang berada di
lingkungan dermaga akan menjadi ramai
oleh irama pukulan tifa, atraksi seni tari dengan tata rias adat yang unik dan
spesifik pada acara pesta adat. Dua potensi terdapat pada Cemnes sebagai
Kampung Wisata, ialah wisata alam dan wisata budaya.
Adapun
Syuru sebagai kampung induk, atau sesungguhnya induk dari kehidupan di Kota
Agats yang mengalami pemekaran hingga ke Kota Agats yang sekarang terhitung
sejak kehadiran Missionaris sejak 4 Februari 1954,Irian Jaya terintegrasi ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 1963, pendirian kantor Pembantu
Bupati Asmat tahun 1983, dan pemekaran kabupaten pada 12 April 2003, merupakan
destinasi kampung wisata terdekat setelah Cemnes dengan potensi wisata alam dan
wisata budaya. Kampung Syuru berbatasan dengan Sungai Fambrep, sungai kecil
dengan kondisi sangat berbeda dibandingkan sungai-sungai di wilayah Asmat yang
seakan sama luasnya dengan samudera. Lebar Sungai Fambrep dapat dicapai dengan
kemampuan anak-anak berenang atau satu lemparan batu. Air sungai berwarna
seakan coklat susu, mengalir perlahan tanpa gejolak. Pada dua tepi sungai
adalah pohon-pohon yang tinggi menjulang
dengan hijau daun tumbuh lebat saling bersentuhan. Pagi hari sinar surya jatuh
condong, ialah cahaya keemasan mewarnai hijau daun hingga tampak seindah batu
zamrud. Suara air mericik, suara marga satwa, batang-batang pohon yang roboh
bagai aral melintang, akar-akar bakau yang menjuntai, bunga-bunga liar, aneka
tumbuhan liar yang menjalar tak beraturan, membawa wisatawan kembali kepada
alam. Suasana yang sulit diperoleh pada kesibukan sehari-hari yang menekan.
Pada
pagi yang berbeda ketika kabut embun menguap serupa kabut, Sungai Fambrep akan
menjadi destinasi wisata yang berbeda. Hening suasana yang terpecah oleh
binatang hutan tetap berlangsung, demikian pula dengan suara gemercik air dan
suara pucuk-pucuk daun yang bersentuhan, karena sepoi angin. Kabut putih yang
melilit menyebabkan seputar wilayah aliran sungai tampak samar. Nun jauh di
ujung sana, aliran sungai seakan berhulu pada kabut misteri.
Suatu
keharusan untuk bertegur sapa dengan pengendara speed boat atau long boat
yang berpapasan, meski tak saling mengenal, sebagai bahasa bahwa di tempat yang
hening sekalipun setiap orang tetap menjadi bagian dari orang yang lain. Di
ujung sungai sebelum Fambrep kembali menyatu dengan sungai besar, terdapat
sekelompok bevak. Sekelompok keluarga
menetap pada rumah sederhana, menggantungkan hidup secara total dari hasil
hutan.Kelompok ini menunjukkan awal mula masyarakat setempat berkembang sebelum
akhirnya menjadi komunitas yang solid dengan jew sebagai rumah komunal yang berfungsi untuk memelihara tatanan
social sesuai dengan adat setempat.
Sementara
Syuru sebagai kampung induk yang mengawali perkembangan masyarakat hingga ke
Kota Agats, memiliki jew yang berdiri
kokoh sepanjang waktu. Tahun 1973 kapal wisata pertama yang menyertai turis
asing telah sampai di kampung ini, dijemput dengan perahu adat, diselenggarakan
pula pesta adat untuk memenuhi keinginan turis dalam rangka perjalanan wisata
budaya. Tahun 1994 Mick Jeagger, bintak rock pernah pula bertandang ke Jew Kampung Syuru dalam rangka wisata
budaya untuk menyaksikan tata cara serta adat isti adat masyarakat setempat
yang telah tersohor, terlebih karena nilai seni ukir yang tinggi. Setiap tahun
kapal wisata hadir menyertai turis asing dari berbagai Negara dalam perjalanan
wisata budaya dan wisata alam di Syuru
sebagai salah satu kampung wisata.
Pada
kunjungan wisata budaya di Kampung Syuru, biro perjalanan wisata telah bekerja
sama dengan pemangku adat supaya dapat kiranya sebuah pesta diselenggarakan, sehingga rasa ingin tahu
terhadap ritual budaya setempat beserta seluruh aspek di dalamnya, termasuk
tata rias, seni music, seni tari,seni dekorasi, dan seni ukir dapat
disaksikan.Setelah menyaksikan upacara adat, turis akan berjalan menysuri
sepanjang ruas jalan, menyaksikan kehidupan masyarakat yang sangat berbeda
dengan kehidupan pada destinasi wisata
yang lain, mengambil gambar, merekam video, sebelum akhirnya kembali ke kapal
pesiar. Sore hari, ketika langit cerah setiap wisatawan dapat menyaksikan
matahari tenggelam di garis batas cakrawala. Ketika biru langit perlahan
menjadi merah, sinar matahari yang menyilaukan berubah pula menjadi bola
raksasa merah membara yang perlahan jatuh sebagai keindahan alam yang
menakjubkan di kaki langit.
Dari
Dermaga Feri, pintu gerbang Kota Agats, di seputar monuman Pastur Yan Smith
berdiri, pemandangan serupa dapat disaksikan setiap pasang mata. Ialah
saat-saat indah ketika suasana senja berubah menjadi rembang petang menuju
malam. Ketika matahari tampil pada ujudnya yang paling sempurna, menunjukkan
kebesaran Sang Maha Raya. Langit merah menaungi air Sungai Aswetsy menuju laut
Arafura, perahu melaju memecahkan ombak, nelayan kembali setelah menjaring ikan
dari perairan lepas. Senja hanya berlalu sesaat, akan tetapi cahaya sempurna
pada langit sebelah barat memberikan
nuansa indah yang mengesankan.
Pada
posisi yang berbeda, tetapi pada kurun waktu yang nyaris sama, sore hari di
Jalan Frans Kaisiepo, di depan Sekolah Menengah Atas Yan Smith tampak anak-anak
dan para remaja riang bermain sepatu roda. Bahkan kanak-kanak telah dibimbing
ibunda tercinta sebagai pemain pemula supaya akhirnya lihai pula bermain sepatu
roda. Sekalian pelari dan pajalan kaki memanfaatkan pula areal ini sebagai
sarana olah raga.Kegembiraan di Jalan Frans Kaisiepo adalah fenoma yang tak
pernah terbayangkan sebelum pemekaran kabupaten berlangsung. Di tempat yang
jauh ini akhirnya anak-anak dan para remaja, bahkan seluruh lapisan masyarakat
memiliki wahana untuk melakukan hal-hal positif yang berkontribusi secara
langsung terhadap kesehatan, pertumbuhan, dan perkembangan serta fenomena
tersendiri pada wajah tata kota.
Jalur
dua arah jembatan komposit di Jalan Frans Kaisiepo pada prinsipnya adalah
fasilitas publik dalam rangka mobilitas di dalam kota. Akan tetapi, karena ruas
jalan dibangun dua arah dengan ukuran relative lebih lebar, sementara arus lalu
lintas tidak terlalu sibuk seperti di jalan utama Yos Sudarso. Maka jalan ini
akhirnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak dan remaja untuk bermain
sepatu roda serta berolah raga.
Di
sebelah kiri Sekolah Menengah Atas Yan Smith adalah Museum Pengembangan dan
Kemajuan Asmat yang baru, diresmikan oleh Duta Besar Vatikan,MGR.Antonio Guido
Filipazzi pada Pesta Budaya yang ke-31
Oktober 2016, menggantikan Museum lama yang dibangun pada tahun 1973.Di dalam
Museum tersimpan dengan baik beraneka jenis kerajinan tangan danukiran Asmat
dari semua rumpun, Bismam, Joerat, Kenok, Becbup, Simai, dan Safan.
Masing-masing ukiran memiliki spesifikasi dan cirri khas yang berbeda. Museum
adalah salah satu destinasi wisata budaya di Kota Agats.
Di samping Museum Kemajuan dan Pengembangan Asmat,
destinasi wisata budaya di Kota Agats adalah Pesta budaya yang diselenggarakan
setiap tahun pada bulan Oktober. Pesta Budaya berawal
dari tahun 1980-an, ketika Missionaris menyelenggarakan lomba menggambar dan
mengukir bagi para pelajar untuk membuka wawasan akan seni dan estetis. Akan
tetapi, para pelajar justru menyertakan hasil ukiran dari orang tua, sebagai tindak
lanjut dari penyertaan ukiran termaksud, maka Missionaris mengalihkan lomba
menggambar dan mengukir bagi pelajar menjadi lomba mengukir bagi wowipits –pengukir. Lomba mengukir
mendapat tanggapan positif dari sekalian para pengukir, setiap tahun selalu tampil
ukir dalam nilai seni yang demikian tinggi dan menakjubkan. Tahun 1990-an,
Bupati Merauke, R. Soekardjo memberi dukungan penuh bagi penyelenggaraan Pesta
Budaya setiap bulan Oktober. Tahun 2004 sementara pemekaran Kabupaten Asmat
dimulai penyelenggaraan Pesta Budaya dipindahkan dari Gedung Soska ke Lapangan
Yos Sudarso sebagai ruang publik, sehingga seluruh komponen masyarakat dapat
hadir untuk menyaksikan hasil kerja sekalian pengukir, menyaksikan pementasan
tari tradisionil, lelang ukiran dan kerajinan tangan, beramah tamah dengan
sesama handai taulan sekaligus menghibur diri. Turis-turis asing serta domestik,
reporter hadir pula memadati lapangan, pada Pesta Budaya perhatian seluruh
masyarakat tertumpah di Lapangan Yos Sudarso, tanpa kecuali.
Pada setiap Pesta
Budaya tamu-tamu, turis, dan reporter berdatangan. Suasana Kota Agats menjadi
lebih ramai bila dibandingkan dengan hari-hari biasa. Di samping lelang
kerajinan tangan dan ukiran, diselenggarakan pula pasar seni, demontrasi
mengukir, pertunjukan seni tari, dan lomba dayung. Tahun 2018 Pesta Budaya
memasuki usia yang ke-33, dan tetap menjadi agenda setiap tahun dengan dukungan
dari Pemerintah Daerah Kabupaten Asmat.
Agenda seni yang
digelar setiap tahun kecuali Pesta Budaya adalah Festival Beorpit dan Teweraut
yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Asmat. Pada
Festival ini akan digelar beragam seni budaya Asmat menyangkut seni tari,
seni music, dan seni suara. Festival
akan selalu mengundang keramaian, para peserta berkompetisi, penonton
beramai-ramai datang ke Lapangan Yos Sudarso, menyaksikan aneka pertunjukan
seni.
Lapangan Yos Sudarso
akan ramai pula dikunjungi Bupati serta pejabat daerah dan segenap lapisan
masyarakat pada malam pergantian tahun. Pesta kembang api akan berlangsung
dalam waktu kurang lebih dua jam, sejak pukul 23.00 – 01.00 tahun berikutnya.
Langit yang senantiasa gelap pada malam-malam biasa akan berpijar oleh aneka
warna kembang api serta suara letusan terus menerus diiringi sorak sorai. Di
seputar kota Agats sekelompok masyarakat akan berjalan beriringan sambil
membunyikan sensor serta perlengkapan lain yang menimbulkan suara riuh. Tahun
baru adalah saat-saat kebersamaan yang dalam bagi seluruh lapisan masyarakat
Agats.
Tanggal 2 Januari
setelah pesta kembang api berlangsung, sekelompok masyarakat akan meneruskan
tradisi saling menggosok lumpur di jalan raya. Pihak-pihak yang menerima
tradisi ini dapat ikut bergabung, sedangkan yang tidak berkenan bersiap dengan
bahan persediaan pangan, menetap di dalam rumah atau waspada untuk hadir di
tempat umum, menghindari kelompok yang tengah meneruskan tradisi saling
menggosok lumpur, tanpa adanya tuntutan atau kemarahan.
Menyusuri
Sungai – Melintasi Laut
Setelah sampai di
Ewer atau menumpang kapal putih sandar di dermaga baru, menyusuri Kota Agats,
Kampung Syuru, dan Cemnes, maka wisatawan masih dapat meneruskan perjalanan
dengan menyusuri sungai-sungai atau
melintasi laut dalam rangka wisata minat khusus –mempelajari adat isti
adat setempat,kehidupan sehari-hari, menjadi bagian dari ekologi yang berbeda,
budaya yang berbeda serta kehidupan lebih dua ratus kampung yang beragam pula.
Kampung-kampung yang berada di distrik Atsy, Becbamu, Ayip, Suator, Kolf Braza,
Jitu, Korowai, Jetsy, Akat, Siret dapat ditempuh dengan menyusuri
sungai-sungai. Dalam setiap perjalanan ke tingkat distrik atau kampung
mengenakan pelampung sangat disarankan. Adapun sarana transportasi yang
tersedia adalah speed boat milik
pengusaha yang mesti disewa dengan standart harga tertentu, bahan bakar satu
harga telah tersedia.
Kampung-kampung yang
berada di Distrik Joerat, Sawa Erma, Suru-suru, Pulau Tiga dapat ditempuh
setelah melintasi muara kemudian berbelok kanan untuk kembali menyusuri
sungai-sungai. Adapun kampung-kampung yang terdapat di Distrik Fayit, Pantai
Kasuari, Safan, dan Kopay dicapai dengan menyusuri sepanjang tepian Laut
Arafura setelah berbelok ke arah kiri dari dermaga.
Secara umum budaya
masyarakat di seluruh distrik sama, setiap kampung selalu berada di tepi aliran
sungai,memanfaatkan batang pohon untuk membuat perahu lesung sebagai sarana transportasi
lokal untuk pergi menjaring ikan serta memangur sagu, dan mendapatkan kayu
bakar. Kecuali Distrik Korowai yang disebut dengan Asmat darat, maka pada
setiap kampung terdapat jew –rumah
bujang, rumah komunal yang berfungsi untuk menata struktur sosial masyarakat,
sehingga kebersamaan dapat tetap dipertahankan sesuai dengan tatanan nilai
serta budaya setempat. Rumah tinggal masyarakat mulai berubah dari rumah
berdinding gaba-gaba beratap ilalang menjadi rumah rakyat berdinding kayu
beratap seng. Setiap keluarga memanfaatkan
blong, drum atau tempat penampungan air yang lain untuk menadah hujan dalam
rangka memenuhi kebutuhan air bersih.Prasarana jalan raya adalah jembatan kayu,
kebijakan Pemeritnah setempat secara bertahap, maka jembatan kayu di tingkat
distrik akan ditingkatkan menjadi jembatan komposit untuk memudahkan mobilitas.
Semakin jauh dari
Kota Agats kondisi tanah semakin baik, bermacam hasil bumi tumbuh subur,
umbi-umbian, pisang, dan sayur mayur. Distrik Atsy dan Sawa Erma telah
mendapatkan fasilitas Telkomsel serta listrik enam jam sehari. Fasilitas
termksud secara bertahap akan diterapkan pada setiap distrik, sehingga
komunikasi tidak lagi mengalami hambatan. Jembatan komposit secara bertahap
juga dibangun di tingkat distrik secara bertahap dalam rangka kelangsungan
mobilitas local.Penginapan layak huni telah lama pula berdiri di Distrik Atsy,
wisatawan tak memiliki kesulitan untuk menginap di tempat ini dalam rangka
wisata minat khusus. Posisi penginapan adalah tepat di depan tambatan perahu,
di tepi sungai. Satu destinasi khusus di Distrik adalah Sanggar Seni yang telah
dikelola dengan baik, di dalam sanggar seni tersedia aneka kerajinan tangan –noken, tas tradisional yang terbuat dari
anyaman pucuk daun sagu serta beragam
ukiran Asmat. Seni tari yang dikembangkan oleh Pastur Eko menggenapi destinasi
wisata akan fenomena budaya local yang tidak akan ditemukan pada komunitas
lain.
Sepanjang tepian
sungai dalam rangka menuju kampung wisata adalah hutan bakau yang teramat luas
seakan tiada berkesudahan. Lebar sungai di atas rata-rata tak akan mampu
diseberangi oleh juara renang kelas dunia sekalipun. Wisatawan akan mengalami
pengalaman berbeda ketika speed boat
meraung, memecah ombak kemudian melaju di sepanjang aliran sungai, sesekali
melambai ketika berpapasan dengan pengendara speed boat yang lain, melewati perkampungan, singgah, bertegur sapa
dengan orang-orang yang baru dikenal.Perjalanan ke kampung-kampung memberikan
suasana berbeda, hiruk pikuk suasana kota tak lagi terdengar, yang membentang
di depan mata adalah alam teramat luas, wisatawan menyatu pula di dalamnya.
Secara khusus
kampung-kampung di Wilayah Asmat memiliki spesifikasi yang membedakan satu
kampung dengan kampung yang lain.Omor, ibu kota Distrik Pulau Tiga yang terletak di tepi pantai, lebih tiga jam
perjalanan dari Kota Agats, memiliki tanah subur. Di seputar perkampungan pohon
pisang dan singkong tumbuh subur menjadi makanan pokok sehari-hari.
Keluarga-keluarga yang menetap di kampung ini tak perlu memangur sagu ke hutan,
Karena hasil kebun cukup sebagai konsumsi rutin. Adapun ikan selalu tersedia di
laut lepas, kemampuan setiap keluarga dalam menjaring ikan melengkapi pula
kebutuhan akan lauk pauk.
Kampung Munu
yang terletak di tepi sungai, Distrik
Unir Sirau, merupakan kampung sentra gaharu. Para pencari mendapatkan gaharu
jauh ke dalam hutan, menjualnya kepada plasma, hasil penjualan gaharu sangat
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jalan utama di Kampung
Munu membujur mengikuti aliran sungai, kios-kios terbuka lebar menawarkan aneka
barang kebutuhan hidup, parabola tampak berdiri di halaman rumah, warung makan
dan penginapan ada pula di kampung ini. wisatawan tak akan mendapatkan
kesulitan menginap atau memenuhi konsumsi sehari-hari.
Kampung Mumugu
Distrik Sawa Erma terletak pada posisi sebelah utara Asmat --berbatasan dengan
Kabupaten Nduga, empat jam perjalanan dari Kota Agats dengan menyusuri sungai
yang semakin lama semakin menyempit.Di kampung ini kondisi tanah telah
benar-benar keras, jembatan kayu tak lagi diperlukan, jalan aspal lebih
memenuhi syarat dalam rangka mobilitas local. Tanah keras mendukung pula upaya
peternakan dan pertanian, sehingga bahan pangan tidak terlalu sulit diperoleh.
Kondisi serupa terdapat pula di Distrik Suru-suru yang berbatasan pula dengan
Kabupaten Nduga, enam jam perjalanan dari Kota Agats. Merupakan suatu hal
menyenangkan untuk dapat menginjakkan kaki di atas tanah ketika posisi seorang
personil secara geografis berada di Wilayah Asmat dengan prosentase terbesar
kondisi tanah rawa berlumpur.
Kampung Binam, ibu
kota Distrik Suator yang terletak empat jam perjalanan dari Ibu Kota Agats
adalah fenomena spesifik dari seluruh kampung yang ada di Kabupaten Asmat.
Jalan utama Kampung Binam membujur sesuai dengan aliran sungai.Di ujung sebelah
kiri adalah perumahan rakyat yang dibangun Dinas Sosial dalam rangka pembinaan
Komunitas Adat Terpencil. Dengan jarak satu tarikan rokok, di sebelah kanan
perumahan rakyat adalah Kantor Perhubungan. Pintu kantor langsung menghadap ke
sungai, dengan hijau daun yang membentang, seputar lingkungan adalah tanah keras,
dipenuhi daun kering yang gugur. Segala macam jenis unggas dapat berkembang
menjadi bahan konsumsi yang bergizi. Tahun 2017 jembatan komposit akan dibangun
sepanjang 750 meter, tahun berikutnya akan terus dibangun sehingga wajah tata
kota akan menjadi semakin cantik. Pada dua tepi jembatan kayu, pemukiman
penduduk, warung makan,dan kios-kios berderet rapi, ramai menawarkan aneka
barang kebutuhan sehari-hari yang diperlukan. Warung internet telah pula
berdiri, memfasilitasi komunikasi di dunia maya. Kampung Binam cukup jauh dari
ibu kota, akan tetapi koneksi internet menyebabkan komunikasi tetap berjalan
dengan baik.
Di halaman rumah
digali pula sumur berdinding beton, ketika air hujan susah diperoleh, air sumur
menjadi jawaban bagi kesulitan itu. Di tepi sungai anak-anak tampak riang
bermain pasir dan bermain bola tanpa membedakan suku, ras, dan
golongan.Kegembiraan anak-anak bermain menandakan suasana damai di tempatnya
tinggal. Sore hari, di halaman rumah tampak sekelompok pemuda bermain sepak
takrauw. Setiap lima waktu adzan Magrib berkumandang, memanggil jemaat
menunaikan sholat, sementara gereja berdiri dengan megah dalam rangka pembinaan
jemaat dan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Jenjang pendidikan telah
berdiri hingga ke tingkat Sekolah Lanjutan Pertama.tegur sapa di sepanjang
jembatan, “Selamat pagi …” atau “Selamat siang …” sudah menjadi cirri
khas kehidupan social.Andai terdapat sarana transportasi reguler ke ibu kota
Agats, Kampung Binam, Suator adalah destinasi wisata minat khusus yang tidak
susah dikunjungi.
Sekitar tiga puluh
menit dari Kampung Binam adalah Distrik Kolf Braza, semakin jauh ke dalam hulu
sungai, sekitar satu jam tiga puluh menitdari Kolf Braza maka sampailah
perjalanan pada ditrik terjauh yang berbatasan dengan Kabupaten Kepi, ialah
Distrik Korowai. Satu perjalanan berjalan kaki dari ibu kota distrik, sampailah
turis di rumah pohon. Rumah masa lampau Suku Asmat Darat –Korowai yang semula
tinggal di rumah pohon sebagai suatu strategi pertahanan hidup. Semakin tinggi
status social seseorang semakin tinggi pula posisi rumah yang dibangun. Pada
ketinggian tertentu, seorang kepala perang dapat mengintai musuh yang dating
menyerang, sehingga dapat mengambil tindakan cepat, perlawanan dan pertahanan
diri. Rumah pohon juga melindungi penghuni dari serangan binatang jahat.
Perlahan-lahan
Pemerintah Daerah Kabupaten /Asmat memberikan
bantuan rumah rakyat, meskipun tidak mudah. Akan tetapi, adaptasi dari
bermukim di rumah pohon menuju rumah sehat tetap dilaksanakan. Perang telah lama
usai.Binatang jahat dapat dihadapi dengan kemampuan manusia melindungi diri
dari beragam bahaya.
Kampung Kawen,
lokasi terjauh di Distrik Kopay adalah sebuah destinasi yang berbeda.Dari
dermaga feri Agats hingga ke Pirimapun, Ibu Kota Distrik Safan perjalanan
ditempuh berbelok kiri menyusuri tepian Laut Arafura yang bergelombang
menjelang siang. Pelampung sangat disarankan bagi siapapun yang menempun
perjalanan di jalur ini. Lampu suar akan menjadi alat penunjuk arah, driver
berpengalaman akan tahu kemana arah yang
mesti dituju. Empat jam kemudian, sebelum mencapai Distrik Kopay, Pirimapun
adalah tempat persinggahan untuk sekedar beristirahat, mengisi bahan bakar
serta melengkapi perbekalan. Pirimapun terletak tepat di muara sungai menghadap
ke arah horizon, membuka pemandangan matahari terbenam setiap senja.
Perjalanan dapat
diteruskan dengan menyusuri anak sungai yang semakin jauh semakin mengecil. Di
sepanjang sungai tampak penduduk setempat mendayung ci ----perahu lesung untuk menangkap ikan atau memangur sagu. Ketinting adalah perahu sederhana
didorong kekuatan motor tempel dengan bahan bakar bensin yang menjadi sarana
utama masyarakat dalam rangka mobilitas di wilayah sungai. Sepanjang hari
sepanjang aliran sungai tak pernah sunyi dari suara menderu motor temple, maka
ketinting terus melaju menuju hilir atau hulu.
Distrik Kopay terdiri
atas sepuluh kampung, keseluruhan kampung terdapat di sepanjang aliran sungai,
ialah Sasime, Wagasu, Heiyaram, Senepit,Sapem, Kaipom, Sanem, Aikut, Hahare,
dan Kawem. Semakin ke bagian hulu sungai anak sungai semakin mengecil berwarna
keclokatan seakan teh di dalam gelas, tanpa rasa garam. Sampai di pertengahan
distrik kondisi alam mulai berubah, batang-batang pohon bakau semakin berkurang
berubah menjadi jenis pohon berbeda, dengan batang berwarna putih yang biasa
disebut dengan pohon bus, jenis pohon yang banyak tumbuh di wilayah Kabupaten
Merauke.
Setiap melalui
pemukiman tangan-tangan akan melambai,mengucap selamat datang meski tak
mengenal secara personal.Ketika speed
boat terus melaju anak sungai semakin mengecil, pada dua tepi sungai tumbuh
alang-alang, komposisi pohon bus semakin rapat. Anak sungai bahkan menjadi
sedemikian kecil, sehingga bisa diseberangi dengan berenang. Akhirnya pemukiman
Kampung Kawem tampak sebagai sekumpulan atap terhalau hijau pepohonan. Jauh di
bagian ujung batang putih kayu bus berjajar rapi seakan benteng alam yang
membatasi Kampung Kawem dengan wilayah tetangga. Kawem adalah kampung terjauh
di wilayah selatan Asmat.Di dalam sungai tampak ibu-ibu mengajari anaknya yang
paling kecil berenang, beradaptasi dengan lingkungan alam. Keseluruhan suasana
kampung dengan sikap masyarakat yang lugu menyebabkan wisatawan dapat sejenak
kembali kepada alam serta adat isti adat menyarakat setempat yang relative
murni tanpa intervensi terlalu dalam dari budaya luar.
Menyangkut seni
ukir, maka masing-masing wilayah memiliki bentuk dan motif ukiran yang berbeda
yang berbeda. Kampung Kawem dan Sembilan kampung yang lain di Distrik Kopay
serta kampung-kampung di Distrik Safan, Fayit,dan Pantai Kasuari adalah wilayah
pemukiman rumpun Safan dan Simai. Jenis ukiran adalah solawaku –perisai dengan ornament segala jenis satwa yang berada di
seputar lingkungan hidup dihias dengan tiga warna dasar, merah, putih, dan
hitam. Warna merah berasal dari tanah liat, putih dari kulit siput, dan hitam
dari arang.
Rumpun Kenok
mendiami wilayah di seputar Atsy hingga Suator memiliki motif ukiran kerawang s
ukiran manusia, patung legenda serta patung
bis. Rumpun Joerat bertempat di wilayah Distrik Sawa Erma menghasilkan
panel. Semula panel adalah perwujudan perisai, dari waktu ke waktu mengalami perubahan bentuk menjadi perisai
berukuran kecil dengan motif serta keindahan seni ukir erta ukiran dinding, dan
patung bis. Rumpun Bismam mendiami wilayah Agats menghasilkan yang menakjubkan.
Jalur wisata
lain yang layak dikunjungi adalah Rawa
Baki, satu genangan air yang memberikan kesan sejuk terletak di seputar Kampung
Buetkuar, Distrik Akat, sekitar dua jam perjalanan dari ibu kota Agats dengan
menumpang speed boat. Di seputar rawa
adalah hutan lebat tanpa suara, genangan air dan keheningan serta hijau daun
adalah suatu destinasi khusus yang mengesankan bagi wisatawan.
Jalur wisata Asmat
ditempuh dalam jarak yang sedemikian jauh dari ibu kota Agats tanpa adanya
sarana transportasi umum. Kecuali speed
boat dinas, pribadi atau menyewa milik pengusaha jasa. Dengan daftar tarip sewa
speed boat 85 Pk dari ibu kota Agats
ke 22 ibu kota distrik yang lain terlampir pada table berikut:
No.
|
Distrik
Tujuan
|
Satuan
Harga
|
Waktu
Tempuh
|
1.
|
Akat
|
Rp.
2.500,000,00
|
30
Menit
|
2.
|
Jetsy
|
Rp.
3,000,000,00
|
45
Menit
|
3.
|
Siret
|
Rp.
4,000,000,00
|
1 Jam 30
Menit
|
4.
|
Atsy
|
Rp.
4,000,000,00
|
1 Jam 30
Menit
|
5.
|
Ayip
|
Rp.
7,000,000,00
|
2 Jam 30
Menit
|
6.
|
Awiyu
|
Rp.
8,500,000,00
|
3 Jam
|
7.
|
Bectbamu
|
Rp.
4,000,000,00
|
1
Jam 40 Menit
|
8.
|
Fayit
|
Rp.
5,000,000,00
|
2 Jam
|
9.
|
Aswi
|
Rp.
6,000,000,00
|
2 Jam 30 Menit
|
10.
|
Pantai Kasuari
|
Rp.
8,000,000,00
|
3 Jam
|
11.
|
Derkomur
|
Rp.
9,000,000,00
|
3 Jam 30 Menit
|
12.
|
Safan
|
Rp.
7,000,000,00
|
2 Jam 30 Menit
|
13.
|
Kopai
|
Rp.
8,000,000,00
|
3 Jam
|
14.
|
Joutu
|
Rp.
8,000,000,00
|
4 Jam
|
15.
|
Suator
|
Rp.
8,000,000,00
|
6 Jam
|
16.
|
Kolf Braza
|
Rp. 10,000,000,00
|
7 Jam
|
17.
|
Korowai
|
Rp. 12,000,000,00
|
8 Jam
|
18.
|
Joerat
|
Rp.
3,000,000,00
|
1 Jam
|
19.
|
Sawa Erma
|
Rp.
4,000,000,00
|
2 Jam
|
20.
|
Pulau Tiga
|
Rp.
3,000,000,00
|
2 Jam 30 Menit
|
21.
|
Unir Sirau
|
Rp.
3,500,000,00
|
1 Jam
|
22.
|
Suru-Suru
|
Rp. 10,000,000,00
|
6 Jam
|
*Biaya carter untuk speed boat 40 pk separuh dari
harga carter speed boat 85 pk.
Linggasari,
Dewi, Realitas di Balik Indahnya Ukiran, Potret
Keseharian Suku
Asmat, Yogyakarta, Kunci Ilmu, 2004
Wanita Asmat, Dimensi Potret
Kehidupan, Bigraf Publishing,
Yogyakarta, 2008
Asmat –Dari Balik Lensa,Kunci Ilmu, 2015
Manmak,
Kaspar, Folklore pada Komunitas Rumpun
Bisman, Asmat, Yogyakarta, Bigraf Publishing, 2008
Rumkorem,
Yosias et all, Jew, Tinjauan Sosio
Kultural Rumah Adat Asmat, Dinas
Kebudayaan dan
PariwisataKabupaten Asmat, 2009
Verlag,
B. Kuhlen, Asmat, Mencerap Kehidupan
dalam Seni, Museum
Kebudayaan dan Kemajuan
Asmat, Agats, Papua, Indonesia, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar